5
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Hakikat Disiplin Anak 2.1.1 Pengertian Disiplin Istilah disiplin berasal dari bahasa latin : “Disciplina” yang berarti tertib, taat atau mengandalikan tingkah laku, pengusaan diri. Prawirosentono (1999:31) mengemukakan bahwa secara umum disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Robert E. Quin Cs dalam Prawirosentono (1999:32) mengatakan :“Discipline implies obedience and respect for the agreement between the firm andits employee. Discipline also involves sanction judiciously applied”. Disiplin diartikan sebagai : penataan perilaku, dan peri hidup sesuai dengan ajaran yang dianut. Seorang anak dikatakan berdisiplin dirumah apabila dia setia dan mematuhi tata tertib atau peraturan harian yang berlaku dirumah, seorang anak berdisiplin disekolah apabila dia mematuhi tata tertib dan peraturan harian yang berlaku disekolah. Selanjutnya Soejanto (2005:108) menjelaskan disiplin adalah adanya peraturan –peraturan untuk menjamin kehidupan yang tertib dan tenang, hingga kelangsungan hidup social dapat dicapai. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat. Disiplin juga beraitan dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Anak yang miliki disiplin akan mununjukkan ketaatan dan keteraturan terhadap 5
6
perannya sebagai seorang pelajar yaitu belajar terarah dan teratur. Dengan demikian anak yang berdisiplin akan lebih mampu mengarahkan dan mengendalikan perilakunya. Disiplin memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia terutama anak dalam hal belajar. Disiplin kan memudahkan dalam belajar secara terarah dan teratur 2.1.2
Fungsi Disiplin Disiplin merupakan pembentukan sikap, perilaku dan tata tertib kehidupan
berdisiplin, yang akan mengantar siswa sukses dalam belajar. Menurut Tu’u (2004:38) fungsi kedisiplinan adalah sebagai berikut : a.
Membangun Kepribadian : kepribadian seseorang biasanya dipengaruhi oleh factor lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan sekolah. Jadi lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang.
b.
Menata kehidupan bersama :Dalam hubungan diperlukan norma, nilai peraturan untuk mengatur agar kehidupan dan kegiatannya dapat berjalan lancar dan baik. Jadi fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia.
c.
Melatih kepribadian : Salah satu proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui latihan.
d. Mencipta lingkungan kondusif : Dalam pendidikan ada proses mendidik, mengajar dan melatih. Kondisi yang baik bagi proses belajar adalah kondisi aman, tenang,tertib dan teratur, saling menghargai, dan hubungan pergaulan yang baik, hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan para siswa serta peraturan lain. Apabila kondisi
7
ini terwujud, sekolah akan menjadi lingkungan kondusif bagi proses pendidikan. Disiplin diperlukan oleh siapa pun dan di mana pun. Hal itu disebabkan di mana pun seseorang berada, di sana selalu ada peraturan atau tata tertib. Tu’u (2004:37) mengatakan “disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan”. Disiplin itu penting karena alasan berikut ini. 1) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya. 2) Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas, menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran. 3) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teraturdan disiplin. 2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Disiplin Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan disiplin, antara lain : a.
Sikap dan karakter orang tua. Rich (2003:7) mengemukakan para guru melaporkan bahwa salah satu masalah besar terbesar yang dihadapi anak-anak diruangan kelas adalah ketidakmampuan mereka untuk mendengarkan dan mengikuti perintah. Sikap
8
dan karakter orang tua merupakan factor yang sangat mempengaruhi cara orang tua dalam menanamkan disiplin kepada anaknya. b.
Keutuhan dan keharmonisan dalam keluarga Menurut sikun pribadi (dalam Wantah, 2005:181) mejelaskan ketidak utuhan dan ketidakharmonisan dalam keluarga akan mempengaruhi fungsi-fungsi orang tua dalam mendidik, membentuk dan mengembangkan disiplin pada anak-anak.
c.
Faktor Lingkungan Sukmadinata (2005:46) menjelaskan perilaku yang diperlihatkan oleh individu bukan sesuatu yang dilakukan sendiri, tetapi selalu dalam interaksinya dengan lingkungan.
d.
Lingkungan Teman Sebaya Terjalinya hubungan social yang lebih baik pada teman sebaya, maka anak yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi sehingga pada tahapan tertentu anak akan mengadakan imitasi pada teman sebayanya, seperti perkataan, tingkah laku dan sebagainya.
2.1.4. Upaya Pembentukan Perilaku Disiplin Dalam upaya pembentukan disiplin, Munir (2010:11) menjelaskan anak sebaiknya dibimbing untuk melakukan tindakan nyata. Harus tertanam dalam diri anak bahwa setiap kebaikan yang ia ketahui tidak aka nada nilainya dihadapan Allah dan manusia jika tidak diwujudkan dalam tindakan nyata Terdapat beberapa upaya dalam pembentukan disiplin menurut maria (2005:170) meliputi :
9 9
a.
Disiplin Negatif Agar anak usia dini dapat bertingkah laku sesuai dengan diharapkan, orang tua berusaha untuk mengajarkan pada anak tentang perilaku moral yang dapat diterima oleh kelompok dan menanamkan pada anak yang baik itu benar yang buruk itu salah. Namun banyak orang tua menyadari mengajarkan anak meraka dengan cara disiplin yang negative, berupa hukuman fisik dan katakata yang dapat merugikan perkembangan anak.
b.
Disiplin Positif Pembentukan disiplin dengan cara-cara
positif tergantung kepada
pengalaman, pengetahuan, sikap dan watak orang tua. Jika orang tua sebelumnya dibesarkan dilingkungan keluarga yang terbuka, saling menghargai dan penuh kasih sayang, maka suasana ini akan membentuk sikap dan wataknya dalam memperlakukan anak. 2.2 Bermain Peran Sebagai Teknik Bimbingan Kelompok 2.2.1 Pengertin Bermain Peran Bermain peran dalam depdikbud (1998:37) adalah “memerankan tokohtokoh atau benda-benda disekitar anak dengan tujuan mengembangkan daya khayal dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang dilaksanakan”. Dengan demikian teknik bermain peran, artinya mendramatiskan cara tingkah laku didalam hubungan social dan menekankan kenyataan anak diturut sertakan dalam memainkan peran didalam mendramatisasikan masalah-masalah hubungan social. Adapun tujuan dalam metode bermain peran adalah mengeksplorasi perasaan-perasaan, memperoleh wawasan tentang sikap nilai dan persepsinya.
10 10
Kita ketahui bersama dunia anak itu adalah dunia bermain. Bermain dalam berbagai bantuk bila anak – anak sedang berkreativitas, mereka bermain bernyayi, menggali tanah, memangn balok warna – warni Tu meniru sesua yang dilihat, bermain dadapat berupa gerakan, seperti berlari, melempar bola, memanjat tau kegiatan berfikir, seperti menyusun puzzel atau mengingat kata- kata sebuah lagu, Dan dalam kehidupan anak bermain mempunyai arti yang sangat penting. Dan dapat kitakan juga bahwa setiap anak yang sehat selalu mempunyai dorongan untuk bermain sehigga dapat dipastikan bahwa anak yang tidak bermain – main pada umumnya dalam keadan sakit. 2.2.2
Jenis Kegiatan Bermain Peran Jenis kegiatan bermain peran di TK seperti : seorang pemberi jasa, yaitu
dokter, tukang pos, tukang sayur. Dalam pelaksanaannya dalam menggunakan alat atau sarana. Peran guru dalam metode bermain peran yaitu guru mengajukan perannya dalam komentar yang ditujukan agar anak dapat mengekspresikan segala perasaan dan gagasan secara bebas dan jujur, dengan kata lain harus mampu memberikan moitivasi kepada anak. Bermain peran mengharuskan anak menunjukkan perilaku yang sesuai dengan peran yang diberikan kepadanya. 2.2.3
Manfaat Bermain Peran
1. Aspek fisik, dengan mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak menjadi sehat. 2. Aspek perkembangan motor kasar dan halus, hal ini untuk meningkatkan ketrampilan anak
11
3
Aspek sosial, anak belajar berpisah dengan ibu dan pengasuh, anak belajar menjalin
hubungan
dengan
teman
sebaya,
belajar
berbagi
hak,
mempertahankan hubungan, pemecahan masalah, perkembangan bahasa dan bermain peran sosial. 4
Aspek bahasa, anak akan memperoleh kesempatan yang luas untuk berani berbicara. Hal ini penting bagi kemampuan anak dalam berkomunikasi dan memperluas pergaulannya.
5
Aspek emosi dan kepribadian. Melalui bermain, anak dapat melepaskan ketegangan yang dialaminya. Dengan bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan yang dimiliki sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri yang positif, mempunyai rasa percaya diri dan harga diri.
6
Aspek kognisi. Pengetahuan yang didapat akan bertambah luas dan daya nalar anak juga bertambah luas, kreativitas, kemampuan berbahasa dan peningkatan daya ingat anak.
7
Aspek ketajaman panca indera. Dengan bermain anak dapat lebih peka pada hal-hal yang berlangsung di lingkungan sekitarnya.
8
Aspek perkembangan kreativitas. Kegiatan ini menyangkut kemampuan melihat sebanyak mungkin alternatif jawaban. Kemampuan divergen ini yang mendasari kemampuan kreativitas seseorang.
9
Terapi. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengubah emosi negatif menjadi positif dan lebih menyenangkan.
12
2.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Bermain Peran Metode ini disebut juga dengan sosiodrama, dalam metode ini siswa diajak untuk memahami peranan, sikap, tingkah laku, dan nilai dengan melihat dari sudut pandang berbeda dengan melakoni tokoh tertentu. Dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dan berperan dalam berbagai figur khayalan atau figur sesungguhnya dalam berbagai situasi. Dalam metode ini tidak menekankan pada aspek kemampuan siswa dalam melakoni peran suatu tokoh melainkan lebih kepada masalah yang diangkat dalam “pertunjukan”, contoh masalah yang diangkat dalam “pertunjukan” yaitu mengenai anak pengemis maka siswa bermain peran seolah-olah mereka anak pengemis dan dibantu oleh peranperan yang lain sehingga siswa mampu melihat apa itu anak pengemis dari sudut pandang berbeda sehingga diharapkan siswa mampu lebih peka terhadap kehidupan sosial antar manusia. A. Kelebihan 1. Siswa dapat menjadi lebih peka dengan bermain peran dengan melihat sudut pandang yang berbeda dari kehidupannya. 2. Siswa dapat fokus perhatiannya pada pelajaran yang berlangsung. 3. Siswa dapat mengerti dan memahami perbedaan pendapat. B. Kelemahan 1. Guru harus menguasai dengan betul permasalahan apa yang diangkat dalam permainan peran jikalau tidak maka permainan peran yang dilakonkan siswa tidak akan berhasil.
13
2. Masalah yang diangkat mengenai realita kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan melihat aspek norma-norma yang berlaku dan kaidah sosial agar tidak menyinggung perasaan seseorang. 3. Memerlukan waktu yang relatif panjang. 2.2.5 Tahap Teknik Bermain Peran Menurut Shaftel (dalam Syahril 2011:5) “Adapun tahap-tahap dalam Role Playing yaitu sebagai berikut: (1) menghangatkan suasana dan memotivasi siswa, (2) memilih partisipan/peran, (3) menyusun tahap-tahap peran, (4) menyiapkan pengamat, (5) pemeranan, (6) diskusi dan evaluasi, (7) pemeranan ulang, (8) diskusi dan evaluasi ulang, (9) membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan”. Sedangkan menurut Djamarah dan Zain (2006:89-90)
Petunjuk
penggunaan metode teknik bermain peran atau sosiodrama adalah: a.
Tetapkan dulu masalah-masalah sosial yang menarik perhatian anak untuk dibahas
b.
Ceritakan kepada (anak) mengenai isi dari masalah-masalah dalam konteks cerita tersebut
c.
Tetapkan anak yang dapat atau bersedia untuk memainkan peranan didepan kelas
d.
Jelaskan kepada pendengar mengenai peranan mereka pada waktu sosiodrama sedang berlangsung
e.
Beri kesempatan kepada para pelaku untuk berunding beberapa menit sebelum mereka memainkan peranananya
f.
Akhiri sosiodrama pada waktu situasi pembicaraan mencapai ketegangan.
14
2.3 Kajian yang Relevan Peneliti yang dilakukan oleh Fitriyanti A. Nusi. 2012. Judul Penelitian sungguhan dengan menggunakan desain pretest-posttest control group design tersebut adalah Pengaruh Teknik Bermain Peran dan Cinema Therapy Terhadap Percaya Diri Anak TK menyatakan bahwa dengan menerapkan teknik bermain peran dan cinema therapy dapat mempengaruhi percaya diri anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa dari hasil perhitungan eksperimen diperoleh 6,67 artinya bahwa hipotesis teknik bermain peran berpengaruh terhadap percaya diri anak. 2.4
Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika digunakan
Bimbingan Kelompok teknik bermain peran, maka disiplin anak pada kelompok B TK Negeri Pembina Kecamatan Bonepantai Kabupaten Bone Bolango dapat ditingkatkan”. 2.5
Indikator Kinerja Indikator kinerja keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadi
peningkatan disiplin dari 6 orang atau 24% menjadi 16 orang atau 80% dari jumlah anak seluruhnya 20 orang setelah dibelajarkan dengan menggunanakan teknik bermain peran pada kelompok B TK Negeri Pembina Kecamatan Bonepantai Kabupaten Bone Bolango.