7
BAB II KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM KEGIATAN FIELD TRIP PADA KONSEP EKOSISTEM
A. Keterampilan Proses Sains 1.
Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif
atau intelektual, manual, dan sosial (Rustaman, 2007). Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses sains siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam keterampilan proses sains karena memungkinkan siswa untuk melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Interaksi dengan sesamanya dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan merupakan keterampilan sosial. Pembelajaran yang mendasar yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman pada keterampilan proses dapat digunakan sebagai dasar untuk membangun pemahaman yang lebih luas pada tingkat selanjutnya (Ango, 2002). Dalam pembelajaran sains yang menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, sebaiknya guru bertindak sebagai fasilitator dan berprinsip pada bagaimana siswa belajar dan bukan pada apa yang harus dipelajari siswa. Implementasi pembelajaran yang menggunakan pendekatan ini, sebaiknya guru tidak memberikan konsep langsung pada siswa, tetapi berusaha untuk membimbing dan menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan siswa dapat menguji dan menemukan fakta ataupun konsep-konsep baru. Diharapkan keterampilanElanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8
keterampilan
tersebut
dapat
menjadi
roda
penggerak
penemuan
dan
pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai (Semiawan, et al., 1987:18). 2.
Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses terdiri dari sejumlah keterampilan yang satu sama
lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan tersebut. Menurut Rustaman, et al. (2005), jenisjenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya No Keterampilan Proses Sains Karakteristik 1 Melakukan pengamatan Menggunakan indera penglihatan, (observasi) pembau, pendengar, pengecap, dan peraba. Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan. 2 Mengelompokkan Mencatat hasil pengamatan secara (Klasifikasi) terpisah. Mengontraskan ciri-ciri. Mencari perbedaan dan persamaan. Membandingkan. Mencari dasar penggolongan atau pola yang sudah ada. 3 Menafsirkan Pengamatan Menghubung-hubungkan hasil (Interpretasi) pengamatan. Menemukan pola atau ketentuan dari suatu seri pengamatan. Menyimpulkan. 4 Meramalkan (Prediksi) Menggunakan pola-pola hasil pengamatan. Mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecenderungan. 5 Mengajukan Pertanyaan Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana, ataupun menanyakan latar belakang hipotesis. Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
9
6
7
8
9
10
11
Berhipotesis
Mengetahui ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari suatu kejadian. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan masalah. Merencanakan Percobaan Menentukan alat dan bahan. atau Penyelidikan Menentukan variabel. Menentukan apa yang diamati, diukur, atau ditulis. Menentukan cara dan langkah kerja. Menentukan cara mengolah data. Menggunakan alat atau Memakai alat dan bahan. bahan Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat atau bahan. Mengetahui bagaimana menggunakan alat atau bahan. Menerapkan Konsep atau Menjelaskan sesuatu peristiwa dengan Prinsip menggunakan konsep yang telah dimiliki. Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. Berkomunikasi Membaca grafik, tabel, atau diagram. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram. Menjelaskan hasil percobaan. Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas. Mendiskusikan hasil kegiatan. Melaksanakan percobaan atau eksperimen. (Sumber: Rustaman, et al., 2005) Untuk memperjelas masing-masing butir dalam keterampilan proses sains,
dibawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing butir, yaitu: a.
Pengamatan (Observasi) Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah yang
mendasar (Semiawan, et al., 1987:19). Kemampuan melakukan pengamatan sangat penting untuk mengembangkan keterampilan yang lainnya. Pengamatan Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
10
pada suatu objek atau gejala alam dilakukan dengan menggunakan berbagai alat indera. Keterbatasan kemampuan alat indera seringkali menjadikan pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat bantu pengamatan. Keterampilan ini sangat berharga dan penting dalam proses mengajar dan mempelajari sains (Ango, 2002). Akan tetapi untuk dapat benar-benar menerapkan keterampilan observasi secara sempurna dalam kegiatan pembelajaran ada beberapa faktor yang mempengaruhi menurut Ango (2002), salah satunya adalah terkait usia, kualifikasi (tingkat pendidikan), dan pengalaman mengajar guru. b.
Mengelompokkan (Klasifikasi) Keterampilan mengelompokkan yaitu keterampilan dalam menyusun
benda atau kejadian dengan mengamati persamaan, perbedaan, dan kemudian menggolongkan benda atau kejadian tersebut berdasarkan tujuan tertentu. Menurut Semiawan, et al. (1987:23) dalam membuat pengelompokkan dituntut kecermatan dalam mengamati, semakin tinggi tingkat pendidikan siswa maka semakin rumit jenis klasifikasi yang dapat dilatih. Keterampilan klasifikasi merupakan salah satu keterampilan proses yang penting, menurut Ango (2002) klasifikasi dapat memberi gambaran sejauh mana siswa memahami sesuatu. c.
Menafsirkan (Interpretasi) Menafsirkan yaitu keterampilan proses menafsirkan sesuatu yang
dikumpulkan melalui pengamatan, perhitungan, penelitian, atau eksperimen. Melalui gambar dan tabel, guru dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan interpretasi dengan meminta siswa menemukan pola dari sejumlah
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
11
data yang sudah dikumpulkan, lalu mengajak siswa mengartikan maknanya dengan menarik kesimpulan (Rustaman, et al., 2003). d.
Meramalkan (Prediksi) Keterampilan meramalkan mencakup keterampilan dalam mengajukan
perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi atau yang akan terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada (Rustaman, 2007). Prediksi dapat dilakukan berdasarkan tabel dan grafik dari hasil pengamatan, pengukuran atau penelitian yang memperlihatkan gejala tertentu. e.
Mengajukan pertanyaan Kemampuan mengajukan pertanyaan baik pertanyaan yang meminta
penjelasan tentang apa, mengapa, dan bagaimana ataupun menanyakan sesuatu hal yang berlatar belakang hipotesis (Rustaman, 2007). Keterampilan proses mengajukan pertanyaan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkap apa yang ingin diketahuinya serta dapat mencerminkan cara berpikir siswa. Keterampilan ini merupakan salah satu keterampilan yang paling umum dalam keterampilan proses pada penemuan sains. Keterampilan ini juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Menurut Ango (2002) pertanyaan merupakan suatu jalan penting bagi guru dalam upaya membuat pembelajaran sains menjadi lebh hidup dan dapat lebih melibatkan siswa dalam pembelajaran. f.
Berhipotesis Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan
perkiraan penyebab sesuatu terjadi (Rustaman, 2007). Berhipotesis melibatkan Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
12
keterampilan menduga sesuatu, menguraikan sesuatu yang menunjukkan hubungan sebab akibat antara dua variabel pengetahuan yang telah dimilikinya. Penyusunan hipotesis adalah salah satu kunci pembuka tabir penemuan berbagai hal baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan siswa, latihan-latihan yang semakin sulit dapat diperkenalkan kepada siswa agar lama-kelamaan siswa semakin terampil menyusun hipotesis yang lebih jitu dan terarah (Semiawan, et al., 1987). g.
Merencanakan percobaan Menurut Semiawan, et al. (1987:26) kegiatan merencanakan percobaan
tidak lain adalah usaha menguji atau mengetes melalui penyelidikan praktis. Keterampilan ini meliputi kemampuan dalam menentukan alat dan bahan yang diperlukan pada suatu percobaan, menentukan variabel kontrol, variabel bebas, menentukan apa yang diamati, diukur, atau ditulis serta menentukan cara dan langkah kerja yang mengarah pada pencapaian kebenaran ilmiah. Keterampilan merencanakan percobaan membantu siswa dalam memproses informasi yang diperoleh dari objek atau peristiwa disekitarnya (Rustaman, 2007). h.
Menggunakan alat atau bahan Keterampilan menggunakan alat atau bahan merupakan keterampilan
siswa dalam menggunakan atau memilih alat dan bahan yang tersedia yang tepat untuk suatu percobaan (Rustaman, 2007). Keterampilan dalam menggunakan alat dan bahan yang tepat dengan prosedur pemakaian yang benar dapat mendukung keakuratan hasil dan keselamatan kerja selama kegiatan ilmiah berlangsung.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13
i.
Menerapkan konsep Keterampilan dalam menerapkan konsep dapat dilihat ketika siswa mampu
menjelaskan peristiwa baru dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki dan mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru (Rustaman, 2007). Keterampilan menerapkan konsep menjadi penunjang dalam memantapkan dan mengembangkan konsep/prinsip yang telah dimiliki siswa, mengembangkan kemampuan intelektual siswa dan merangsang siswa untuk lebih banyak mempelajari suatu hal. j.
Berkomunikasi Keterampilan dalam berkomunikasi meliputi mencatat hasil pengamatan
yang relevan dengan percobaan, mentransfer suatu bentuk penyajian ke bentuk penyajian yang lainnya atau menggunakan kriteria untuk menyajikan data ke bentuk yang dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain (Rustaman, 2007). Keterampilan berkomunikasi dapat berupa keterampilan berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Keterampilan berkomunikasi secara tulisan dapat dilihat dalam penyusunan laporan, penyajian data hasil percobaan atau catatan mengenai hasil percobaan, sedangkan keterampilan berkomunikasi secara lisan dapat dilihat dalam kegiatan diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. k.
Melaksanakan percobaan atau eksperimen Keterampilan melaksanakan percobaan merupakan kemampuan dalam
melaksanakan kegiatan ilmiah sesuai dengan rencana kegiatan yang telah dibuat. Pelaksanaan percobaan ini meliputi tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir (Rustaman, 2007). Menurut hasil penelitian Choji (1992, dalam Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14
Ango, 2002) mengungkapkan bahwa pengalaman siswa dengan alat dan kegiatan eksperimen memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan pemahaman siswa mengenai sains dan eksperimen merupakan sebagai proses dalam sains. B. Motivasi Belajar Menurut Wlodkowski (dalam Warsita, 2008:81) motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Secara garis besar motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu. Sehubungan dengan itu maka terdapat tiga fungsi motivasi; (1) mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan, (2) menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan fungsi tersebut, motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya, (3) menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan. Warsita, B (2008) membagi motivasi berdasarkan sumbernya menjadi dua, yaitu:
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
15
1. Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motivasi yang menjadi aktif atau akan berfungsi tanpa perlu ada perangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Oleh karena itu, tingkah laku yang dilakukan seseorang disebabkan oleh kemauan sendiri bukan dorongan dari luar. 2. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik merupakan motif yang aktif dan berfungsi karena adanya dorongan atau rangsangan dari luar. Tujuan yang diinginkan dari tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak diluar tingkah laku tersebut. Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting, sebab kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah, dan juga mungkin komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa, sehingga diperlukan adanya motivasi ekstrinsik. Untuk mengetahui tingkat motivasi belajar pada siswa, yang dapat dilakukan adalah dengan mengidentifikasi indikator-indikator yang merupakan ciri-ciri dimensi motivasi itu sendiri. Dalam penelitian ini indikator motivasi yang digunakan mengacu pada indikator motivasi yang diungkapkan oleh Makmun (2007:40). Indikator-indikator yang dimaksud antara lain; (1) durasi kegiatan (berapa lama kemampuannya untuk melakukan kegiatan), (2) frekuensi kegiatan (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode tertentu), (3) persistensinya (ketetapan dan kelekantannya) pada tujuan kegiatan, (4) ketabahan, keuletan, dan kemampuannya dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk mencapai Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
16
tujuan, (5) devosi (pengabdian) dan pengorbanan (uang, pikiran, tenaga, bahkan nyawanya) untuk mencapai tujuan, (6) tingkatan aspirasi (maksud, rencana, citacita, sasaran atau target, dan idolanya) yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan, (7) tingktan kualifikasi prestasi atau produk/output yang dicapai dari kegiatannya (berapa banyak, memadai atau tidak, memuaskan atau tidak), (8) arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan (like or dislike; positif atau negatif). C. Field trip sebagai Metode Pembelajaran 1.
Pengertian, Kelebihan dan Kekurangan Field Trip Metode karyawisata (field trip) adalah suatu cara penyajian pembelajaran
dengan membawa siswa mempelajarai materi di luar kelas. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas akan memberikan suasana belajar baru yang lebih menyenangkan bagi siswa. Proses pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami, merasakan, mangamati suatu objek, menganalisis, membuktikan serta menarik kesimpulan sendiri. Adapun menurut Uno dan Mohamad (2011: 146) metode ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangannya. Beberapa kelebihan dari metode field trip; (1) karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran, (2) membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat, (3) pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak, (4) motivasi belajar siswa akan lebih bertambah karena siswa mengalami suasana belajar yang berbeda dari biasanya, (5) suasana yang nyaman memungkinkan siswa tidak mengalami kejenuhan ketika menerima materi, (7) membuka peluang kepada siswa untuk berimajinasi. Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
17
Adapun beberapa kekurangan dari metode field trip; (1) memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak, (2) memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang, (3) dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan, (4) memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik siswa di lapangan, (5) biayanya cukup mahal, (6) memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran dan keselamatan siswa. 2.
Tahapan-Tahapan Field Trip Agar penggunaan field trip dapat efektif, maka pelaksanaannya perlu
memperhatikan langkah-langkah yang di adaptasi dari Pasquier dan Narguizian (2006) yang meliputi tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pasca pelaksanaan. Adapun tahap persiapan meliputi; (1) menetapkan tujuan, (2) mempertimbangkan dan menetapkan objek, (3) menetapkan alokasi waktu, (4) memperhitungkan jumlah siswa yang akan mengikuti kegiatan field trip, (5) mempersiapkan perlengkapan belajar yang diperlukan dalam mempelajari objek, (6) memberikan penjelasan tentang cara mengisi lembar kerja siswa, (7) memperhitungkan keadaan iklim, musim atau cuaca, (8) menjelaskan secara global keadaan objek yang akan dikunjungi, (9) membentuk kelompok-kelompok siswa dan menentukan tugas kegiatan untuk masing-masing kelompok. Tahap pelaksanaan antara lain; (1) semua siswa melakukan observasi sesuai dengan tugas-tugas yang telah dibicarakan dalam kelas dan tetap berada dalam kelompok-kelompok yang telah ditentukan, (2) tata tertib atau disiplin selama berada di lokasi field trip harus dipegang teguh guna menghindarkan Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
18
terjadinya kecelakaan atau gangguan-gangguan terhadap objek-objek yang sedang diobservasi, (3) semua siswa harus teliti memperhatikan semua objek, mencatat, dan dengan cermat mendengarkan informasi yang sedang diberikan oleh guru atau petugas di lokasi field trip. Tahap yang terakhir adalah tahap pasca pelaksanaan yang meliputi; (1) mengadakan diskusi mengenai segala hal yang ditemukan oleh siswa, (2) menyelidiki apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan atau belum, (3) menugaskan kepada siswa untuk menyusun laporan atau paper mengenai kegiatan yang telah dilaksanakan, (4) mengidentifikasi kekurangan, kesalahan, dan kesulitan yang dialami. D. Keterkaitan antara Field Trip dengan Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa kegiatan field trip merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas. Metode field trip diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung dari objek yang dilihat siswa, mendapat pengalaman belajar yang baru serta memiliki rasa tenggung jawab terhadap sesuatu, siswa diharapkan mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dalam pembelajaran. Samatowa ( 2006, dalam Uno dan Mohamad, 2011:146) mengatakan bahwa pembelajaran sains dapat dilakukan di luar kelas (out door education) dengan memanfaatkan lingkungan sebagai laboratorium alam. Di samping itu, Depdiknas (1990, dalam Uno dan Mohamad, 2011:145) mengemukakan bahwa belajar dengan menggunakan lingkungan memungkinkan siswa menemukan Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
19
hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata, konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan, dan hubungan. Secara garis besar pembelajaran dengan metode field trip ini memiliki beberapa kelebihan yang berhubungan dengan perubahan suasana belajar serta pengalaman belajar siswa. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan merupakan suatu hasil dari pengalamannya sendiri. Hal ini dapat dilakukan siswa melalui kegiatan penyelidikan dan pengamatan siswa sendiri sehingga diharapkan mampu melatih keterampilan siswa dalam mengaplikasikan konsep biologi yang telah ada. Untuk itu salah satu usaha yang dilakukan dalam pembelajaran IPA adalah dengan menggunakan keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains dapat membantu siswa dalam menjelajahi dan memahami alam sekitar. Keterampilan proses sains adalah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman (Ibe, 2004 dalam Nwagbo, 2011). Selain itu, Uno dan Mohamad (2011 : 136) mengatakan bahwa dengan memanfaatkan lingkungan dalam proses pembelajaran dapat memperkuat motivasi belajar siswa pada pembelajaran, khususnya pembelajaran IPA karena mereka dihadapkan langsung dengan situasi konkret bahkan menjadi cambuk tersendiri untuk mengamati, mengidentifikasi, bereksperimen, dan membuat hipotesis. Metode field trip ini juga dapat memberikan suasana belajar berbeda yang memungkinkan siswa tidak mengalami kejenuhan ketika belajar sehingga diharapkan motivasi belajar siswa akan bertambah. Pengalaman belajar yang nyata dapat membuat siswa lebih leluasa dalam berpikir dan berimajinasi dengan Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
20
mengeksplorasi informasi sebanyak mungkin dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, metode field trip ini dapat digunakan untuk melatih keterampilan proses sains siswa. Semakin banyak siswa diperkenalkan untuk melakukan berbagai keterampilan proses sains khususnya mengenai hal yang ada di alam secara langsung, maka semakin banyak pengalaman belajar yang diterima sehingga memungkinkan motivasi belajar siswa pun akan semakin besar. E. Tinjauan Materi Ekosistem Ekosistem merupakan salah satu pokok bahasan yang dipelajari di kelas VII semester 2. Standar Kompetensi (SK) yang terdapat dalam Kuikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), untuk konsep Ekosistem adalah, “Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem”. Adapun SK ini dijabarkan dalam salah satu Kompetisi Dasar (KD) yang harus dicapai yaitu “Menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem”. Dilihat dari KD tersebut siswa diharapkan mampu memahami pengertian ekosistem, komponen-komponen ekosistem, tingkat organisasi dalam ekosistem dan hubungan saling ketergantungan antara komponen ekosistem. 1. Pengertian beserta Komponen-Komponen Ekosistem Dalam suatu habitat, selain terdapat berbagai jenis makhluk hidup juga terdapat benda-benda tak hidup. Hubungan timbal balik antar keduanya dalam suatu kesatuan tempat hidup disebut ekosistem. Setiap ekosistem disusun atas komponen biotik dan abiotik.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
21
a. Komponen biotik Komponen biotik merupakan semua organisme lain yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu (Campbell, 2004:271). Selain itu, menurut Saktiyono (2007:80) komponen biotik adalah komponen yang terdiri atas semua makhluk hidup yang berada dalam suatu ekosistem, seperti hewan, tumbuhan, jamur dan mikroorganisme. Berdasarkan peranannya dalam ekosistem, komponen biotik dapat dikelompokkan menjadi produsen, konsumen dan pengurai. 1) Produsen Sebagian besar produsen primer adalah organisme fotosintetik yang menggunakan energi cahaya untuk mensintesis gula dan senyawa organik lainnya, yang kemudian digunakan oleh produsen
tersebut
sebagai bahan bakar untuk respirassi seluler dan sebagai bahan pembangun untuk pertumbuhan (Campbell, 2004:389). Menurut Saktiyono (2007:80) menyatakan bahwa produsen atau penghasil dalam pengertian biologi adalah makhluk hidup yang mampu menghasilkan makanannya sendiri (autotrof). Dari berbagai macam makhluk hidup, hanya organisme berklorofil yang mampu membuat makanannya sendiri melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Produsen ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan (heterotrof) yang berperan sebagai konsumen.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
22
2) Konsumen Komsumen merupakan organisme heterotrof yang secara langsung atau secara tidak langsung bergantung pada hasil fotosintetik produsen (Campbell, 2004:389). Selain itu, menurut Saktiyono (2007:81) mengungkapkan bahwa konsumen atau disebut juga pemakai dalam pengertian biologi adalah makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanannya sendiri. Konsumen menggunakan bahan yang dihasilkan oleh produsen. Manusia dan hewan termasuk dalam kelompok ini. Konsumen yang langsung memakan produsen disebut konsumen tingkat I, konsumen yang memakan konsumen I disebut konsumen II, dan seterusnya. 3) Pengurai Pengurai
atau
dekomposer
adalah
makhluk
hidup
yang
menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme yang telah mati ataupun hasil pembuangan sisa pencernaan (Saktiyono, 2007:81). Dengan adanya organisme pengurai, organisme akan terurai dan meresap ke dalam tanah menjadi unsur hara yang kemudian diserap oleh tumbuhan (produsen). Selain itu aktivitas pengurai juga akan menghasilkan gas karbon dioksida yang akan dipakai dalam proses fotositesis. Kelompok mikroorganisme dan jamur termasuk dalam kelompok ini.
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
23
b. Komponen abiotik Menurut Campbell (2004:271) suatu lingkungan meliputi komponen abiotik, dimana komponen abiotik terdiri dari faktor-faktor kimiawi dan fisik tak hidup. Komponen abiotik terdiri atas benda-benda tidak hidup yang terdapat di lingkungan (Saktiyono, 2007:82). Beberapa komponen abiotik yang dapat memepengaruhi komponen biotik diantaranya adalah faktor udara, faktor cahaya, air, tanah dan topografi. 2. Tingkat Organisasi dalam Ekosistem Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem menyebabkan adanya satuansatuan organisasi kehidupan, urutan satuan organisasi di dalam ekosistem dari mulai yang terendah sampai yang tertinggi adalah: a. Individu Individu merupakan makhluk hidup tunggal (Saktiyono, 2007:78). Sebagai contoh, seekor kambing, seekor burung, seekor tikus, sebatang pohon singkong dan yang lain-lain. b. Populasi Populasi adalah suatu kelompok individu dari spesies yang sama yang hidup dalam daerah geografis tertentu (Campbell, 2004:272). Sebagai contoh, sekumpulan kijang, sekumpulan harimau dan lain-lain. c. Komunitas Komunitas adalah kumpulan populasi dari spesies yang berlainan (Campbell, 2004:272). Pada umumnya, di suatu tempat tidak hanya terdapat satu macam populasi, tetapi terdapat beberapa macam populasi, Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
24
baik populasi hewan maupun populasi tumbuhan. Kumpulan populasi tersebut saling berinteraksi dan memebentuk satu komunitas. d. Ekosistem Suatu komunitas selalu berinteraksi dengan lingkungan abiotiknya, hal ini bertujuan untuk mendapatkan materi dan energi. Interaksi antara satu atau beberapa komunitas dan lingkungan abiotiknya tersebut membentuk suatu sistem yang disebut ekosistem. 3. Hubungan Saling Ketergantungan Terjadinya interaksi antar komponen ekosistem berarti komponen abiotik mempengaruhi komponen biotik dalam ekosistem tersebut. Demikian pula sebaliknya, komponen biotik mempengaruhi komponen abiotik suatu ekosistem. Interaksi antar komponen ekosistem meliputi: a.
Ketergantungan komponen biotik terhadap abiotik
b.
Ketergantungan komponen abiotik terhadap biotik
c.
Interaksi antar produsen, konsumen dan pengurai Di antara produsen, konsumen dan pengurai adalah saling ketergantungan.
Tidak ada makhluk hidup yang hidup tanpa makhluk lainnya. Setiap makhluk hidup memerlukan makhluk hidup lainnya untuk saling mendukung kehidupan baik secara langsung maupun tak langsung. Hubungan saling ketergantungan antar produsen, konsumen dan pengurai. Terjadi melalui peristiwa makan dan memakan. Hubungannya dapat dilihat dari skema di bawah ini :
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
25
Produsen
Konsumen I
Konsumen II
Konsumen III
Pengurai Gambar 2.1 Hubungan Saling Ketergantungan
Elanda Nurhafizh Rahmawati, 2013 Profil Keterampilan Proses Sains dan Motivasi Belajar Siswa melalui Kegiatan Field Trip pada Konsep Ekosistem Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu