BAB II KESUKSESAN PERINDUSTRIAN FARMASI DI INDIA India merupakan suatu negara berkembang yang terletak di kawasan Asia Selatan dengan jumlah penduduk yang hingga saat ini masih terhitung terbesar kedua setelah China. Dengan banyaknya populasi manusia di kawasan India, negara ini kemudian tumbuh menjadi suatu negara yang tangguh serta kreatif 1. Beberapa produk buatan India bahkan sudah sangat mendunia seperti kain sari, film-film bollywood, dan obat generik. Berkembangnya industri obat generik di India tidak terlepas dari semangat serta kemauan masyarakat serta perangkat pemerintah India untuk keluar dari zona ketergantungan impor obat-obatan dari negara Barat yang sangat mahal. Akibat dari hal ini, tidak banyak masyarakat India yang dapat menjangkau harga obat-obatan produk Barat yang sangat mahal. Pasca peluncuran Patent Act 1970, obat generik produksi India sudah terkenal luas dan tersebar ke berbagai penjuru dunia terlebih di negara-negara berkembang. Sudah banyak negara-negara berkembang serta INGO yang bergerak dalam bidang medis menggantungkan suplai obat bersifat generik produksi India.
1
Shakar, “India-World News”, diakses dari timesofindia.indiatimes.com pada 17 Mei 2016.
17
A. India : Sebuah Negara Berkembang yang Potensial India merupakan negara yang terletak di bagian Asia Selatan, dengan dikelilingi oleh Laut Arab di sebelah timur serta Teluk Bengal. Di bagian selatan, India berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan di sebelah utara dibatasi oleh adanya pegunungan Himalaya. Dengan ibukota New Delhi, India juga berbatasan langsung dengan Bangladesh, Pakistan, Nepal, Tibet, dan beberapa negara lainnya. Agama Hindu merupakan agama yang mendominasi hampir 80% penduduk keseluruhan India, meskipun terdapat agama-agama lain seperti Islam, Kristen, Sikhisme, Buddha, dan Jainisme 2. India termasuk sebagai salah satu negara yang paling mandiri di kawasan benua Asia, karena produk-produk India yang mulai diakui dan laku di pasaran global. Model perekonomian India ditandai dengan tingginya bisnis yang terfokus pada barang dan jasa berkualitas dengan harga yang cenderung rendah dan terjangkau. Dari segi sumber daya manusia sendiri, India juga sangat berperan dalam rantai inovasi teknologi dalam perdagangan bebas. Banyak perusahaan berteknologi tinggi seperti Motorola dan Hewlett-Packard yang mempercayakan ilmuwan India untuk merancang software dan multimedia fiture pada produk-produk mereka3. India juga merupakan negara yang termasuk dalam anggota G20, dimana G20 merupakan suatu kesepakatan bersama antar negara-negara yang mempunyai potensi besar untuk berkembang menjadi negara besar. Untuk dapat bergabung ke dalam G20, suatu
2 Elaine Jackson, “India : Mengenal Ragam Budaya dan Geografi”, (Solo : Tiga Serangkai, 2007), hlm. 7 3 Anonim, “Gambaran Umum India”, diakses dari http://www.geografi.org/2016/10/gambaranumum-india.html?m=1 pada 1 Desember 2016.
18
negara juga harus memiliki kriteria yaitu memiliki potensi secara ekonomi yang cukup kuat dan dianggap akan terus berkembang secara signifikan. India merupakan salah satu negara dengan penduduk terbesar dengan menempati posisi kedua di dunia. Menurut data PBB yang dilansir dari CNN, tidak lama lagi posisi India bahkan diprediksi mampu mengungguli China. Hal ini dilihat berdasarkan tingkat laju penduduk India yang cenderung lebih besar dibandingkan dengan laju penduduk China. Selain itu, belum adanya kebijakan yang signifikan mengenai penghambatan laju penduduk di India juga menjadi alasan mengenai tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di India 4. 1. Kesehatan sebagai Elemen Penting di India Kesehatan adalah investasi dan hak setiap warga negara termasuk masyarakat yang mengidap penyakit-penyakit epidemik seperti HIV/AIDS, Tubercolosis dan Malaria. Untuk itu, diperlukan suatu aturan yang mengatur pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak warga negara untuk tetap hidup sehat. Masalah kesehatan merupakan permasalahan yang sudah mengglobal, dan dialami oleh semua negara di penjuru dunia. Tingginya jumlah penderita penyakit HIV/AIDS di India menyebabkan negara merasa perlu untuk mencukupi kebutuhan obat-obat essensial, namun mahalnya harga obat membuat tujuan negara untuk memberikan akses obat yang layak tidak terpenuhi dan menjadi permasalahan tersendiri di semua negara di dunia, termasuk India 5.
4
Idris Rusadi Putra, “Dipimpin India, ini 10 Negara Penduduk Terbanyak di Tahun 2030” diakses dari http://merdeka.com/uang/dipimpin-india-ini-10-negara-penduduk-terbanyak-di-tahun2030.html pada 12 Juli 2016. 5 Doctor Without Borders, "The Effects of the 2005 TRIPS Implementation Deadline on Access to Medicines", (Paris, Mice : 2003), hlm. 9
19
Aspek-aspek berupa rendahnya angka harapan hidup, tingginya jumlah penyakit endemik, serta faktor kemiskinan tidak lantas membuat India menjadi negara yang pasif, karena terbukti bahwa keadaan inilah yang membawa India memiliki sifat kompetitif dalam memproduksi obat-obat generik. Pasca kemerdekaan India di tahun 1947, India mulai menciptakan kebijakan yang inovatif serta reformasi hukum yang berjalan kurang lebih selama dua dekade (1955-1975) yang membuat India menjadi pelopor dalam mempromosikan obat esensial dengan harga yang terjangkau. Perkembangan ini mampu menjadikan India sebagai negara produsen obat-obat esensial seperti antibiotik, antibakteria, anti tuberkolosis, penisilin, berbagai vitamin, obat kardiovaskular, dan vaksin polio, yang dapat mencukupi kebutuhan domestik India hingga hampir 71%6. India, selaku salah satu negara berkembang dengan penduduk terbanyak kedua di dunia setelah China, memiliki beberapa kebijakan yang merujuk pada akses kesehatan yang lebih baik di ranah domestiknya. Melalui India Health Report, kita dapat
melihat
beberapa
bukti
bahwa
permasalahan kesehatan
merupakan
permasalahan yang menjadi prioritas utama dalam pemerintahan India. India Health Report adalah salah satu lembaga yang tidak hanya menyediakan analisis yang lengkap dan menyeluruh, namun juga menyediakan analisis berdasarkan perspektif wawasan sejarah yang dapat menjelaskan hubungan antara aspek kesehatan dengan aspek-aspek lain seperti pertumbuhan ekonomi. Akses kesehatan menjadi komponen
6
“The Definitions”, U.S Food and Drug Administration, diakses dari pharmabiz.com pada tanggal 13 Juli 2016.
20
utama dalam pola pikir masyarakat India yang ditandai dengan beberapa komponen berikut7 : The Health Survey and Development (Bhore) adalah suatu komite yang terbentuk di tahun 1946 memiliki argumen bahwa tidak boleh ada seorangpun yang mendapati kesulitan dalam melindungi kesehatannya, baik ketika dalam masa pengobatan (penyembuhan) ataupun dalam rangka pencegahan, yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk membayar akses tersebut. Adapun spesialisasi yang diperuntukkan kepada masyarakat yang rentan, seperti wanita, anak-anak, dan orang yang mengalami gangguan mental. Pendirian konstitusi India tahun 1950 yang mencantumkan artikel nomor 41 yang berbunyi “ Negara harus, meskipun sedang berada dalam kapasitas ekonomi yang minim……. membuat ketentuan yang efektif untuk…bantuan publik
terhadap
kasus-kasus
yang
berkaitan
dengan
penyakit
dan
ketidakmampuan, dan kasus lain yang tidak diinginkan.” India kemudian meratifikasi deklarasi Alma-Ata pada tahun 1978 yang memuat pernyataan bahwa “ketidak-samaan status pelayanan kesehatan yang diterima oleh setiap orang karena faktor politik, sosial, ataupun ekonomi adalah suatu hal yang tidak dapat diterima.” konsep ini untuk pertama kalinya kemudian diterapkan ke dalam National Health Policy di tahun 1983 yang mendukung berbagai pelayanan utama, sistem desentralisasi, partisipasi kelompok, dan peran yang lebih besar terhadap sektor-sektor pribadi. 7
“Guidelines-Government of India-National Health Mission” diakses dari http://nrhm.gov.in/nrhm-components/rmch-a/7components-health/guidelines.html pada tanggal 14 Juli 2016.
21
Di bawah Millenium Development Goals di tahun 2000, India membuat komitmen untuk mengurangi angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, melawan HIV/AIDS, mengurangi korban penyakit endemik malaria dan penyakit lainnya, dan memastikan keberlangsungan lingkungan pada tahun 2015. 2. Sejarah Pembangunan Industri Farmasi di India Sejarah dari ilmu kedokteran atau ilmu pengobatan di India untuk pertama kalinya bisa dilacak di periode Vedas. Di periode ini, terdapat suatu konsep yang begitu terkenal bernama Ayurveda yang menjelaskan mengenai bentuk tradisional dari praktek ilmu kedokteran. Konsep ini muncul pada abad kejayaan Atharyaveda (1200-1000 SM). Di dalam konsep Ayurveda, terdapat beberapa konsep berupa Charaka Samhita dan Sushruta Samhita 8. Sushruta Samhita sendiri merupakan sebuah temuan teks sansekerta yang berisi mengenai metode-metode penyembuhan dan tindakan operasi, sementara Charaka Samhita, adalah teks sansekerta yang tertuang dalam Ayurveda yang berisi mengenai anatomi manusia, pendidikan medis, tindakan pencegahan penyakit, dll. Lama kelamaan, Charaka Samhita dan Sushruta Samhita mengalami kemunduran ketika sistem Unani mulai muncul dan diketahui secara meluas. Sistem Unani merupakan terapi penyembuhan yang diperkenalkan oleh orang Arab dan menggunakan landasan ajaran-ajaran Islam dalam praktiknya. Pengobatan ini seringkali digunakan untuk mengacu kepada tindakan-tindakan meditasi yang 8
Saligrama Krishna dan Ramachandra Rao, “Encyclopaedia of Indian Medicine : Historical Perspective”, (Mumbai : Popular Prakashan Mumbai, 1999), hlm. 46
22
didasarkan kepada ajaran Hippocrates dan Avicenna. Selanjutnya, Sistem Unani juga dikalahkan oleh datangnya sistem Allophatic (sistem pengobatan konvensional) dalam dunia kedokteran yang diperkenalkan oleh bangsa Barat 9. Sementara itu, kemunculan industri farmasi modern di india dipelopori oleh orang-orang asli keturunan India seperti P.C Roy yang kemudian membentuk perusahaan farmasi di India untuk pertama kalinya bernama Bengal Chemicals and Pharmatical Works pada tahun 1901 yang berlokasi di Kalkuta (sekarang Kolkata). Hal ini disusul oleh T.K Gajjar dan Rajmitra BD Amin yang turut membentuk suatu industri farmasi bernama Alembic Chemical Works di Baroda (sekarang Vadodara) pada tahun 190710. Di awal mula ketika mereka mulai merintis usaha, kedua perusahaan ini tak luput dari sikap skeptis dan pandangan buruk masyarakat domestik yang tidak begitu percaya dengan obat produksi lokal, serta tekanan kompetisi dari perusahaan-perusahaan farmasi multinasional yang jauh lebih dulu memulai dan telah memiliki nama besar. Industri farmasi di India mulai diperhitungkan bersamaan dengan terjadinya Perang Dunia I 11. Pada saat itu, impor obat-obatan dan peralatan medis hampir seluruhnya terputus karena tidak adanya akses yang memungkinkan dalam melakukan impor obat-obatan. Hal ini mengakibatkan turunnya permintaan obatobatan konvensional serta banyaknya penyakit yang mewabah dikarenakan tidak ada penanggulangan penyakit secara terstruktur. Menghadapi hal ini, banyak masyarakat
9
Ibid., Greg Felker, Shekhar Chauduri, dkk, “The Pharmaceutical Industry in India and Hungary : Policies, Institutions, and Technological Developments”, (New Delhi :Delhi New Press, 2009), hlm. 94. 11 Ibid,, hlm. 96. 10
23
India yang kemudian kembali menggunakan metode obat tradisional untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Perlahan, India mulai membentuk suatu lembaga riset dan pengembangan yang menjadi cikal bakal dari kesuksesan lembaga Research and Development (R&D) di India saat ini. Berbagai inovasi kemudian diuji coba hingga akhirnya lembaga ini mencapai puncak kesuksesan karena tingginya permintaan dari masyarakat ketika Perang Dunia I masih berkecamuk. Kesuksesan ini dicapai oleh Bengal Corporation dalam pembuatan vaksin di tahun 191912. Pasca Perang Dunia I berakhir, industri farmasi lokal yang saat itu sedang berusaha untuk tumbuh terpaksa mengalami kemunduran hingga tahun 1939. Hal ini dikarenakan kondisi perdagangan ekspor-impor yang mulai stabil sehingga impor obat-obatan yang selama ini terputus akibat Perang Dunia I kemudian berangsur normal kembali. Meski begitu, berbagai perusahaan lokal tidak kemudian mati dan berhenti berproduksi. Industri lokal justru banyak melakukan inovasi dan eksperimen dengan memproduksi vaksin biological, anestesi, dan beberapa obat-obatan lain. Kemudian di tahun 1939, industri farmasi domestik memberikan kontribusi sedikitnya 13% bagi pemenuhan pelayanan kesehatan India 13. Perang Dunia II merupakan peristiwa kedua yang membantu meningkatkan permintaan obat-obatan terhadap perusahaan farmasi lokal di India 14. Hal ini terbukti
12
B. Rajesh Kumar dan S. M Satish, “Growth Strategies of Indian Pharma Companies”, (Hyderabad : The Icfai University Press, 2007), hlm. 79 13 Ibid,. hlm. 80 14 Ibid,. hlm. 81
24
dengan terpenuhinya 70% pasokan kebutuhan kesehatan masyarakat yang diandalkan dari industri farmasi lokal15. Di waktu India merdeka, industri farmasi global telah melalui banyak transformasi dalam hal teknologi serta sistem produksi. Partisipasi dari perusahaan farmasi India dalam mengembangkan dan memproduksi obat baru tidak hanya membutuhkan pembaharuan dalam hal kemampuan teknologi saja, namun juga harus ada reformasi sistem paten. Produk-produk yang memiliki paten menjadi suatu halangan besar terhadap perkembangan industri farmasi India yang semakin tertinggal. Pada tahun dimana India merdeka yaitu 1947, pasar farmasi India sangat didominasi oleh perusahaan multinasional milik Barat, yang mengontrol hampir 8090% pasaran India. Perusahaan-perusahaan tersebut juga memegang 99% paten produk yang dijual di India16. Hal ini juga didukung dengan pengalokasian APBN untuk impor obat yang semakin besar, dikarenakan teknologi industri dalam negeri yang kuno serta tidak mampu mengejar ketertinggalan dengan perusahaan asing. Maka dapat dipastikan, bahwa pengetahuan asing dan teknologi merupakan hal penting yang belum dimiliki oleh India, dimana produk farmasi dan obat-obatan juga merupakan salah satu industri yang membutuhkan investasi keterampilan teknis tingkat tinggi. Berangkat dari fakta ini, pemerintah beranggapan bahwa partisipasi 15
Greg Felker, Shekhar Chauduri, dkk, “The Pharmaceutical Industry in India and Hungary : Policies, Institutions, and Technological Developments”, (New Delhi :Delhi New Press, 2009), hlm. 98. 16 Lawton Robert Burn, “India’s Healthcare Industry : Innovation in delivery, financing, and manufacturing”, (London : Cambridge University Press, 2014), hlm. 178.
25
modal asing dan perusahaan dalam teknik industri dan pengetahuan akan meningkatkan potensi industrialisasi dalam negara tersebut. Anggapan seperti ini yang kemudian mengakibatkan banyak perusahaan farmasi asing membentuk anak perusahaan di India. B. Perbedaan Paten dan Patent Act 1970 Paten adalah suatu konsep yang seringkali dibahas pada saat membicarakan suatu produk tertentu. Paten diciptakan atas dasar inisiasi manusia yang menginginkan adanya apresiasi dan penghargaan kepada para inventor agar tercipta suatu semangat kerja yang semakin tinggi. Dengan adanya paten, maka seorang inventor akan merasa diapresiasi dengan adanya pemberian royalti yang menunjukkan bahwa inovasi ciptaannya dapat berguna bagi kemaslahatan umat. Disisi lain, Patent Act 1970 merupakan konsep yang lahir dari pemikiran para stakeholders India untuk dapat menemukan cara agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati obat-obat esensial dengan harga yang terjangkau. Tingginya penyakit endemik berupa HIV/AIDS, Malaria, serta Tuberkolosis yang menjangkiti masyarakat India, tidak didukung dengan akses obat yang mudah dan terjangkau. Kondisi ini menyebabkan rendahnya angka harapan hidup masyarakat India yang hanya berkisar 65 tahun, dimana masih terbilang rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Sri Lanka dengan kisaran umur 75 tahun, ataupun Bangladesh dan Nepal yang memiliki rata-rata angka harapan hidup sepanjang 69
26
tahun17. Hal ini kemudian diperparah dengan angka kemiskinan yang masih tinggi di daerah India, sehingga pemerintah kemudian memutuskan untuk mengeluarkan kebijakan Patent Act 1970 untuk menangani problematika domestik serta mengurangi ketergantungan India terhadap perusahaan multinasional asing. 1. Sejarah Singkat Paten Secara historis, paten atau oktroi mulai berkembang di Eropa pada abad XIV dan XV18. Sifat pemberian hak paten pada waktu itu bukan ditujukan atas suatu temuan atau invensi (uitvinding) namun diutamakan untuk menarik para ahli dari luar negeri agar para ahli itu dapat mengembangkan keahliannya masing-masing di negara si pengundang dan bertujuan untuk memajukan penduduk dari negara yang bersangkutan. Jadi paten atau oktroi itu bersifat “izin menetap”. Kata paten hadir sebagai lawan kata dari kata “Laten (latent)”, yaitu kata dalam bahasa latin yang berarti terselubung. Sedangkan lawan kata dari laten adalah “paten (patent)” yang berarti terbuka 19. Arti kata terbuka di dalam paten adalah suatu penemuan (invensi) yang mendapatkan paten menjadi terbuka untuk diketahui oleh umum, namun tidak berarti setiap orang bisa mempraktekkan invensi tersebut, hanya dengan izin dari si penemulah suatu invensi bisa didayagunakan oleh orang lain 20.
17
Chyntia Samir, “Future of Indian Pharma Lies Beyond Generics”, diakses dari www.thehindu.com/business/future-of-indian-pharma-lies-beyond generics/article3339963.ece pada 10 Desember 2016. 18 OK. Sadikin, “Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 2003, Hal. 229 19 Grubb, “Patent for Chemicals, Pharmaceuticals, and Biotechnology”, (New York: Oxford University Press, 2004), Hal 3 20 Ibid,. hlm. 3
27
Maksud diberikan paten ini agar setiap invensi dibuka untuk kepentingan umum, guna kemanfaatan bagi masyarakat dan perkembangan teknologi. Peraturan pemberian hak-hak paten/oktroi terhadap hasil temuan (uitvinding) baru dilaksanakan pada abad XVI, seperti yang dilaksanakan di Venesia. Venesia merupakan negara pertama yang memiliki pengaturan paten karena Venesia telah memiliki undang-undang yang mewajibkan penemu untuk mendaftarkan invensinya. Selain itu, undang-undang Venesia juga melarang orang lain untuk meniru produk yang mirip selama jangka waktu sepuluh tahun tanpa izin dari penemunya. Hukumhukum tentang paten itu kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di zaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris, yaitu Statue of Monopolies (1623)21. Semakin berkembangnya zaman kemudian muncullah World Intellectual Property Organization (WIPO) sebagai suatu wadah yang menampung segala aspirasi dan permasalahan mengenai hak kekayaan intelektual dan memberikan definisi paten sebagai berikut 22: “A patent is the right granted to an inventor by a state or by regional office acting for several states, which allows the inventor to exclude anyone else from commercially exploiting his invention for a limited period, generally 20 years”.
21
Trevor Cook, “A User‟s Guide to Patent”, (London: Butterworths Lexis Nexis, 2002), hlm. 12. World Intellectual Property: Patents, diakses dari http://www.wipo.int/patentscope/en/ pada 15 Desember 2016. 22
28
Dari definisi diatas, dapat dikaji unsur penting dari paten, yaitu hak paten adalah hak seseorang yang telah mendapat penemuan baru atau cara kerja baru dan perbaikannya, yang kesemua istilah itu tercakup dalam satu kata, yakni “invensi” yang diberikan oleh pemerintah untuk melaksanakan invensinya dan bersifat ekslusif. Perlu diketahui bahwa secara umum, objek paten adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Dalam lingkup paten, yang menjadi objek dari paten adalah atau invensi (uitvinding) atau dapat juga disebut sebagai invention dalam bidang teknologi yang secara praktis dapat dipergunakan dalam bidang perindustrian. Pengertian industri disini bukan saja terhadap industri tertentu akan tetapi dalam arti seluas-luasnya termasuk di dalamnya hasil perkembangan teknologi dalam industri bidang pertanian, industri bidang teknologi peternakan, dan bahkan industri dalam bidang teknologi pendidikan. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit 23 yang diolah dengan alat-alat yang berteknologi tinggi. Ditinjau dari definisi tersebut, perlindungan obat termasuk dalam rezim paten. Sementara itu, paten atas suatu produk farmasi (obat) selain melindungi produk farmasi tersebut juga turut melindungi ide serta proses pembuatan suatu produk
23
William Greene, “The Emergence of India's Pharmaceutical Industry and Implications for the U.S Generic Drug Market”, (Washington DC : U.S International Trade Commission Press, 2006), hlm. 3
29
farmasi. Jika sebuah perusahaan ingin paten farmasinya berlaku di negara lain, maka perusahaan tersebut harus mendaftarkan paten farmasinya di negara tersebut 24. Ketika sebuah perusahaan farmasi memiliki hak paten di sebuah negara, hal ini berarti perusahaan tersebut berhak menikmati hak monopoli selama jangka waktu tertentu di negara itu. Hal ini demi mencegah perusahaan farmasi lainnya memproduksi, menjual ataupun mengimpor obat-obatan yang telah dipatenkan tersebut selama jangka waktu minimal 20 tahun menurut peraturan WTO. Jalan ini membuka peluang komersial bagi perusahaan farmasi pemegang hak paten untuk menetapkan harga obat-obatnya dengan tinggi, karena tidak ada pesaing lain dalam pasaran obat-obatannya itu25. 2. Sejarah Patent Act 1970 Peraturan yang berkaitan dengan paten di India untuk pertama kali adalah UU VI 1856. Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk mendorong adanya penemuan baru dan produktifitas yang semakin meningkat, serta mendorong penemu untuk dapat mengungkapkan penemuan mereka. UU tersebut kemudian dicabut karena diberlakukan tanpa persetujuan dari Kerajaan Inggris. Pasca pencabutan ini, undangundang kemudian diperbaharui di tahun 1859 dan diperkenalkan sebagai Undangundang XV yang didasarkan pada Great Britain Act 185226. Undang-undang ini berisi
24
Srividhya Ragavan, "Can't We All Get Along? The Case for a Workable Patent Model" dalam Arizona State Law Journal 117 , hlm. 21 25 Loui Thenu, “Hak Paten Obat-obatan Berarti Monopoli”, diakses dari http://www.tribunnews.com/2012/09/13/loui-thenu-hak-paten-obat-obatan-berarti-monopoli pada 2 November 2016. 26
Arindam Bank, Ananda Das Gupta, dkk., “Corporate, Governance, Responsibility, and Sustainability : initiative in emerging economy”, (New Delhi : Delhi Press, 2006), hlm. 87
30
modifikasi tertentu dari undang-undang terdahulu, yaitu pemberian hak eksklusif untuk penemuan tertentu dan pemberian jangka waktu prioritas selama 6 sampai 12 bulan. Pada tahun 1872, Undang-undang 1859 dikonsolidasikan untuk berfokus terhadap perlindungan yang berkaitan dengan desain. Undang-undang ini tetap berlaku selama sekitar 30 tahun tanpa perubahan apapun hingga di tahun 1883, beberapa modifikasi dalam hukum paten dibuat di Inggris dan modifikasi tersebut dirasa juga perlu dimasukkan dalam hukum India. Pada tahun 1888, Undang-Undang diperkenalkan untuk mengkonsolidasikan dan mengubah hukum yang berkaitan dengan penemuan dan desain sesuai dengan amandemen yang dibuat di hukum Inggris27. India Patent and Design Act 1911 merupakan undang-undang yang mengalami banyak perombakan dibanding dengan undang-undang terdahulunya karena untuk pertama kalinya, undang-undang ini berada dibawah pengelolaan kontroler pusat India. Undang-undang ini mengalami amandemen lebih lanjut di tahun 1920, dan kembali diamandemen pada tahun 1930 untuk meningkatkan jangka paten selama 14 hingga 16 tahun28. Pasca kemerdekaan di tahun 1947, India merasa bahwa India Patent and Design Act 1911 kurang memenuhi tujuan dari negara itu sendiri. Berangkat dari pemikiran ini, Pemerintah India kemudian membentuk sebuah komite Kepemimpinan Keadilan di tahun 1949 yang diketuai oleh Dr. Bakshi Tek Chand, seorang pensiunan
27 28
Ibid,. hlm. 88 Ibid., hlm. 89
31
hakim dari Pengadilan Tinggi Lahore. Komite ini dibentuk untuk meninjau hukum paten di India dalam rangka untuk memastikan bahwa sistem paten yang dilakukan akan bersifat kondusif untuk kepentingan nasional. Komite ini kemudian membentuk suatu kerangka acuan yang terdiri dari beberapa poin yaitu29 : Untuk melakukan suatu survei dan pelaporan kinerja sistem paten di India Untuk menguji undang-undang paten yang ada di India dan membuat rekomendasi untuk meningkatkan itu, terutama dengan mengacu pada ketentuan yang bersangkutan dengan pencegahan penyalahgunaan hak paten. Untuk mempertimbangkan apakah pembatasan khusus harus dikenakan pada paten mengenai makanan dan obat-obatan. Untuk menyarankan langkah-langkah untuk memastikan publisitas yang efektif untuk sistem paten dan literatur paten, khususnya dalam hal paten yang diperoleh penemu India. Untuk mempertimbangkan kebutuhan dan kelayakan mendirikan National Paten Trust. Untuk mempertimbangkan keinginan atau mengatur profesi agen paten Untuk memeriksa kinerja kantor paten dan layanan yang diberikan olehnya ke masyarakat dan membuat rekomendasi yang cocok untuk perbaikan; dan
29
B. Rajesh Kumar dan S. M Satish, “Growth Strategies of Indian Pharma Companies”, (Hyderabad : The Icfai University Press, 2007), hlm. 79
32
Untuk mengusahakan pada setiap perbaikan komite menjadi lebih kondusif untuk kepentingan nasional dengan mendorong penemuan dan pengembangan komersial dan penggunaan penemuan. Komite kemudian menyerahkan sebuah laporan pada 4 Agustus 1949 dengan rekomendasi untuk pencegahan penyalahgunaan atau penyalahgunaan hak paten di India dan menyarankan amandemen di bagian 22, 23 & 23A dalam Patent & Design Act 1911. Komite juga mengamati bahwa Paten Act harus berisi indikasi yang jelas untuk memastikan bahwa makanan, obat-obatan, dan perangkat bedah yang dibuat tersedia untuk umum dengan harga yang terjangkau. Di tahun 1957, terdapat suatu panitia yang disusun untuk melakukan dan merencanakan revisi undang-undang yang diketuai oleh N. Rajagopala Ayyangar. Komite ini menyerahkan sebuah laporan yang selanjutnya disebut laporan Panitia Ayyangar, kepada pemerintah di tahun 1959 30. Laporan ini berisikan mengenai pentingnya paten sebagai mekanisme untuk mendorong inovasi dan menjadi elemen penting untuk kemajuan industrialisasi. Hak eksklusif untuk eksploitasi penemuan untuk jangka waktu tertentu, sebagaimana diabadikan dalam sistem paten, memberikan jaminan kepada penemu yang akan dihargai dengan keuntungan finansial. Di sisi lain, panitia menjelaskan bahwa hak paten bisa disalahgunakan untuk membuat pasar luar negeri dilindungi di mana orang lain tidak bisa menghasilkan atau menjual penemuan dipatenkan tanpa izin paten ini, sehingga menghambat kesejahteraan rakyat dan proses industrialisasi di negara-negara
30
Ibid,. hlm. 81.
33
berkembang31. Sistem paten harus dirancang dengan referensi khusus sesuai dengan kondisi ekonomi negara, keadaan kemajuan ilmiah dan teknologi, kebutuhan masa depan dan faktor-faktor lain yang relevan. Lebih lanjut, panitia mencatat bahwa memastikan ketersediaan dan harga terjangkau dalam hal pangan dan obat-obatan merupakan perhatian penting untuk India. Berangkat dari fakta di atas, Komite Ayyangar mengajukan rekomendasi utama untuk meniadakan aturan paten dalam hal obat-obatan (farmasi), pertanian, serta bahan-bahan kimia. Rekomendasi inilah yang menjadi dasar dalam Patent Bill yang diperkenalkan di Lok Sabha pada tahun 1965. Patent Bill inilah yang seterusnya disebut dengan Patent Act 1970 dan mulai benar-benar diberlakukan pada tahun 197232.
31 32
Ibid,. hlm. 82 Ibid,. hlm. 84
34
Berikut merupakan cuplikan dari pasal 2(I) Patent Act 1970 33: In this Act, unless the context otherwise requires,(l) medicine or drug, includes(i) all medicines for internal and external use of human beings or animals (ii) all substances intended to be used for or in the diagnosis, treatment, mitigation or prevention of disease in human beings or animals, (iii) all substances intended to be used for or in the maintenance of public health, or the prevention or control of any epidemic disease among human beings or animals, (iv) insecticides, germicides, fungicides, weedicides and all other substances intended to be used for the protection or preservation of plants; (v) all chemical substances which are ordinarily used as intermediates in the preparation or manufacture of any of the medicines or substances above. Selama berlangsung, Kebijakan Patent Act 1970 sangat bergantung pada rekomendasi-rekomendasi dari Komite Ayyangar hingga pada akhirnya India kemudian bergabung dengan WTO di tahun 1994. 3. Pencapaian India pasca Patent Act 1970 Di tahun 1974, pemerintah India menunjuk sebuah komite yang dipimpin oleh Jaisuklal Hathi untuk dapat bekerja bersinergis bersama Komite Ayyangar. Komite Hathi ini bertugas untuk mencari segala hal yang berhubungan dengan industri obat di India. Komite ini juga bertugas untuk merekomendasikan langkah-langkah untuk
33
Patent Act India 1970
35
pertumbuhan industri kecil yang cepat, serta sektor publik untuk dapat mengoptimalisasi peran lembaga riset dan pengembangan atau R&D (research and development). Selain itu, komite ini juga memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa obat-obatan yang diproduksi berkualitas tinggi, mengurangi harga obat, dan memastikan pemerataan obat serta bahan baku terutama untuk sektor skala kecil. Di tahun 1975, komite Hathi menyampaikan laporan yang merupakan hasil studi komprehensif dari pasar farmasi India. Komite mengemukakan bahwa perusahaan domestik hanya memproduksi obat-obat berkualitas rendah, sementara barang hasil produksi perusahaan multinasional terus masuk ke dalam negeri meskipun permintaan dari masyarakat tidak begitu besar dikarenakan harga jual yang sangat tinggi. Padahal, komite memastikan bahwa ketersediaan obat merupakan tanggung jawab sosial primer yang harus dipenuhi negara, setara dengan penyediaan pangan dan tempat tinggal. Fakta-fakta yang dipaparkan di atas kemudian mendorong komite untuk merekomendasikan beberapa poin-poin34 : (a) penciptaan National Drugs Authority (NDA) untuk mengatur harga obat dan melakukan koordinasi kebijakan yang berkaitan dengan sektor obat, (b) menetapkan peran yang mengarah kepada sektor publik dalam bidang research and development (R&D), (c) pengenalan kontrol produksi sehingga dapat memenuhi target produksi, (d) memfasilitasi perusahaan India dalam melakukan produksi obat serta formulasi, (e) NDA sebagai monitor kaitannya dalam harga obat impor dan bahan baku.
34
Pedro Roffe, Geoff Tansey, dkk,. “Negotiating Health : Intellectual Property and access to medicine”, (London : Earthscan, 2006), hlm. 91
36
Perdana menteri India periode itu, Jawaharlal Nehra menuturkan bahwa industri obat di India tidak akan dikembangkan di bawah naungan perusahaan luar negeri. Sebaliknya, India harus berani mengambil peran besar untuk mengembangkan sektor publik dalam industri obat farmasi. Di bawah Patent Act 1970, India memiliki hak yang sah untuk melakukan produksi obat berpaten menjadi generik. Hal ini dilakukan dengan cara memproduksi obat berpaten dengan teknik baru atau dapat dikatakan dengan menyiasati cara pembuatan dari obat berpaten sehingga tidak menyerupai proses pembuatan obat berpaten itu sendiri. Pernyataan ini mengacu kepada Patent Act 1970 Bab II poin 5(b) dimana paten hanya diberikan untuk klaim metode ataupun proses pembuatan35. Oleh karena itu, sehubungan dengan makanan, obat-obatan atau produk pertanian, paten diberikan hanya untuk ‘proses pembuatan’ zat tetapi tidak untuk substansi itu sendiri. Berikut merupakan petikan isi dari Patent Act 197036 India : Chapter II : Inventions not Patentable 5. In the case of inventions(a) claiming substances intended for use, or capable of being used, as food or as medicine or drug, or (b) relating to substances prepared or produced by chemical processess (including
alloys,
optical
glass,
semi
conductors and
inter-metallic
compounds),
35 36
A Confusing Patent Law for India, Economic and Political Weekly, April 16, 2005 Patent Act India 1970.
37
Pembatasan paten pada zat dasar pembuat obat ini dipergunakan perusahaan farmasi India untuk menyalin obat paten luar negeri dan memproduksinya secara massal. Adanya kompetisi dalam melakukan produksi obat inilah yang menyebabkan harga obat-obatan bisa menjadi murah. Hal ini dilakukan dengan beberapa tujuan antara lain adalah untuk mencapai akses kesehatan yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, serta memberikan kesempatan industri lokal untuk terus berkembang. Proyek penicillin merupakan proyek uji coba pelaksanaan yang dilakukan atas dasar pendekatan dari Perdana Menteri Nehru di tahun 1975 37. Pada awalnya, Kementrian Industri mencanangkan proyek penicillin ini untuk berkolaborasi dengan Glaxo atau Pfizer (perusahaan farmasi multinasional asal Eropa). Namun, Nehru membujuk kementrian untuk beraliansi bersama WHO karena WHO merupakan suatu organisasi non profit yang juga bergerak di bidang kesehatan. Kesuksesan produksi penicillin ini ditandai dengan terlampauinya target produksi asli yang hanya 400.000 unit mega per bulan menjadi 750.000 unit mega per bulan. Cerfacloris adalah suatu pertanda kesuksesan dari Patent Act 1970 India. Cerfacloris merupakan suatu obat yang digunakan dalam pengobatan infeksi bakteri pneumonia. Paten molekul dan zat substantif dari Cerfacloris telah terdaftar dimiliki oleh perusahaan Eli Lilly asal Amerika Serikat. Di sisi lain, India melalui perusahaan
37
Ibid,. hlm. 93
38
Ranbaxy melakukan proses produksi cerfacloris secara massal dan menghasilkan suatu obat yang harganya jauh lebih murah38. Pasca tiga puluh lima tahun membangun industri lokal dalam bidang farmasi untuk produksi obat generik, India telah mampu menyempurnakan kemampuan ilmiah serta manufakturnya secara perlahan. Pernyataan ini didukung dengan bukti bahwa perusahaan farmasi dalam negeri yang bergerak di sektor formal dan informal berkembang secara dramatis dimulai dari 2.257 unit di tahun 1970 melonjak drastis hingga 20.000 unit di tahun 200039. Contoh lain adalah mengenai obat antiretroval (ARV) yang dibutuhkan oleh para penderita HIV/AIDS. Harga obat berpaten ARV generasi pertama telah berhasil diturunkan 99% dari harga aslinya dalam kurun waktu sepuluh tahun pasca tahun 1980. Harga awal dari obat ini tercatat pernah mencapai $10.000 untuk satu tahun masa pengobatan dan terus mengalami penurunan semenjak adanya Patent Act 1970 menjadi hanya $60 untuk satu tahun masa pengobatan40. Banyak dari perusahaan-perusahaan ini yang hanya berfokus pada proses produksi 15 obat generik yang sama, sehingga tercipta suatu persaingan sengit serta margin keuntungan yang sangat tipis, produksi yang membanjiri pasaran, yang berakhir dengan penurunan harga yang signifikan41.
38
Lawton Robert Burn, “India’s Healthcare Industry : Innovation in delivery, financing, and manufacturing”, (London : Cambridge University Press, 2014), hlm. 178. 39 Dr. Murali Kallummal & Kavita Bugalya, "Trends in India's Trade in Pharmaceutical Sector : Some Insights", (Centre of WTO Studies Indian Institute of Foreign Trade : New Delhi, 2012), hlm. 37 40 Martin Khor, “Harga Obat Dunia Dikhawatirkan Naik”, diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2012/09/04/15012240/Harga.Obat.Dunia.Dikhawatirkan.Naik pada 6 Juni 2016. 41 Ibid., hlm. 37
39