BAB II LANDASAN TEORI
A. MURABAHAH 1. Pengertian Murabahah secara bahasa berasal dari masdar riblun (keuntungan). Murabahah
adalah
masdar
dari
Rabaha-Yurabihu-Murabahatan
(sedangkan memberi kentungan). Sedangkan secara istilah, para ulama jahili memberikan definisi yang sama dengan narasi yang berbeda; Ulama’ Hanafiyah mengatakan, murabahah adalah memindahkannya hak milik seseorang kepada orang lainsesuai dengan transaksi dan harga awal yang dilakukan pemilik awal ditambah dengan keuntungan yang diinginkan. Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat murabahah adalah jual beli yang dilakukan seseorang dengan mendasarkan pada harga beli penjual ditambah keuntungan dengan syarat harus sepengetahuan kedua belah pihak.1 Sedangkan Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan murabahah adalah jual beli yang dilakukan seseorang dengan harga awal ditambah dengan keuntungan. Penjual menyampaikan harga beli kepada pembeli ditambah dengan permintaan keuntungan yang dikehendaki penjual kepada pembeli. Seperti ungkapan penjual kepada pembeli: “saya menjual barang ini
1
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya ...,hlm. 85
35
36
kepada anda dengan harga beli sepuluh dinar. Mohon anda memberi kami keuntungan satu dirham”.2 Dari definisi diatas dapat dinyatakan bahwa murabahah adalah jenis jual beli. Sebagaimanajual beli pada umumnya akad ini meniscayakan adanya barang yang dijual. Sebagai akad jual beli, murabahah memiliki spesifikasi tertentu. Pertama, Keharusan adanya penyampaian harga semula secara jujur oleh penjual kepada calon pembeli sekaligus keuntungan yang diinginkan oleh penjual. Kedua, Keuntungan yang diinginkan oleh penjual tersebutharus sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Hal spesifik seperti inilah yang membedakan murabahah dari jual beli pada umumnya. Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa sebenarnya dalam murabahah, pola pembayaran barang yang ditransaksikan (diangsur, tangguh atau pembayaran cash ) tidak menjadi pembahasan. Maka pembayaran seseorang yang menggunakan akad murabahah bisa dengan cara diangsur, cash atau tangguh. Tidak selamanya murabahah dibayar dengan cara diangsur seperti yang terjadi dibank-bank syariah dewasa ini. Jika sebagian besar atau bahkan mungkin seluruh perbankan syari’ah menggunakan cara diangsur, hal tersebut lebih dikarenakan kemudahan yang
diberikan
bank
kepada
nasabah.
Selain
itu
ketika
akad
murabahahsudah terjadi tetapi pembayaran belum dilakukan, maka hubungan penjual dan pembeli menjadi hubungan hutang piutang. Pembeli
2
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya..., hlm. 86
37
mempunyai hutang kepda penjual yang harus diselesaikan (dilunasi). Untuk melunasinya ada alternatife untuk dicicil atau dibayar tangguh. 2. Dasar Hukum Sebagaimana diketahui bahwa murabahah adalah salah satu jenis dari jual beli, khususnya jual beli amanah. Maka landasan syar’i akad murabahah adalah keumuman dalil syara’ dari jual beli. Diantaranya: a. Al-Qur’an
َوأَخَ َّل هللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا Dan Allah telal menghalalkan jual beli dan menghalalkan riba
ارةً ع َْن َ اط ِل َّأَلأ ْنتَ ُكونَ تِ َج ِ َيَا اَ يُّهَا الَّ ِذ ينَ اَ َمنُوا ََل تَأ ُكلُوا اَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب ض ِم ْن ُك ْم ٍ ت ََرا Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan harta diantara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang disarkan pada rela sama rela diantara kalian. Dua ayat diatas menegaskan akan keberadaan jual beli pada umumnya. Keduanya tidak merujuk kepada salah satu model jual beli. Ayat pertama berbicara tentang halalnya jual beli tanpa ada pembatasan dalam pengertian tertntu. Sedangkan ayat kedua berisitentang larangan kepada orang-orang beriman untuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil, sekaligus menganjurkan untuk mlakukan perniagaan yang didasarkan rasa saling ridla. Oleh karena itu akad murabahah tidak didasarkan pada sebuah ayat spesifik dari
38
Al-Qur’an, akan tetapi didarkan pada keumuman dalil jual beli dalam al-Qur’an. Adapun hadis yang dapat dijadikan landasan adalah:3 b. Hadits
َّ ص َّح اِ ْبتَا َع أَبُو بَ ْك ٍر رضي,َأراد َْال ِه ْخ َرة َ صلَّى هللاُ عليه وسلم لَ َّما َ ي َ َّ ِأن النَّب ,<< َولَّنِي أح ُدهُ َما: ال لَهُ الّنِبِ ُي صلّى هللا عليه وسلم َ َ فَق,هللا عنه بَ ِعي َْري ِْن أ َّما بِ َغي ِْر ثَ َم ٍن:ال َعلَ ْي ِه الص َََّلةُ َوالس َََّل ُم َ َ فَق, هُ َولَكَ بِ َغيْر<< َش ْي ٍء:ال َ َفَق فَ ًَل Benar, bahwa Ketika Nabi menghendaki Hijrah, Abu Bakar RA membeli dua ekor onta. Kemudian Nabi berkata kepada Abu Bakar: Juallahdengan cara “tauliyah” salah satunya kedapa saya. Abu Bakar menjawab: salah satunya untuk engkau gratis (Rasul). Maka dijawab oleh Nabi: jika tidak dengan harga, maka tidak usah saya beli.
ْ َض َي هللاُ عَنهُ أنَّهُ َكانَ َلَيَ َرى بَأ سا ً بِ ًد ْه ي َو َد ْه,از َد ْه َ ر ِ ُوي ع َْن َم ْسعُو ٍد َر ان ِ َو ُكلُّ َع ْش َر ٍة ِر ْب ُحهَا ِدرْ هَ َم,أي ُكلُّ َع ْش َر ٍة ِر ْب ُحهَا ِدرْ هَم,ُد َوا ْز ُد ْه Diriwayatkan dari Ibn Mas’ud RA bahwa ia tidak memandang masalah terhadap jual beli yang dilakukan dengan menghitung setiap sepuluh mendapatkan laba satu atau dua dirham. Poin penting yang menghubungkan antara hadits ini dan akad murabahah adalah bahwa dari hadits tersebut didapatkan informasi 3
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya..., hlm. 87-88
39
tersirat tentang keniscayaan jual beli yang dilakukan dengan menyebut harga pokoknya. Meskipun hadis pertama lebih tepat dijadikan dasar dari jual beli tauliyah, namun ia tetap dapat dijadikan landasan jual beli murabahah, karena antara dua jenis ini sama-sama masuk dalam jual beli amanah. Dimana kedua jenis jual beli ini sama-sama mengharuskan menyebutkan harga pokok. Sementara itu, hadits kedua jelas sakali bahwa preseden tersebut merujuk pada akad jual beli murabahah.4 3. Rukun dan syarat Murabahah Oleh karena murabahah adalah salah satu jenis jual beli, maka rukun murabahah adalah seperti rukun jual beli pada umumnya, yaitu;aqidain, adanya objek jual beli, shighat, dan harga yang disepakati. Menurut jumhur ulama jika keempat hal tersebut ditemukan, maka jual beli dianggap memenuhi rukunnya.5 Sedangkan syarat-syarat murabahah adalah sebagai berikut: a. Harga awal harus dimengerti oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli). Dalam akad murabahah, penjual wajib menyampaikan secara transparan harga beli pertama dari barang yang akan ia jual kepada pembeli. Sedangkan pembeli mempunyai hak untuk mengetahui harga beli barang. Persyaratan ini jual berlaku bagi jual beli yang sejenis, seperti al-isyrak, al-tauliah, al-wadli’ah.
4
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya..., hlm. 88-89 M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya..., hlm. 90
5
40
b. Besarnya keuntungan harus diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak; penjual wajib menyampaikan keuntungan yang diiginkan dan pembeli mempunyai hak untuk mengetahui bahkan menyepakati keuntungan yang akan yang akan diperoleholeh penjual. Jika salah satu dari kedua belah pihak tidak sepakat terhadap keuntungan penjual, maka akad murabahah tidak terjadi. c. Harga pokok dapat diketahui secara pasti satuannya. Seperti satu dirham, satu dinar, seratus ribu rupiah, satu kilo gram gandum, satu kuintal beras dan lain-lain. Sebab dalam murabahah, dan juga dalam jual beli amanah lainnya, yang dikehendaki adalah adanya tranparansi antara harga pokok dan kemungkinan laba yang akan diperoleh. Jika barang yang akan ditransaksikan tidak diketahui satuannya, maka akan sulit menentukan keuntungan yang akan diperoleh. Sehigga murabahahpun tidak terjadi. d. Murabahah tidak bisa dicampur dengan transaksi ribawi. Pada jual beli barter misalnya, sebuah barang yang dibeli dengan timbangan atau takaran tertentu kemudiandibeli oleh orang lain dengan jenis barang yang sama dengan pembelian pertama tetapi dengan takaran yang lebih banyak, maka hal demikian disebut sebagai riba. Dalam transaksi murabahah kelebihan bukan disebut sebagai keuntungan, tetapi tetap dikatakan sebagi riba. Lain halnya jika barang tersebut dibeli dengan mata uang kemudian dijual lagi dengan tambahan keuntungan. Atau dibeli dengan barang dengan jenis tertentu,
41
kemudian dibeli lagi oleh orang lain dengan barang yang yang tidak sejenis. Maka ia tidak disebut sebagai riba. e. Akad pertama dalam murabahah harus syahih. Jika pada pembelian pertama tidak dilakukan dengan cara yang syahih, maka transaksi murabahah dianggap batal.6 B. Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah 1. Pengertian Pembiayaan murabahah adalah perjanjian jual beli anatara bank dengan nasabah. Pertama, Bank (penjual) harus membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati spesifikasinya. Kedua, Penjual harus membeli barang yang diperlukan pembeli atas nama penjual sendiri, dan pembelian ini harus bebas riba. Ketiga, Penjual harus memberitahu secara jujur tentang harga pokok barang kepada pembeli berikut yang diperlukan.7 Di sisi lain, Nasabah (Pembeli) harus membayar harga barang yang telah disepakati dalam murabahah pada waktu yang telah disepakati. Pihak penjual dalam murabahah dapat mengadakan perjanjian khusus dengan pembeli untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad. Apabila penjual hendak mewakilkan kepada pembeli untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah menjadi milik penjual. Apabila penjual menerima permintaan pembeli akan suatu barang atau aset, penjual harus membeli 6
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya..., hlm. 90-91 Atas kerjasama, kompilasi hukum ekonomi syariah, (jakarta:Kencana, 2009) hlm. 46
7
42
terlebihdahulu
aset
yang
dipesan
tersebut
dan
pembeli
harus
menyempurnakan jual beli yang sah dengan penjual.8 Penjual juga boleh meminta pembeli untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan dalam jual beli murabahah, Apabila pembeli kemudian menolak untuk membeli barang tersebut, biaya riil penjual harus dibayar dari uang muka tersebut, Apabila nilai uang muka dari pembeli kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh penjual, penjual dapat menuntut pembeli untuk mengganti sisa kerugiannya. 9 Sistem pembayarn dalam akad murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan dalam kurun waktu yang disepakati. Dalam hal pembeli mengalami penurunan kemampuan dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberi keringanan. Keringanan yang dimaksud yaitu dapat diwujudkan dalam bentuk konversi dengan membuat akad baru dalam penyelesaian kewajiban.10 2. Ketentuan umum pembiayaan murabahah dalam Fatwa DSN NO:04/DSNMUI/IV/2000 a. Ketentuan umum Murabahah dalam bank syaria’ah:11 1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
8
Atas kerjasama, kompilasi hukum ekonomi..., hlm.46-47 Atas kerjasama, kompilasi hukum ekonomi..., hlm.47 10 Atas kerjasama, kompilasi hukum ekonomi..., hlm. 47-48 11 Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa...,Hlm.24-25 9
43
2) Barang
yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh
syari’ah islam. 3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati. 4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5) Bank harus menyampaikan semuahal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. 6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8) Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 9) Jika bank hendak mewakilkan hak kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
44
b. Ketentuan murabahah kepada nasabah: 12 1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannyasecara sah dengan pedagang. 3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya. 7) Jika uang muka memakai kontak ‘urban sebagai alternatif dari uang muka, maka
12
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa..., hlm. 25-26
45
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kerugiannya. c. Jaminan dalam murabahah: 13 1) Jaminan dalam murabahah dibolehlkan, agar nasabah serius dalam pesanannya. 2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. d. Utang dalam murabahah: 14 1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan
atau
kerugian,
ia
tetap
berkewajiban
menyelesaikan utangnya kepada bank. 2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 3) Jika
penjualan
barang
tersebut
menyebabkan
kerugian,nasabah tetap harus menyelesaikan utangnyya 13
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa..., hlm. 26 Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa..., hlm. 26
14
46
sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh memperlambat pembayaran
angsuran
atau
meminta
kerugian
itu
diperhitungkan. e. Penundaan pembayaran dalam murabahah: 15 1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. 2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah
tidak
tercapai
kesepakatan
melalui
musyawarah. f. Bangkrut dalam murabahah: 16 Jika
nasabah
telah
dinyatakan
pailit
dan
gagal
menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. 3. Tujuan Pembiayaan a. untuk membiayai kebutuhan investasi maupun kerja nasabah, untuk pengadaan barang tidak untuk sektorpertanian, perdagangan maupun industri. b. untuk pembelian barang konsumsi, misal: rumah tinggal, mobil, motor, perabot rumah tangga dan lain-lain.
15
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa..., hlm. 26-27 Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa..., hlm. 27
16
47
c. untuk melayani nasabah yang melakukan impor barang dengan menggunakan Letter of Credit.17 4. Jenis-jenis pembiayaan murabahah Jenis-jenis pembiayaan murabahah berdasarkan sifat penggunaan dapat dibagi menjadi dua:18 a. pembiayaan produktif pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk meningkatkan usaha, baik produksi, perdagangan, jasa, maupun investasi. Sedangkan menurut keperluannya pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua : 1) pembiayaan modal kerja, pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan : a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utiliti of place dari suatu barang. 2) Pembiayaan investasi yaitu untuk memenuhi barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat hubungannya dengan hal tersebut. b. Pembiayaan konsumtif
17
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani Press.2001).hlm 160 18 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., hlm. 160
48
Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi,
yang
akan
habis
diguanakn
untuk
memenuhi
kebutuhan.19 Pada
umumnya
masyarakat
menggunakan
pembiayaan
konsumtif tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti rumah untuk dihuni dan kendaraan untuk dipakai. Sedangkan
pengembalian
pembiaannya
tidak
berasal
dari
pengembangan dan hasil eksploitasi barang yang dibiayai. Pembiayaan konsumsi menggunakan skema jual beli dengan angsuran (Ba’i bitsaman ajil), atau sewa beli (ijarah muntahia bittamlik), atau melalui kemitraan dengan partisipasi menurun (musyarakah mutanaqishah). 5. Mekanisme pembiayaan murabahah Dengan prinsip Murabahah, Bank syariah membeli barang terlebih dahulu,kemudian menjualnya kepada nasabah dengan mengambil margin / keuntungan. Dalam penyelesaian / pelunasan pembiayaan, bank syariah dapat memberikan waktu tangguh besar sampai dengan jangka waktu yang telah disepakati bersama atau dengan cara angsuran dalam periode tertentu yang disepakati.
19
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., hlm. 160
49
Gambar skema pembiayaan Murabahah adalah sebagai berikut : a
Negosiasi & Persyaratan
c. Akad Murabahah
Akad Wakalah
e. Bayar (Cicilan) BANK
NASABAH
b.1)
d Kirim Barang
b.2)
PEMASOK/ PENJUAL
Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Murabahah20
Keterangan : a. Bank dan nasabah melakukan negosiasi untuk melakukan transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli, meliputi jenis barang yang
20
akan
diperjual
belikan,
harganya
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., hlm 161
(termasuk
jumlah
50
keuntungan yang diminta bank) dan jangka waktu pembayaran dan hal-hal lain yang diperlukan. b. 1).Bank melakukan pesanan (membelisecara tunai/naqdan) barang kepada supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dikehendaki oleh nasabah, dengan melakukan akad jual-beli. Nasabah tidak diperkenankan membeli barang secara langsung tanpa seizin bank. 2). Supplier menjual secara tunai. c. Bank kemudian menjual barang kepada nasabah pada harga yang telah disepakati bersama yaitu harga perolehan ditambah margin/ keuntungan. Bank dan Nasabah selanjutnya menandatangani akad pembiayaan Murabahah sebesar nominal harga jual untuk dilunasi dalam jangka waktu yang telah disepakati bersama. d. Barang yang dibeli dikirim kepada nasabah, dengan persetujuan bank. e. Nasabah melaksanakan pembayaran secara cicilan / angsuran kepada bank. 6. Manfaat dan resiko pembiayaan murabahah Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu murabahah juga
51
sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah. Diantara kemung-kinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut: a. Default atau kelainan; nasabah sengaja tidak membayar angsuran. b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut. c. Penolakan nasabah barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain. d. Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko untuk default akan besar.21
21
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., hal. 107
52
7. Prinsip-prinsip dan prosedur pembiayaan Menurut pasal 8 UU no 7 thn 1992 yaitu “memberikan kredit bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai yang diperjanjikan. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa bank harus berhati-hati dalam memberikan kredit atau pembiayaan pada calon nasabah. Bank harus dapat menjaga liquiditas, yang dimaksud liquiditas disini adalah kemampuan bank tersebut dalam menjamin terbayarnya hutang-hutang jangka pendek, sedangkan yang dimaksud deng solfabilitas adalah kemampuan bank untuk melunasi semua hutang-hutangnya baik yang jangka pendek maupun jangka panjang.22 Solfabilitas bank tergantung juga dari solfabilitas masing-masing nasabah jadi bank harus menyelidiki terlebih dahulu calon debiturnya. Cara yang sampai saat ini masih digunakan untuk menganalisis apakah calon debitur tersebut dapat dipercaya atau diandalkan adalah prinsip pembiayaan yang didasarkan pada apa yang disebut 5C yag meliputi : a. Character Yaitu sifat-sifat calon debitur. Hal ini dapat diketahui dengan cara menanyakan dalam lingkungan pergaulannya dan kebiasaan pribadinya seperti cara hidup atau gaya hidup, keadaan keluarga dan hobi. Ini semua merupakan ukuran kemauan membayar.
22
Budi Untung,Kredit perbakan di Indonesia,(Yogyakarta : Andi, 2005), hlm. 123
53
b. Capacity Yaitu kemampuan calon debitur. Dalam hal ini perlu diketahui atau dianalisis kemampuan calon debitur untuk melunasi hutangnya. Jadi lebih mengarah pada kegiatan usahanya, apakah akan dapat berjalan dengan baik. c. Capital Yaitu modal dasar calon debitur. Apakah calon debitur mempunyai modal awal yang cukup untuk memulai usaha atau melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laba rugi). d. Collateral Yaitu jaminan yang disediakan calon debitur. Dalam pasal 8 no 7 memang tidak ada keharusan bagi calon debitur untuk memberikan jaminan, namun dengan adanya keyakinan, maka bank (kreditur)
tetap
akan
meminta
jaminan.
Karena
jaminan
mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan, memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang jaminan bilamana debitur wanprestasi. e. Condition Yaitu
kondisi perekonomian dan kondisi usaha debitur
prospek atau tidak. Hal ini sangat penting dalam analisis, yang
54
terutama harus dipertimbangkan adalah kondisi ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha debitur atau calon debitur.23 8. Contoh perhitungan pembiayaan murabahah24 Contoh : Penentuan maksimum pembiayaan (dengan asumsi uang muka 20% dan margin 12%) a. Margin Pembelian barang seharga
Rp. 80.000.000,-
Biaya transport
Rp.
2.000.000,-
Pajak
Rp.
1.400.000,- +
Harga Perolehan
Rp. 83.400.000,-
Uang muka 20% dari barang
Rp. 16.680.000,-_
Pembiiayaan Bank
Rp. 66.720.000,-
Margin 12%
Rp.
8.006.400,-
b. Maksimum Pembiayaan Harga Perolehan
Rp. 83.400.000,-
Margin 12%
Rp.
Maksimum Pembiayaan Bank
Rp. 91.406.400,-
9. Uang muka dalam murabahah Ketentuan umum uang muka:
23
Budi Untung,Kredit perbakan...,hlm.124 Budi Untung,Kredit perbakan...,hlm. 125
24
8.006.400,- +
55
a. Dalam akad pembiayaan murabahah, lembaga keuangan syariah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. b. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. c. Jika nasabah membatalkan akad Murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut. d. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKSdapat meminta tambahan kepada nasabah. e. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya diselesaikan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.25 10. Diskon dalam murabahah a. Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi obyek jual beli lebih tinggi maupun lebih rendah. b. Harga dalam jual beli Murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
25
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa...,hlm. 79
56
c. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu diskon adalah hak nasabah. d. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad. e. Dalam
akad,
pembagian
diskon
setelah
akad
hendaklah
diperjanjikan dan ditandatangani. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.26 11. Potongan pelunasan dalam Murabahah a. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjiakan dalam akad. b. Besar potongan sebagaimana dimaksud diatas diserahkan kepada kebijakan dan pertimbangan LKS.27 12. Potongan tagihan Murabahah Ketentuan pemberian potongan 26
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa...,hlm 92 Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa...,hlm 140
27
57
a. LKS boleh memberikan potonagn dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah memberikan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. b. Besar potonagn sebagaimana dimaksud diatas diserahkan pada kebijakan LKS. c. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.28 13. Penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah tak mampu bayar LKS boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaanya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a. Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati b. Nasabah melunasi sisa utangnya kepada LKS dari hasil penjualan c. Apabila hasil penjualan melebihi
sisa utang maka LKS
mengembalikan sisanya kepada nasabah d. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah
28
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa...,hlm. 342
58
e. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya maka LKS dapat membebaskannya.29
29
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama, Himpunan Fatwa..., hlm 349