BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Penyesuaian Diri Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang diutarakan oleh Charles Darwin. Ia mengatakan : “Genetik changes can improve the ability of organisms to suvive, reproduce, and in animal, raise offspring, this process is called adaptation”. (Microsoft Encarta Encyclopedia, 2002). Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahkluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam, agar dapat bertahan hidup. Penyesuaiaan adalah suatu proses yang adaptif. Penyesuaian dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan dari linkungan tempat manusia hidup. Dari segi ilmu jiwa, istilah ini digunakan dalam lapangan sosial kejiwaan dengan istilah penyesuaian atau penyelarasan (adjusment). Penyesuaian adalah proses dinamik yang terus menerus. Proses tersebut berlangsung sejak manusia lahir sampai kepada masa dewasa.
7
Selama pertumbuhan terjadi sesuai dengan faktor-faktor penyesuaian yang sehat dan kebutuhan-kebutuhan terpenuhi secara bijaksana, maka hal tersebut merupakan faktor penentu bagi penyesuaian individu dimasa depan kehidupannya. Dari sini tampak adanya hubungan yang erat antara perkembangan pertumbuhan individu serta penyesuaian pribadi dan sosial. Adjustment itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan. Davidoff (1991). Dalam
istilah
psikologi,
penyesuaian
disebut
dengan
istilah
adjusment. Adjustment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial (Chaplin, 2000: 11). Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan lingkungan alam sekitarnya. Scneiders (dalam Astuti, 2003) berpendapat penyesuaian diri dirumuskan dalam pengertian dan ketrampilan dalam mengatasi masalah yang dimiliki individu berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan serta status dan perannya dalam kehidupan. Macquaire Dictionary ( dalam Zhag, 2002) mendefinisikan bahwa penyesuaian diri menunjuk pada perubahan sikap, perilaku seseorang berdasarkan norma-norma sosial agar dapat sesuai dengan lingkungan yang baru. Menurut Atwater (1983)
penyesuaian diri adalah suatu proses
perubahan dalam diri dan lingkungan, dimana individu harus dapat mempelajari tindakan atau sikap baru untuk hidup dan menghadapi keadaan tersebut sehingga tercapai kepuasan dalam diri, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitar.
8
Gerungan (2002) merumuskan pengertian penyesuaian diri berarti “mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Kartini Kartono (2000) mengemukakan pengertian penyesuaian diri sebagai berikut. Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien dari dikikis habis. Sedangkan Hartono dan Sunarto (2002) menyatakan “penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya”. Dari beberapa rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk menyelaraskan diri dengan lingkungan (Autoplastis) atau mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri (Alloplastis) guna memperoleh kenyamanan hidup. Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah prilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih serasi antara diri individu dengan lingkungannya.
2.2. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Menurut Atwater (1983) dalam penyesuaian diri harus dilihat dari tiga aspek yaitu diri kita sendiri, orang lain dan perubahan yang terjadi. Namun pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian
9
pribadi dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 2.2.1. Penyesuaian Pribadi Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggung jawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya. Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri. 2.2.2. Penyesuaian Sosial Setiap individu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai
10
penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu. Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi pola tingkah laku kelompok.
11
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.
2.3. Pembentukan Penyesuaian Diri Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa yang bermacammacam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi. Pada
dasarnya
penyesuaian
diri
melibatkan
individu
dengan
lingkungannya, pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah sebagai berikut:
12
2.3.1. Lingkungan Keluarga Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti. Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres. Berdasarkan kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya; jangan semata-mata menyerahkannya pada
13
pembantu. Jangan sampai semua urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman. Lingkungan keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan, yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa asa pada jiwa individu tersebut. Dalam keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan. Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu menunjukkan sikapsikap atau tindakan-tindakan yang mendukung hal tersebut.
14
Dalam hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan, berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya. 2.3.2. Lingkungan Teman Sebaya Begitu pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya, citacitanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati yang terbuka untuk bersatu dengannya. Dengan demikian pengertian yang diterima dari temannya akan membantu dirinya dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan
15
demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai dengan potensi yang dimiliki. 2.3.3. Lingkungan Sekolah Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan. Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilainilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. Pendidikan remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan
16
diterima sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi. Penyesuaian diri dapat dikelompokkan dalam dua bentuk menurut Gunarso (2003). Adaptif sering dikenal dengan istilah adaptasi. Bentuk penyesuaian ini lebih bersifat badani, artinya perubahan-perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Misalnya berkeringat adalah usaha tubuh untuk mendinginkan tubuh dari suhu yang panas. Ditempat yang dingin kita memerlukan pakaian yang tebal untuk melindungi tubuh dari hawa dingin. Berkeringat atau berpakaian yang tebal adalah bentuk penyesuaian terhadap lingkungan. Kalau pada contoh di atas penyesuaian diikuti oleh adanya perubahan pada proses-proses badani atau untuk mencegah agar jangan terjadi proses-proses badani yang berakibat tidak baik, maka penyesuaian ini dapat pula terjadi tanpa kepentingan tubuh secara langsung. Adjustif suatu bentuk penyesuaian yang menyangkut kehidupan psikis kita, biasanya disebut penyesuaian yang adjustif. Karena tersangkutnya kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustif ini, maka dengan sendirinya penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Penyesuaian ini adalah penyesuaian dari tingkah laku terhadap lingkungan dimana didalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau norma-norma. Singkatnya penyesuaian ini disebut penyesuaian terhadap norma-norma (Gunarso 2003).
17
2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Ada
faktor-faktor
konstitusional
yang
mendasari
cara-cara
penyesuaian diri seseorang jelas tidak dapat disangkal. Sedang dipihak lain cara-cara penyesuaian diri seseorang adalah hasil dari latihan-latihan atau pelajaran-pelajaran yang telah dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Atau dengan kata lain hasil yang diperoleh dari luar dirinya, dari lingkunganya, khususnya lingkungan sosialnya. Sudah barang tentu dalam perkembangan anak, orang tua memegang peranan penting. 2.4.1. Penyesuaian diri dipengaruhi oleh hal-hal yang diperoleh dari kelahiran Suatu kenyataan bahwa dimana terdapat kesukaran-kesukaran dalam penyesuaian, karena sikap yang pemalu, pendiam, tidak banyak bicara, sukar mengemukakan pendapat dan lain-lain, maka sebabnya ialah karena memang sifat dasarnya adalah demikian. Sebaliknya, oleh latihan terus menerus dan bimbingan yang teratur, sifat-sifat dasar ini dapat dipengaruhi juga cara-cara penyesuaian dirinya, sekalipun hal ini kadang-kadang sulit terjadi. 2.4.2. Penyesuaian diri dan kebutuhan-kebutuhan pribadi Cara memperlihatkan tingkah laku atas dasar kebutuhan yang relatif sama, akan mungkin berbeda-beda. Hal ini antara lain disebabkan oleh mekanisme sebagaimana persepsi orang terhadap kebutuhannya dan karena itu mempengaruhi cara orang bertingkah laku dan mempengaruhi caranya menyesuaikan diri terhadap tujuan atau objeknya. Misalnya tentang rasa lapar. Intensitas rasa lapar ini dapat berbeda-beda dan jelas dapat
18
mempengaruhi tingkah laku seseorang. Kebutuhan-kebutuhan pribadi ini tidak saja menyangkut hal-hal yang bersifat psikis. Kebutuhan rasa aman, rasa terlindung merupakan hal yang sangat pribadi yang dapat mempengaruhi cara-cara penyesuaian terhadap lingkungannya. 2.4.3. Penyesuaian diri dan pembentukan kebiasaan Cara-cara penyesuaian diri seseorang terhadap dirinya dan lingkungan tempat ia hidup, memerlukan penguasaan sejumlah kebiasaan, kecakapan, sikap dan nilai yang merupakan pusat tempat berdirinya proses penyesuaian dan merupakan metode yang menentukan penyesuaian tersebut. Semakin positif dan lincah kebiasaan, keterampilan dan sikap akan semakin konstruktif metode dalam pelaksanaan penyesuaian diri yang sehat pada individu. Ada sejumlah sikap yang harus ada pada individu sebagai hasil hubungan
dan
interaksinya
dengan
orang
lain
dalam
tahap-tahap
perkembangan yang bermacam-macam. Tidak diragukan lagi bahwa sikapsikap tersebut memainkan peranan penting dalam penyesuaian orang dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungan tempat dia hidup. Sebagai contoh dari sikap tersebut adalah penerimaan orang lain terhadapnya, serta sikapnya terhadap tanggung jawab dan kerja sama dengan orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang dikejar oleh setiap orang tidak tecapai, kecuali apabila kehidupan orang tersebut sunyi dari kegoncangan jiwa dan ketegangan jiwa yang bermacam-macam, dan ia mampu menghadapi kesukaran dengan cara obyektif serta berpengaruh untuk hidup, serta menikmati kehidupan yang stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk
19
bekerja dan berprestasi. Tidak diragukan lagi bahwa semuanya itu adalah ciriciri yang menunjukkan adanya penyesuaian diri yang benar untuk mencapai hidup yang sehat dan ketenangan jiwa. Sekolah harus memberikan jaminan keamanan bagi para siswa, terhadap barang-barang miliknya dan tempat menumbuhkan kegiatankegiatan mereka ditunjang dengan perlindungan terhadap mereka. Posisi murid terhadap proses belajar hendaknya positif yang berarti bahwa sekolah melaksanakan prinsip belajar dan bekerja (learning by doing). Sekolah harus berusaha dengan berbagai cara untuk mengarahkan murid-muridnya kearah penyesuaian diri yang benar. Disini nyata pentingnya pembentukan hubungan dengan teman-teman sebaya dan juga dengan orang-orang dewasa dalam lingkungan sekolah untuk membantu anak didiknya agar terlepas dari pemusatan pada diri sendiri. Sekolah wajib menciptakan kesempatan untuk keberhasilan para siswa, hal ini akan memberikan rasa mantap padanya bahwa ia mampu belajar. Ilmu kesehatan jiwa memandang bahwa faktor ini adalah salah satu syarat dari penyesuaian diri yang sehat. Jika kita ingin menciptakan penyesuaian diri bagi remaja antara umur 16 sampai 18 tahun, hendaknya para pendidik benar-benar sadar akan kaidahkaidah umum untuk digunakan dalam menciptakan proses penyesuaian diri bagi anak-anak di usia sekolah menengah atas. Remaja harus diberi kesempatan untuk berbicara dan mendengar juga mendapatkan teman dalam kelompoknya. Keinginan remaja untuk terlepas
20
dari kebiasaan kanak-kanak biasanya penuh dengan rasa perlawanan dan berontak.
2.5. Perbedaan Siswa Putra dan Putri Sehubungan dengan masalah yang penulis kemukakan yaitu tentang perbedaan penyesuaian diri antara siswa putra dan siswa putri, menyangkut perbedaan psikologis. Secara kodrati sifat putra dan putri memang tampak jelas perbedaannya. Misalnya pada organ tubuh yang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap adanya perbedaan psikologis lewat temperamen mereka masing-masing. Walaupun secara kodrati berbeda antara putra dan putri, namun ada beberapa faktor misalnya keadaan lingkungan, pergaulan, keluarga, pengalaman dan lain sebagainya. Sehubungan dengan hal itu, Kartono Kartini (1976) mengemukakan perbedaan karakteristik antara pria dan wanita sebagai berikut : 1. Laki-laki mempunyai interest yang lebih menyeluruh pada soal-soal teoritis, sedangkan wanita lebih tertarik ke hal-hal yang praktis. 2. Laki-laki lebih tertarik pada segi-segi kejiwaan yang bersifat abstrak sedangkan wanita lebih tertarik ke hal yang praktis. 3. Laki-laki lebih bersifat lamban sedangkan wanita bersifat spontan dan impulsif. Ciri ini merupakan sifat yang kontras antara pria dan wanita.
21
4. Laki-laki lebih bersifat egosentris dan lebih suka berpikir ke hal yang obyektif sedangkan wanita lebih bersifat heterosentris dan cenderung bersifat sosial. 5. Laki-laki bersifat ekspansif dan agresif sedangkan wanita lebih mengarah ke keluarga. 6. Jiwa wanita lebih emosional dibandingkan dengan laki-laki dalam menghadapi obyek. 7. Dalam hal efektifitas, laki-laki lebih suka rileks sedangkan wanita lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan ringan. Perlu dijadikan catatan bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan pada uraian di atas tidak merupakan dasar mutlak adanya perbedaan laki-laki dan perempuan. Hal ini masih tergantung variable-variabel lain yang turut membedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini juga sesuai dengan sifat penyesuaian diri yang dapat dipelajari dan dapat berubah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Cohn (1995) mengenai perkembangan kepribadian, anak usia 13 tahun mulai tampak perbedaan dimana remaja perempuan lebih cepat matang dibandingkan dengan remaja laki-laki. Anak perempuan pada umur ini mulai mengembangkan konformitas sosial, sedangkan anak laki-laki masih dalam tahap egosentris. Hasil penelitian Gilligan (1995) menemukan anak perempuan dalam membentuk konsep diri lebih cenderung mencapai sesuatu dihubungkan dengan orang lain. Mereka menilai diri mereka sendiri memiliki kemampuan dengan melihat diri sendiri dan menghubungkannya dengan orang lain.
22
2.6. Hipotesis Atas dasar permasalahan diatas, maka penelitian mengajukan hipotesis sebagai berikut : “Ada perbedaan yang signifikan penyesuaian diri antara siswa putra dan siswa putri kelas X dan XI SMA Muhammadiyah (Plus) Salatiga pada Tahun Ajaran 2012/2013”.
23