BAB II LANDASAN TEORI
2.1. TEORI PELUMASAN 2.1.1
Tujuan Umum Sistem Pelumasan Bila dua permukaan logam ditekan dan kemudian digerakkan maka akan
timbul gesekan. Gesekan mekanis makin besar bila permukaannya dalam keadaan kering. Bila antara dua permukaan itu ada lapisan pelumas sehingga kontak langsung antara kedua permukaan logam itu diperkecil, maka gesekan itu akan turun. Oleh karena itu untuk memperkecil gesekan, maka diberikan lapisan pelumas sehingga gesekan yang terjadi adalah dengan molekul-molekul pelumas.
Gambar.2-1 Dua Buah Benda yang Bergesekan
Bila selalu ada lapisan pelumas antara dua permukaan yang bergesekan, maka minyak pelumas dapat memperkecil gesekan, tetapi harus mempunyai sifat sebagai berikut: a.
Pada
waktu
kedua
permukaan
bergerak,
maka
molekul-
molekul pelumas yang harus bergesekan sesamanya. b.
Lapisan pelumas harus dapat melekat pada
permukaan yang bergesekan
dengan cukup tebal. Pada umumnya gesekan itu tidak mungkin ditampung secara 100% oleh molekulmolekul pelumas sendiri, karena pada keadaan tertentu terpaksa lapisan pelumas akan menipis. 2.1.2
Definisi Sistem Pelumasan Untuk dapat mendefinisikan sistem pelumasan, penulis menguraikan kalimat
sistem pelumasan menjadi dua kata, yaitu: 1. Sistem adalah sekelompok bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja sama untuk melakukan suatu maksud; sistem adalah cara (metoda) yang teratur untuk melakukan sesuatu. (W.J.S. Poerwadarminta,2010: 955). 2. Pelumasan adalah memberikan minyak pelumas antara dua permukaan bantalan, yaitu permukaan yang bersinggungan dengan tekanan saling bergerak satu sama lain. (Bambang Priambodo, 2012: 185).
Maka berdasarkan pengertian tersebut di atas, sistem pelumasan dapat didefinisikan sebagai berikut, sistem pelumasan adalah suatu cara atau metoda kerja yang teratur antara sekelompok bagian-bagian utama pelumasan dengan minyak pelumas untuk melakukan pelumasan sehingga mencapai tujuan, yaitu bagian-bagian yang perlu dilumasi. 2.1.3
Tujuan Pelumasan Tujuan pelumasan pada suatu motor bakar torak adalah:
1. Mengurangi keausan bagian-bagian motor yang bergesekan akibat gerakan. 2. Mendinginkan bagian permukaan yang menjadi panas akibat gesekan atau karena pembakaran bahan bakar dalam silinder. 3. Membantu dalam menyekat (merapatkan) ruangan yang berdampingan dengan permukaan bantalan, misalnya silinder motor dengan toraknya. 4. Membersihkan permukaan dengan mencuci bersih butiran-butiran logam yang dihasilkan dari keausan akibat gesekan. 5. Meredam suara yang ditimbulkan dari dua benda (komponen motor) atau lebih yang saling bergerak dan bergesekan.
2.1.4
Minyak Pelumas
2.1.4.1 Dasar Pengolahan Minyak Pelunas Berbagai jenis bahan bakar minyak dan pelumas dihasilkan dari minyak bumi melalui serangkaian proses pengolahan yang dilakukan pada kilang-kilang minyak. Bahan-bahan yang dihasilkan melalui proses pengolahan minyak diantaranya adalah sebagai berikut: -
Bensin.
-
Avtur (bahan bakar jet).
-
Kerosin.
-
Minyak Solar.
-
Minyak Bakar.
-
Minyak Pelumas.
Sebelum pelumas dapat dipergunakan sebagai produk yang telah ditentukan, harus dilakukan proses pengolahan terlebih dahulu. Menurut Supardi, proses pembuatan minyak pelumas dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Pelumas hasil sulingan
Sesuai dengan sifatnya, pelumas mempunyai titik penguapan yang tinggi, maka untuk penyulingan diperlukan temperatur yang tinggi pula, tetapi hal ini dapat menyebabkan terurainya pelumas. Oleh karena itu, pada pembuatannya dilakukan pada temperatur yang rendah dan penyulingan dihampakan, dilakukan destilasi uap atau kombinasi, kemudian minyak itu diaduk dengan H2SO4 dinetralkan dengan kapur dan sering dilakukan pemucatan, maka dengan jalan ini akan didapatkan pelumas yang stabil. Beberapa jenis pelumas hasil destilasi ini harus dibebaskan dari parafin. Secara skematis pengolahan minyak bumi dapat dilihat dihalaman berikut:
2. Pelumas hasil pengolah dari residu Minyak pelumas yang masih mengandung parafin dan wax yang titik lelehnya tinggi harus dipisahkan melalui pengendapan dan diteruskan dengan proses pemucatan. Bila pelumas terlalu banyak mengandung parafin maka waktu kena dingin akan mengendap dan menimbulkan penyumbatan. Minyak jenis ini mengandung molekul-molekul yang besar yang tidak mengurai pada waktu disuling. Sifat ini malah diperlukan untuk pelumas yang mampu mendapat beban berat. Pada pembuatan pelumas yang baru maka kedua cara di atas dilakukan pengolahan lanjutan yang disebut ekstrasi, dengan maksud untuk menghilangkan pengotoran tertentu. Waktu ekstrasi itu menggunakan macam-macam pelarut seperti phenol, nitro bensol, furfurol, atau campuran belerang dioksida, benzol dan lain sebagainya. Dengan cara ini maka akan terpisahkan bagian-bagian yang aromatis dan yang parafinis. 2.1.4.2 Syarat-syarat Minyak Pelumas Mengingat faktor-faktor penyebabnya kerugian yang terjadi akibat kerusakan minyak pelumas, maka minyak pelumas haruslah mempunyai syarat-syarat sebagai berikut: 1.
Memelihara film minyak yang baik pada dinding silinder sehingga mencegah keausan berlebihan pada lapisan silinder, torak dan cincin torak.
2.
Mencegah pelekatan cincin torak pada alurnya.
3.
Tidak meninggalkan endapan karbon pada bagian atas dari torak dan dalam lubang buang serta lubang bilas.
4.
Tidak melapiskan lak pada permukaan torak dan silinder.
5.
Mencegah keausan bantalan dan porosnya.
6.
Mencuci bagian-bagian motor ketika motor beroperasi.
7.
Tidak membentuk lumpur, tidak menyumbat saluran-saluran minyak pelumas, saringan atau meninggalkan endapan dalam pendinginan minyak pelumas.
8.
Dapat digunakan dengan sembarang jenis saringan.
9.
Penggunaannya hemat, memungkinkan selang waktu lama antara penggantian.
10. Mempunyai sifat baik (cocok) pada waktu start dingin. 11.
Tidak berbusa dan beracun serta dapat mencegah kotoran dalam silinder motor.
2.1.4.3 Sifat-sifat Minyak Pelumas Sifat-sifat minyak pelumas antara lain: 1.
Warna :
Warna pada minyak pelumas biasanya merupakan tanda pengenal, kecuali pada
penggunaan
mulai dari warna
tertentu. Minyak pelumas mempunyai beberapa warna bening sampai warna
gelap.
Warna-warna tersebut
diantaranya ialah warna kuning, merah dan biru karena refleksi sinar beberapa minyak pelumas memberi warna hijau. 2.
Oksidasi : Suatu reaksi kimia yang terjadi antara oksigen dari udara dengan hidrokarbon dari minyak pelumas disebut oksidasi. Terjadinya reaksi oksidasi dari minyak pelumas merupakan peristiwa yang tidak diinginkan, hal ini karena oksidasinya yang dapat larut maupun yang tidak larut dalam minyak pelumas akan memberikan pengaruh negatif. Hasil oksidasi yang tidak larut berupa lumpur akan menyumbat dan merusak lubang-lubang minyak pelumas, pipa saluran minyak pelumas dan filter-filter dari sistem pelumasan. Sedangkan hasil oksidasi yang larut bersifat asam akan tetap ikut tersirkulasikan di dalam minyak pelumas pada saat motor beroperasi. Sifat asam dari hasil oksidasi ini mempunyai pengaruh timbulnya korosi terlebih lagi pada suhu yang tinggi. Asam ini dapat merusak permukaan bantalan dengan menimbulkan lubanglubang dan deposit seperti lem (vernish) yang dapat melekat pada bagianbagian yang penting dari sistem pelumasan motor.
3.
Keasaman :
Bagaimanapun telitinya proses pengolahan minyak pelumas itu dilakukan, hasil dari fraksi minyak pelumas tetap masih mengandung sedikit asam. Hal ini oleh karena ada sedikit bagian yang tidak ternetralisasi selama proses pengolahan. Keasaman dari minyak pelumas dinyatakan dalam angka netralisasi yang mana besaran berat (dalam miligram) dari kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralisir satu gram minyak pelumas. Sifat dari asam pada umumnya korosif terhadap logam. Oleh karena itu, keasaman yang tinggi tidak diharapkan terjadi pada minyak pelumas. 4.
Korosifitas: Minyak pelumas yang biasa dipergunakan untuk mengatasi terjadinya kontak antar logam dengan logam haruslah memiliki sifat anti korosi, sifat ini harus mampu melawan sifat korosi yang timbul. Minyak pelumas yang baik harus bebas dari sulfur (belerang) sebab beberapa ikatan sulfur terutama hidro sulfida yang terkadung di dalam minyak pelumas mempunyai sifat korosi. Oleh sebab itu, dalam proses pengolahan minyak pelumas, sulfat-sulfat tersebut diusahakan untuk dihilangkan atau dikurangi hingga mencapai kadar sulfat yang serendah mungkin.
5.
Titik Nyala: Dari suatu minyak pelumas ialah suhu terendah dimana minyak dipanasi dengan peralatan standar sampai menghasilkan uap yang dapat dinyalakan
dalam pencampurannya dengan udara. Titik nyala secara prinsip ditentukan untuk mengetahui bahaya terbakarnya produk minyak pelumas. Dengan diketahuinya titik nyala, kita dapat mengetahui kondisi maksimum yang dapat dihadapi minyak pelumas tersebut dan kita akan mempergunakan produk tersebut dengan tepat. Hal ini berarti akan memberikan perlindungan pada operasi setiap motor yang mempergunakan produk tersebut dengan tepat. Hal ini berarti akan memberi perlindungan pada operasi kerja setiap motor yang mempergunakan minyak pelumas tersebut. 6.
Emulsipikasi : Yaitu suatu bentuk tindakan kimiawi dalam mana dua zat yang berbeda menjadi suatu zat baru yang mempunyai sifat-sifat fisik yang lain dari kedua zat aslinya. Apabila minyak mineral murni dicampur dengan air murni diwaktu yang singkat degan jelas akan terjadi pemisahan, walaupun demikian apabila minyak pelumas terkontaminasi kekuatan tingkat pemisahannya akan menurun, disamping di dalam air maupun emulsi air di dalam minyak pelumas dikarenakan oleh bahan-bahan yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam motor itu sendiri seperti partikel-partikel logam, debu asam dan sebagainya.
7.
Titik Tuang dan Titik Kabut :
Minyak merupakan campuran dari ikatan kimia, dimana hal ini menjadikan minyak bumi tidak mempunyai titik beku yang pasti. Bila dibandingkan dengan suhu yang rendah minyak tersebut akan menjadi padat seperti plastik yang mana merupakan formasi kristal padat atau hidrokarbon beku. Untuk itu maka titik kabut didefinisikan sebagai suhu dimana kristalisasi mulai terbentuk dengan mula-mula timbul kabut, sedangkan titik tuang didefinisikan sebagai suhu terendah dimana minyak pelumas masih dapat dituang dibawah kondisi tersebut. Titik tuang mempunyai arti yang sangat besar bagi minyak pelumas terutama pada penggunaan suhu terendah. Masalah titik tuang dan titik kabut terutama banyak dihadapi oleh negara-negara beriklim sedang dimana banyak mengalami suhu rendah dan musim dingin. 8.
Kandungan Air dan Sedimen : Air pada dasarnya sangat sedikit dapat melarut dalam minyak pelumas (0,004%) pada suhu normal. Terpisah dari formulasi khusus emulsi, adanya air dalam minyak pelumas sangat tidak diharapkan tetapi jika gravitasi spesifik minyak pelumas mendekati spesifik air maka air akan sulit untuk dipisahkan. Sedimen secara normalnya tidak terkandung
di dalam minyak mineral
pelumas, tetapi kontaminasi dari tangki saluran pembagi dan sumber-sumber masuk lainnya. Walaupun jumlahnya sedikit tetapi dapat memberi tendensi tersumbatnya saluran pipa dan terkumpulnya sedimen-sedimen itu di dasar
tangki. Untuk menghindari adanya sedimen pada minyak pelumas perlu dipasangkan saringan (filter) atau sentrifus. 9.
Kerapatan dan Gravitasi Spesifik : Kerapatan mempunyai dimensi ML-3 yang mana merupakan masa per unit volume pada suhu dan tekanan tertentu. Untuk minyak pelumas dinyatakan dalam satuan gram/cm
sedangkan gravitasi spesifik adalah suatu kuantitas
dimensi yang dinyatakan dalam perbandingan kerapatan dengan kerapatan air pada suhu
yang
telah ditentukan.
minyak pelumas Pada
industri
perminyakan, gravitasi spesifik dari minyak pelumas ditentukan pada suhu 60 F. Jadi suhu minyak pelumas mempunyai gravitasi spesifik 60° F/60° F adalah menyatakan bahwa kera-patan minyak pelumas pada 60° dibagi dengan kerapatan air pada 60° F. Umumnya minyak pelumas mempunyai gravitasi spesifik 60° F/60° antara 0,85-0,90. 10.
Panas Jenis dan Konduktivitas Panas : Panas jenis dan konduktivitas panas diperlukan dalam penggunaan dimana minyak pelumas bekerja sebagai pelumas. Pada suhu 60° F (16° C) hampir semua jenis minyak pelumasrelatif terhadap panas air diantara 0,44 sampai 0,48 dan konduktivitas panasnya sekitar 3xl04 kal/cm s°C.
11.
Viskositas :
Adalah suatu tahanan aliran fluida yang merupakan gesekan antara molekulmolekul cairan satu dengan
yang lainnya. Perubahan viskositas akibat
kenaikan suhu merupakan hal yang sangat penting yang harus dipertimbangkan didalam berbagai jenis penerapan minyak
pelumas untuk mengantisipasi
jangkauan suhu yang tinggi. Sebagai contoh adalah minyak pelumas karter dari
mesin kendaraan bermotor, bila digunakan pelumas yang viskositasnya
rendah akan kurang aktivitasnya dalam melindungi bagian logam yang bergesekan saat motor bekerja karena akan menurunkan lagi viskositas akibat pengaruh suhu yang semakin tinggi. Viskositas minyak pelumas diukur dengan viskometer, yaitu alat yang dapat dipakai untuk mengalirkan sampai habis sejumlah minyak pelumas melalui suatu saluran yang mempunyai diameter tertentu. Biasanya digunakan Saybolt Universal Viskosimeter, angka viskositasnya dalam detik, disingkat s.s.u.(second saybolt universal). Pada Tabel A dapat dilihat klasifikasi viskositas dari minyak pelumas untuk motor bakar torak yang sekarang digunakan. Pada tabel dua diperlihatkan hubungan antara viskositas minyak pelumas, pelumas dengan temperatur, dimana diketahui bahwa kenaikan temperatur akan meyebabkan viskositas minyak pelumas menjadi turun.
Tabel.2. A. Klasifikasi viskositas SAE 300 d untuk minyak pelumas Karter Rekondasi Praktis dari SAE Tingkat
Viskositas
Viskositas SAE
(cP) pada -180 C
Viskositas (cSt) Pada 1000 C (ASTM D 445)
Maksimum
Minimum
Maksimum
5W
1250
3,8
-
10W
2500
4,1
-
20W
10000
5,6
-
20
-
5,6
9,3
30
-
9,3
12,5
40
-
12,5
16,3
50
-
16,3
21,9
Keterangan tabel: SAE
= Society of Automotif Engineer
ASTM = American Society for Testing and Material cSt
= centi Stoke
cP
= centi Poise (suatu kekentalan absolut minyak pelumas) = Winter (menyatakan maksud penggunaan minyak pelumas pada
W
temperatur lingkungan yang rendah)
2.1.4.4 Pengelompokan Minyak Pelumas Minyak pelumas dapat dibagi menjadi sembilan kelompok yaitu: 1. Minyak Sirkulasi Jenis ini merupakan minyak yang tinggi kualitasnya yang mempunyai kekentalan antara 21-550 cs pada 100° F. Minyak pelumas yang termasuk kategori ini antara lain: - minyak turbin uap, - minyak hidrolik, - minyak pelumas sirkulasi,
- minyak pelumas pabrik kertas, - minyak motor bakar. Minyak sirkulasi umumnya terdiri dari persenyawaan parafin dan naften. Untuk minyak sirkulasi sering diberi zat pembubuh. Minyak hidrolik dan minyak turbin uap harus ada zat pembubuh anti oksidasi. Minyak pelumas pabrik kertas, minyak turbin dan minyak hidrolik harus tahan terhadap pembentukan emulsi, oleh karena itu harus diberi zat pembubuh untuk anti emulsi sekalian untuk anti korosi dan anti buih dengan pembubuh inhibitor. Untuk minyak motor bakar dirafinasikan sedemikian rupa agar pelumas itu tahan terhadap oksidasi, untuk meningkatkan daya tahan, biasanya dibubuhi dengan detergen untuk pembersih. 2. Minyak Roda Gigi Dibuat
dari minyak bumi dengan
macam-macam kekentalan yang biasa
disebut minyak dikompondinir dan dibubuhi zat pembubuh supaya daya beban berat. Yang termasuk kelompok ini antara lain SAE 250 dimana pelumasan dilakukan secara tertutup yang pengalirannya dilakukan dengan percikan atau aliran. Untuk pelumas yang kekentalannya rendah dipakai pada roda gigi yang dipakai untuk pelumasan diatas 100°F seperti pada pinion dan lain sebagainya.
Untuk pelumasan roda gigi yang terbuka atau yang diminyaki melalui penetesan dengan tangan maka kekentalan harus lebih tinggi supaya lapisan filmnya tebal yang berputaran rendah tapi sering harus berhubungan dengan panas, seperti turning gear pada konvertor Bassemer, maka dipakai pelumas residual agar molekulnya besar hingga kelumasannya tinggi. Pelumas ini pada waktu dipakai, perlu diinjeksikan dan harus diencerkan dengan diberi pelarut agar mudah mengalir, tapi pelarut ini akan menguap dan pelumas yang akan ditinggalkan kembali menjadi kental. 3. Minyak Mesin Penggunaan biasanya dengan diteteskan oleh orang pada jenis mesin yang terbuka seperti pompa kompresor dan lain-lainnya yang akan efisien hanya dengan pelumasan tetesan. Caranya bisa juga dengan suatu gemuk yang dapat meneteskan pelumas dengan kecepatan yang dapat diatur. Sistem yang dipakai ialah one through, jadi tidak akan kembali lagi. Kemudian dipakai pula dengan sistem ring oiler. Untuk disirkulasikan dipakai
kualitas
pelumas yang lebih tinggi. 4. Minyak Pelumas untuk Mesin Pendingin Jenis pelumas yang dipergunakan untuk mesin-mesin pendingin selalu diusahakan agar jangan sampai masuk permukaan ekspansi coils, karena akan menurunkan efisiensi pada pendingin. Oleh karena itu disediakan suatu pemisah agar jangan sampai masuk ke dalam ekspansion coils.
Syarat utama ialah jangan sampai banyak dipengaruhi pada waktu dingin seperti halnya pada waktu penggunaan type freon yang harus mempunyai kekentalan yang tidak boleh keluar dari toleransinya. Juga flukolasinya harus benar-benar teruji, dan penentuan flukolasi ditentukan pada 60° F terutama bagi pendingin yang jauh dibawah 0° F. Komponen utamanya adalah parafin dan naften, tapi harus bebas dari uap air. Biasanya dimurnikan kemudian dimasukkan ke dalam kontainer sehingga mempunyai kekuatan dielektrik yang besar. Penjagaan pada separator merupakan hal yang mutlak harus mendapat perhatian khusus, karena bila kurang baik bekerjanya dapat masuk pada pendingin yang akan sangat mahal perbaikannya bila rusak. Minyak harus juga dijaga jangan sampai mengandung lilin, karena dapat membuih dalam kompresor sehingga separator tidak mampu menampungnya. 5. Minyak Spindel Minyak ini direncanakan untuk pelumasan mesin tekstil yang mempunyai kecepatan ± 10.000 rprn dan dibuat dari minyak bumi dengan kekentalan ringan sampai sedang antara 10-32 cs pada 100° F (diambil dari pelumas kualitas premium). Untuk yang lebih berat dipakai kekentalan antara 39-76 cs. Sifat yang penting ialah harus tahan terhadap oksidasi. 6. Minyak Silinder Uap
Minyak pelumas ini diberi zat pembubuh berupa lemak.binatang dengan maksud agar meningkatkan daya tahan terhadap pengaruh uap, temperatur dan tekanan. Untuk jenis ini dibagi tiga kelompok berdasarkan kekentalannya. - ringan
100-120 SSU
- sedang
120-150 SSU pada 210° F
- berat
150 SSU keatas pada 210° F
pada 210° F
Minyak ini diujikan pada saluran dengan lubrikator hydrostatik sehingga pelumas ini oleh uap dibawa sebagai titik halus dan dibawa ke dinding silinder piston, katup dan lain sebagainya dan diberi nama lubricating the steam. 7. Pelumas Kabel yang Merentang Yang biasa dipakai ialah type pelumas roda gigi berat, walaupun sekarang sering juga digunakan yang lebih ringan dengan alasan bisa disemprotkan agar masuk diantara lilitan bagian dalam. Kekentalan yang cocok adalah sekitar 600 SSU, juga sering kita bubuhi beberapa persen ter dengan maksud meningkatkan daya tahan dan daya rembes. Pelumas ini digunakan untuk kabel-kabel yang direntangkan secara dingin. 8. Gemuk
ASTM mendefinisikan gemuk itu adalah minyak pelumas hasil bumi yang dikompondinir dengan sabun Ca, Na, Li, dan Ba sehingga membentuk setengah padat. Jenis sabun akan menentukan dalam penggunaan karena daya tahan terhadap air dan lingkungan lain mempunyai kemampuan yang berbeda. 9. Pelumas Padat Jenis pelumas ini sangat penting bagi alat-alat yang besar dan menggunakan beban tinggi tetapi geraknya relatif lambat. Pelumas biasa akan sukar untuk dipakai karena dapat terbakar dan akan boros sekali. Dengan menggunakan bantuan pelumas padat, maka kesulitan ini dapat diatasi. Sebagai contoh gravitasi terhadap pelumas padat disuspensikan dengan minyak pelumas dengan nama oildag, yang banyak dipakai pada pelumasan waktu menarik logam dalam pembuatan kawat lampu pijar.
2.1.4.5
Zat Pembubuh Minyak Pelumas Untuk memenuhi persyaratan minyak pelumas, maka minyak dasar sebagai
hasil pemisahan dimasukkan ke dalam reformer untuk diberi zat pembubuh. Zat pembubuh mempunyai fungsi yang berbeda-beda walaupun sekarang telah ditemukan jenis pembubuh yang berfungsi banyak (multi purpose).
Beberapa zat pembubuh yang penting adalah sebagai berikut: a.
Dispersan tipe metalik
Jenis dispersan ini disebut juga ditergen yang berfungsi sebagai pengikat kotoran dari logam dengan jalan mendispersikan kotoran itu ke dalam pelumas. Oleh karena itu mesin akan selalu bersih karena semua kotoran akan terdispersikan ke dalam pelumas. Yang banyak dikenal dari pembubuh dispersan ini berupa persenyawaan hidrokarbon yang besar dan bersifat polar hingga dapat menarik kotoran ke dalam pelumas. Dapat pula memakai jenis organometal dari sulfat fosfonat dan karboksilat yang dibuat dengan membubuhkan alkalin ke dalam phenol, sulfonat dan karboksilat. Disamping itu juga alkalin ini dapat menetralkan pelumas yang bersifat asam karena terlalu lama dipakai dan ada air di dalamnya. b. Dispersan untuk abu Biasanya yang dipakai adalah persenyawaan organik non metalik yang berperan sebagai dispersan kotoran dalam mesin yang beroperasi pada temperatur rendah dan sering berhenti seperti kendaraan angkutan umum. Persenyawaan organik yang dipakai diambil dari yang bermolekul tinggi dan mengandung rantai hidrokarbon panjang. Gugusan polimernya bisa mengandung unsur nitrogen, oksigen dan posfor. c. Anti oksidasi dan inhibitor korosi
Zat pembubuh anti oksidasi berfungsi untuk menahan akibat terjadinya reaksi oksigen dengan pelumas bila ada air. Yang paling banyak dipakai adalah fenol dan seng ditiofosfat yang dapat memecahkan peroksida oksigen hasil reaksi antara oksigen, pelumas dan air. Zat pembubuh anti korosi berfungsi sebagai inhibitor terhadap serangan asam dari pelumas terhadap bantalan dan bagian-bagian lain dari mesin. Terjadinya asam dalam pelumas dapat terjadi antara lain karena ada produk yang tidak terbakar sempurna dalam ruang bakar dan masuk ke dalam minyak pelumas. Inhibitor dapat mengurangi terbentuknya asam yang akan menahan terjadinya korosi selanjutnya, inhibitor yang sering dipakai adalah seng ditiofosfat yang juga membentuk lapisan lindung pada permukaan bantalan. d. Anti aus Keausan terutama terjadi karena adanya gesekan langsung pada logam dengan logam lain yang dapat menimbulkan abrasi yang diikuti dengan korosi. Gesekan antara logam dengan logam dapat dibatasi dengan zat pembubuh yang dapat menyebabkan minyak membentuk film yang relatif tebal karena terjadinya absorbsi atau reaksi kimia. Seng ditiofosfat banyak dipakai untuk keperluan zat pembubuh anti aus, dapat juga dipakai persenyawaan posfor, belerang atau kombinasinya. e. Penurun kekeruhan
Zat pembubuh jenis ini berfungsi untuk mengurangi terjadinya pengeruhan akibat terjadinya penurunan temperatur yang rendah sekali. Hal ini karena terjadinya pembekuan antara parafin yang masih ada dalam pelumas, terutama pada fraksi pelumas yang berat. Bila terjadi pembekuan parafin dan wak pada minyak Pelumas, maka saluran yang halus banyak tersumbat, kekentalan berubah hingga merupakan gangguan yang sangat berat bagi jalannya mesin.
2.1.4.6 Pengujian Minyak Pelumas Sebagaimana diketahui pelumas yang layak dipakai harus memenuhi persyaratan dan kriteria pelumas yang baik. Untuk menentukan kriteria benar tidaknya pelumas yang kita pakai, maka dilakukan berbagai pengujian antara lain: a. Penentuan Berat Jenis Pengujian berat jenis dilakukan dengan menggunakan alat Aerometer yang dapat dibaca secara langsung berapa berat jenis dari pelumas itu. Pengujian dilakukan dengan cara pelumas yang akan diuji dimasukan ke dalam tabung gelas sampai volume tertentu hingga dapat mengapungkan Aerometer dan berat jenis dari minyak pelumas dapat dibaca langsung.
Gbr. 2-3. Alat Ukur Berat Jenis
b. Penentuan Kadar Air
Gbr. 2-4. Alat Ukur Kadar air
Pengujian dilakukan dengan menggunakan labu dengan cara pelumas yang akan diperiksa dimasukkan bersamaan dengan pelarut yang mudah menguap ke dalam labu. Setelah dipanaskan, maka air akan terbawa oleh pelarut. Pada waktu uap sampai pada pendingin, maka akan mengembun dan air akan berada pada bagian bawah pelarut karena pelarut yang dipilih Berat Jenisnya lebih ringan dari air. Jumlah air tinggal dibaca dan dihitung terhadap jumlah pelumas yang diperiksa. c. Penentuan Destilasi Pelumas yang diuji dimasukan ke dalam labu, kemudian dipanaskan dan temperatur diamati serta dicatat setiap perubahannya. Kemudian volume destilat yang dihasilkan juga dihitung. Destilat terakhir harus dicatat juga suhunya.
Gbr. 2-5. Alat Ukur Destilasi
d. Kadar Abu
Gbr. 2-6. Alat Ukur Kadar abu Untuk mengetahui jumlah berat kadar abu dalam pelumas, maka dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan alat sebuah cawan. Pelumas yang akan diperiksa ditimbang, juga cawannya, kemudian dipanaskan perlahan-lahan. Setelah semuanya habis, kemudian dipijarkan sampai semuanya menjadi abu. Setelah didinginkan ditimbang sampai beratnya konstan. Kadar abu dihitung terhadap berat cairan yang diperiksa. e. Karbon Residu
Gbr. 2-7. Alat Ukur Residu Karbon
Untuk mengetahui jumlah persentase karbon residu pada pelumas dilakukan pada dua buah cawan tertutup. Caranya pelumas yang akan diperiksa ditimbang dengan berat tertentu dimasukan ke dalam cawan kwarts kemudian dimasukkan lagi ke dalam cawan besi yang diberi tutup. Kemudian dimasukkan lagi ke dalam baja yang telah diberi alas pasir. Ketiga cawan ini dipanaskan di atas segitiga nikel krom yang dilindungi asbes pada besi berongga, kemudian ditutup dengan cerobong. Panaskan sampai cairan itu menguap dengan teratur dan sebagian terbakar dengan api yang tidak boleh melewati cerobong yang teratas dan cawan baja warnanya harus sampai merah. Setelah didinginkan, maka cawan kwarts dibiarkan dalam eksikator dan ditimbang residu karbon yang dihitung dalam prosen. f. Penentuan Kadar Belerang
Gbr. 2-8. Alat Ukur Kadar Belerang Bila cairan pelumas yang mengandung belerang, maka belerang akan terbakar menjadi S02. Dengan metoda Lamp, SO2 akan ditampung dalam larutan soda dengan konsentrasi tertentu, tetapi diperkirakan akan berlebih. Kelebihan soda diuji
dengan larutan HCl dengan Normalitet tertentu, maka grek HC1 = grek S02 dari sini dapat dihitung kadar belerang dalam persentase. g. Penentuan Titik Keruh
Gbr. 2-9. Alat Ukur Titik Keruh Pelumas yang akan diperiksa dimasukan ke dalam tabung reaksi sampai volume tertentu, kemudian diberi termometer. Selanjutnya dimasukan ke dalam gelas yang berisi air es. Bila ada pengeruhan, maka segera termometer dibaca dan ditemukan titik keruhnya. h. Penentuan Titik Tuang dan Titik Beku
Gbr. 2-10. Alat Ukur Titik Tuang dan Titik Beku.
Pelaksanaannya sama dengan pengukuran titik keruh, hanya tabung reaksi yang berisi cairan pelumas dimasukkan kedalam termos yang diisi dengan es yang ditambah dengan garam. Bila cairan itu dimiringkan selama waktu tertentu tidak mau bergerak, maka titik beku dapat dibaca dari termometer. Bila yang bergerak hanya bagian permukaan saja, maka disebut titik tuang. i. Penentuan Bilangan Keasaman Cairan yang diperiksa diukur sejumlah tertentu, kemudian dikocok dengan alkohol/air dan dipanaskan sampai mendidih. Pada temperatur 40-50° C dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N dengan indikator penolftalin sampai netral. Bilangan keasaman ditentukan oleh banyaknya mg KOH untuk menetralkan 1 gram cairan. j. Penentuan Kekentalan
Gbr. 2-11. Alat Ukur Kekentalan Alat di atas ditemukan oleh Wilhelm Ostwalt yang prinsipnya sebagai berikut:
Volume cairan tertentu dialirkan melalui pipa kapiler, kemudian dibandingkan dengan cairan yang telah diketahui kekentalannya standar dan diukur waktunya serta diperiksa berat jenisnya. k. Titik Tetes
Gbr. 2-12. Aat Ukur Titik Tetes Titik tetes adalah suatu temperatur dimana gemuk mulai menetes oleh beratnya sendiri berarti dari setengah padat berubah menjadi cair. Pengujian dilakukan dengan cara: cemuk yang berlobang dengan ukuran tertentu diisi dengan gemuk, diberikan pemanasan secara berangsur-angsur hingga termometer media (bat) dan termometer uji tidak berselisih banyak. Pada waktu gemuk mulai menetes dari cemuk maka termometer uji dibaca, dan diteruskan sampai dengan titik tetes. l. Bilangan Pengendapan
Bilangan pengendapan adalah jumlah yang mengendap bila satu bagian pelumas dilarutkan dalam 9 bagian pelarut kemudian disentrifugir dengan rpm tertentu. Tujuannya adalah untuk mengetahui jumlah zat pengotor yang ada dalam pelumas seperti aspal yang belum bisa dihilangkan waktu proses pembuatan dan sifat aspal sukar larut dalam pelumas. Cara pengujiannya dilakukan sebagai berikut: 10 ml pelumas dimasukan ke dalam tabung gelas untuk sentrifugal ditambahkan pelarut sampai isinya 100 ml. Setelah diaduk sampai semuanya homogen dimasukan ke dalam pesawat sentrifugal dengan putaran 1400-1600 rpm selama sepuluh menit. Sedimen semuanya akan terus ke bawah dan dibaca dalam ml. Pada bagian pengendapan ini disamping aspal juga ikut mengendap pasir, dan sebagainya yang dapat di cek lagi melalui kadar abu. m. Bilangan Penetrasi Bilangan penetrasi ialah bilangan yang menunjukan konsentrasi gemuk dengan menghitung jumlah gemuk yang masuk melalui penetrator konis yang berbeban selama 5 detik. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi gemuk dengan melihat lunak atau kerasnya daya tahan gemuk terhadap penetrator yang standar. Cara pengujian dilakukan sebagai berikut: Gemuk dimasukan kedalam kontainer dengan bantuan alat yang namanya Grease Worker supaya jangan ada gelembung udara dan menjadi homogen setara dengan kontainer. Kemudian penetrator konis yang dikaitkan dengan klok ukur dilepas
secara bebas selama 5 detik, dan jarum penunjuk akan membaca berapa jumlahnya, dan akan menunjukan bilangan penetrasi.
Penekean Gemuk
Penetrometter Gbr. 2-13. Alat Ukur Bilangan Penetrasi
n. Pembuihan Tujuannya
adalah untuk mengetahui
sifat pembusaan, karena bila terlalu
membusa akan terjadi overflow. Cara pengujian dilakukan sebagai berikut: Pelumas dipanaskan supaya semua udara yang tertinggal dalam minyak keluar semua, kemudian diambil 200 ml dan masukkan ke dalam gelas ukur yang disimpan dalam bak air supaya temperaturnya konstan pada 72° F, kemudian ditiupkan udara
dengan kecepatan 94 ml/menit dan dilakukan selama lima menit. Setelah itu dibiarkan selama 10 menit kemudian tabung udara dilepas dan tinggal udara diukur langsung pada gelas ukur. Pengujian dilakukan dua kali dan dihitung angka rataratanya. o. Penguapan Pelumas Tujuannya untuk mengetahui
penguapan pelumas pada kondisi kerja
temperatur tinggi, hingga diketahui susutnya selama pemakaian, Caranya sbb :
Gbr. 2-14. Alat Ukur Penguapan
Cara pengujian dilakukan dengan menggunakan alat seperti di atas. Kontainer silindris dikelilingi oleh pipa dengan udara panas cemuk berisi contoh pelumas yang akan diuji yang meinpunyai pembuang udara yang berlebih dan uap minyak yang keluar. Cemuk yang berisi pelumas ditimbang sebelum diuji secara teliti. Aliran udara diatur dengan temperatur antara 200-300° F dengan kecepatan 2 liter/menit selama 22 jam. Kehilangan berat dalam persen merupakan banyak pelumas yang menguap. p. Emulsi Pelumas Tujuannya adalah pelumas yang dipakai pada turbin uap pasti akan berhubungan langsung dengan uap panas. Minyak yang bermutu rendah akan mudah membentuk emulsi dengan air hingga fungsi pelumas akan turun. Dengan pengujian ini akan diketahui apakah pelumas itu tepat atau tidak untuk pelumas turbin uap dan sejenisnya. 2.1.4.7 Pemberian Kode Minyak Pelumas 2.1.4.7.1 Kode A.P.I (American Petroleum Institut) Kode A.P.I memberikan kode pada minyak pelumas cair untuk motor bakar menurut Anton J. Hartono dalam bukunya yang berjudul Lekuk Liuk Liku Pelumas pada halaman 71-75 mengelompokan minyak pelumas berdasarkan kode A.P.I sebagai berikut: Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 2.B. Kode American Petroleum Institute API Tanda
Perian Kerja Mesin API
Perian Pelumas
Status
Mesin
huruf SA
Tak perlu Dulu untuk kerja mesin bensin Pelumas uji
aditif,
dan disel Khas mesin-mesin lama yang bekerja pada kondisi ringan sehingga
tdk
memerlukan
perlindungan
tanpa kecuali
mungkin
zat
penekan titik tuang dan buih.
pelumas
berkompon. Kategori ini tdk menuntut
unjuk
kerja
dan
pelumas kategori ini tdk boleh dipakai dalam mesin kecuali direkomendasikan pembuat. SB
Teknik uji Kerja kuno
mesin
bensin
beban Ada
minimum Khas kondisi
antioksidasi
dan antiscuff.
mesin
bensin
ringan
lama maka
perlindungan cukup minimum.
Pelumas
demikian
mulai
dipakai 1930-an, tahan oksidasi dan antikorosi. Jangan dipakai kecuali
ada
rekomendasi
pabrik pembuat mesin.
SC
Teknik uji Generasi mesin bensin 1966
Pelumas
kuno
syarat
Khas
mesin
bensin
model
sedan dan truk 1964-1967 yang digaransi pabrik selama itu. Pelumas
dapat
mengontrol
endapan (suhu tinggi/rendah), keausan,
karat
dan
penuhi 1964-1967,
Untuk sedan. Unjuk kerja antisludge/antikarat (suhu rendah)
korosi
mesin bensin. SD
Teknik uji Perawatan kuno
Garansi
mesin Pelumas
syarat mobil 1968-
bensin 1968 Khas
mesin
penuhi
bensin
model
sedan/truk 1968-1970 selama dalam masa garansinya dapat
1971.
Terutama
untuk sedan. Ada antislugde/antikarat,
juga untuk model 1971 atau suhu rendah lebih sesuai petunjuk pembuat, ada anti endapan, aus, karat dan korosi dalam hubungan prasyarat API kategori SC, lebih memuaskan. SE
Teknik uji Perawatan kuno
Garansi
mesin Pelumas
bensin 1972 Sesuai sedan + beberapa truk 1972 yang beroperasi pada kondisi garansi. Perlindungan cukup baik terhadap oksidasi, endapan, karat, korasi, lebih
penuhi
syarat
pembuat
mobil
1972-1979,
untuk sedan. Anti oksidan suhu tinggi, antikarat dan anti sludge suhu tinggi.
bagus daripada prasyarat API, SB/SC, boleh dipakai untuk menggunakan rekomendasi SC atau SC, disamping SE sendiri. SF
Teknik uji Perawatan lama
Garansi
mesin Sesuai
bensin 1982 Khas sedan dan beberapa truk
prasyarat
mobil model 19801988
terutama
mulai 1980, sesuai prosedur untuk perawatan Stabilitas
pabrik
sedan.
pembuat. Perlindungan
oksidasi
baik, terhadap
endapan,
antusias lebih baik, dari pada pernis, karat, ausan SE, anti endapan/karat/korosi, dan
pengentalan
baik dapat dipakai untuk mesin suhu tinggi. berprasyarat SE, SD, SC. SG
Teknik uji
Sesuai
Mesin bensin 1989 Khas sedan, van, truk sesuai prosedur perawatan. Kontrol endapan, oksidasi dan ausan lebih bagus daripada katagorikatagori terdahulu. Anti karat dan anti korosi juga baik. Dapat
untuk
kondisi
berprasyarat SF, SE/CC, atau SE/CC.
juga
prasyarat, lebih
tahan
untuk kondisi suhu tinggi, dan stabil terhadap kerusakan pelumas.
API Tanda
Perian Kerja Mesin API
Perian Pelumas
Status
Mesin
Teknik uji Mesin disel beban ringan
Memenuhi
kuno
MIL-L-2104A
huruf CA
Khas
mesin-mesin
disel
beban sedang dengan bahan bakar
tinggi.
Terkadang
pakai bensin. Perlindungan
(1954) berbahan
syarat
disel bakar
belerang rendah.
= korosi dan endapan belt cincin
digunakan
tahun
1940-1950an Tidak boleh dipakai
kecuali
ada
rekomendasi pabrik. CB
Teknik uji Mesin disel beban sedang
Memenuhi
kuno
persyaratan MIL-L-
Khas
mesin
disel
yang
beroperasi sedang, bahan bakar mutu sedang, perlu perlindungan endapan.
ausan
dan
Pelumas
ini
2104A untuk mesin disel
maupun
bensin, bahan bakar berkadar
belerang
diperkenalkan Berpelindung endapan
1949. tinggi. korosi
suhu
dan
.
tinggi
terutama bila bahan bakar mengandung banyak sulfur.
CC
Teknik uji Mesin disel bebn sedang Memenuhi prasyarat lama
MIL-L-2104A
dan mesin bensin. Khas mesin disel alamiah, turbo atau superchange pada kondisi
sedang
sampai
berat, berantikorosi dan anti endapan suhu tinggi/rendah.
dengan anti sludge suhu
rendah
karat,
dan
anti Super
Charge ringan MILL-21048 (1964)
Diperkenalkan tahun 1961. CD
Teknik uji Mesin disel beban berat
Memenuhi prasyarat
aktif
peluma
Khas mesin disel aspiratalamiah,
turbo
atau
istimewa
Cater billar tractor
superchange
yang
perlu untuk mesin disel
kontrol efektif ausan dan supercharge sedang endapan atau bila mesin MIL-L-45199 menggunakan bahan bakar (1958) sulfur tinggi. Pelumas ini diperkenalkan tahun 1955 dan beri ketahanan koresi gir dan endapan suhu tinggi. CE
Teknik uji Mesin disel beban berat aktif
Khas
mesin
superchange
yang
Memenuhi disel
perlu
dikontrol efektif ausan dan endapan atau bila bila mesin menggunakan bahan bakar sulfur tinggi. Pelumas ini
persyaratan istimewa Caterbillar Tractor untuk mesin disel sedang.
superchange MIL-L-
45199 (1958)
diperkenalkan tahun 1955 dan diberi ketahanan koresi gir dan endapan suhu tinggi. CD-11
Teknik uji Mesin disel sikls 2-stroke Memenuhi prasyarat aktif
beban berat
katagori
CD
uji
Khas mesin diesel siklus Detroi diesel V-53T dua-stroke
yang
perlu mesin
siklus
dua
kontrol efektif atas keausan stroke, dan endapan. Pelumas ini turbo/upercharge, juga memenuhi prasyarat anti endapan, dan unjuk kerja API katagori keausan. CD. CE
Teknik uji Mesin diesel beban berat
Memenuhi katagori
aktif
MackTruck, T6 dan
Khas mesin diesel beban berat
turbo/supercharge
tertentu yang dibuat sejak 1983
dab
paada
kondisi
rendah/cepat
dioperasikan kecepatan
dan
beban
berat. Pelumas jenis ini harus memnuhi prasyarat API katagori CC dan CD.
17
(1983),
irit
konsumssi pelumas, antiendapan, ausan, pengentalan pelumas
Turbo,
injek langsung.
2.1.4.7.2. Kode SAE (Society of Automotif Engineer) Kode SAE memberikan kode dengan angka yang menunjukan kekentalan, berarti disamping persyaratan lain yang penting maka ditonjolkan sekali kekentalannya. Disamping itu masih diberi tanda huruf seperti 'w' berarti pelumas itu dipakai di daerah yang sedang musim salju. Contoh: SAE 10W, SAE 5W. Untuk pelumas yang dapat dipakai dalam macam-macam musim maka diberikan tanda rangkap seperti SAE 20/40W ini berarti pelumas itu mempunyai kekentalan SAE 40 pada musim salju, tapi pada musim panas SAE 20. Jenis ini dikenal sebagai Multi Grade oil.
Gambar 2-15. Bagan Alir Minyak Pelumas
2.2. TEORI KOROSI 2.2.1. Pengertian Korosi Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia (1988) pengertian korosi ada tiga arti, yaitu (1) proses perubahan atau perusakan yang disebabkan oleh pengikisan air atau peristiwa kimia, (2) Proses kimia atau elektrokimia yang komplek yang merusak logam melalui reaksi dengan lingkungannya, (3) erosi kimia oleh oksigen (O2) di udara yang menimbulkan batuan yang mengandung besi karat. Ada juga pakar yang mengatakan bahwa: korosi adalah suatu peristiwa dimana reaksi terjadi antara bahan logam dengan lingkungannya. Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa korosi itu adalah proses kimia atau elektro kimia yang kompleks yang dapat merusak bahan/logam dan lingkungannya sehingga menimbulkan perubahan sifat fisik dan kimiawi dari logam atau material yang bisa berkarat tersebut dan akhirnya akan menurunkan ketahanannya. 2.2.2. Jenis-jenis Korosi 2.2.2.1 Korosi Logam Tak Sejenis Korosi logam tak sejenis adalah istilah yang dipakai untuk korosi akibat dua logam berlainan jenis yang menyatu dan membentuk sebuah sel korosi basah sederhana.
Sebutan lain yang sering digunakan adalah korosi dwi logam, atau korosi galvanik. Bagaimanapun sebutan yang terakhir tadi agak kurang tepat karena semua korosi di lingkungan air disebabkan oleh efek galvanik. Kegagalan menyadari masalah yang ditimbulkan oleh bahan sangat mulia dan merupakan bahan penghantar listrik, yaitu grafit telah menyebabkan berbagai korosi galvanik. Bahkan dalam bentuk amorfnya, misalnya grafit, karbon adalah penghantar listrik yang baik yang memungkinkan membentuk sel korosi galvanik. Pengendapan jelaga dari cerobong asap berakibat cukup buruk, tetapi akibat lebih buruk sering kali adalah pelepasan sulfur oksida yang biasanya menyertai jelaga, dan inilah yang disebut hujan asam. Aksi galvanik yang terjadi akibat hujan asam cepat dan sangat merugikan. Titanium sering tidak menimbulkan masalah karena bahan ini tergolong pasif. Kondisi permukaan bahan ini yang segera membentuk selaput oksida mantap di udara menjadikannya sangat tahan terhadap korosi. Alumunium yang merupakan bahan sangat aktif dapat digunakan dalam berbagai aplikasi dengan resiko korosi galvanik yang berkurang banyak sekali berkat lapisan oksida. Banyak bahan lain mengalami efek serupa, misalnya baja nikrat dan paduan nikel. Dalam beberapa kasus, paduan yang mengalami pemasifan secara lambat dapat digunakan dalam kondisi aktif beralih ke kondisi pasif dan korosi galvanik dapat terjadi bila paduan ini membentuk bagian suatu gandengan yang tidak berkesesuaian. Ini khususnya berlaku pada beberapa baja nirkarat.
Menurut teori potensial campuran dan korosi logam tak sejenis sebagai berikut: 1. Deret galvanik meramalkan bahwa logam lebih aktif akan menjadi anoda apabila gandengan itu membentuk sebuah sel korosi basah, sementara logam yang lebih mulia akan menjadi katoda. 2. Laju korosi logam lebih aktif mengalami kecepatan, sementara laju korosi logam lebih mulia terhambat, perhatikan bahwa katoda mungkin masih terkorosi, tergantung besar palarisasi katodik yang diinduksikan 2.2.2.2 Serangan Selektif Adanya cacat bisa menguntungkan, bisa pula merugikan terhadap sifat-sifat rekayasa logam. Sebagai contoh, gerak dislokasi mendatangkan sifat mulur yang bermanfaat, namun di pihak lain, cacat volume seperti retak misalnya, menyebabkan logam patah ketika mengalami tegangan yang lebih rendah dari semestinya. Logam sering mempunyai bermacam-macam cacat volume yang diperoleh akibat proses produksinya; bahkan meskipun
ketidak seragaman ini dapat dikurangi melalui
pengendalian mutu yang seksama, struktur mikroskopik logam biasanya tetap adalah batas butir, yang terbentuk akibat proses pembekuan. Jenis cacat lain seperti dislokasi atau cacat titik, secara statistik mempunyai peluang yang terbatas untuk terjadi pada setiap temperatur diatas nol mutlak akibat energi termodinamik yang dimiliki atom-atom logam. Atom dalam wujud padat mendapat tingkat energi termodinamik terendahnya hanya bila menempati suatu kedudukan
dalam kisi kristal yang sempurna. Jadi setiap atom atau gugusan atom yang tidak membentuk kisi kristal sempurna, secara teoritis akan mempunyai energi bebas lebih positif dan lebih mungkin mendapatkan serangan korosi. Karena proporsi atom-atom yang membentuk cacat biasanya kecil dibanding dengan yang berada dalam posisi kisi normal, proses-proses korosi yang akan terjadi biasanya bersifat lokal, dan ini dapat mengakibatkan kondisi berbahaya terutama bila dijumpai pada komponenkomponen yang mengalami tekanan atau tegangan. Semua korosi yang terjadi di tempat-tempat tertentu pada suatu permukaan logam apapun alasannya, dapat digolongkan sebagai serangan selektif. 1. Korosi Batas Butir Kebanyakan logam yang diproduksi secara besar-besaran untuk keperluan rekayasa memiliki cacat volume. Bahkan logam murni yang bebas dari semua cacat dari proses produksi masih dapat mengalami serangan korosi selektif pada batasbatas butir, yang karena ketidaksesuaian struktur kristal di situ, atom-atom secara termodinamik kurang mantap dibandingkan dengan atom-atom pada kedudukan kisi sempurna,
dan
mempunyai
kecenderungan
lebih
besar
untuk
terkorosi.
Bagaimanapun, kenyataan ini justru memungkinkan kita mengamati ukuran dan bentuk butir, yang merupakan bagian vital dari penelitian metalografi.
2. Korosi Intergranular Korosi intergranular terjadi bila daerah batas butir terserang akibat adanya endapan di dalamnya.Batas butir sering menjadi tempat yang lebih disukai untuk proses-proses pengendapan dan pemisahan yang teramati pada banyak paduan. Pisahan dan endapan berbeda hanya dari cara pembentukannya; dalam kaitan dengan korosi keduanya secara fisik boleh dianggap berbeda dari bahan selebihnya, dengan energi termodinamik masing-masing yang berbeda. Bahan-bahan ini terdapat dalam struktur logam dalam dua macam: a) Logam antara (intermetalik), yaitu unsur yang terbentuk dari atom-atom logam yang mempunyai rumus kimia yang mudah dikenali. Unsur ini bisa bersifat anoda atau katoda terhadap logam utama. b) Senyawa, yaitu bahan yang terbentuk dari logam dan unsur-unsur bukan logam, seperti hidrogen, karbon, silikon, nitrogen dan oksegen. Besi karbida dan mangan sulfida, dua unsur pembentuk baja yang penting, keduanya bersifat katoda terhadap ferit. Pada prinsipnya, setiap logam yang mengandung logam antara atau senyawa pada batas-batas butirnya akan rentan
terhadap korosi
intergranuler. Paling
sering dialami oleh baja
nirkarat austenitik, tetapi dapat juga terjadi pada baja nirkarat feritik dan baja nirkarat dua-fase, serta paduan-paduan tahan korosi berbasis nikel.
Paduan-paduan alumunium bisa terserang korosi intergranular dengan parah. Pada paduan alumunium sangat kuat
yang
digunakan
untuk
pesawat
terbang,
pengendalian endapan yang baik pada batas-batas butir maupun pada butir-butirnya yang menentukan kekuatan pengelasan baja nirkarat austenitik adalah suatu contoh biang keladi kegagalan-kegagalan yang serius di masa lampau. Karena masalah yang begitu serius maka sekarang orang-orang telah mengembangkan pada yang memiliki peluang untuk mengalami pengendapan di batas butir jauh yang lebih kecil. Kendatipun demikian, masih ada laporan bahwa baja nirkarat tipe
304
tetap
dikhususkan untuk penggunaan dalam pembangunan reaktor-reaktor air mendidih, di balik kesadaran tentang bahaya akibat peluruhan las. Selain itu, bukti telah ditemukan bahwa pemekaan dan bahaya akibat peluruhan las dapat terjadi dalam rentang 300-320° C bila inti-inti kromium karbida sudah ada lebih dahulu di daerah batas butir. Istilah baja nirkarat dimantapkan digunakan untuk paduan yang tak rentan terhadap korosi intergranuler. Kita dapat memantapkan baja nirkarat austenik, seperti contoh FeCr18Ni8 yang digunakan di atas, dengan menambahkan sedikit titanium atau niobium. 3. Peluruhan Selektif Sebagaimana tersirat, peluruhan selektif adalah pelepasan netto sebuah unsur dari paduan.dan karena itu sering disebut dealloying atau demetalification. Yang
terserang mungkin seluruh permukaan yang terbuka sehingga bentuk keseluruhan tidak berubah, namun demikian hilangnya sebuah unsur paduan dalam jumlah besar menjadikan logam berpori-pori dan hampir tanpa kekuatan mekanik lagi. Kadangkadang efek ini bersifat sangat lokal sehingga yang terbentuk bukan pori melainkan lubang. Seperti jenis-jenis korosi lain, penyebab utama peluruhan selektif adalah efek galvanik antara unsur-unsur berlainan yang membentuk paduan, walaupun faktor-faktor lain seperti kandungan udara dan temperatur yang berbeda juga penting.
Gbr. 2-16. Korosifitas pada Baut Sebuah baut berdiameter 12 mm, yang mengalami peluruhan, korosi terus-menerus hingga kedalaman 3 mm dan menimbulkan perapuhan yang parah.
2.2.2.3
Korosi Celah Orang sudah terlanjur percaya bahwa baja nirkarat mempunyai ketahanan
luar biasa terhadap korosi sehingga bahan ini yang dipilih karena masalah korosi pasti terpecahkan. Walaupun memang baja nirkarat memperlihatkan kehebatannya dalam berbagai situasi, pada beberapa penerapan tertentu justru sangat buruk sehingga harus diwaspadai.
Banyak kegagalan pada komponen-kompenen baja
nirkarat yang telah terjadi akibat korosi di celah-celah, atau di bagian-bagian yang tersembunyi karena volume-volume kecil elektrolit yang terperangkap di situ bisa jauh lebih agresif di bandingkan dengan dalam volume besar. Mekanisme korosi celah, di masa lampau penggunaan istilah korosi dibatasi hanya untuk serangan terhadap paduan-paduan yang oksida-nya terpasifkan oleh ion-ion agresif seperti klorida dalam celah-celah atau daerah-daerah permukaan logam yang tersembunyi. Serangan dalam kondisi serupa terhadap logam tidak terpasifkan dahulu disebut korosi aerasi diferensial. Korosi aerasi diferensial dan korosi sel konsentrasi adalah istilah-istilah yang menunjukkan ke aspek-aspek mekanisme korosi di dalam celah atau retakan, sedangkan nama-nama lain yang kurang umum timbul dari situasi-situasi khusus di tempat korosi celah ditemukan, misalnya korosi defosit, korosi retakan, korosi paking, korosi antar muka, korosi tapal, korosi garis air, dan korosi pasak. Jadi definisi yang umum dan baik untuk korosi celah ialah serangan yang terjadi karena
sebagian permukaan logam terhalang atau terasing dari lingkungan dibanding bagian logam lain yang menghadapi elektrolit dalam volume besar.
Gbr. 2.17 Mekanisme Fontana-Greene pada Korosi Celah 2.2.2.4
Korosi Sumuran Korosi sumuran adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian
permukaan logam yang :
1) selaput pelindungnya tergores atau rusak akibat perlakuan mekanik, 2) mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami atau tersisa. 3) mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segresi atau presepitasi. Pengamatan terhadap lubang-lubang atau ceruk-ceruk akibat korosi celah kadangkadang dapat menyebabkan kita bingung tentang perbedaan antara kedua bentuk korosi itu. Bila selembar baja lunak yang bersih dibiarkan kehujanan dalam beberapa hari akan terkorosi dengan cepat dan karat yang terbentuk akan berupa endapan keras, keropos atau tonjolan-tonjolan bundar pada bagian-bagian tertentu dimana titik-titik air menggenang lebih lama. Kalau karat itu dihilangkan dengan sikat kawat, kita akan menjumpai lubang-lubang yang ditempat semula tertutup hasil korosi. Pada tahapan ini kita menggunakan istilah karat karena dalam pengertian sehari-hari kata karat berarti produk korosi kecoklatan yang terbentuk di permukaan besi atau baja yang
terkorosi. Sebagaimana kita akan lihat di bawah,ini kita
menggunakan istilah karat karena dalam pengertian sehari-hari kata karat berarti produk
korosi kecoklatan
yang terbentuk di permukaan besi atau baja yang
terkorosi. Sebagaimana kita akan lihat di bawah, produk korosi ini sesungguhnya suatu campuran dari sejumlah bahan kimia sehingga kata karat sebetulnya mempunyai makna lebih tepat.
Mekanisme sumuran akibat aerasi diferensial di bawah butir air adalah: a. Korosi
umum
menyebabkan
di
seluruh
berkurangnya
permukaan kandungan
logam oksigen
basah dalam
elektrolit yang di dekatnya. b. Karena oleh
lebih oksigen
panjangnya untuk
lintasan
mencapai
bagian
yang
harus
tengah
maka
ditempuh bagian
ini menjadi anoda. Akibatnya pelarutan logam terjadi di bagian tengah titik air dan reaksi ion-ion hidroksil menyebabkan penumpukan produk korosi di sekitar lubang sumuran dan membentuk cincin karat. Pembentukan sebuah ceruk didahului oleh korosi biasa di seluruh permukaan yang dibasahi air, mungkin akibat efek batas butir sederhana. Konsumsi oksigen pada reaksi katoda normal pada larutan netral menyebabkan terjadinya gradien konsentrasi oksigen dalam elektrolit. Mudah dipahami bahwa daerah basah yang bersebelahan dengan udara atau antar muka elektrolit menerima oksigen dari difusi lebih banyak daripada daerah pusat tetesan air yang terletak paling jauh dari sumber pemasokan oksigen.Gradien konsentrasi ini di daerah tengah itu mengalami polarisasi anodik sehingga terlarut dengan aktif.
Gbr. 2-18 Mekanisme korosi Sumuran Ion-ion hidroksil yang dibangkitkan di daerah katoda terdifusi ke arah dalam dan bereaksi dengan ion-ion besi yang terdifusi ke arah luar, sehingga terjadilah pengendapan produk korosi tak dapat larut di sekeliling cekungan atau ceruk. Ini selanjutnya menghambat difusi oksigen, mempercepat proses anodik di pusat tetesan, dan menyebabkan reaksi bersifat otokatalitik. Sampai di sini ada baiknya kita memahami betul bagaimana ekspresi yang disederhanakan dalam pembuatan persamaan. Langkah-langkah terjadi mungkin sebagai berikut: a) Fe + H20
------------------>
Fe (H20) ads
b) Fe (H20) ads ------------------->
Fe(OH~)ads + H+
c) Fe(OH~) ads ------------------->
Fe(OH~) + e~
d) Fe(OH) ads
Fe(OH)- + e~
-------------------->
e) Fe(OH)+ + H+ ---------------------> Dalam
Fe2+ + H20
ekspresi-ekspresi di atas, ads adalah
kependekan dari
adsorbed dan
menyiratkan bahwa reaksi berlangsung dalam fase di antara permukaan padat/cair. Kalau diringkaskan kelima persamaan diatas akan membentuk suatu persamaan sebagai berikut: Mula-mula yang terjadi adalah reaksi hidrolisis, yang serupa dengan mekanisme korosi celah, dimana keasaman meningkat. Fe2+ + H20
----------------------> Fe(OH)+ + H+
besi (II)
besi (III)
Pembentukan ion-ion besi (III) adalah suatu reaksi oksidasi yang dimudahkan oleh kehadiran oksigen. Bahkan meskipun sudah tergabung dalam ion Fe(OH)+, besi masih dapat teroksidasi menjadi besi (III), misalnya: 2Fe2+ 1/2 02 + 2H+
------------------> 2Fe3+ + H20
atau
2Fe(0H)+ + 1/2 02 + 2H+------------------> 2Fe(0H)2 + H20 Reaksi-reaksi hidrolisis selanjutnya dimungkinkan, yanq menyebabkan larutan semakin asam. Fe(OH) 2 +
+ Ho0
■> Fe(OH)-? + H"
> 3Fe(0H)2+ + 3H+
Fe3 + 3H2Q
Semua ion besi dalam persamaan adalah ion-ion besi (III). Dua hasil korosi utama disini, magnetit dan karat, berturut-turut dinyatakan dengan rumus Fe304 dan FeO(DH) ferooksida dan terbentuk dari unsur ionik kompleks, yakni: 2Fe(QH) 2+ Fe(OH)~
+Fe2+ +
+ 2GH~
* karat
2H20
> Fe3D4 + 6H+ dan
> FeQ(OH) + H20
Hasil korosi yang tumbuh di permukaan lubang dan di sekitarnya membentuk keropeng dan mengisolasi elektrolit di dalam lubang dari elektrolit di luarnya. Kita yakin bahwa proses otto katalitik yang terjadi dibantu oleh meningkatkan konsentrasi ion klorida di dalam lubang. 2.2.2.5 Korosi Erosi Korosi erosi adalah sebutan yang maknanya sudah jelas dengan sendirinya untuk membentuk korosi yang timbul ketika logam terserang akibat gerak relatif antara elektrolit dan permukaan logam. Meskipun proses-proses elektrokimia juga berlangsung, banyak contoh bentuk korosi ini yang terutama disebabkan oleh efek-efek mekanik seperti pengausan, abrasi dan gesekan. Logam-logam lunak khususnya mudah terkena serangan macam ini, misalnya tembaga, kuningan, alumunium murni dan timbal, tetapi kebanyakan logam lain juga rentan terhadap korosi erosi, namun kondisi-kondisi aliran yang tertentu. Tiga efek pengausan menurut kondisi aliran korosi dalam kondisi aliran laminer, kerusakan akibat kondisi turbulensi, peronggaan, bentuk khusus korosi erosi terhadap bahan akibat lingkungan yang mengalir sangat deras. Ketika suatu fluida mengalir melintasi permukaan
logam, kita
dapat
membayangkannya sebagai beberapa lapisan sejajar, yang masing-masing bergerak dengan kecepatan berbeda. Lapisan yang paling lambat adalah lapisan yang paling dekat dengan permukaan logam terdapat gaya-gaya gesek dan tumbukan-tumbukan molekul dengan permukaan yang tidak
60
beraturan paling besar, dan kecepatan lapisan itu meningkat hingga maksimum pada jarak tertentu dalam badan fluida. Efek ini dikenal sebagai aliran
laminer dan akibat yang dapat ditimbulkan bermacam-macam,
namun sebagian mungkin justru menguntungkan. Turbulensi sering tak terhindarkan karena fluida terpaksa mengalir dari daerah tidak terhambat ke lubang kecil atau ruang lain yang mempunyai rintangan. Akibatnya, korosi akibat erosi sering di ujung masukan pipa-pipa pendingin dan penukar panas. Korosi erosi ini mudah dikenali karena dapat menciptakan efek-efek yang agak aneh serta indah berupa ceruk-ceruk, lubang-lubang bundar, atau parit-parit.
61