BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Dalam suatu perusahaan yang terdiri dari seorang pemimpin dan beberapa pegawai, segala kegiatan yang dilakukan pegawai dapat diawasi secara langsung oleh seorang pimpinan. Dan apabila perusahaan itu berkembang dalam kegiatan dan jumlah pegawai, semakin kecil kemampuan seorang pemimpin mengawasi segala sesuatu yang terjadi dalam perusahaan tersebut.
Dengan keadaan semacam ini perlu melimpahkan sebagian wewenangnya kepada bawahannya tetapi tanggung jawab tetap pada seorang pemimpin. Oleh karena itu dalam suatu organisasi atau perusahaan membutuhkan sistem pengendalian yang dapat mengamankan aktiva perusahaan yang tidak lagi berada langsung dibawah kendalinya, apabila bawahannya memberikan keyakinan bahwa laporan benar dan dapat dipercaya, akan dapat mendorong adanya efisiensi usaha dan terus menerus memonitor bahwa kebijaksanaan yang telah ditetapkan dapat dijalankan dengan baik.
Oleh karena itu seseorang pemimpin yang bertanggung jawab memerlukan suatu sistem pengendalian intern yang baik. Dengan pentingnya internal control pada suatu perusahaan, maka perlu mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian pengendalian intern tersebut. Istilah pengendalian intern mengalami perkembangan pada awalnya dipergunakan istilah ”Internal Check”, yang diartikan oleh American Institute of Accountant (IAI) pada tahun
1931, yang dikenal sebagai American Institut of Certified Public Accountant (AICPA), adapun definisinya yaitu: Internal Check is an Accounting device where by a proof of the accuracy of figures can be obtained through the expedient of having different persons arrive independently at the same different result.
(Cecil Gillespie, Accounting System Procedure and Methods. Third edition,
Prentice hall. Inc, Englewood Cliffs, N., 1971)
Pada tahun 1936, digunakan istilah “Internal Check and Control”, seperti yang dikemukakan oleh Gillespie sebagai berikut : The term “internal check and control” is used to be describe those measures and methods adopted within the organization it self to saguaro the cash and other assets of the company as well as to check the clerical accuracy of the bookeping. (Cecil Gillespie, Ibid,)
Pada perkembangan selanjutnya, istilah tersebut diatas berkembang menjadi internal control, yang diterjemahkan sebagai pengendalian intern yang diartikan sebagai berikut : Internal control compares the plan of organization and all of the coordinate methods and measures adopted within a business to safeguard it assets check of accuracy and reability of its accounting data, promote, operational efficiency, and encourage adhere to presided managerial policies. (Kell and Ziegier, Committee of Auditing Procedure American Institut of Certified Public Accountant, 1983, hal 10.
Definisi diatas sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Norma Pemeriksaan Akuntansi sebagai berikut : Sistem pengendalian intern meliputi organisasi serta semua metode dan ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam suatu perusahaan untuk melindungi harta miliknya, mengecek kecermatan dan keandalan data akuntansi, meningkatkan efisiensi usaha dan
mendorong ditaatinya kebijaksanaan manajemen yang telah digariskan. (Ikatan Akuntan Indonesia, Norma Pemeriksaan Akuntansi, Edisi Revisi, 1992)
Sedangkan Mulyadi mengemukakan pengertian sistem pengendalian intern sebagai sistem pengawasan intern sebagai berikut : Sistem pengawasan intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan dapat dipercaya tidaknya data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen. (Mulyadi, Sistem Akuntansi, Edisi ke-2, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1989)
Dari beberapa pengertian pengendalian intern diatas, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) mendefinisikan pengendalian intern kedalam dua kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Pengendalian administratif (administrative control) Yang meliputi organisasi dan semua prosedur serta catatan-catatan yang berhubungan dengan proses pengendalian keputusan pada otorisasi manajemen atas suatu transaksi. Otorisasi semacam ini adalah suatu fungsi manajemen yang secara langsung berhubung dengan pertanggung jawaban untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pengendalian akuntansi terhadap transaksi. Pengendalian administratif yang berguna untuk : (a). Meningkatkan efisiensi dalam operasi (b). Mendorong ketaatan pada kebijaksanaan manajemen untuk lebih jelasnya,
2. Pengendalian akuntansi (accounting control)
Meliputi organisasi semua prosedur dan catatan yang berhubung dengan pengamanan harta dan kekayaan serta dapat dipercaya catatan keuangannya. Pengendalian Akntansi berguna untuk : (a). Menjaga keamanan harta milik perusahaan (b). Memeriksa kebenaran dan ketelitian data akuntansi
Pengertian pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi diatas bukanlah dua pengertian yang terpisah sama sekali sebab beberapa prosedur dan catatan yang tercakup dalam pengendalian akuntansi dapat juga tercakup dalam pengendalian administratif.
Oleh karena itu, pengendalian ini harus disusun sedemikian rupa, sehingga memberi jaminan yang memadai: 1. Transaksi dilakukan sesuai dengan otorisasi manajemen baik yang bersifat umum maupun khusus 2. Transaksi dibukukan sedemikian rupa sehingga : (a) Memungkinkan pelaporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia atau kriteria lain yang berlaku bagi laporan keuangan (b) Untuk menyelenggarakan pertanggung jawaban atas aktiva perusahaan 3. Setiap kegiatan yang berkenaan dengan aktiva hanya diperkenankan apabila sesuai dengan otorisasi manajemen 4. Pertanggung jawaban pencatatan atas aktiva yang ada dalam selang waktu yang wajar dan bila ada selisih diambil tindakan penyelesaian yang tepat. (Ikatan Akuntansi Indonesia, Op. Cit)
Dengan adanya pengendalian yang baik, diharapkan kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyimpangan atas rencana atau tujuan yang telah digariskan oleh perusahaan dapat dihindari agar tujuan perusahaan dapat dicapai secara optimal.
Dengan melihat definisi-definisi pengendalian intern diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian intern itu merupakan alat bagi manajemen dalam: 1. Menjaga keamanan harta milik perusahaan 2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi 3.
Meningkatkan efisiensi operasi perusahaan
4. Mendorong terciptanya suatu ketaatan kepada kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan B. Unsur – Unsur, Fungsi Dan Tujuan Pengendalian Intern
Tercapainya keberhasilan dalam suatu perusahaan baik perusahaan jasa, perusahaan dagang maupun perusahaan industri adalah dengan adanya suatu sistem pengendalian intern yang memadai.
Suatu pengendalian intern yang dilaksanakan dalam suatu perusahaan mempunyai sifat untuk dapat mengurangi sampai seminimal mungkin atas kemungkinan terjadinya kecurangan dan penyimpangan dari sasaran perusahaan yang telah digariskan. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam pengertian secara menyeluruh untuk dapat memenuhi sasaran yang luas dari pengendalian intern yang baik adalah melindungi harta perusahaan terhadap kerugian yang dapat terjadi akibat kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja serta menghasilkan catatan keuangan yang dapat diandalkan untuk penggunaan intern dan untuk pelaporan ekstern.
B.1 Struktur Organisasi Yang Memisahkan Tanggung Jawab Fungsional Secara Tegas.
Struktur organisasi yang tepat dalam suatu perusahaan akan berbeda-beda hal ini tergantung pada bidang usaha perusahaannya, jenis operasinya, luas perusahaannya, daerah tempat operasi perusahaan secara geografis terpisah, banyaknya cabang-cabang perusahaan, divisi atau departemen yang merupakan kerangka pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan aktivitas pokok perusahaan. Struktur organisasi yang baik akan melengkapi dan memelihara adanya pemisahan secara memadai dari fungsi-fungsi operasi, penyimpangan, akuntansi dan internal auditing (pemeriksaan intern). Pembagian tangung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan fungsi akuntansi 2. Tidak satu bagian pun diberi tanggung jawab untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi dari awal sampai akhir, misalnya : (a). Bagian gudang (fungsi penyimpanan barang/ fungsi operasi) (b).Bagian pembelian (fungsi operasi) (c). Bagian penerimaan barang (fungsi operasi) (d).Bagian hutang (fungsi pencatatan) (e). Bagian persediaan (fungsi pencatatan)
Audit intern dapat digunakan tidak hanya untuk keperluan pemeriksaan terhadap ketelitian data akuntansi dan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan saja, akan tetapi juga dapat digunakan sebagai suatu alat manajemen didalam menetapkan apakah pelaksanaan-
pelaksanaan itu sesuai dengan kebijakan yang telah diterapkan terlebih dahulu. Jadi dengan demikian aktivitas audit harus dilakukan secara luas, yaitu meliputi semua bagian. Berdasarkan pemisahan fungsi di atas ada tiga hal pembagian tugas yang penting yaitu : 1. Adanya pemisahan penanganan aktiva secara fisik dari akuntansinya 2. Pemisahan fungsi operasi (otorisasi transaksi) dengan aktiva secara fisik 3. Pemisahan fungsi operasi dari fungsi pencatatan
Dengan adanya suatu pembagian fungsi-fungsi di dalam bagian-bagian perusahaan secara jelas sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen maka harus pula di ikuti dengan wewenang yang sesuai dengan tangung jawabnya. Tanggung jawab dan pelimpahan wewenang itu harus diberi batas yang jelas dan apabila mungkin dibuatkan pedoman dan disediakan bagi semua pihak yang bersangkutan.
B.2 Sistem Wewenang Dan Prosedur Pencatatan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kekayaan, Utang, Pendapatan Dan Biaya
Dalam organisasi setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mengamankan harta milik perusahaan. Otorisasi dapat bersifat umum yang ditetapkan oleh manajemen. Sedangkan otorisasi khusus berkaitan dengan peristiwa tertentu, dimana persyaratan dan pihak-pihak yang terlibat ditentukan secara khusus. Formulir merupakan media yang digunakan untuk menetapkan penggunaan wewenang untuk memberikan otorisasi terlaksananya transaksi dalam organisasi. Formulir merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk pencatatan transaksi akuntansi. Prosedur
pencatatan yang baik akan menjamin data yang direkam dalam formulir dicatat dalam catatan akuntansi dengan tingkat ketelitian dan keandalan yang tinggi.
B.3 Praktek – Praktek Yang Sehat Dalam Melaksanakan Tugas Dan Fungsi Tiap bagian Organisasi
Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan baik, jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktek-praktek yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara umum yang harus ditempuh perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan formulir bernomor urut cetak, yang pemakaiannya harus dipertanggung jawabkan oleh yang berwenang 2. Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. Pemeriksaan mendadak termasuk kegiatan-kegiatan pokok yang akan mendorong melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang ditetapkan 3. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa campur tangan dari orang lain atau unit organisasi lain. Karena setiap transaksi yang dilaksanakan dari campur tangan dari orang atau unit organisasi lain akan terdapat internal check terhadap pelaksanaan tugas tiap unit organisasi terkait. 4. Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari
5. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Karyawan kunci perusahaan diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya. Selama cuti, jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk sementara oleh pejabat orang lain 6. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatannya. Untuk menjaga kekayaan organisasi dengan mengecek ketelitian dan dapat dipercaya tidaknya catatan akuntansinya atau informasinya yang ada. Seperti secara periodik diadakan perhitungan kas (cash count), perhitungan kas, perhitungan persediaan barang digudang dan lain-lain 7. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecheck keefektifan elemenelemen sistem pengendalian intern yang lain. Unit organisasi ini disebut satuan pengawasan intern atau staff pemeriksaan intern
B.4 Karyawan Yang Mutunya Sesuai Dengan Tanggung Jawabnya (Mulyadi, Op. Cit)
Semua unsur dan sistem pengendalian intern tergantung kepada manusia yang melaksanakannya. Elemen karyawan yang bermutu merupakan elemen sistem pengawasan intern yang paling penting.
Jika karyawan kompeten dan dapat dipercaya, berbagai elemen sistem pengendalian intern yang lain dapat ditiadakan. Karyawan yang jujur dan ahli dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya akan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efisien dan efektif.
Adapun tujuan dari pengendalian intern adalah : 1. Otorisasi (wewenang) Apakah transaksi telah diotorisasi pimpinan? Ini dapat diwujudkan dengan suatu cara umum dengan menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada hubungannya, menetapkan batas-batas otorisasi kontrak, batas-batas investasi, daftar-daftar harga standard dan lain-lain. Atau dalam suatu keadaan tertentu, suatu otorisasi khusus diperlukan. 2. Pencatatan Transaksi-transaksi harus dicatat dalam perkiraan semestinya, pada waktu yang tepat disertai uraian yang wajar. Tidak ada transaksi-transaksi fiktif yang akan dicatat dan hal yang salah atau uraian yang tidak lengkap harus dihindari. 3. Perlindungan Harta fisik berwujud tidak boleh berada dibawah pengawasan/penjagaan mereka yang bertanggung jawab untuk fungsi pembukuan yang berhubungan dengan itu. Hak masuk terhadap harta dibatasi terhadap individu-individu tertentu yang telah ditugaskan. 4. Rekonsiliasi Rekonsiliasi secara periodik antara harta fisik dengan catatan atau perkiraan-perkiraan buku besar harus dilakukan yaitu dengan melakukan rekonsiliasi bank, mencocokkan jumlah persediaan fisik, surat-surat berharga dan persediaan bahan baku, barang setengah jadi dengan jumlah persediaan menurut perkiraan buku besar. 5. Penilaian Harus dibuat ketentuan agar memberi kepastian bahwa seluruh harta telah dinilai dengan selayaknya sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim dan bahwa penyesuaian-penyesuaian (adjustment) yang dilakukan adalah sah.
Selain dari itu, tujuan dari pengendalian intern yang baik dan rapi akan dapat menangani berbagai permasalahan perusahaan antara lain : 1. Ruang lingkup dan besarnya perusahaan yang tercermin melalui struktur organisasi yang sedemikian kompleknya dimana informasi penting oleh manajemen perusahaan 2. Pengendalian intern juga berperan untuk menjaga keamanan dan keuntungan harta milik perusahaan serta berusaha untuk mencegah agar tidak terjadi kecurangan maupun tindakan yang merugikan perusahaan 3. Pengendalian intern yang ideal akan dapat memudahkan akuntan publik untuk melaksanakan pemeriksaan dan peninjauan atas hasil kegiatan perusahaan. Semakin baik sistem pengendalian suatu perusahaan, semakin biaya yang digunakan untuk tujuan tersebut dapat dihemat serta memberikan umpan balik bagi perusahaan
Dari uraian tersebut diatas suatu pengendalian intern yang baik harus dapat menjamin : 1. Semua transaksi yang terjadi telah dicatat 2. Pencatatan itu telah diteliti oleh seorang pejabat yang melakukan pencatatan atau oleh pihak ketiga seperti bank 3. Semua transaksi telah disetujui oleh pejabat yang berwenang 4. Harga dan nilai sudah diteliti 5. Harta milik perusahaan sudah disimpan dengan baik 6. Harta milik perusahaan dikeluarkan dari pencatatan dan pembukuan perusahaan apabila sudah ada persetujuan yang cukup 7. Perkalian, pengurangan, penambahan dan perhitungan matematika lainnya sudah benar 8. Semua transaksi sudah dicatat ke dalam rekening/perkiraan masing-masing
9. Transaksi yang dicatat dalam buku harus sudah benar baik dalam jumlah dan perkalian 10. Jumlah perkiraan dihitung dengan benar 11. Jumlah perkiraan sudah diteliti dengan perhitungan persediaan secara fisik dan membandingkan antara catatan perusahaan dengan pihak ketiga 12. Pengendalian yang cukup memadai meliputi jurnal, ikhtisar, buku besar, laporan untuk keperluan manajemen Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern dapat mencapai tujuan yang diinginkan apabila pelaksanaan unsur-unsur diatas dapat dilakukan dengan baik dan benar.
C. Keterbatasan Pengendalian Intern
Untuk mencapai suatu tujuan dari sistem pengendalian intern tidaklah mudah dilaksanakan. Sistem pengendalian intern tidak dapat dianggap sepenuhnya efektif meskipun telah dirancang dan disusun dengan sebaik – baiknya. Hal ini disebabakan oleh adanya keterbatasan dalam melaksanakan sistem pengendalian tersebut.
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam buku Norma Pemeriksaan Akuntansi, mengemukakan adanya keterbatasan pada sistem pengendalian intern sebagai berikut: Dalam mempertimbangkan efektivitas dari setiap system pengendalian akuntansi, terdapat keterbatasan yang melekat yang harus dihindari. Dalam pelaksaan sebagian besar prosedur pengendalian terdapat kemampuan atau kemungkinan untuk instruksi yang diberikan kesalahan dalam pertimbangan yang dilakukan , kecerobohan atau kelelahan. Selanjutnya prosedur pengendalian yang efektifitasnya tergantung pada pemisahan tugas, jelas tidak akan
berarti dengan adanya persekongkolan. Sama halnya dengan prosedur yang dirancang untuk menjamin pelaksanaan dan pencatatan transaksi yang sesuai dengan otorisasi manajeman mungkin akan tidak jadi efektif di masa mendatang terhadap manajemen sehubungan dengan transaksi atau taksiran dan pertimbangan yang diperlukan dalam menyampaikan laporan keuangan .
Disamping keterbatasan yang telah dibahas diatas setiap proyeksi berdasarkan hasil penilaian atas pengendailan yang berlaku sekarang mungkin tidak lagi efektif dimasa mendatang, karena berubahnya keadaan dan kemungkinan menurunnya tingkat ketaatan terhadap prosedur.
Dapat disimpulkan bahwa didalam pelaksanaan sistem pengendalian intern tidak dapat terlepas dari faktor – faktor keterbatasan dalam sistem itu sendiri. Hal tersebut disebabkan karena : 1. Kelemahan Manusia Banyak kecurangan atau kecerobohan yang terjadi pada sistem pengendalian intern yang sudah baik, karena pelaksananya adalah manuasia yang mempunyai kelemahan. Misalnya pegawai – pegawai yang harus memeriksa apakah prosedur tertentu sudah atau belum dilaksanakan, sering memberikan parafnya secara rutin tanpa benar – benar melakukan pemeriksaan. 2. Persekongkolan Adanya persekongkolan akan menghancurkan suatu sistem pengendalian intern bagaimana pun baiknya, adanya persekongkolan akan membuat suatu tugas, rencana – rencana dan prosedur – prosedur yang ada di perusahaan menjadi tulisan diatas kertas belaka. Ada beberapa cara untuk meghindari persekongkolan tersebut yaitu dengan
mengadakan mutasi pegawai secara rutin, keharusan mengambil cuti atau adanya pemberiaan tugas secara bergilir.
3. Biaya – Biaya Biasanya untuk melaksanakan suatu sistem pengandalian intern maka harus mempertimbangkan biaya dengan kebutuhan. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan dari sistem pengendalian intern dapat berjalan dengan efesien dan efektif.
D. Pengendalian Intern Penjualan Dan Piutang
Bagian penjualan sebagai ujung tombak perolehan pendapatan perusahaan harus mendapat perhatian khusus dengan audit manajemen secara berkala dan berkelanjutan. Audit manajemen yang dilakukan adalah audit terhadap sistem dan prosedur penjualan, piutang, dan penagihan piutang. Penting juga dilakukan audit terhadap perlakuan akuntansi atas transaksi terkait.
Audit manajemen atas penjualan diawali dengan pemeriksaan terhadap sistem dan prosedur penjualan. Tujuannya untuk menilai apakah sistem dan prosedur tersebut telah berjalan baik. Setelah itu diarahkan kepada ketaatan akan kebijakan manajemen , misalnya penjualan kredit apakah telah mendapat otorisasi dari pihak yang berwenang dan telah dilaksanakan. Selanjutnya yang diaudit adalah prosedur pengiriman barang.
Audit manajemen atas piutang dilihat apakah piutang yang jatuh tempo telah ditagih. Pemeriksaan selanjutnya adalah kebijakan prosedur pembentukan piutang ragu-ragu dan dikaitkan dengan kerugian piutang tak tertagih. Oleh karena itu, harus dilakukan pula audit
atas penerimaan kas hasil penagihan piutang. Harus dilaksanakan pemeriksaan atas pengendalian intern terhadap fungsi penerimaan penagihan piutang.
Terdapat 4 kriteria alat yang pemeriksaan manajemen terhadap penjualan, piutang usaha serta penagihan yaitu : 1. Tujuan Tujuan penjualan harus ditetapkan oleh bagian penjualan yang didukung oleh bagian pemasaran keberhasilan usaha penjualan dievaluasi dengan membandingkan target penjualan dengan hasil sesungguhnya yang dicapai. Apabila ada perbedaan maka segera dicari penyebab pembeda untuk menjadi rekomendasi langkah selanjutnya bagi manajemen. 2. Perencanaan Perencanaan yang memadai harus disusun dengan strategi tujuan adalah membuat suatu program administrasi yang mendukung keberhasilan penjualan. Selain itu disusun strategi penjualan berikutnya yaitu menciptakan dan mempertahankan jaringan distribusi dan terakhir kebijakan penjualan efektif. Setiap upaya pencapaian strategi harus dibuat rencana yang mendukung.
3. Pengorganisasian Setiap fungsi penjualan harus terorganisir dengan baik karena penjualan adalah tingkat pekerjaan terutama. Bagian penjualan harus memiliki pegawai yang cakap dan komunikatif serta keahlian khusus dalam menjual produk.
4. Pengawasan
Pengawasan harus menjamin ramalan penjualan dapat berjalan efektif dan mendukung fungsi bagian lain serta perusahaan secara keseluruhan. Pengawasan harus memberi keyakinan manajemen mampu mengontrol hasil penjualan dan memastikan adanya suatu studi pasar untuk memenangkan persaingan pasar.
Dalam perusahaan penjualan merupakan suatu bidang yang dinamis, yang disertai dengan kondisi – kondisi yang berubah sehingga terus menerus menghasilkan masalah – masalah yang baru dan berbeda – beda. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan evaluasi yang efektif dan objektif terhadap penjualan dan biaya distribusi.
Adapun tujuan utama perusahaan adalah agar dapat menjual barang atau jasa yang dihasilkan sebanyak – banyaknya sehingga bisa memaksimalkan laba semaksimal mungkin. Jika penjualan dilakukan dengan tunai, maka hasil penjualan harus diterima, dicatat dan disimpan dengan benar, sehingga terhindari dari kecurangan dan kehilangan. Dan jika penjaulan dilakukan dengan kredit atau cicilan, maka perusahaan harus yakin bahwa piutang – piutang yang ada dapat tercatat dengan tepat, dan diterima dengan baik melalui penagihan – penagihan dimasa yang akan datang, sesuai dengan batas yang ditentukan sebelumnya.
D.1 Pengendalian Inter Penjualan
Penjualan adalah sumber penghasilan yang utama dalam perusahaan, sehingga diperlukan pengendalian yang memadai agar setiap transaksi penjualan yang terjadi dicatat dengan benar dan tepat. Hal tersebut dapat tercapai dengan menyusun suatu sistem dan prosedur yang mengatur pelaksaanaan penjualan tersebut.
Pemisahan tugas merupakan salah satu prinsip dari penjualan intern yang paling penting, dimana bahwa tugas – tugas itu dibagi sedemikian rupa sehingga tidak ada satu orang pun yang melakukan proses transaksi, hal ini dapat mengurangi terjadinya kecurangan – kecurangan dalam perusahaan.
Apabila terjadi penjualan tunai, total dari seluruh penjualan dan faktur yang dibuat oleh bagian penjualan harus sama dengan jumlah penerimaan menurut kasir perusahaan tersebut, kemudian jumlah tersebut dicocokan lagi dengan jumlah penjualan yang dicatat pada bagian pembukuan. Apabila terjadi ketidakcocokan antara ketiga bagian tersebut, maka harus diperiksa kembali apakah terdapat kesalahan atau terjadi kecurangan dalam perusahaan tersebut.
Dalam penjualan kredit harus diperiksa oleh bagian kredit, untuk memperoleh atau mengetahui berapa nilai kreditnya, dan juga untuk memperoleh ketidakpastian terhadap pembayaran yang akan dilakukan dimasa yang akan datang. Untuk memeriksa nilai kredit si pembelian, maka data – data pembeli harus lengkap untuk perusahaan.
Dengan adanya pemisahan wewenang seperti itu maka tidak akan ada petugas yang merangkap beberapa pekerjaan sekaligus seperti, bagian penjulan yang bertindak sebagai kasir dan sebagainya.
Adapun sistem dan prosedur penjulan ini akan diatur aktivitas perusahaan kaitannya yaitu : 1. Penerimaan dan pencatatan order 2. Penetapan order yang dapat dilaksanakan
dalam
3. Pembuatan order yang dapat diterima 4. Pembuatan faktur ( invoice) 5. Pengeluaran barang kepada pelangggan 6. Pencatatan piutang yang timbul 7. Penagihan piutang 8. Pemasukan hasil penjualan ke dalam kas 9. Pencatatan dalam arti pembukuaan penjualan dan piutang 10. Laporan manajerial penjualan dan piutang dan lain sebagainya
Sasaran penyusunan sistem dan prosedur penjualan ini adalah untuk meningkatkan ketepatan informasi pengendalian intern, dan mengurangi biaya usaha aktifitas perusahaan serta aktivitas lainnya yang tidak ada hubungannya. Apabila transaksi penjualan tidak dilakukan dengan tunai atau menimbulkan piutang, piutang itu ditagih kepada langganan dengan syarat yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengakuaan pendapatan merupakan faktor dalam penjualan yang dapat mempengaruhi besar kecilnya laba perusahaan, untuk itu memerlukan adanya ketentuaan bilamana penjualan yang dilaporkan pada laporan keuangan dapat disajikan dengan benar.
Adapun sebagai ketentuan umum pendapatan dari penjualan dapat diakui pada saat realisasinya. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Pendapatan dari transaksi produksi pada tanggal penjualan, biasanya tanggal penyerahan produk kepada pelanggan 2. Pendapatan atau jasa yang diberikan perusahaan jasa diakui pada saat jasa tersebut dilaksanakan dan dapat dibuat fakturnya
3. Imbalan yang diperoleh atas penggunaan aktiva atau sumber – sumber ekonomi oleh pihak lain seperti : pendapatan bunga, sewa dan royalti, diakui sejalan dengan berlakunya waktu atau pada saat digunakannya aktiva yang bersangkutan 4. pendapatan dari penjualan aktiva tetap atas surat berharga, diakui pada saat tanggal penjualan
Seperti uraian diatas bahwa tujuan diterapkannya pengendalian intern penjualan adalah untuk menentukan bahwa semua hasil penjualan telah dicatat dengan benar dan tepat, yang mengharapkan bisa mengurangi biaya usaha aktivitas perusahaan.
Untuk mencapai tujuan diatas diperlukan suatu pemisahaan wewenang antara: 1. Yang mencatat penjualan 2. Yang menyerahkan barang 3. Yang menerima uang
Untuk lebih jelasnya maka ada baiknya jika penulis menguraikan fungsi dari bagian penjualan: 1. Mengawasi semua pesanan yang diterima 2. Memeriksa surat pesanan yang diterima dari langganan atau salesman dan melengkapi informasi yang kurang yang berhubungan dengan spesifikasi produk dan tanggal pengiriman 3. Meminta persetujuan penjualan ke bagian kredit 4. Menentukan tanggal pengiriman 5. Membuat surat perintah pengiriman dan pesanan yang ditunda beserta tembusan – tembusannya
6. Membuat catatan mengenai pesanan – pesanan yang diterima dan mengikuti pengirimannya sehinggga dapat diketahui pesanan – pesanan yang belum dipenuhi 7. Mengadakan hubungan dengan pembeli mengenai barang – barang yang dikembalikan pembeli, membuat catatan dan pengeluaran memo untuk bagian piutang 8. Mengawasi contoh pengiriman barang
Dalam prosedur penjualan ini memerlukan formulir – formulir dan dokumen – dokumen antara lain: 1. Formulir Pesanan Pesanan yang diterima dari langganan baik secara lisan maupun tulisan dicatat dalam formulir pesanan, formulir pesanan diberi nomor urut tercetak (Prenumbered) serta dapat digunakan sebagai: (a). Pengakuan pesanan dari langgganan (b). Pengendalian terhadap kemampuan kredit langganan (c). Pengendalian terhadap persediaan yang ada untuk memenuhi pesanan (d). Persiapan penyediaan dan pengiriman barang (e). Dasar untuk pembuatan faktur Apabila pesanan yang diterima dari langganan ditulis dalam surat pesanan pelanggan sendiri, maka surat pesanan tersebut terletak dibelakang formulir pesanan yang bersangkutan.
2. Buku Kontrol Pesanan Pesanan – pesanan yang diterima dicatat dalam buku kontrol pesanan tersebut yang bermanfaat untuk mengetahui: (a). Seluruh pesanan yang diterima telah dikerjakan
(b). Seluruh pesanan yang dikerjakan telah dikirim barangnya (c). Seluruh barang yang dikirim telah dibuat fakturnya
3. Dokumentasi pesanan – pesanan yang ditunda Apabila untuk sementara waktu penyerahan barang belum dapat dipenuhi, disebabkan persediaan barang yang belum mencukupi atau harus menunggu pelunasan rekening yang lalu, maka formulir pesanan itu ditempatkan dalam suatu arsip tunggu, hanya jumlah tersebut yang dicatat dalam buku kontrol pesanan. Bagi suatu pesanan hanya sebagian barang saja yang dapat diserahkan, maka jumlah tersebut yang akan dicatat dalam buku kontrol pesanan baru yang merupakan peranan sisa yang belum dapat dipenuhi. Untuk keperluan ini dapat digunakan formuir pesanan yang diberi nomor urut semula ditambah suatu kode tertentu.
4. Formulir order pengiriman dan dokumen – dokumen yang berkaitan dengannya Formulir order pengiriman ini, dibuat oleh bagian pesanan yang merupakan perintah penyediaan dan pengiriman barang kepada bagian gudang, formulir pengiriman ini merupakan surat perintah dan penyediaan dan pengiriman barang kepada bagian gudang dan surat pengantar ini dibuat dalam bentuk tersendiri. Adapun manfaat penggunaan formulir perintah pengiriman ini adalah sebagai berikut: (a) Dalam mempergunakan formulir ini, maka formulir pesanan sebagai perintah penyediaan dan pengiriman barang kepada bagian gudang dan pengiriman tidak perlu digunakan (b) Dengan menggunakan catatan dari perintah pengiriman, maka manfaat dari buku konrol pesanan dapat diganti
(c) Formulir perintah pengiriman ini dapat dibuat tembusnnya sehingga dapat digunakan sebagai surat pengantar pesanan
5. Faktur Faktur adalah bukti penagihan atas pengirimn barang yang telah dilakukan, walapun demikian pembuatan fatur ini dimanfaatkan untuk pembayaran.
D.2 Pengendalian Intern Piutang
Pengendalian intern merupakan hal penting dalam penjualan dan piutang. Perusahaan sangat membutuhkan adanya pengendalian penjualan, piutang, pembelian dan lainnya yang berhubungan dengan pengamanan harta milik perusahaan. Misalnya dengan adanya pengendalian intern yang baik atas piutang akan dapat menjamin tertagihnya piutang, dan apabila piutang dapat ditagih sangat berpengaruh terhadap pengamanan aktiva perusahaan.
Penjualan kredit menyebabkan timbulnya piutang. Hal ini sebelum ada persetujuan untuk mengirim barang penyiapan dan penerbitan faktur sampai hasil penjualan ditagih. Dr Sukrisno Agoes, AK, MM menyatakan dalam bukunya bahwa Piutang Usaha adalah piutang yang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa secara kredit.
Sifat dan contoh Piutang Menurut SAK ada dua jenis piutang menurut sumber terjadinya yaitu: 1. Piutang Usaha:
Piutang berasal dari penjualan barang dagangan atau jasa secarr kredit 2. Piutang lain - lain: Piutang yang timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha normal perusahaan.
Piutang dinyatakan sebesar jumlah tagihan dikurangi taksiran jumlah yang dapat ditagih (net realizable value).
Sifat dan contoh Piutang yaitu: 1. Piutang Dagang 2. Wesel Tagih 3. Piutang Pegawai 4. Uang Muka 5. Refundable Deposit (uang jaminan) 6. Piutang lain – lain - Allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih)
Tujuan Pemeriksaan (Audit Objective) Piutang: 1. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang baik atas piutang dan transaksi penjualan, piutang dan penerimaan kas. Jika Internal controlnya baik,
maka luas pemeriksaan dalam substantive tes bisa
dipersempit Ciri internal control piutang yang baik: (a). Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara bagian penjualan, pengiriman, penagihan, pengotorisasi, pembuat faktur penjualan, pencatatan. (b). Digunakannya formulir prenumbered. (c). Digunakannya price list (daftar harga) dan setiap penyimpangan dari price list (diskon yang diberikan) harus mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang.
(d). Digunakannya buku pembantu Piutang (kartu piutang) untuk masing-masing pelanggan, yang selalu diupdate. (e). Setiap akhir bulan dibuat aging schecule(analisa umur piutang) (f). Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang di masing – masing pelanggan dibandingkan dengan jumlah saldo piutang menurut buku besar. (g).Setiap akhir bulan dikirim monthly statement of account kepada masing – masing pelanggan. (h). Uang kas, cek, giro yang diterima dari pelanggan harus disetor dalam jumlah seutuhnya paling lamban keesokan harinya. (i). Mutasi kredit direkening piutang (berasal dari retur penjualan dan penghapusan piutang) harus diotorisasi oleh pejabat yang berwenang. (j). Setiap pinjaman yang diberikan (kepada pegawai, direksi, pemegang saham, perusahaan afilisasi) harus diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, dan didukung oleh bukti – bukti yang lengkap dan dijelaskan apakah dikenai bunga atau tidak.
2. Untuk memeriksa validity (keabsahan) dan authenticity (keotentikan) piutang Validity adalah apakah piutang itu sah, masih berlaku, diakui oleh yang mempunyai utang. Authenticity adalah apakah piutang didukung oleh bukti – bukti otentik, seperti: sales order, delivery order yang sudah ditandatangani oleh pelanggan, dan faktur penjualan.
3. Untuk memeriksa collectibility piutang (Kemungkinan tertagih) dan cukup tidaknya allowance for bad debts (Penyisihan piutang tak tertagih). Collectibility adalah kemungkinan tertagihnya piutang. (a).Piutang disajikan sebesar jumlah yang diperkirakan dapat ditagih.
(b).Jumlah yang diperkirakan tidak bisa ditagih harus dibuatkan penyisihan dalam jumlah yang cukup: Dr. Kerugian Piutang Cr. Cadangan Kerugian Piutang (c).Piutang yang sudah pasti tidak bisa ditagih, harus dihapuskan: Dr. Cadangan KerugianPiutang Cr. Piutang Jika allowance terlalu tinggi, piutang disajikan terlalu kecil (understated), biaya terlalu besar (overstated), dan laba rugi terlalu kecil (understated). Jika allowance terlalu kecil, piutang disajikan overstated, biaya understated, dan laba rugi overstated.
4. Untuk memeriksa apakah ada kewajiban bersyarat (contingent liability) yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih. Untuk memeriksa apakah ada kewajiban bersyarat yang timbul dari pendiskontoan wesel tagih. Jika ada wesel tagih yang didiskontokan ke bank sebelum tanggal jatuh tempo, maka harus diungkapkan adanya contingent liability dari pendiskontoan wesel tagih tersebut. Karena jika pada tanggal jatuh tempo si penarik wesel tagih tidak sanggup melunasi wesel tersebut ke bank, maka perusahaan yang harus melunasi wesel tersebut berikut bunganya.
5. Untuk memeriksa apakah penyajiannya di Neraca sudah sesuai. Piutang Usaha, Wesel Tagih, dan Piutanglain - lain harus disajikan terpisah dengan identifikasi yang jelas
(a) Piutang disajikan sebesar jumlah kotor tagihan dikurangi taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. (b) Saldo kredit piutang individual jika jumlahnya material harus disajikan dalam kelompok kewajiban. (c) Jumlah piutang yang dijaminkan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. (d) Kewajiban bersyarat dalam hubungannya dengan penjualan piutang yang disertai perjanjian untuk dibeli kembali (kepada suatu lembaga keuangan) harus dijelaskan secukupnya. (e) Piutang pegawai, piutang direksi, piutang pemegang saham, piutang perusahaan afiliasi harus dilaporkan tersendiri dan dijelaskan apakah kena bunga atau tidak.
Prosedur Pemeriksaan Piutang 1. Pahami dan evaluasi ICQ (Internal Control Quality) atas piutang dan transaksi penjualan, piutang, dan penerimaan kas 2. Buat Top Schedule dan Supporting Schedule Piutang 3. Minta aging schedule dari piutang dagang. 4. Periksa mathematical accuracinya dan cek saldo individual ke buku pembantu piutang, lalu totalnya ke jurnal umum. 5. Tes cek umur piutang dari beberapa customer ke buku pembantu piutang dan faktur penjualan. 6. Kirimkan konfirmasi piutang Konfirmasi Piutang adalah formulir yang menyajikan jumlah kewajiban debitur pada tanggal tertentu dan disertai dengan rinciannya. Konfirmasi Piutang ini dapat berbentuk :
(a). Konfirmasi saldo piutang akhir bulan (b). Konfirmasi satuan piutang (c). Konfirmasi faktur yang belum lunas
Berikut prosedur pengecekan surat konfirmasi piutang: (a). Tentukan dan tuliskan dasar pemilihan pelanggan yang akan dikirimi surat konfirmasi. (b). Tentukan apakah akan digunakan konfirmasi positif atau negatif. (c).Cantumkan nomor konfirmasi baik dischedule piutang maupun disurat konfirmasi. (d). Jawaban konfirmasi yang berbeda harus diberitahukan kepada klien untuk dicari perbedaannya. (e). Buat ikhtisar (summary) dari hasil konfirmasi. 7. Periksa subsequent collection dengan memeriksa buku kas dan bukti penerimaan kas (untuk periode sesudah tanggal neraca sampai dekat tanggal penyelesaian pemeriksa dilapangan) 8. Periksa apakah ada wesel tagih yang didiskontokan. 9. Tes sales cut-off dengan memeriksa sales invoice, credite note dan lain lain, lebih kurang 2 minggu sebelum dan sesudah tanggal neraca. 10. Periksa notulen rapat, surat – surat perjanjian, jawaban konfirmasi bank, dan correspondence file, untuk mengetahui apakah ada piutang yang dijadikan sebagai jaminan. 11. Periksa apakah penyajian dineraca sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang berlaku umum di Indonesia/SAK. 12. Tarik kesimpulan mengenai kewajaran saldo piutang yang diperiksa
COSO
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission, atau disingkat COSO, adalah suatu inisiatif dari sektor swasta yang dibentuk pada tahun 1985. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut. COSO telah menyusun suatu definisi umum untuk pengendalian, standar, dan kriteria internal yang dapat digunakan perusahaan untuk menilai sistem pengendalian mereka.
Model COSO
Selama ini yang menjadi acuan dalam penyusunan SPI, setelah OKP6 (Organisasi, Kebijakan, Penganggaran, Prosedur kerja, Pencatatan hasil kerja, Pelaporan, pembinaan Personil dan Pengawasan internal) yang merupakan pendekatan tradisional, adalah kerangka teori yang dihasilkan oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway (COSO) yang berdiri pada tahun 1985 yang merupakan organisasi hasil bentukan dari lima organisasi profesi terkait dengan audit di Amerika yakni, the American Accounting Association, the American Institute of Certified Public Accountants, the Financial Executives Institute, the Insittute of Internal Auditors dan the Institute of Management Accountant.
Model COSO, terbit pertama kali tahun 1992 yang mendefiniskan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan pegawai lainnya yang didesain untuk memperoleh keyakinan yang memadai terkait dengan tujuan: a. efektivitas dan efisiensi dari aktivitas operasi
b. kehandalan dari pelaporan keuangan
c. ketaatan peraturan perundangan dan kebijakan terkait
SPI menurut COSO terdiri dari lima komponen yakni lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian, komunikasi dan informasi, pengawasan dan penilaian atas risiko. Dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah, kelima komponen tersebut dikenal dengan standar yang harus dipedomi dalam kegiatan organisasi:
1.
Lingkungan pengendalian (control environment)
Standar pertama: “Manajemen dan seluruh pegawai harus menciptakan (estanblish) dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi yang menimbulkan prilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat (conscientious)”.
Lingkungan pengendalian terdiri dari :
2.
(a).
Integritas dan Nilai Etika
(b).
Komitmen pada Kmpetensi
(c).
Filosofis Manajemen dan Gaya Operasi
(d).
Struktur Organisasi
(e).
Penetapan Otoritas dan Pertanggungjawaban
(f).
Kebijakan dan Prosedur SDM
Penilaian risiko (risk assessment)
Standar kedua: " Pengendalian intern harus menyediakan penilaian risiko yang dihadapi organisasi baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar organisasi"
Penilaian risiko (risk assessment), terdiri dari:
3.
(a).
Perumusan tujuan secara keseluruhan
(b).
Perumusan tujuan instansi pada tingkat kegiatan
(c).
Identifikasi resiko
(d).
Analisis resiko
(e).
Mengelola resiko
Kegiatan pengendalian (control activities)
Standar ketiga: “Aktivitas pengendalian intern membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. aktivitas pengendalian harus efektif dan efisien mencapai tujuan pengendalian intern”
Kegiatan pengendalian (control activities), terdiri dari :
(a). Review pencapaian kinerja utama instansi pemerintah oleh jajaran pimpinan instansi pemerintah yang bersangkutan (b). Pembinaan SDM untuk mencapai hasil yang diharapkan (c). Pemrosesan informasi (d). Pengendalian fisik aset rawan untuk menjaga dan mengamankan aset yang rawan (e). Penetapan dan pemantauan indikator dan ukuran kinerja (f).
Pemisahan tugas dan tanggung jawab penting diantara pegawai yang berbeda untuk mengurangi kesalahan, pemborosan, atau kecurangan
(g). Pelaksanaan transaksi dan kegiatan berdasarkan otorisasi dan dilaksanakan oleh pengawas yang layak (h). Pencatatan transaksi dan kegiatan penting lainnya diklasifikasikan dan dicatat secara layak (i).
Pengendalian intern dan semua transaksi dan kejadian penting lainnya didokumentasikan dengan jelas
(j).
Pembatasan akses dan pertanggungjawaban atas sumber daya (SD) dan pertanggungjawaban atas penyimpangan ditetapkan
4. Informasi dan komunikasi (information and communication)
Standar keempat: "Informasi harus dicatat dan dikomunikasikan kepada manajemen dan satuann kerja lainnya dalam suatu entitas yang membutuhkannya dan dalam bentuk dan jangka waktu yang memungkinkannya menyelenggarakan pengendalian intern dan tanggungjawab lainnya"
Informasi dan komunikasi (information and communication), terdiri dari:
(a). Informasi (b).Komunikasi
5. Pemantauan(monitoring) Standar kelima:"pemantauan pengendalian intern harus selalu menilai kualitas kinerja dan memastikan bawha temuan audit atau reviu lainnya diselesaikan tepat waktu"
Pemantauan (monitoring), terdiri dari:
(a). Monitoring kegiatan yang sedang berjalan (b). Evaluasi yang terpisah
(c). Tindak lanjut atas temuan audit
Standar Profesional Akuntan Publik
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan pedoman bagi pekerjaan auditor di Indonesia merupakan hasil pengembangan berkelanjutan yang telah dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan. Standar yang dihasilkan oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan, standar yang dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas laporan keuangan historis.
E. Efektifitas dan Efesiensi
Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya.
Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Tentang arti dari efektif maupun efisien terdapat beberapa pendapat. Menurut Chester I. Barnard dalam Kebijakan Kinerja Karyawan(Prawirosentono, 1999 : h.27), menjelaskan bahwa arti efektif dan efisien adalah sebagai berikut : “When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not”.
(Bila suatu tujuan tertentu akhirnya dapat dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut adalah efektif. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan mempunyai nilai yang lebih penting dibandingkan dengan hasil yang dicapai, sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif, hal ini disebut tidak efisien. Sebaliknya bila akibat yang tidak dicari-cari, tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut efisien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu. Dikatakan efisien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah efektif atau tidak).
Disamping itu, menurut Chester Barnard, dalam Kebijakan Kinerja Karyawan (Prawirosentono, 1999 : h. 28), pengertian efektif dan efisien dikaitkan dengan system kerjasama seperti dalam organisasi perusahaan atau lembaga pemerintahan, sebagai berikut :
“Effectiveness of cooperative effort relates to accomplishment of an objective of the system and it is determined with a view to the system’s requirement. The efficiency of a cooperative system is the resultant of the efficiency of the individuals furnishing the constituent effort, that is, as viewed by them”.
(Efektifitas dari usaha kerjasama (antar individu) berhubungan dengan pelaksanaan yang dapat mencapai suatu tujuan dalam suatu system, dan hal itu ditentukan dengan suatu pandangan dapat memenuhi kebutuhan system itu sendiri. Sedangkan efisiensi dari suatu kerjasama dalam suatu system (antar individu) adalah hasil gabungan efisiensi dari upaya yang dipilih masing-masing individu).
Dalam bahasa dan kalimat yang mudah hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektifitas dari kelompok (organisasi perusahaan) adalah bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan. Bila pengorbanannya dianggap terlalu besar, maka dapat dikatakan tidak efisien.
Menurut Peter Drucker dalam Menuju SDM Berdaya (Kisdarto, 2002 : h.139), menyatakan : “doing the right things is more important than doing the things right. Selanjutnya dijelaskan bahwa: “effectiveness is to do the right things : while efficiency is to do the things right” (efektifitas adalah melakukan hal yag benar : sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar). Atau juga “effectiveness means how far we achieve the goal and efficiency means how do we mix various resources properly” (efektifitas berarti sejauhmana kita mencapai sasaran dan efisiensi berarti bagaimana kita mencampur sumber daya secara cermat).
Efisien tetapi tidak efektif berarti baik dalam memanfaatkan sumberdaya (input), tetapi tidak mencapai sasaran. Sebaliknya, efektif tetapi tidak efisien berarti dalam mencapai sasaran menggunakan sumber daya berlebihan atau lajim dikatakan ekonomi biaya tinggi. Tetapi yang paling parah adalah tidak efisien dan juga tidak efektif, artinya ada pemborosan sumber daya tanpa mencapai sasaran atau penghambur-hamburan sumber daya.
Efisien harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat diukur (mearsurable), sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif. Efektif lebih mengarah ke pencapaian sasaran. Efisien dalam menggunakan masukan (input) akan menghasilkan produktifitas yang tinggi, yang merupakan tujuan dari setiap organisasi apapun bidang kegiatannya.
Hal yang paling rawan adalah apabila efisiensi selalu diartikan sebagai penghematan, karena bisa mengganggu operasi, sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi hasil akhir, karena sasarannya tidak tercapai dan produktifitasnya akan juga tidak setinggi yang diharapkan.
Penghematan sebenarnya hanya sebagian dari efisiensi. Persepsi yang tidak tepat mengenai efisiensi dengan menganggap semata-mata sebagai penghematan sama halnya dengan penghayatan yang tidak tepat mengenai Cost Reduction Program (Program Pengurangan Biaya), yang sebaliknya dipandang sebagai Cost Improvement Program (Program Perbaikan Biaya) yang berarti mengefektifkan biaya.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa efektifitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Artinya apakah pelaksanaan sesuatu tugas dinilai
baik atau tidak sangat tergantung pada bilamana tugas itu diselesaikan dan tidak, terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk itu.
Gambar 4.2 : Unsur-Unsur dari Efektifitas Organisasi Sumber : W. Jack, Duncan, Organizational Behavior, Hougthon Mifflin, Boston, Edisi ke 2, 1981, hal : 370.