BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat aspek yaitu keterampilan menyimak atau mendengarkan (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). Setiap keterampilan sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Usaha memperoleh keterampilan bahasa yang baik dan benar, seseorang mengenal bahasa dari mendengarkan. Selanjutnya berbicara dan berlatih membaca. Setelah melalui berbagai usaha tersebut, ia akan berusaha menulis. 1. Menyimak dan Berbicara Tarigan (1993:28) menyatakan bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta implementasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari (Tarigan, 1987:3). Menurut
Tarigan
(1987:15)
berbicara
adalah
kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
8
9
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Tujuan utama
berbicara
adalah
untuk
berkomunikasi.
Komunikasi
dapat
mempersatukan individu-individu ke dalam kelompok-kelompok dengan jalan menyampaikan konsep-konsep umum, menciptakan suatu kesatuan lambanglambang
yang
membedakannya
dari
kelompok-kelompok
lain,
dan
menetapkan suatu tindakan tersebut, serta tidak akan dapat bertahan lama jika tidak ada masyarakat-masyarakat bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucap bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran perasaan, perasaan (Arsjad, 1987:17). Menurut Arsjad (1987:31-32) suksesnya sebuah pembicaraan tergantung kepada pembicara dan pendengar, untuk itu dituntut beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Di bawah ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara. Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung,
merupakan
komunikasi
tatap
muka
atau
face-to-face
communication (Brooks, 1964:134). Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya hubungan antara berbicara dengan menyimak adalah sebagai berikut : a. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu maka contoh atau model yang disimak atau
10
direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan berbicara. b. Kata-kata yang akan dipakai atau dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang mereka temui (misalnya kehidupan desa atau kota) dan kata-kata yang banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide atau gagasan mereka. c. Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempat hidupnya. d. Anak yang lebih muda lebih dapat mamahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan lebih rumit tinimbang kalimat-kalimat yang dapat diucapkanya. e. Meningkatkan keterampilan menyimak bararti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang. f. Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi dan lain-lain. g. Berbicara dengan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.
11
2. Pembelajaran Uret Susu Suatu proses pembelajaran harus ada interaksi antara siswa dan guru, hal ini harus terjadi agar dalam suatu PBM (Proses Belajar-Mengajar) tidak terasa monoton dan hanya bias berinteraksi satu arah. Interaksi antara siswa dan guru yang baik akan meningkatkan atau memajukan proses belajarmengajar yang baik. Interaksi ini mencakup segala hal yang terjadi dalam proses pembelajaran saat guru menerangkan suatu pelajaran dan siswa dapat menanggapi dengan baik memperhatikan guru, ini yang disebut interaksi yang tidak monoton. Dalam hal interaksi seperti ini jika guru bertanya dan murid bisa menjawab ini juga interaksi yang tidak monoton. Pembelajaran yaitu proses yang dilakukan oleh guru dan siswa di sekolah untuk mmencapai tujuan tertentu. Di dalamnya terjadi kegiatan timbal balik antara guru dengan siswa. Hubungan aktif antara kedua pelaksana tersebut terjadi dalam ikatan tujuan. Oleh karena itu sangat diperlukan penerapan strategi yang tepat. Saputra (2010:13) menjelaskan unsur-unsur yang mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar adalah (a.) siswa (yang belajar), (b.) guru (yang mengajar), (c.) tujuan (yang ingin dicapai), (d.) bahan ajar (materi pembelajaran), (e.) strategi (metode yang akan diterapkan), (f.) situasi (kondisi yang terjadi), dan (g.) evaluasi (penilaian). Sebagai suatu sistem, unsur-unsur tersebut harus terbagun menjadi kesatuan yang saling
12
mendukung. Jika digambar dengan diagram, maka unsur-unsur kegiatan belajar mengajar tersebut akan tampak sebagai berikut.
GURU
BAHAN
T
STRATEGI
U
SITUASI
J
SISWA
U A EVALUASI
N
Gambar 2.1 Model Pembelajaran Uret Susu Dalam prosesnya, keberhasialan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor strategi yang berupa pendekatan, metode, teknik atau model pembelajaran yang diterapkan. Dalam penelitian ini penulis mengajukan sebuah model pembelajaran yang inovatif, yaitu Uret Susu untuk meningkatkan kemampuan berbicara dengan mendengarkan cerita sandiwara pada rekaman. Uret Susu merupakan pendekatan dari proses ungkap, rekam, edit, tulis dan tahap selanjutnya adalah penyusunan. Penjelasan mengenai pembelajaran Uret Susu adalah sebagai berikut. a. Ungkap Siswa mengungkap ide atau gagasan yang sebelumnya telah dipaparkan oleh guru secara lisan. Siswa tidak perlu berpikir tentang benar atau salah, karena
13
seluruh konsentrasi siswa dicurahkan untuk mengemukakan apa yang telah didengarkan melalui media rekaman. b. Rekam Pada bagian ini proses pembelajaran yang dilakukan adalah siswa disuruh untuk mendengarkan rekaman sandiwara, yang sebelumnya sudah disiapkan oleh guru. c. Edit Dalam
proses
mendengarkan
rekaman,
siswa
diharapkan
dapat
menyempurnakan cerita, baik dengan cara mengurangi atau menambah kata dan kalimat menurut ide atau gagasan yang mereka miliki. Masing-masing siswa pasti mempunyai tanggapan tersendiri untuk menata ulang dan mengkombinasikan imajinasi mereka. d. Tulis Proses tulis disini merupakan kelanjutan dari kegiatan rekam, dimana siswa disuruh menuliskan pokok-pokok penting dalam sandiwara yang sudah diputar. e. Susun Siswa disuruh untuk membuat naskah dialog sandiwara sesuai dengan contoh yang sudah dihadirkan sebelumnya. Dengan begitu siswa diharapkan mampu membuat dialog secara mandiri. Uret Susu adalah suatu strategi pembelajaran fleksibel dan inovatif yang dirancang guru, khusus untuk mengatasi kesulitan-kesulitan siswa yang dapat
14
menghambat berkembangnya keterampilan berbahasa siswa. Kegiatan ini dimulai dari proses ungkap, rekam, edit, tulis dan tahap yang terakhir dalah penyusunan. Keterampilan berbahasa sendiri terdiri atas empat aspek yaitu keterampilan menyimak atau mendengarkan (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills), dan keterampilan menulis (writing skills). 3. Ciri-ciri pembelajaran Uret Susu a. Kegiatan pembalajaran menarik minat peserta didik. b. Kegiatan belajar terasa menggairahkan peserta didik. c. Mendorong rasa ingin tahu peserta didik. d. Mendorong peserta didik mengekspresikan gagasan dan perasaan mereka secara tertulis maupun lisan. e. Mendorong peserta didik berpikir secara aktif dan kreatif. f. Kegiatan belajar banyak melibatkan berbagai indera. g. Mendorong peserta didik agar tidak takut berbuat kesalahan. h. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa. i. Mendorong peserta didik menemukan sendiri dengan cara menuangkan kemampuan pemahaman mereka. 4. Langkah-langkah pembelajaran Uret Susu a. Sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, guru mempersiapkan media sebagai sarana pendukung pembelajaran.
15
b. Sebelum kegiatan pembelajaran dimuali, guru menjelaskan tentang konsep pembelajaran Uret Susu. c. Guru membagikan lembar kerja untuk mengapresisasikan dan sebagai wadah pemahaman siswa. d. Guru memutar rekaman yang sudah dipersiapkan. e. Siswa mendengarkan isi rekaman yang diputar di depan kelas. f. Guru mengarahkan siswa untuk memahami isi rekaman yang diputar. g. Guru memotivasi siswa untuk bekerja mandiri. h. Guru sebagai fasilitator selalu memberikan arahan dan tuntunan. i. Guru menyuruh siswa membacakan hasil pemahaman mereka ke depan kelas. j. Guru merefleksi hasil pembelajaran bersama-sama dengan siswa. k. Penutup. Menurut Arikunto (1998:2-3), istilah dalam bahasa Inggris adalah Classroom Action Research (CAR). Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan yang dilakukan di kelas. Dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan: 1) Penelitian Menunjuk pada suatu kegiatan mencermati objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang
16
bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti. 2) Tindakan Guru mempersiapkan alat dan bahan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas X.2 SMA Muhammadiyah 4 Andong dengan pembelajaran Uret Susu. 3) Kelas Dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, dan (3) kelas, segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tidakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa.
B. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran Uret Susu untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara di Depan Kelas pada Siswa Kelas X.2 SMA Muhammadiyah 4 Andong dengan Pembelajaran Mendengarkan Cerita
17
Sandiwara pada Rekaman”. Penelitian ini diketahui keaslianya dengan membandingkan kajian penelitian yang relevan. Fahru Roji Baidawi (2011) melakukan penelitian yang berjudul ” Peningkatan Kualitas Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia melalui Teknik Bercerita (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas VIII SMPN 13 Tangerang)”. Hasil dalam penelitian ini adalah peningkatan keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui teknik bercerita, hal ini terlihat pada hasil rata-rata anak pada kondisi awal 40,5, pada siklus I nilai rata-rata 63,3, dan siklus II rata-rata 73,5. Persamaan penelitian yang dilakukan Fahru Roji Baidawi (2011) dengan penelitian ini yaitu ingin mengetahaui keterampilan berbicara. Perbedaan penelitian Fahru Roji Baidawi dengan penelitian ini yaitu dalam penelitian ini dengan menggunakan metode Uret Susu sedangkan dalam penelitian Fahru Roji Baidawi dengan teknik bercerita. Imam Zubaidy Anshory (2010) meneliti ”Penggunaan Pendekatan Pragmatik dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VI di MI AL IKHSAN Jeru Turen Malang”. Hasil belajar siswa berupa pemahaman konsep tentang situasi dan konteks saat berbicara secara klasikal mengalami peningkatan, yaitu dari 57,1% pada pra tindakan menjadi 65,9% pada siklus I, dan 82,0% pada siklus II. Secara keseluruhan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai target yang
18
telah ditetapkan setelah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Persamaan penelitian Imam Zubaidy Anshory (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian Imam Zubaidy Anshory adalah
penelitian ini lebih menitikberatkan pada metode pembelajran Uret Susu sedangkan dalam penelitian Imam Zubaidy Anshory menitikberatkan pada pendekatan pragmatik. Eka Ratnawati (2010) meneliti ”Peningkatan Kemampuan Berbicara melalui Dongeng dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri 2 Bendosari Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali”. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas I SD Negeri 2 Bendosari setelah dilaksanakanya pembelajaran dengan menggunakan dongeng. Dilihat dari tes kemampuan berbicara pada siklus I diketahui 18 dari 30 siswa telah mencapai KKM (60), dan meningkat pada siklus II dimana 29 dari 30 siswa telah berhasil mencapai KKM (60). Persamaan penelitian Eka Ratnawati (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian Eka Ratnawati dengan penelitian ini adalah penelitian Eka Ratnawati menitikberatkan pada pembelajaran dengan menggunakan dongeng sedangkan dalam penelitian ini dengan pembelajaran dengan metode Uret Susu.
19
Inggit Prayogi (2010) meneliti ”Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Metode Diskusi dengan Fokus Pemodelan pada Siswa Kelas XI SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta”. Hasil penelitian sebelum menggunakan metode diskusi dengan fokus pemodelan, nilai rata-rata yang diperoleh siswa 64,64 pada kondisi awal ( sebelum menggunakan metode diskusi dengan fokus pemodelan), setelah menggunakan metode diskusi dengan fokus pemodelan nilai rata-rata meningkat menjadi 70,08 pada siklus I, dan 80,00 pada siklus II. Persamaan penelitian Inggit Prayogi (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian Inggit Prayogi dengan penelitian ini adalah penelitian Inggit Prayogi menitikberatkan pada metode diskusi dengan fokus pemodelan, sedangkan dalam penelitian ini menitikberatkan pada metode Uret Susu. Sukatmi (2009) meneliti ”Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Media Gambar (Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SDN 11 Nambangan, Selogiri, Kabupaten Wonogiri)”. Hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) penerapan media gambar dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Hal ini terlihat pada kemempuan siswa berkomunikasi secara lisan dengan lancar, dan lebih berani berbicara dengan bahasa yang komunikatif sesuai dengan keruntutan. 2) nilai keterampilan berbicara siswa meningkat setelah penerapan media gambar, terlihat dari 31 siswa, 84% (26 siswa) telah mencapai KKM (6,8). Persamaan penelitian Sukatmi (2009) dengan penelitian ini adalah samasama bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian
20
Sukatmi dengan penelitian ini adalah penelitian Sukatmi menitikberatkan pada pemanfaatan media gambar sedangkan dalam penelitian ini dengan metode Uret Susu. Ridan Umi Darojah (2011) meneliti ”Peningkatan Kemampuan Berbicara Melaporkan dengan Media Film Animasi pada Siswa Kelas VIII SMPN 12 Yogyakarta”. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan berbicara siswa dalam hal melaporkan setelah dilakukan implementasi tindakan dengan film animasi mengalami peningkatan, hal ini terlihat pada prasiklus sebesar 47,74 meningkat menjadi 60,59 pada siklus I, dan 70,15 pada siklus II. Persamaan penelitian Ridan Umi Darojah (2011) dengan penelitian ini adalah sama-sama meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian Ridan Umi Darojah dengan penelitian ini adalah penelitian Ridan Umi Darojah lebih menitikberatkan pada pemanfaatan media film sedangkan dalam penelitian ini menitikberatkan pada metode Uret Susu. Ulfa Marlina (2010) meneliti “Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Media Komik tanpa Kata pada Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah Waru, Baki, Kabupaten Sukoharjo”. Setelah pemanfaatan media komik dalam pembelajaran, keterampilan berbicara dan rasa antusias siswa dalam pembelajaran meningkat. Persamaan penelitian Ulfa marlina (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian Ulfa Marlina dengan penelitian ini adalah penelitian Ulfa Marlina
21
menitikberatkan pada pemanfaatan media komik sedangkan penelitian ini dengan metode Uret Susu dalam pembelajran mendengarkan cerita sandiwara pada rekaman. Anik Ernawati (2010) meneliti “Peningkatan Pembelajaran Keterampilan Berbicara melalui Metode Bercerita pada Siswa Kelas VII A di SMP Negeri 1 Sukodono Kabupaten Sragen”. Hasil penelitian dapat disimpulkan setelah menggunakan metode bercerita dalam pembelajaran keterampilan berbicara siswa meningkat. Persamaan penelitian Anik Ernawati (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian Anik Ernawati menitikberatkan pada metode bercerita sedangkan dalam penelitian ini menitikberatkan pada metode Uret Susu. Izzatun Hassanah (2010) meneliti “Peningkatan Keterampilan Berbicara melalui Pembelajaran Kooperatif model TGT (Team Games Tournament) pada Siswa IV SD Negeri Gabus 3 Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2009/2010”. Persamaan penelitian Izzatun Hassanah (2010) dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Perbedaan penelitian Izzatun Hassanah menitikberatkan pada pembelajaran kooperatif dengan model TGT sedangkan dalam penelitian ini dengan metode Uret Susu.
22
Eka Ratna Widyawati (2008) meneliti ”Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Diskusi sebagai Upaya Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas VIII C SMPN Randublatung Tahun Ajaran 2007/2008”. Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa pembelajaran bahasa Indonesia dengan diskusi kelompok ternyata mampu meningkatkan keterampilan siswa secara berarti. Persamaan penelitian Eka Ratna Widyawati dengan penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Perbedaan penelitian Eka Ratna Widyawati dengan penelitian ini adalah penerapan teknik dan metode yang digunakan.
C. Kerangka Pemikiran Selama ini yang nampak dalam pembelajaran hanya guru yang terlibat aktif sedangkan siswa cenderung pasif, padahal untuk mengajar bahasa Indonesia bukan hanya peran guru yang dibutuhkan tetapi keterlibatan siswa secara aktif sangat mendukung tercapainya pembelajaran yang optimal. Guru harus melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga kegiatan belajar dapat berlangsung dengan baik dan dapat terjalin interaksi antara guru dan siswa. Untuk meningkatkan peran siswa, guru harus memahami tugastugasnya, memilih prosedur kerja yang cocok dengan kondisi siswa dan harus mengetahui masalah-masalah yang dihadapi peserta didik yang menyebabkan rendahnya aktifitas siswa. Selain itu guru juga harus mengetahui kendala-kendala yang dialami peserta didik dalam aktivitas pada pembelajaran bahasa Indonesia.
23
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan meningkatkan praktek-praktek pembelajaran
secara lebih
profesional. Metode pembelajaran yang digunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah metode Uret Susu, yaitu metode pembelajaran yang diambil dari proses ungkap, rekam, edit, tulis dan susun. Permasalahan
Tindakan I
Refleksi
Pengamatan
Permasalahan Baru
Tindakan II
Refleksi
Pengamatan
Permasalahan Berikutnya
Gambar 2.2 Sistematika Kerangka Berpikir
24
1) Permasalahan Dari hasil observasi yang sudah di lakukan oleh peneliti dari pembelajaran mendengarkan cerita, guru hanya membacakan dari isi naskah cerita dan siswa disuruh untuk membuat naskah dialog cerita. Dari hasil ungkapan siswa yang sebelumnya tentang cerita yang sudah dibacakan oleh guru relatif rendah. 2) Tindakan Dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti adalah menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan atau langkah yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. 3) Pengamatan Dari hasil pekerjaan siswa yang sudah di lakuakan peneliti mengoreksi hasil pekerjaan yang sudah dilakukan secara keseluruhan dari hasil pembuatan naskah dialog cerita. 4) Refleksi Peneliti
mengingat-ingat
kembali
dari
hasil
pembelajaran
secara
keseluruhan dengan model Uret Susu. 5) Permasalahan baru Peneliti mencoba untuk mengatasi hambatan pada saat proses penelitian Uret Susu berlangsung.
25
D. Hipotesis Tindakan Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002:64). Hipotesis penelitian ini diturunkan berdasarkan cara berpikir deduktif, yakni menentukan jawaban sementara atas dasar analisis teori-teori pengetahuan ilmiah yang relevan dengan permasalahan melalui penalaran. Dari refleksi hasil pembahasan teori dan kerangka berpikir di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Jika dalam pembelajaran mendengarkan cerita sandiwara pada rekaman, guru telah menerapkan model pembelajaran Uret Susu maka kemampuan berbicara siswa meningkat”.