BAB II KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kerangka Teoritis 1. Hakikat Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Pengajaran langsung telah digunakan oleh beberapa peneliti untuk merujuk pada suatu model pengajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa (Joyce ,Weil dan Calhoun, 2009:423). Model pengajaran langsung adalah salah satu metode mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (Arends dalam Trianto, 2009:41). Selain itu model pengajaran langsung ditujukan pula untuk membantu siswa mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Model pengajaran langsung (direct instruction) memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Kardi & Nur dalam Trianto, 2009:41): (1) Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar. (2) Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran. (3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
10
11
Para pakar teori belajar pada umumnya membedakan dua macam pengetahuan Pengetahuan
yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. deklaratif (dapat
diungkapkan dengan kata-kata)
adalah
pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu (Kardi & Nur dalam Trianto, 2009:42). Para guru selalu menghendaki agar siswa-siswa memperoleh kedua macam pengetahuan tersebut, supaya mereka dapat melakukan suatu kegiatan dan melakukan segala sesuatu dengan berhasil. Sebagaimana halnya setiap mengajar, pelaksanaan yang baik model pengajaran langsung (direct instruction) memerlukan tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan yang jelas dari guru selama berlangsungnya perencanaan, pada saat melaksanakan pembelajaran, dan waktu menilai hasilnya (Kardi dan Nur dalam Trianto, 2009:46). Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan model pengajaran langsung (direct instruction) adalah sebagai berikut : 1. Merumuskan Tujuan Tujuan pembelajaran khusus harus sangat spesifik (Mager dalam Trianto 2009:46). Tujuan yang ditulis dalam format Mager dikenal sebagai tujuan perilaku dan terdiri dari tiga bagian: (1) perilaku siswa, apa yang akan dilakukan siswa/jenis-jenis perilaku siswa yang diharapkan guru untuk dilakukan sebagai bukti bahwa tujuan itu telah dicapai; (2) situasi pengetesan, dibawah kondisi tertentu perilaku itu akan teramati atau diharapkan terjadi; (3) kriteria kinerja, ditetapkan standar atau tingkat kinerja sebagai standar atau tigkat kinerja yang dapat diamati.
12
2. Memilih Isi Kebanyakan guru pemula meskipun telah beberapa tahun mengajar, tidak dapat diharapkan akan menguasai sepenuhnya materi pelajaran yang diajarkan. Bagi mereka yang masih dalam proses menguasai sepenuhnya materi ajar, disarankan agar dalam memilih materi ajar mengacu pada GBPP kurikulum yang berlaku dan buku ajar tertentu. 3. Melakukan Analisis Tugas Analisis tugas ialah alat yang digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi dengan presisi yang tinggi hakikat yang setepatnya dari suatu keterampilan atau butir pengetahuan yang terstruktur dengan baik, yang akan diajarkan oleh guru. Ide yang melatar belakangi analisis tugas ialah, bahwa informasi dan keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya dalam kurun waktu tertentu. Untuk mengembangkan pemahaman yang mudah dan pada akhirnya penguasaan, keterampilan dan pengertian kompleks itu lebih dahulu harus dibagi menjadi komponen bagian, sehingga dapat diajarkan berturutan dengan logis dan tahap demi tahap. 4. Merencanakan Waktu dan Ruang Pada suatu pengajaran langsung, merencanakan dan mengelola waktu merupakan kegiatan yang sangat penting. Ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh guru: (1) memastikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan bakat dan kemampuan siswa, dan (2) memotivasi siswa agar mereka tetap melakukan tugas-tugasnya dengan perhatian yang optimal. Mengenal dengan baik siswa-siswa yang akan diajar, sangat bermanfaat
13
untuk menentukan alokasi waktu pembelajaran. Merencanakan dan mengelola ruang untuk pengajaran langsung juga sama pentingnya.
Pada model pengajaran langsung (direct instruction) terdapat lima fase yang sangat penting(Joyce, Weil & Calhoun, 2009:427). Lima aktivitas model pengajaran langsung (direct instruction) adalah : 1. Orientasi Pada tahap ini, kerangka kerja pelajaran dibangun. Selama tahap ini guru menyampaikan tujuan dan keinginannnya, menjelaskan tugastugas yang ada dalam pembelajaran dan menentukan tanggung jawab siswa. Untuk mencapai tujuan dari tahap ini, ada langkah penting yang harus dilakukan guru yakni (1) guru memaparkan maksud dari pelajaran dan tingkat-tingkat performa dalam praktek; (2) guru menggambarkan isi pelajaran dan hubungannya dengan pengetahuan dan atau pengalaman sebelumnya; (3) guru mendiskusikan prosedur-prosedur pelajaran – yakni bagian yang berbeda antara pelajaran dan tanggung jawab siswa selama aktivitas-aktivitas berlangsung. 2. Presentasi (Demonstrasi) Pada tahap presentasi ini guru menjelaskan konsep atau keahlian baru dan memberikan pemeragaan serta contoh. Jika materi yang ada merupakan konsep baru, maka guru harus mendiskusikan karakteristikkarakteristik
dari konsep tersebut, aturan-aturan pendefinisian dan
beberapa contoh. Jika materinya dalah konsep baru, maka hal yang harus disampaikan guru adalah langkah-langkah untuk memiliki konsep tersebut
14
dengan menyajikan contoh disetiap langkah. (Kesalahan umum pada bagian ini adalah terlalu sedikitnya pemeragaan yang disajikan). Pada kasus apa pun, akan sangat membantu jika guru mentransfer informasi materi baru, baik secara lisan maupun secara visual, sehingga siswa akan memiliki dan dapat mempelajari representasi visual sebagai referensi dalam awal pembelajaran. Tugas lain guru dalam tahap ini adalah menguji apakah siswa telah memahami informasi baru sebelum mereka mengaplikasikannya dalam tahap praktek. Menguji yang dimaksudkan adalah siswa diharuskan mengingat dan memperhitungkan informasi yang baru saja mereka pelajari. 3. Praktek Terstruktur Guru menuntun siswa melalui contoh-contoh praktek dan langkahlangkah di dalamnya. Peran guru dalam tahap ini adalah memberi respons balik terhadap respons siswa, baik untuk menguatkan respons yang sudah tepat maupun untuk memperbaiki kesalahan dan mengarahkan siswa pada performa praktek yang tepat. Jika guru telah mampu menjalankan fungsi tersebut dengan baik dan bisa memberikan contoh praktek yang benar, bisa dipastikan bahwa siswa akan mampu memahami segala langkah dalam praktek sehingga mereka bisa mengandalkan pengetahuan tersebut sebagai referensi utama sebelum menjalani tahap praktek semi-independen. 4. Praktek Dibawah Bimbingan Pada tahap ini guru memberikan siswa kesempatan untuk melakukan praktek dengan kemauan mereka sendiri. Praktek dibawah bimbingan
memudahkan
guru
mempersiapkan
bantuan
untuk
15
mengembangkan
kemampuan
siswa
dalam
menampilkan
tugas
pembelajaran. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara membantu meminimalisir jumlah dan ragam kesalahan yang dilakukan siswa. Peran guru dalam tahap ini adalah mengontrol kerja siswa, dan jika dibutuhkan, memberikan respons yang korektif ketika dibutuhkan. 5. Praktek Mandiri Praktek ini dimulai saat siswa telah mencapai level akurasi 85 hingga 90 persen dalam praktek dibawah bimbigan. Tujuan dari praktek mandiri adalah memberikan materi baru untuk memastikan dan menguji pemahaman siswa terhadap praktek-praktek sebelumnya. Dalam praktek mandiri, siswa melakukan praktek dengan caranya sendiri tanpa batuan dan respons balik dari guru. Praktek mandiri ini harus ditinjau sesegera mungkin setelah siswa menyelesaikan seluruh proses. Hal ini dilakukan untuk memperkirakan dan mengetahui apakah level akurasi siswa telah stabil atau tidak, serta untuk memberikan respons balik yang sifatnya korektif diakhir praktek terhadap mereka yang membutuhkannya.
Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh guru kepada siswa. Penyusunan waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran harus seefisien mungkin, sehingga guru dapat merancang dengan tepat waktu yang digunakan. Secara ringkas, sintaks model pengajaran langsung (direct instruction) disajikan dalam tabel sebagai berikut :
16
Tabel II.1. Sintaks Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Fase
Peran Guru Guru
menjelaskan
tujuan
Fase 1 pembelajaran,
informasi
latar
Menyampaikan tujuan dan belakang
pelajaran,
pentingnya
pelajaran,
mempersiapkan
mempersiapkan siswa siswa
(Orientasi) untuk belajar. Fase 2
Guru
mendemonstrasikan
Mendemonstrasikan pengetahuan dan
keterampilan dengan benar, atau
keterampilan
menyajikan informasi tahap demi
(Demonstrasi)
tahap.
Fase 3 Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
(Praktek Terstruktur) Fase 4 Mencek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas
dengan
baik,
memberi umpan balik.
(Praktek Dibawah Bimbingan) Guru
mempersiapkan
kesempatan
Fase 5 melakukan pelatihan lanjutan, dengan Memberikan kesempatan untuk perhatian khusus pada penerapan pelatihan lanjutan dan penerapan kepada situasi lebih kompleks dan (Praktek Mandiri) kehidupan sehari-hari. Sumber : Kardi dan Nur dalam Trianto (2009:43)
17
Tujuan utama model pengajaran langsung (direct instruction) adalah memaksimalkan waktu belajar siswa dan mengembangkan kemandirian dalam mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan (Joyce, Weil & Calhoun, 2009:422). Perilaku-perilaku guru yang tampak berhubungan dengan prestasi siswa sesungguhnya juga berhubungan dengan waktu yang dimiliki siswa dan tingkat kesuksesan mereka dalam mengerjakan tugas, yang pada gilirannya juga berhubungan erat dengan prestasi siswa. Oleh karena itulah, perilaku yang berkaitan erat dengan model pengajaran langsung (direct instruction) memang dirancang untuk membuat sebuah lingkungan pendidikan yang berorientasi akademik dan juga terstruktur serta mengharuskan siswa untuk terlibat secara aktif. Adapun lingkungan model pengajaran langsung (direct instruction) adalah tempat di mana pembelajaran menjadi fokus utama dan tempat di mana siswa terlibat dalam tugas-tugas akademik dalam waaktu tertentu dan mencapai tingkat kesuksesan yang tinggi. Dalam peneltian ini, peneliti lebih condong mengikuti teori dari Joyce, Weil dan Calhoun. Model pengajaran langsung (direct instruction) memiliki beberapa kelebihan
(http://ekagurunesama.blogspot.com/2010/07/kelebihan-model-
pengajaran-langsung-direct.html), sebagai berikut: 1. Dengan
model
pengajaran
langsung
(direct
instruction),
guru
mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.
18
2. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun. 3. Model ini dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan. 4. Model model pengajaran langsung (direct instruction) menekankan kegiatan mendengarkan (melalui ceramah) dan kegiatan mengamati (melalui demonstrasi), sehingga membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara model ini. 5. Model pengajaran langsung (direct instruction) (terutama kegiatan demonstrasi) dapat memberikan tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan antara teori (hal yang seharusnya) dan observasi (kenyataan yang terjadi). 6. Model ini dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas yang kecil. 7. Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas. 8. Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat. 9. Dalam model ini terdapat penekanan pada pencapaian akademik. 10. Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat. 11. Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik. 12. Model ini dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa.
19
13. Model ini dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual dan terstruktur. Selain memiliki kelebihan-kelebihan, pada setiap model pengajaran akan ditemukan keterbatasan-keterbatasan. Begitu pula dengan model pengajaran langsung
(direct
instruction),
keterbatasan-keterbatasan
ini
(http://ekagurunesama.blogspot.com/2010/07/keterbatasan-keterbatasan-modelpengajaran-langsung-direct.html) adalah sebagai berikut: 1. Model
pengajaran
langsung
(direct
instruction)
bersandar
pada
kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa. 2. Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan model ini bergantung pada guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat. 3. Model pengajaran langsung (direct instruction) sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif. 4. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan
20
yang
cukup
untuk
memproses
dan
memahami
informasi
yang
disampaikan. 5. Model pengajaran langsung (direct instruction) memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini. 6. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri. 7. Karena model pengajaran langsung (direct instruction) melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham.
2. Hakikat Pembelajaran Konvensional Konvensional adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada siswa. Pendekatan pembelajaran konvensional merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Dalam pembelajaran konvensional siswa dipandang sebagai orang yang belum mengetahui apapun dan hanya menerima bahan-bahan yang diberikan oleh guru. Guru adalah orang dewasa yang memiliki pengetahuan dan wewenang untuk menyampaikan pengetahuan itu kepada siswanya.
21
” Pembelajaran
Konvensional merupakan metode pembelajaran yang
menggunakan guru sebagai satu-satunya sumber belajar, dalam arti guru sebagai pemegang kendali dan kontrol dalam penetapan isi, metode pembelajaran dan menilai hasil belajar siswa” (Nawawi dalam Situmorang, 2010). Metode yang dilakukan dalam konvensional secara umum dilakukan dengan ceramah, kemudian beberapa variasi diantaranya tanya jawab dan penugasan. Peranan siswa dalam metode ceramah adalah mendengarkan dengan teliti dan menulis pokok penting yang dikemukakan oleh guru. Materi yang dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah dan terbatas pada apa yang dikuasai guru, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru. Sifat-sifat pembelajaran konvensional menurut Massofa dalam Situmorang (2010): 1.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
2.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya ”mendompleng” keberhasilan ”pemborong”.
3.
Kelompok belajar biasanya homogen.
4.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
5.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
6.
Pemantuan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
22
7.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Dalam penelitian ini, pembelajaran konvensional yang dimaksudkan merupakan pembelajaran yang diterapkan guru sebelum diterapkannya model pengajaran langsung. Dimana proses pembelajran yang dilaksanakan yaitu guru menjelaskan materi yang akan dipelajari dari depan ruang praktek, lalu membagikan job sheet kepada siswa dan kemudian menyuruh siswa mengerjakan apa yang telah diajarkan dengan memperhatikan kembali instruksi yang ada di lembar kerja (job sheet). Setelah itu guru memperhatikan siswa dari depan ruang praktek dan sesekali mendampingi siswa dalam mengerjakan prakteknya.
3. Hakikat Praktek Kerja Batu Memasang Sudut Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata Dan Memasang Pertemuan Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata Pada umumnya, didalam melaksanakan pekerjaan suatu bangunan terutama dalam bangunan gedung, dikenal berbagai macam jenis pekerjaan, antara lain pekerjaan: (1) batu, (2) beton, (3) baja, (4) kayu, (5) instalasi air, (6) instalasi penerangan, (7) halaman dan sebagainya. Pekerjaan batu meliputi semua kegiatan pekerjaan yang menggunakan bahan dari batu atau semua pekerjaan yang ada hubungannya dengan batu, misalnya: (1) pengukuran, meliputi menentukan garis-daftar antara dua buah patok, menentukan sudut siku-siku antara dua buah garis dengan sistem tiga patok langsung, menentukan sudut siku antara dua buah garis dengan sistem benang silang atau sistem patok sementara, menentukan as pasangan dan memasang
23
papan bangunan; (2) pasangan, meliputi pekerjaan pasangan pondasi (mencakup membuat galian tanah untuk lubang pasangan pondasi, memasang profil untuk pemasangan pondasi, memasang pondasi batu kali, memasang pondasi pasangan bata dan memasang bata tegak muka), pekerjaan pasangan tembok (mencakup memasang profil untuk pasangan tembok, pemasangan kosen pintu, pemasangan kosen jendela, pasangan tembok bata, tembok pasangan bata-tras-kapur, pekerjaan pemasangan perancah, pasangan bata tegak muka, pekerjaan pasangan kisi beton); (3) pekerjaan perapihan (mencakup plesteraan tembok, plesteran tepi tegak, pekerjaan menghaluskan plesteran, pengapuran dan pengecatan) dan lain-lain tergabung pada macam bangunan (Depdikbud 1980:1).
Pada mata pelajaran praktek kerja batu terdapat materi pasangan tembok yang salah satu diantaranya pasangan tembok bata. Pasangan tembok bata juga terbagi atas beberapa submateri antara lain memasang sudut siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata dan memasang pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata. Dalam submateri memasang sudut siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata memiliki dua lapisan untuk penyusunannya yaitu: (1) Lapis I dari tembok 1 berupa lapis bujur yang tegak lurus dengan tembok 2; (2) lapis II dari tembok 1 berupa lapis kepala yang dipasang di sisi pasangan tembok 2, yang terdiri dari lapis bujur yang didahului dengan ½ bata (Depdikbud 1981: 53).
24
Gambar II.1. Pasangan sudut siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata
Gambar II.2. Proyeksi miring pasangan sudut siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata
Begitu juga dengan submateri memasang pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata memiliki dua lapisan dalam penyusunannya yaitu: (1) Lapis I dari tembok 1 terdiri dari lapis bujur yang didahului 2 bata ¾ yang dipasang tegak lurus terhadap tembok II, dimana bata pada tembok 2 berupa lapis kepala; (2) Lapis II dari samping tembok 2 diteruskan sampai rata dengan tembok 1,
25
sedangkan dari tembok 1 berupa lapis kepala, yang dimulai dari sebelah kanan dan kiri dari tembok 2 (Depdikbud 1981:53).
Gambar II.3. Pasangan pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata
Gambar II.4. Proyeksi miring pasangan pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata
4. Hakikat Hasil Belajar Praktek Kerja Batu Memasang Sudut Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata Dan Memasang Pertemuan Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata Belajar didefinisikan sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru
26
(Anthony Robins dalam Trianto, 2009:15). Makna belajar dalam hal ini, bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui, tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahuan yang baru. Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bhaan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi) (Sagala, 2003:11). Belajar didefinisikan secara lebih lengkap, belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir (Slavin dalam Trianto, 2009:16). Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan proses belajar akan menyebabkan perubahan pada diri individu dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap sesuatu keadaan yang lebih baik, yang mengacu kepada tingkat keberhasilan belajar yang diorientasikan pada hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar adalah perubahan perilaku seseorang akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena seseorang tersebut mencapai penguasaan atau sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar (Purwanto
27
2008:46). Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun motorik. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengukur hasil belajar seseorang, harus ada suatu alat pengukur. Alat atau prosedur yang digunakan disebut tes. Tes dapat berupa tugas-tugas yang harus dilaksanakan, pertanyaan-pertanyaan dan soal-soal yang harus dijawab. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai suatu program pengajaran. Skor yang diperoleh mencerminkan adanya perbedaan tingkat kemampuan. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar kompetensi kejuruan yaitu suatu penilaian dari hasil usaha yang dicapai siswa dari suatu kegiatan praktek kerja batu dalam memasang sudut dan pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata yang dilakukan dalam waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk angka.
B. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Pembelajaran Konvensional Terhadap Hasil Belajar Praktek Kerja Batu Memasang Sudut Dan Pertemuan Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata
Guru harus mengerti model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajar dan mendidik siswa agar siswa tersebut dapat lebih cepat menangkap
28
dan memahami apa yang diajarkan kepadanya, dengan demikian dapat mempengaruhi hasil belajarnya kelak. Dalam
hal
ini
sebaiknya
digunakan
model
pembelajaran
yang
menyenangkan dan dapat merangsang siswa untuk berfikir kreatif dan kritis bukan pembelajaran yang membuat siswa bosan dan pasif. Dengan pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar diharapkan juga siswa dapat bersosialisasi dengan teman-teman dan lingkungannya. Selama ini model yang digunakan adalah pembelajaran konvensional dimana guru hanya sebatas menjelaskan materi pelajaran yang akan dipraktekkan tanpa melakukan demonstrasi terlebih dahulu, lalu membagi siswa dalam kelompok dan kemudian menyuruh siswa melakukan prakteknya sendiri sesuai kelompok masing-masing. Guru hanya sesekali memperhatikan praktek yang dilakukan siswa. Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok. Hal ini tentu membuat siswa menjadi kurang aktif dan dapat mempengaruhi hasil belajarnya.
2. Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction) Terhadap Hasil Belajar Praktek Kerja Batu Memasang Sudut Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata Dan Memasang Pertemuan Siku-Siku Dua Tembok Dengan Tebal ½ Bata Keberhasilan proses belajar mengajar diukur dari hasil belajar yang dicapai siswa. Hasil belajar siswa dapat dilihat dengan adanya perubahan perilaku siswa tersebut. Belum maksimalnya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya cara guru mengajar. Seorang guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang kondusif dan harus dapat memilih cara yang
29
harus digunakan guru tersebut selama mengajar. Agar siswa tetap fokus pada materi yang diajarkan dan tidak merasa jenuh selama proses belajar mengajar berlangsung. Proses belajar yang dilakukan bertujuan agar siswa menguasai, memahami pelajaran yang diberikan guru, dan tetap berperan di dalam proses belajar, maka dalam hal ini guru harus dapat memilih cara mengajar yang tepat dan sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Praktek kerja batu merupakan mata pelajaran produktif dari program keahlian teknik konstruksi batu dan beton. Tentunya siswa diharapkan benarbenar memahami dan menguasai pelajaran ini. Selama mengikuti pelajaran praktek kerja batu, siswa harus mengikuti langkah-langkah praktek pekerjaan yang sudah diajarkan guru dan juga tersedia didalam lembar kerja (job sheet). Model pengajaran langsung (direct instruction) merupakan salah satu model pengajaran yang cocok untuk mata pelajaran praktek kerja batu. Hal ini dikarenakan,
dengan
menggunakan
model
pengajaran
langsung
(direct
instruction) siswa dapat terlatih untuk melakukan suatu praktek dengan mengalami tiga proses praktek dari model ini. Adapun langkah-langkah dalam model pengajaran langsung (direct instruction) adalah sebagai berikut: (1) orientasi, (2) presentasi, (3) praktek tersturktur, (4) praktek dibawah bimbingan dan (5) praktek mandiri. Sedangkan pada proses pembelajaran praktek kerja batu memasang sudut dan pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata mengarah pada ranah psikomotor, dimana siswa langsung dihadapkan pada praktek pasangan sudut dan pertemuan siku-siku dua tembok dengan tebal ½ bata. Pada praktek ini guru melakukan (1)
30
penyampaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan mteri yang akan diajarkan, (2) penjelasan langkah-langkah praktek yang harus dilakukan (demonstrasi), (3) menuntun praktek terstruktur dalam beberapa langkah dan member koreksi terhadap kesalahan, (4) memperhatikan siswa yang melakukan praktek secara satu persatu dan memberikan respons balik, (5) memberi materi untuk praktek mandiri siswa dan menilai hasil dari praktek mandiri yang telah selesai dikerjakan siswa. Berdasarkan uraian diatas, dapat diduga bahwa model pengajaran langsung (direct instruction) dapat memberi pengaruh yang lebih tinggi terhadap hasil belajar praktek kerja batu siswa.
C. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kerangka teoritis dan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah hasil belajar praktek kerja batu siswa kelas X SMK Negeri 2 Medan Tahun Ajaran 2011/2012 lebih tinggi dengan menggunakan model pengajaran langsung (direct instruction) dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (pembelajaran yang selama ini dipergunakan oleh guru).