BAB II LANDASAN TEORI
II.1. Organisasi Menurut Robbins (2006) mendefinisikan organisasi sebagai, “Unit sosial yang dengan sengaja diatur, terdiri atas dua orang atau lebih, yang berfungsi secara relatif terus menerus untuk mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama” (h.4). Dalam penelitian ini, istilah organisasi sama dengan perusahaan, jadi seluruh istilah organisasi didalam skripsi ini berarti perusahaan.
II.1.1 . Struktur Organisasi Menurut Robbins (2006), struktur organisasi yaitu ”Cara tugas pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasi secara formal. Terdapat enam unsur kunci yang perlu disampaikan kepada manajer ketika mereka merancang struktur organisasinya. Unsur-unsur tersebut adalah: 1.
Spesialisasi pekerjaan Spesialisasi pekerjaan atau pembagian tenaga kerja adalah sampai tingkat mana tugas dalam organisasi dipecah-pecah menjadi pekerjaan terpisah-pisah.....
2.
Departementalisasi Departementalisasi adalah dasar yang dipakai untuk pengelompokkan sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikoordinasikan.....
7
3.
Rantai Komando Rantai komando adalah garis wewenang yang tidak terputus-putus yang terentang dari puncak organisasi ke eselon terbawah dan memperjelas siapa melapor ke siapa....
4.
Rentang Kendali Rentang kendali adalah jumlah bawahan yang dapat diatur oleh manajer secara efektif dan efisien...
5.
Sentralisasi dan Desentralisasi Sentralisasi adalah tingkat dimana pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi....
6.
Formalisasi Formalisasi
adalah
tingkat
dimana
pekerjaan
dalam
organisasi
itu
dibakukan..”(h.586-593).
II.2. Budaya Perusahaan II.2.1.
Pengertian Budaya Mengacu pada pendapatnya Robbins (2006), pengertian budaya dapat
dikemukakan sebagai stabilitas pada organisasi dan budaya dapat mempunyai pengaruh yang bermakna pada sikap dan perilaku anggota-anggota organisasi. Menurut Moeljono (2003), “..terdapat tiga sudut pandang berkaitan dengan budaya, yaitu : a. Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dan sebagainya. 8
b. Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang terdesentralisasi. c. Budaya merupakan produk sikap orang-orang dalam pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi” (h.17).
II.2.2.
Pengertian Budaya Organisasi (Budaya Perusahaan) Pengertian budaya organisasi menurut Wirawan (2007) adalah sebagai berikut:
“Norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi” (h.10). Cocld dan Piramid yang diterjemahkan oleh Moeljono dan Sudjatmiko (2007) mendefinisikan: “Budaya perusahaan secara sederhana dan kontekstual adalah serangkaian nilai (perusahaan) yang muncul dalam bentuk perilaku kolektif korporasi dan anggota organisasinya. Jadi, selama nilai-nilai sebuah perusahaan belum mengejewantah sebagai perilaku bersama anggotanya, selama itu pula nilai-nilai tersebut belum menjadi sebuah budaya perusahaan” (h.4). Menurut Robbins (2006), definisi budaya organisasi yaitu “Sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain” (h.721). Mengacu pada pendapatnya Robbins (2006), setiap organisasi merupakan sistem yang khas, sehingga organisasi mempunyai kepribadian dan jati diri sendiri. Oleh karena itu setiap organisasi pasti memiliki budaya yang khas pula. 9
Menurut Triguno (2000), bahwa “Budaya organisasi adalah campuran nilainilai kepercayaan dan norma-norma yang ditetapkan sebagai pola perilaku dalam suatu organisasi” (h.184). Jadi pengertian budaya organisasi atau budaya perusahaan dapat disimpulkan sebagai nilai-nilai dominan yang disebarluaskan didalam organisasi sebagai filosofi kerja karyawan, sehingga dapat membentuk perilaku karyawan dalam bekerja.
II.2.3.
Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins (2006), “Terdapat 7 (tujuh) karakteristik primer yang
bersama-sama menangkap hakikat dari budaya organisasi, yaitu: 1. Inovasi dan pengambilan resiko Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko. 2.
Perhatian terhadap detail Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.
3.
Orientasi Hasil Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4.
Orientasi Orang Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi itu.
10
5.
Orientasi Tim Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar individu.
6. Keagresifan Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai. 7.
Kemantapan Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan” (h.721).
II.2.4.
Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (2006) “….budaya menjalankan sejumlah fungsi didalam
organisasi, yaitu: 1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri pribadi seseorang. 4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial. 5. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat mengenai apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. 6. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan” (h.725). 11
II.2.5.
Peran Budaya Organisasi Menurut Wirawan (2007), “Peran budaya organisasi terhadap organisasi,
anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi, yaitu: 1. Identitas Organisasi Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain. Budaya organisasi menunjukkan identitas organisasi kepada orang di luar organisasi… 2. Menyatukan Organisasi Budaya organisasi merupakan lem normatif yang merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu. Budaya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktivitas organisasi dan perilaku anggota organisasi. Norma, nilai-nilai dan kode etik budaya organisasi menyatukan pola pikir dan perilaku anggota organisasi… 3. Reduksi Konflik Pola pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik di antara anggota organisasi… 4. Komitmen Kepada Organisasi dan Kelompok Budaya organisasi bukan saja menyatukan, tetapi juga memfasilitasi komitmen anggota organisasi kepada organisasi dan kelompok kerjanya… 5. Reduksi Ketidakpastian Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepastian. Dalam mencapai tujuannya, organisasi menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota organisasi dalam mencapai tujuan tersebut… 12
6. Menciptakan Konsistensi Budaya organisasi menciptakan konsistensi berpikir, berperilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya organisasi memberikan peraturan, panduan, prosedur, serta pola memproduksi dan melayani konsumen, pelanggan, nasabah, atau klien organisasi… 7. Motivasi Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi… 8. Kinerja Organisasi Budaya
organisasi
yang
kondusif
menciptakan,
meningkatkan,
dan
mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan. Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga tinggi… 9. Keselamatan Kerja Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap keselamatan kerja. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dikembangkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja… 10. Sumber Keunggulan Kompetitif Budaya organisasi merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan
13
efisiensi, serta menurunkan ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar persaingan…” (h.35-37).
II.3. Nilai Menurut Robbins (2006), Definisi nilai adalah “Keyakinan-keyakinan dasar bahwa pola perilaku khusus atau bentuk akhir keberadaan secara pribadi atau sosial lebih disukai daripada pola perilaku atau bentuk akhir keberadaan yang berlawanan atau kebalikan. ...nilai dapat menjadi dasar untuk memahami sikap dan motivasi karyawan dalam menjalankan budaya yang diterapkan didalam perusahaan” (h.84).
II.4. Latar Belakang Good Corporate Governance (GCG) Krisis ekonomi tahun 1998-an telah meruntuhkan korporasi-korporasi besar yang selama ini mendominasi bisnis di Indonesia. Sejak peristiwa tersebut, munculah konsep baru sebagai jawaban atas bangkrutnya atau ditutupnya perusahaan-perusahaan raksasa sebagai akibat dari kesalahan manajemen dalam pengelolaan perusahaan, konsep tersebut disebut Good Corporate Governance atau dalam bahasa Indonesia disebut tata kelola perusahaan yang baik. Konsep good corporate governance ini mulai banyak diperbincangkan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, saat krisis ekonomi melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dampak dari krisis tersebut, banyak perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan. Salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. 14
Good Corporate Governance memiliki lima dasar pemikiran meliputi: transparansi (transparency),
akuntabilitas
(accountability),
tanggung
jawab
(responsibility),
kemandirian (independency), keadilan (fairness). Dengan upaya penerapan dasar pemikiran tersebut, diharapkan terbentuk sistem check and balance yang efektif. Pedoman tersebut selain dapat menciptakan lingkungan yang sehat juga dapat membantu perusahaan di Indonesia mampu menghadapi tantangan era globalisasi dengan terus berupaya optimal untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan dimasa mendatang serta menghindari terjadinya penyelewengan dan penyimpangan didalam pelaksanaan kegiatan perusahaan.
II.5. Definisi Good Corporate Governance Sebagai sebuah konsep, good corporate governance ternyata tak memiliki definisi tunggal. Menurut Komite Cadburry yang dikutip oleh Surya dan Yustiavandana (2006), “Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya” (h.24-25). The
Indonesian
Institute
for
Corporate
Governance
–
IICG
(2006)
mendefinisikan, “Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain” (p.17). Menurut Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia (YPPMI) (2002) corporate governance dapat didefinisikan sebagai “Seperangkat peraturan yang mengatur 15
hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan” (h.21). The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang dikutip oleh Sutojo dan Aldrige (2005), mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “Corporate governance is the system by wich business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution rights and responsibilities among different participants in the corporation, such as the board, the mangers, shareholders and other stakeholders, and spell out rules and procedure for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance” (h.2). Menurut Pieris dan Jim (2007), good corporate governance dapat diartikan “Sebagai kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku” (h.131). Baridwan (2002) mendefinisikan, corporate governance sebagai berikut: “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan” (h.21). Menurut Tunggal (2007) menjelaskan bahwa, “Corporate governance adalah hubungan antara stakeholders yang digunakan untuk menentukan arah pengendalian kinerja perusahaan” (h.1).
16
Jadi dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance adalah proses dan struktur yang diterapkan untuk mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya untuk mencapai kinerja bisnis yang optimal.
II.6. Pedoman Good Corporate Governance Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKG) menyusun pedoman good corporate governance untuk menjadi acuan bagi pelaksanaan good corporate governance oleh para pelaku usaha.
II.6.1.
Hak-hak pemegang saham dan prosedur RUPS Pedoman ini menyatakan bahwa para pemegang saham harus dilindungi agar
pemegang saham dapat melaksanakan haknya berdasarkan prosedur yang benar dan ditetapkan oleh Perseroan, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, para stakeholders berhak memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS. Pelaksanaan RUPS tahunan harus diadakan pada waktunya sesuai dengan ketentuan UU PT dan RUPS luar biasa dapat dilakukan setiap kali diperlukan.
II.6.2.
Dewan Komisaris Pedoman ini menetapkan fungsi komisaris yang harus bertanggung jawab dan
berwenang untuk mengawasi kebijakan dan tindakan direksi, serta memberikan saransaran kepada Direksi jika diperlukan. Pedoman ini juga mengatur komposisi Komisaris,
17
yaitu sekurangnya 20% anggota komisaris haruslah merupakan orang luar untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi musyawarah yang dilakukan komisaris. Pedoman ini juga mengatur adanya larangan bagi Dewan Komisaris mengambil keuntungan pribadi. Dalam menjalankan tugasnya, Komisaris harus mempunyai akses terhadap informasi mengenai perseroan secara menyeluruh dan pada waktunya. Pengangkatan dan penetapan gaji Komisaris maupun Direksi harus ditetapkan dalam suatu sistem yang resmi dan transparan. Komisaris dapat membentuk komite-komite yang anggotanya berasal dari anggota Dewan Komisaris. Komite yang dapat dibentuk adalah Komite Nasional, Komite Remunerasi, Komite Asuransi, dan Komite Audit. II.6.3.
Direksi Direksi bertugas menjalankan dan mengelola Perseroan. Direksi wajib
mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS. Untuk membantu pelaksanaan tugasnya, sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, Direksi dapat menggunakan jasa profesional sebagai penasehat. Seperti halnya komisaris, komposisi direksi juga diatur sedemikian rupa, sekurangnya 20% anggota direksi haruslah merupakan orang luar. Seperti halnya Dewan Komisaris, Dewan Direksi juga tidak diperbolehkan mengambil keuntungan pribadi. II.6.4.
Sistem Audit Pedoman ini mengatur perlunya Auditor Eksternal dan Komite Audit yang
membantu Komisaris dalam melakukan pemantauan atas operasi perusahaan.
18
1.
Eksternal Auditor External Auditor harus ditunjuk oleh RUPS dari calon yang diajukan oleh Dewan Komisaris berdasarkan usul Komite Audit. Komite Audit melalui Dewan Komisaris wajib menyampaikan kepada RUPS alasan pencalonan tersebut dan besarnya gaji dan tunjangan yang diusulkan untuk eksternal auditor tersebut. External Auditor tersebut harus bebas dari pengurus Dewan Komisaris, Direksi dan Pihak yang berkepentingan di Perseroan (stakeholders). Perseroan harus menyediakan bagi external auditor semua catatan akuntansi dan data penunjang yang diperlukan sehingga memungkinkan external auditor memberikan pendapatnya tentang kewajaran, ketaat-azasan, dan kesesuaian laporan keuangan perseroan dengan standar akuntansi keuangan Indonesia. Para external auditor harus memberi tahu perseroan melalui Komite Audit mengenai kejadian dalam perseroan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (bila ada).
2.
Komite Audit Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Audit yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lain yang dibutuhkan, untuk duduk sebagai anggota komite audit guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, external auditor dan dengan demikian hanya bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris.
19
Penggantian anggota komite audit harus mendapat persetujuan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah anggota Dewan Komisaris. Tugas dan tanggung jawab komite audit harus dirinci dalam peraturan tersendiri. Tugas dan tanggung jawab komite audit, antara lain meliputi: a) Mendorong terbentuknya struktur pengawasan internal yang memadai. b) Meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan. c) Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan external audit, kewajaran biaya external audit serta kemandirian dan obyektivitas external auditor. d) Mempersiapkan surat (yang ditandatangani oleh ketua komite audit) yang menguraikan tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa oleh external auditor, surat tersebut harus disertakan dalam laporan tahunan yang disampaikan kepada pemegang saham. Komite audit harus memiliki fasilitas dan kewenangan yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. II.6.5. Sekretaris Perusahaan Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing perseroan, pada dasarnya Direksi dianjurkan agar mengangkat seorang Sekretaris Perusahaan yang bertindak sebagai pejabat penghubung dan dapat ditugaskan oleh Direksi untuk menatausahakan serta menyimpan dokumen perseroan, termasuk tetapi tidak terbatas pada, Daftar Pemegang Saham, Daftar Khusus Perseroan dan risalah rapat Direksi maupun RUPS.
20
II.6.6.
Pihak Yang Berkepentingan (Stakeholders) Hak Pihak Yang Berkepentingan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan/atau kontrak yang dibuat oleh perseroan dengan karyawan, pelanggan, pemasok, dan kreditur, maupun masyarakat sekitar tempat usaha perseroan, dan pihak yang berkepentingan diupayakan suatu cara yang memadai untuk memulihkan hak mereka jika terbukti terjadi pelanggaran terhadap hak mereka.
II.6.7.
Keterbukaan Pedoman
ini
menyatakan
bahwa
perseroan
harus
berinisiatif
untuk
mengungkapkan bukan hanya hal-hal yang diharuskan berdasarkan UU, tetapi juga halhal penting terhadap pembuatan keputusan oleh investor institusi, para pemegang saham, kreditur dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan lainnya sehubungan dengan perseroan. Pengungkapan informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan keuangannya harus disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan secara tepat waktu, akurat, dapat dimengerti, dan obyektif. Namun informasi yang sensitif terhadap harga saham perlu dirahasiakan sampai diumumkan kepada masyarakat. Tetapi jika kerahasiaan tidak dapat dijaga sampai selesainya suatu transaksi atau peristiwa, pengumuman yang bersifat mengingatkan mungkin perlu untuk menghindari terciptanya pasar yang menyesatkan. II.6.8.
Kerahasiaan Prinsip ini menyatakan bahwa Komisaris dan Direksi mempunyai kewajiban
menjaga kerahasiaan terhadap perseroan. Informasi rahasia yang didapat selama 21
menjabat sebagai Komisaris atau anggota Direksi harus dijaga kerahasiannya kecuali jika harus diungkapkan berdasarkan peraturan yang berlaku atau menjadi pengetahuan umum. II.6.9.
Informasi Orang Dalam Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang memiliki saham dalam perseroan
serta setiap “Orang Dalam” (sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan dibidang pasar modal yang berlaku), dilarang menyalahgunakan informasi penting yang berkaitan dengan perseroan. Informasi sehubungan dengan rencana pengambilalihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham pada umumnya dianggap sebagai “Informasi Orang Dalam”. Anggota Dewan Komisaris, Direksi dan para eksekutif perseroan yang bersangkutan dalam pelaksanaan rencana tersebut, harus memberlakukan semua pemegang saham secara adil.
II.6.10. Etika Berusaha dan Anti Korupsi Prinsip ini mengatur bahwa anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan Karyawan perseroan dilarang untuk memberikan atau menawarkan, baik langsung atau tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Suatu tanda terima kasih dalam kegiatan usaha, seperti hadiah, sumbangan atau “entertainment”, sekali-kali tidak boleh dilakukan pada suatu keadaan yang dapat dianggap sebagai perbuatan yang tidak patut. Perseroan wajib membuat suatu pedoman tentang perilaku etis yang pada dasarnya memuat nilai-nilai etika berusaha. Ketentuan 22
dalam pedoman harus dinyatakan dengan singkat dan jelas, tetapi cukup rinci guna memberikan arahan yang jelas perihal perilaku etika berusaha kepada siapa pedoman itu ditujukan. II.6.11. Donasi Dana, aset, atau keuntungan perseroan yang terhimpun untuk kepentingan para Pemegang Saham perseroan tidak patut digunakan untuk kepentingan donasi politik. Donasi politik oleh perseroan ataupun pemberian suatu aset perseroan kepada partai politik atau orang lebih calon anggota badan legislatif hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam batasan kepatuhan donasi untuk tujuan amal dapat dibenarkan.
II.6.12. Kepatuhan Kepada Peraturan Perundang-undangan Tentang Proteksi Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Pelestarian Lingkungan Direksi wajib memastikan bahwa perseroan, pabrik, toko, kantor dan lokasi usaha serta fasilitas perseroan lainnya memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan pelestarian lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja. Direksi wajib mengambil tindakan yang tepat untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan di tempat kerja. Karyawan harus memperoleh tempat kerja yang aman dan sehat. Dalam melaksanakan tugas ini, Direksi wajib memperhatikan pengembangan proses industri yang selalu dapat berubah dari waktu ke waktu, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan norma standar kehati-hatian yang wajar.
23
II.6.13. Kesempatan Kerja Yang Sama Pedoman ini mewajibkan Direksi untuk menggunakan kemampuan, kualifikasi dan kriteria yang terkait dengan hubungan kerja sebagai dasar satu-satunya dalam mengambil keputusan mengenai hubungan kerja antara perusahaan dengan karyawan. Direksi harus mempekerjakan, menetapkan besarnya gaji, memberikan pelatihan, menetapkan jenjang karir, serta menentukan persyaratan kerja lainnya, tanpa memperhatikan latar belakang etnik seseorang, agama, jenis kelamin, usia, cacat tubuh yang dipunyai seseorang, atau keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Direksi wajib menyediakan lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk tekanan (pelecehan) yang mungkin timbul sebagai akibat perbedaan watak, keadaan pribadi, dan latar belakang kebudayaan seseorang.
II.7. Prinsip Good Corporate Governance Terdapat beberapa versi yang menyangkut prinsip-prinsip Corporate Governance, namun pada dasarnya mempunyai banyak kesamaan. Menurut Organization for Economic Cooperation and Development – OECD telah mengembangkan seperangkat prinsip Good Corporate Governance yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dimasing-masing negara. “..prinsip dasar tersebut adalah transparency, accountability, fairness, independency, dan responsibility yang mencakup lima aspek penting, yaitu perlindungan hak-hak pemegang saham (The right of share), perlakuan adil terhadap seluruh pemegang saham (The equitable treatment for shareholder), peranan stakeholder dalam Corporate Governance (The role of 24
stakeholders in corporate governance), keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparancy), dan peranan board of directors dalam perusahaan (The responsibility of the board)” (h.23). Menurut laporan Cadburry yang dikutip oleh Surya dan Yustiavandana (2006), prinsip utama Corporate Governance adalah keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas. Berikut ini adalah prinsip dasar good corporate governance berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006): II.7.1.
Transparency (Transparansi) Prinsip Dasar Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.
Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
2.
Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus, pemegang saham pengendali, 25
kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan. 3.
Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4.
Kebijakan
perusahaan
harus
tertulis
dan
secara
proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan. II.7.2.
Accountability (Akuntabilitas) Prinsip Dasar Perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
secara
transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.
Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masingmasing organ perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras
26
dengan visi, misi, nilai-nilai perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan. 2.
Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam pelaksanaan GCG.
3.
Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam pengelolaan perusahaan.
4.
Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
5.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang telah disepakati.
II.7.3.
Responsibility (Pertanggungjawaban) Prinsip Dasar Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
27
Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.
Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan
terhadap
peraturan
perundang-undangan,
anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws). 2.
Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain: peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
II.7.4.
Independency (Kemandirian) Prinsip Dasar Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga
masing-masing
organ
perusahaan
tidak
saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.
Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
2.
Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundangundangan, tidak saling mendominasi dan atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain. 28
II.7.5.
Fairness (Kewajaran dan Kesetaraan) Prinsip Dasar Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pedoman Pokok Pelaksanaan 1.
Perusahaan
harus
memberikan
kesempatan
kepada
pemangku
kepentingan untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup kedudukan masingmasing. 2.
Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
3.
Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender, dan kondisi fisik.
II.8. Manfaat dan Tujuan Corporate Governance Menurut Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia (YPPMI) (2002) “..dengan melaksanakan corporate governance, ada beberapa manfaat yang bisa dipetik antara lain:
29
1.
Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2.
Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
3.
Mengembalikan
kepercayaan
investor
untuk
menanamkan
modalnya
di
Indonesia….” (h.22). Menurut Yustiavandana dan Surya (2006), menyatakan “Terdapat beberapa tujuan dari penerapan prinsip good corporate governance antara lain: 1.
Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing.
2.
Mendapatkan cost of capital yang lebih murah.
3.
Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
4.
Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholder terhadap perusahaan.
5.
Melindungi Direksi dan Komisaris dari tuntutan hukum” (h.68).
II.9. Penerapan Prinsip Good Corporate Governance dalam Pengaturan tentang BUMN Reformasi pengelolaan perusahaan melalui penerapan prinsip-prinsip GCG di BUMN ditegaskan dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri BUMN No. Kep103/MBU/2002 tentang pembentukan komite audit bagi Badan Usaha Milik Negara pada tanggal 4 Juni 2002. Komite Audit ini bertugas untuk membantu dan bertanggung jawab langsung kepada komisaris atau dewan pengawas. 30
Peraturan tentang komite audit tersebut ditindaklanjuti dengan memberlakukan Keputuaan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN yang mencabut Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No: Kep-23/MPM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, yang mewajibkan BUMN untuk menerapkan good corporate governance secara konsisten dan/atau menjadikan prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya. Pada tahun 2003, pemerintah telah meratifikasi UU BUMN, yang di dalamnya telah terkandung prinsip-prinsip GCG dan ketentuan mengenai Komite Audit. Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 menimbang bahwa: a.
Prinsip good corporate governance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat.
b.
Prinsip good corporate governance belum diterapkan sepenuhnya dalam lingkungan BUMN.
c.
Untuk lebih meningkatkan kinerja BUMN, pelaksanaan prinsip good corporate governance perlu lebih dioptimalkan.
d.
Mengingat hal-hal tersebut diatas dipandang perlu untuk menegaskan kembali penerapan prinsip good corporate governance pada BUMN melalui penetapan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara.
31
II.10. Pelaksanaan Corporate Governance Menurut Sudharmono (2007) “..dalam pelaksanaannya good corporate governance dibagi kedalam tiga tahap, yaitu : 1.
Comprehension (Pemahaman Secara Mendalam) Pada hakikatnya tahap ini sasarannya adalah pemahaman secara mendalam tentang prinsip good corporate governance oleh pihak yang berkepentingan didalam perusahaan yang diantaranya Pemegang Saham, Komisaris, Direksi, Manajer, Sekretaris perusahaan, Satuan Pengawas Intern, Tim Penerapan good corporate governance. Pemahaman secara mendalam, dalam hal ini termasuk pemahaman atas hak dan kewajiban serta proses bisnis yang dilakukan sudah dilakukan sepenuhnya sesuai dengan peraturan yang berlaku…
2.
Consolidation (Konsolidasi Manusia dan Sistem) Tahapan ini merupakan tahap yang menentukan apakah perusahaan dapat dikatakan sebagai good corporate governance. Unsur utama yang dalam menbangun tahap ini yaitu sistem dan komitmen, kedua unsur tersebut apabila terlaksana dengan baik maka dapat dikatakan sebagai suatu keberhasilan dalam penerapan good corporate governance…
3.
Continuous Improvement (Perbaikan Terus Menerus) Dalam tahap ini perusahaan dapat melakukan perbaikan secara terus menerus tanpa henti dan dilakukan oleh seluruh anggota organisasi di perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip good corporate governance, terlaksananya sosialisasi good corporate governance kepada seluruh pimpinan perusahaan serta seluruh karyawan….” (h.36-41). 32
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian, manfaat, pedoman, peraturan serta pelaksanaan corporate governance maka dapat disimpulkan bahwa penerapan good corporate governance merupakan suatu keharusan bagi perusahaan agar dapat dikelola secara profesional sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan mampu bersaing dipasar global. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance merupakan indikator yang sangat penting bagi perusahaan untuk memberikan arahan dan kejelasan tentang tata kelola perusahaan yang baik.
II.11. Dampak Tidak Menerapkan Good Corporate Governance Menurut Djalil (2005), “..dampak sosial dari tidak menerapkan Good Corporate Governance bagi suatu perusahaan adalah: 1.
Ketidakpercayaan pemegang saham, dengan indikasi merosotnya harga saham mencabut mandatnya terhadap eksekutif perusahaan tersebut.
2.
Ketidakpercayaan karyawan, yang berindikasi pada tidak dipatuhinya kebijakankebijakan yang telah ditetapkan oleh pimpinan, terjadinya demotivasi atau degradasi moral karyawan, yang berakibat pada stagnasi aktivitas perusahaan yang bertalian.
3.
Ketidakpercayaan karyawan, yang berindikasi publik tidak mau memakai produk/jasa perusahaan yang bertalian atau melakukan gugatan atau aksi masa (class action), yang dapat berakibat pada kebangkrutan perusahaan yang bertalian.
4.
Ketidakpercayaan kreditur atau mitra kerja, dengan indikasi kreditur atau mitra kerja tidak bersedia melakukan kerja sama dengan perusahaan yang bertalian.
33
5.
Ketidakpercayaan pemerintah, yang berakibat pada timbulnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan yang bertalian atau mempengaruhi kondisi perekonomian secara luas” (h.36).
II.12. Hubungan GCG dengan Budaya Perusahaan Merujuk pada pendapat yang dikemukan Moeljono, menyatakan bahwa sebelum suatu perusahaan menerapkan GCG sebaiknya perusahaan tersebut menerapkan terlebih dahulu nilai-nilai yang terkandung dalam budaya perusahaan (corporate culture) yang dianutnya. GCG dapat berjalan apabila individu-individu dalam perusahaan secara internal mempunyai sistem nilai (value system) yang mendorong mereka untuk menerima, mendukung, dan melaksanakan GCG. Sistem nilai yang ada pada individu, tumbuh di dalam perusahaan dan digunakan sebagai sistem perekat ini disebut sebagai corporate culture. Hubungan antara GCG dengan budaya perusahaan ternyata berbanding lurus. Implementasi GCG di perusahaan dapat berhasil dengan lancar dan sukses apabila didukung dengan internalisasi budaya perusaaan yang baik. Tanpa budaya perusahaan yang kuat dan dijalankan secara konsisten, maka implementasi GCG akan mengalami kesulitan bahkan bisa mengalami kegagalan. Semoga budaya perusahaan dapat benarbenar dipahami dan diaplikasikan oleh karyawan dan pimpinan perusahaan dalam kegiatan operasional perusahaan sehari-hari sehingga upaya untuk mewujudkan GCG bukan sekedar slogan namun menjadi kenyataan.
34