BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS A.
Kerangka Teori 1.
TUGAS DAN WEWENANG POLRI MENURUT UU NO 2 TAHUN 2002 Ketentuan-ketentuan tentang pelanggaran lalu lintas secara tegas diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UndangUndang No 2 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penindakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Seperti dalam Tindak pidana pelanggaran lalu lintas dalam kasus STNK terlambat membayar pajak dan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sudah tidak berlaku, Bahwa berdasarkan Pasal 106 ayat (5) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Jo, Pasal 265 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, SIM dan STNK merupakan hal yang diperiksa Polisi lalu lintas dalam hal pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan. Menurut Pasal 288 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa : (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5)
22
huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). (2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Dalam Pasal PP No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terlaksana sesuai prosedur hukum, jika ada kesadaran kewenangan juga tanggung jawab bagi Pihak-pihak yang berwajib dengan masyarakat, disini penulis coba menuliskan pengertian dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang tercantum dalam PP No 80 Tahun 2012, pada Pasal 12 PP No 80 Tahun 2012 menyebutkan
23
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dapat dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau insidental sesuai dengan kebutuhan. Artinya pemeriksaan dilakukan dilakukan secara berkala yakni per enam bulan sekali atau sesuai kebutuhan, yakni kapan saja dilakukan disaat memang harus dilakukan karena pertimbangan tertentu dilakukan oleh Kepolisian dan Penyidik Pehawai Negeri Sipil di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan hal ini termaktub pada Pasal 13 ayat (1) PP No 80 Tahun 2012, berdasarkan Pasal 281 PP No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penindakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa : “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) “. Pertimbangan tersebut didasari pada Pasal 13 ayat (2) dan (3), dalam ayat (3) PP No 80 Tahun 2012 pertimbangannya meliputi : 1.
Angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas di jalan;
2.
Angka kejahatan yang menyangkut Kendaraan Bermotor;
3.
Jumlah Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan; ketidaktaatan pemilik dan/atau pengusaha angkutan untuk melakukan pengujian Kendaraan Bermotor pada waktunya;
4.
Pelanggaran perizinan angkutan umum; dan/atau pelanggaran kelebihan muatan angkutan barang.
24
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebelum undang-undang ini berlaku adalah UU No 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (LN.1997 No 8, dan TLN. No 3710) sebagaimana penyempurnaan dari UU No 13 Tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kepolisian Negara (LN.1961 No 245, dan TLN. No 2289). Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas, yang dikeluarkan oleh: 1. Atasan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan 2. Atasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di dalam Bab III UU No 2 Tahun 2002 disebutkan tugas dan wewenang Kepolisian Negara. Tugas pokok kepolisian Negara selanjutnya diatur dalam Pasal 13, secara garis besar disebutkan: b. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; c.
Menegakkan hukum; dan
d.
Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
25
Selanjutnya tugas pokok kepolisian Negara diatur dalam Pasal 14, Dalam pasal tersebut disebutkan tugas pokok Kepolisian Negara yang berkaitan dengan tindak pidana adalah: e. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hokum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya (Pasal 14 ayat (1) huruf g UU No 2 Tahun 2002). Lebih lanjut dalam tugas umum Kepolisian Negara diatur dalam Pasal 15, Dalam pasal tersebut disebutkan tugas umum Kepolisian Negara yang berkaitan dengan tindak pidana adalah menerima laporan dan/atau pengaduan (Pasal 15 ayat (1) huruf a). Sedangkan Kepolisian Negara dalam proses pidana berwenang: a. Melakukan
penangkapan,
penahanan,
penggeledahan,
dan
penyitaan; b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; c.
Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
26
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan perhentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) serta menerima hasil penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hokum yang bertanggung jawab. 1 Pasal 1 ayat (1) UU No 2 Tahun 2002, pada hakikatnya tugas kepolisian dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Tugas Preventif (mencegah), yaitu melaksanakan segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan dalam rangka menyelenggarakan, melindungi Negara dan badan hukumnya, kesejahteraan, kesentosaan, keamanan, dan ketertiban umum, orang-orang dan harta bendanya terhadap serangan dan bahaya dengan jalan mencegah terjadinya tindak pidana dan perbuatan-perbuatan lain yang walaupun tidak diancam dengan pidana, akan tetapi walaupun
1
Denny Kailimang, Sanggahan Atas Masalah Praperadilan Antara Harapan dan Kenyataan, Jakarta, Tahun 1987, hal 17.
27
tidak diancam pidana, akan tetapi dapat mengakibatkan terganggunya keamanan dan ketertiban umum. b. Tugas Refresif (memberantas), ialah kewajiban melakukan segala usaha, pekerjaan, dan kegiatan untuk membantu tugas kehakiman guna memberantas perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana yang telah dilakukan, secara penyidikan, menangkap, dan menahan yang berbuat salah, memeriksa, menggeledah, dan membuat berita acara pemeriksaan pendahuluan serta mengajukan kepada jaksa untuk dituntut pidana di muka hakim. 2. Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan Penyelidikan dan penyidikan dahulu kedua-duanya dikenal dengan nama pengusutan (opsporing). Setelah diundangkannya UU No 13 Tahun 1961 istilah pengusutan diganti penyidikan. Definisi opsporing (pengusutan/penyidikan)
menurut
de
Pinto
(R.Tresna)
adalah
pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum. Menurut KUHAP Pasal 1 butir (5) pengertian penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan yang dimaksud penyidikan menurut Pasal 1 butir (2) KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik dalam
28
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulakn bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidan yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Menurut Pasal 1 butir (4) KUHAP yang dimaksud penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk penyelidikan. Wewenang dan kewajiban penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP yang berbunyi : 1. Karena kewajibannya mempunyai wewenang : 2. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana; 3. Mencari keterangan dan barang bukti; 4. Menyuruh
berhenti
seseorang
yang
dicurigai
dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 5. Mengadakan
tindakan
lain
menurut
hokum
yang
bertanggung jawab. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa: a. Penangkapan,
larangan
meninggalkan
tempat,
penggeledahan dan penyitaan; b. Pemeriksaan dan penyitaan; c. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang; d. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
29
Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 butir 1 KUHAP). Selanjutnya yang dimaksud penyidik tersebut diatur dalam Pasal 6 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut : Penyidik merupakan : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. 3. Pengertian Penyitaan Pengertian penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan peradilan (Pasal 1 butir (16) KUHAP). 1. Objek Penyitaan Jika pengertian di atas dihubungkan dengan Pasal 39 ayat (1) KUHAP, maka objek penyitaan adalah : (1) Benda bergerak dan tidak bergerak; (2) Benda berwujud dan tidak berwujud; (3) Benda yang dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit. Sepanjang benda tersebut di atas memenuhi kriteria seperti di bawah ini :
30
a. Benda atau tagihan tersangka diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya. c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana. d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana. e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Dari ketentuan yang telah kami sampaikan di atas, dapat dilihat bahwa benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda-benda yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan terjadinya suatu tindak pidana, maka jika ada benda yang sempat diambil oleh penyidik, namun ternyata tidak berhubungan dengan tindak pidana, maka benda tersebut akan segera dikembalikan kepada orang yang berhak. Menurut ketentuan Pasal 44 KUHAP disebutkan: (1) Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara. (2) Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapa pun juga. Ketentuan di atas senada dengan Pasal 8 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan
31
Barang Bukti di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia (“PERKAP Nomor 10 Tahun 2010”), yang menyatakan sebagai berikut: (1) Barang bukti temuan yang telah disita penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib diserahkan kepada PPBB. (2) PPBB yang menerima penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pencatatan ke dalam buku register dan disimpan pada tempat penyimpanan barang bukti. (3) Dalam hal barang bukti temuan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan, dapat diambil tindakan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana. (4)
Dalam hal barang bukti temuan berupa narkotika jenis tanaman, dalam waktu 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam wajib dimusnahkan sejak saat ditemukan, setelah sebagian disisihkan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Dalam hal penanganan benda sitaan dapat dilihat dari Pasal 270 PP No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan jalan dijelaskan bahwa : (1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan
penitipan benda sitaan
yang diduga
berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. (2) Benda sitaan disimpan di rumah penyimpanan benda sitaan negara.
32
(3) Dalam hal belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan dapat dilakukan di kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain, atau tetap di tempat semula benda itu disita. (4) Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 4. Tata Cara Penyitaan Penyitaan yang dilakukan oleh penyidik terhadap benda hak milik tersangka/terdakwa berkaitan dengan hak asasi manusia. Oleh karena itu, suatu penyitaan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan harus sesuai dengan persyaratan dan mekanisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun bentuk dan tata cara penyitaan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penyitaan biasa “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. Penyidik dalam melakukan penyitaan terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita. Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang yang memiliki benda yang akan disita atau keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita dengan disaksikan oleh Kepala
33
Desa atau Ketua Lingkungan dengan dua orang saksi. Kemudian penyidik membuat berita acara penyitaan. 2. Penyitaan dalam keadaan perlu dan mendesak Dalam keadaan perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, maka penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. (lihat Pasal 38 ayat (2) KUHAP) 3. Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan Penyitaan dalam keadaan tertangkap tangan diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 41 KUHAP sebagai berikut: Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau suatu benda lain yang dipakai sebagai barang bukti.Selanjutnya dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh Kantor Pos dan Telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang hal tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau berasal daripadanya, dan atas tindakan itu kepada tersangka dan atau pejabat Kantor Pos dan Telekomunikasi dan lain-lain harus diberikan surat tanda penerimaan 4. Penyitaan terhadap surat atau tulisan lain
34
Penyitaan terhadap surat atau tulisan lain diatur dalam Pasal 43 KUHAP. Menurut ketentuan ini bahwa penyitaan terhadap surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau izin khusus Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain. Kemudian, mengenai penyitaan kendaraan bermotor, hal tersebut dapat dilakukan jika Pasal 32 ayat (6) PP 80/2012): a. Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan; b. Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi; c. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor; d. Kendaraan Bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau e. Kendaraan Bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat. 1. Pengertian Praperadilan Menurut KUHAP Dan Prosesnya Praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang: 1. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,
35
2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Mengenai praperadilan ini diatur dalam Pasal 77 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Dalam istilah hukum Indonesia, adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang: (a). Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atau permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasa tersangka; (b). Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; (c). Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.2 Praperadilan telah diatur dalam KUHAP dan hal tersebut merupakan hak setiap Tersangka, keluarga, kuasa hukum atau pihak ketiga guna menjamin suatu kepastian hukum terhadap proses hukum yang sedang atau telah berjalan. Setiap penyidik ataupun atasan penyidik seolah antipati dengan pra peradilan. Ada suatu anggapan bahwa seorang penyidik yang pernah di praperadilankan dipandang mempunyai suatu cacat, sehingga dianggap tidak cakap atau tidak mampu melakukan penyidikan. Praperadilan adalah suatu hal yang wajar dan tidak perlu ditakuti sepanjang proses penyidikan atau upaya paksa yang dilakukan didasarkan kepada aturan dalam KUHAP. Tidak semua putusan pra peradilan dimenangkan oleh tersangka atau pihak yang mengajukan. Di dalam proses sidang pemeriksaan 2
Hadari Djanawi tahir, Drs. S.H. Pokok-Pokok Pikiran Dalam KUHAP . Allumni, Bandung, 1981
36
pra peradilan tentunya akan mempertimbangkan fakta baik secara yuridis maupun fakta materiil. Apabila dalam KUHAP tentunya pra peradilan tersebut dimenangkan juga telah diatur dalam KUHAP. Adapun ruang lingkup Praperadilan yaitu, Di Dalam Bab X Bagian Kesatu mulai pasal 79 sampai pasal 83 KUHAP, pihak – pihak yang dapat mengajukan pra peradilan adalah sebagai berikut : (1) Tersangka, keluarganya melalui kuasa hukum yang mengajukan gugatan praperadilan terhadap kepolisian atau kejaksaan di pengadilan atas dasar sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan. (2). Penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan atas dasar sah lam atau tidaknya penghentian penyidikan. (3). Penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan atas dasar sah atau tidaknya penghentian penuntutan. (4). Tersangka atau pihak ketiga yang bekepentingan menuntut ganti rugi tentang sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan (pasal 81 KUHAP). (5). Tersangka, ahli waris atau kuasanya tentang tuntutan ganti rugi atas alasan penangkapan atau penahanan yang tidak sah, penggeledahan atau penyitaan tanpa alasan yang sah atau karena kekeliruan orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke sidang pengadilan (pasal 95 ayat (2) KUHAP).
37
Secara jelas proses pemeriksaan (hukum acara) dalam Pasal 79 KUHAP disebutkan bahwa hak tersangka adalah “Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”.3 Yang kemudian akan dilanjutkan Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya ( Pasal 80 KUHAP ), Maka Mekanisme Praperadilan disebutkan dalam Pasal 78 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa “ Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera “. Acara pemeriksaan praperadilan dijelaskan dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP yaitu sebagai berikut: a. Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. b. Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang. c. Pemeriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. 3
KUHAP Pasal 79.
38
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk
mengadakan
pemeriksaan
praperadilan
lagi
pada
tingkat
pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. Pemeriksaan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara atau SP3 merupakan salah satu lingkup wewenang praperadilan. Pihak penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan pemeriksaan (praperadilan) tentang sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan. Permintaan
tersebut
diajukan
kepada
ketua
pengadilan
negeri
dengan
menyebutkan alasannya (pasal 1 angka 10 huruf b jo. pasal 78 KUHAP). B.
HASIL PENELITIAN Permohonan praperadilan Advokat Lembaga Bantuan Hukum “SOLIDARITAS” yang berkantor di Jln. Soekarno Hatta Km. 31 Harjosari Bawen, Kabupaten Semarang, sebagai Pemohon. LBH SOLIDARITAS mengajukan surat permohonan pra pradilan pada tanggal 11 Februari 2014 yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri SALATIGA Pada tanggal 12 Februari 2014 dan terdaftar di bawah No 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal telah mengajukan permohonan Pra Peradilan terhadap Termohon, Bahwa LBH “SOLIDARITAS” merupakan pihak ketiga yang berkepentingan pada hari rabu tanggal 5 Februari 2014 yang menugaskan staff bernama Harno ke kota Boyolali untuk mendaftarkan 39
gugatan Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC STNK An. Endar
Susilo
warna
hitam
dengan
Nomor
rangka
MHKV3BA3J9K006402 Nomor Mesin DE52914. Pada waktu itu jam 11.30 Wib ada razia di jalan baru (jlang lingkar Salatiga) terjadi pemeriksaan oleh SATLANTAS POLRESTA SALATIGA. Dalam hal gugatan yang diajukan pemohon Advokat Lembaga Bantuan Hukum “ SOLIDARITAS” mengajukan keberatan terhadap Pihak Termohon karena melakukan penyitaan terhadap mobil dan surat-surat tanpa memberikan bukti dan tidak menelaah Pasal 39 ayat (1) sebagai pertimbangan yang didalam pasal tersebut menyebutkan unsur-unsur penyitaan kendaraan dan Satuan Lalu Lintas Resort Kota Salatiga melanggar Pasal 38 ayat (1) yang menyatakan “ Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat”. Bahwa dengan demikian semestinya tidak dilakukan penyitaan oleh Oknum Satlantas Resort Kota Salatiga terhadap Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC STNK An. Endar Susilo Warna Hitam dengan Nomor Rangka MHKV3BA3J9K006402 Nomor Mesin DB52914, dengan peristiwa penyitaan yang dialami Harno selaku staff dari Lembaga Bantuan Hukum “SOLIDARITAS” ditawarkan negosiasi dengan salah satu anggota dan diperlihatkan brosur nominal yang dapat dibayarkan dengan pilihan : (a). Rp. 1.500.000,(b). Rp. 750.000,40
(c) Rp. 250.000,Setelah
bernegosiasi
dengan
salah
satu
anggota
SATLANTAS
POLRESTA SALATIGA beserta staff LBH SOLIDARITAS tidak terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak, sehingga staff LBH SOLIDARITAS melakukan tindakan yaitu, menghubungi Komisaris LBH “SOLIDARITAS” yang bernama H. Endar Susilo, SH, MH dan selanjutnya Komisaris menyuruh untuk meminta surat tilang kepada anggota SATLANTAS POLRESTA SALATIGA yang berdinas pada saat itu. Beberapa saat kemudian Tim dan Komisaris LBH “SOLIDARITAS” pada tempat kejadian perkara dan mendengarkan duduk perkara dari IPTU. HARJAN WIDODO bersama dengan anggotanya tetap menyita Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC STNK An. Endar Susilo warna hitam dengan nomor rangka MHKV3BA3J9K006402 Nomor mesin DE52914 dan meminta Komisaris LBH “SOLIDARITAS” menandatangani surat tilang yang diajukan salah satu anggota SATLANTAS POLRESTA SALATIGA, akan tetapi ditolak oleh Komisaris LBH”SOLIDARITAS” karena bertentangan dengan prosedur yang ada. Dalam Pokok perkara ini Tim LBH “SOLIDARITAS” mengalami kerugian dikarenakan pada saat itu dalam perjalanan sidang perkara menuju persidangan perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Semarang menjadi terlambat hadir dalam sidang dan tidak bisa melakukan agenda yang telah dipersiapkan oleh Tim LBH “SOLIDARITAS”, sehingga membuat kerugian klien baik bersifat materiil dan kerugian bersifat formil. Objek Permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan ini terkait adanya penyitaan Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC STNK An, Endar Susilo warna hitam dengan nomor 41
rangka MHKV3BA3J9K006402 Nomor Mesin DE52914, agar segera ditetapkan melalui Ketua Pengadilan Negeri Salatiga Oleh Ketua Majelis Pemeriksa perkara Permohonan Pra Peradilan menyerahkan armada tanpa syarat. Akibat kejadian tersebut Tim LBH “SOLIDARITAS” pada hari yang sama yaitu, hari kamis tanggal 6 Februari 2014 melaporkan pada Dit. Provisi dan pengamatan (Dit. PROPAM) POLDA JATENG, dikarenakan pemohon tidak setuju dengan tindakan termohon Pra Peradilan yang tidak sesuai prosedur menyita Armada GRANDMAX oNomor Polisi H 8412 VC STNK An. Endar Susilo warna hitam dengan nomor Rangka MHKKV3BA3J9K006402 Nomor mesin DE52914 dengan tanpa syarat, secara jelas dapat ditelaah dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP yang menyebutkan syah dan tidaknya penyitaan barang bukti yang berbunyi “ Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana”. Pada kesempatan yang dianjurkan dan diusahakan kepada kedua belah pihak agar tentang permohonan Pra Peradilan ini diselesaikan secara damai, akan tetapi tidak ada kata sepakat diantara kedua belah pihak, kemudian persidangan dialnjutkan dengan membacakan permohonan Pra Peradilan pemohon yang isinya tetap dipertahankan oleh pemohon, selanjutnya terhadap permohonan Pra Peradilan yang diajukan Pemohon diatas mendapat tanggapan dari Termohon dengan menyampaikan bantahannya secara lisan dipersidangan tanggal 17 Februari 2014, pada tanggal 5 Februari 2014 sekitar pukul 10.30 Wib sekitar 15 anggota Satlantas Polresta Salatiga berdasarkan surat tugas melaksanakan operasi lalu lintas di JLS (jalan lingkar selatan) dengan penanggung jawab operasi yaitu KBO Satlantas Polres Salatiga IPTU HARJAN WIDODO, SH. 42
Pada saat operasi lalu lintas yang diadakan Satlantas Polresta Salatiga dari arah Semarang ada sebuah kendaraan berupa Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC yang kemudian dihentikan oleh Petugas Satlantas Polresta Salatiga untuk dilakukan kelengkapan surat-surat kendaraan, dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui STNK Mobil GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC, atas nama Endar Susilo tersebut ternyata sudah tidak membayar pajak/terlambat membayar pajak sejak Thaun 2011 dan kemudian SIM dari Pengemudi Armada GRANDMAX tersebut atas nama Suharno setelah diperiksa sudah tidak berlaku/habis masa berlakunya pada Tahun 2013. Kemudian Petugas Satlantas Polresta Salatiga berkonsultasi dengan KBO Satlantas Polresta Salatiga (Iptu Harjan Widodo, SH), selaku penanggung jawab Operasi dan memutuskan menindak lanjuti dengan cara membuat Surat Tilang dan menyita Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC. Pengemudi Armada GRANDMAX yang bernama Suharno tidak bersedia menandatangani surat tilang tersebut dan Suharno menelepon temannya. Setelah selang waktu teman-teman Suharno (Pengemudi Grandmax Nomor Polisi H 8412 VC) meminta mobil tersebut tidak disita dan mengancam akan mempraperadilan semua petugas yang beroperasi pada saat itu. Setelah dilakukan pembicaraan bersama Petugas Satlantas Polresta Salatiga dan Pemilik Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC yang bernama Endar Susilo, tidak terjadi kesepakatan diantar kedua belah pihak dan saudara Endar Susilo meremas surat tilang selanjutnya kertas tilang tersebut dibuang dan oleh kemudian Petugas Satlantas diambil dan dijadikan satu barang bukti yang diamankan oleh Petugas Satlantas Polresta Salatiga. Sehubung dengan 43
adanya jawaban Termohon tersebut, atas kesempatan yang diberikan Pemohon telah menyampaikan tanggapan/Repliknya secara lisan di persidangan yaitu pada tanggal 17 Februari 2014 yang pokoknya menyatakan bertetap pada dalil-dalil permohonannya, dengan adanya Replik dari Pemohon tersebut, atas kesempatan yang sama, Pika Termohon telah mengajukan Duplik secara lisan dalam persidangan secara lisan, dengan tanggal yang sama yaitu 17 Februari 2014 pada pokoknya menyatakan dalil-dalil jawabannya. Untuk mendukung dalil-dalil permohonannya tersebut, Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti ke persidanga, yaitu sebagai berikut : 1. Bukti P.1, yaitu berupa foto copy Akta pendirian Associate Law Firm Advocates Dan Legal Consultans “Solidaritas”, tanggal 6 Februari 2013; 2. Bukti
P.2,
yaitu
berupa
foto
copy
Buku
Pemilik
Kendaraan
Bermotor/BPKB tertanggal 4 November 2009; 3. Bukti P.3 yaitu, berupa foto copy Kartu Tanda Penduduk atas nama H. Endar Susilo, SH, MH, tertanggal 10 Desember 2013; 4. Bukti P.4 yaitu, berupa foto copy Kartu Advokat dan Kartu Lembaga Bantuan Hukum “Solidaritas” atas nama H. Endar Susilo SH,MH; Surat-surat bukti tersebut diatas telah diteliti dan dicocokkan kebenarannya, selain bukyi-bukti yang disebutkan diatas pihak Pemohon juga telah mengajukan 2 (dua) orang saksi guna didengar keterangannya, Saksi yang bernam SUHARNO berumur 36 Tahun telah bersumpah memberikan keterangan yang pada pokoknya bahwa, saksi bekerj Ssebagai sopir di LBH Solidaritas dan Bahwa awalnya pada hari rabu tanggal 15 Februari 2014, saksi ditugaskan oleh Komisaris LBH
44
Solidaritas untuk ke Pengadilan Negeri Boyolali dan setelah saksi berangkat dari Bawen dengan menggunakan 1 unit mobil GRANDMAX No. H 8412 VC sesampainya di JLS Salatiga sekitar pukul 11.00 Wib kurang, saksi dihentikan oleh petugas Satlantas Polres Saltiga dan diperiksa surat-surat kendaraanya. Dikarenakan saksi tidak pernah mengontrol. Ternyata saat pemeriksaan SIM saksi sudah mati sejak Bulan Maret 2013 dan STNK mobil juga terlambat membayar pajaknya dan kemudian saksi meminta kepada anggota Satlantas Polres Salatiga memeriksa surat-surat kendaraan tersebut dan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga disodori daftar denda tilang yang sudah mencantumkan nominal dendanya dan karena saksi tidak membawa uang, kemudia saksi meminta uang sebesar RP 250.000,- kepada saksi yang bernama Endang yang pada saat itu berada bersama saksi Suharno, dikarena saksi Endang tidak memiliki uang untuk membayar tilang dan mengatakan kepada Petugas Satlantas Polres Salatiga dikenakan tilang saja, Kemudian dibuatkan surat tilang oleh Petugas, akan tetapi setelah dijelaskan yang disita adalah 1 unit mobil GRANDMAX yang dikemudikan oleh saksi dan kunci kendaraan tersebut sudah ditangan Petugas Satlantas Polres Salatiga. Saksi tidak berkenan menandatangani surat tilang yang diberikan oleh Petugas Satlantas
Polres
Salatiga
dan
berusaha
menghubungi
Komisaris
LBH
“Solidaritas” kemudian memberitahukan bahwa saksi yang bernama Suharno kena tilang dan mobilnya disita oleh Petugas, tidak lama kemudian Komisaris LBH “Solidaritas” yaitu H. Endar Susilo menemui anggota Satlantas sedangkan saksi langsung masuk kedalam mobil. Dari keterangan H.Endar Susilo kepada anggota Satlantas memberitahukan bahwa ketika mendaftar kerja saksi yaitu, Suharno 45
memiliki SIM yang masih berlaku. Pada saat terjadi pemerikasaan yang dilakukan saksi yaitu Suharno hanya membawa uang sebesar RP 100.000,- dan Nominal uang yang dibawa oleh Suharno tidak cukup dengan denda tilang yang disodorkan oleh petugas Satlantas. Pada saat itu yang surat tilang yang diberikan kepada Suharno berwarna merah muda dan saksi hanya melihat sepintas terdapat jumlah nominal dalam kertas tersebut, dan nominal itu tekah tercetak rapi dan bukan dari tulisan tangan. Saksi kedua (2) yang bernama, Endang Sri Lestari berumur 38 Tahun dan bekerja di LBH “Solidaritas”. Pada saat kejadian hari rabu tanggal 15 Februari 2014 sekitar pukul 11.00 Wib, saksi berada didalam mobil bersama dengan suharno saksi pertama (1) dari Pemohon, saksi mengakui bahwa Mobil yang dikemudiakan oleh rekannya yaitu suharno adalah Mobil GRANDMAX berwarna hitam Nopol H 8412 VC milik H. Endar Susilo selaku Komisaris LBH “Solidaritas” dimana tempat saksi bekerja. Bahwa saat itu saksi mengetahui ada pemeriksaan yang dilakukan Oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga, akan tetapi saksi tidak mengetahui jika saksi yaitu Suharno mengeluarkan surat-surat kendaraan yang diminta oleh Petugas Satlantas, dikarena saksi Endang berada didalam mobil, yang saksi ketahui adalah pada saat itu juga Suharno menghampiri saksi kedalam mobil dan meminjam uang sebesar RP 250.000,- akan tetapi saksi tidak memiliki pada saat itu dan saksi menyarankan kepada Suharno untuk ditilang saja. Kemudian setelah berbicara dengan Petugas Satlantas Suharno mendatangi saksi dan berkata sudah ditilang dan mobil akan disita, kemudian saksi menyarankan kepada Suharno untuk tidak menandatangani surat tilang tersebut dan selanjutnya saksi menghubungi Pak Endar Susilo dan menceritakan
46
kejadian pada saat itu, saksi tidak mengetahui apa yang dibicarakan oleh Pak Endar Susilo dan Petugas Satlantas karena saksi masih tetap berada didalam mobil. Bahwa sebaliknya Pihak Termohon untuk mendukung Dalil-dalil tersebut telah mengajukan surat-surat buktinya ke persidangan yaitu sebagai berikut : 1. Bukti
T.1,
yaitu
berupa
foto
copy
Surat
perintah
Nomor
:
Sprin/122/I/2014/Lantas, tertanggal 31 Januari 2014; 2. Bukti T.2, yaitu berupa foto copy Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor/STNK atas nama pemilik Endar Susilo; 3. Bukti T.3, yaitu berupa foto copy Surat Izin Mengemudi (SIM) atas nama Suharno, tertanggal 14 Maret 2013; 4. Bukti T.4, yaitu berupa foto copy Bukti Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu atas SUHARNO; Surat-surat bukti mana telah teliti dan dicocokkan kebenarannya dengan surat aslinya dan ternyata cocok, Bahwa selain bukti seperti tersebut di atas, Pihak Termohon juga telah mengajukan 1 (satu) orang saksinya guna di dengar keterangan persidangan yaitu, Saksi yang bernama Singgih Karya Kumara berumur 28 Tahu merupakan Anggota Satlantas Polres Salatiga, Bahwa saksi bersama bersama 12 personil Satlantas Polres Salatiga di bawah penanggung jawab operasi Iptu. Harjan Widodo sebagai KBO Satlantas Salatiga, berdasarkan Sprint dari Kapolres, pada hari Rabu tanggal 15 Februari 2014 melakukan razia rutin di Jalan Lingkar Salatiga di depan Rumah Makan Bale Raos dari pukul 10.00 Wib sampai dengan pukul 12.00 Wib ada kejadian
47
tersebut, kemudian saksi menghentikan mobil GRANDMAX warna hitam H 8412 VC, saat terjadi pemeriksaan oleh anggota Satlantas ternyata STNK mobil tersebut sudah terlambat membayar pajak dan SIM penggemudi mobil tersebut sudah mati karena habis masa berlakunya pada bulan Maret 2013. Kemudian saksi menilang mobil tersebut dan memberitahukan kepada penggemudi mobil GRANDMAX warna hitam Nomor Polisi H 8412 VC tersebut disita, bahwa setelah diberitahaukan mobil akan disita penggemudi tersebut yang bernama Suharno tidak berkenan menandatangani surat tilang tersebut dan kembali menuju mobil yang dikendarainya dan berbicara dengan rekannya yang berada dimobil tersebut, kemudian rekan yang ada dimobil tersebut memberikan saran untuk tidak menandatangani surat tilang tersebut. Kemudian Suharno memberitahukan kepada saksi yang menandatangani adalah atasan saya dan saksi berusaha menjelaskan kepada Suharno bahwa yang bersangkutan melanggar aturan Lalu lintas, akan tetapi Suharno tetap bersikeras tidak menandatangani surat tilang tersebut. Pemilik kendaraan yang bernama H. Endar Susilo datang sambil mengeluarkan perkataan yang membentak dan marah-marah kemudian mengatakan “petugas arogan, yang berhak menyita adalah Pengadilan Negeri” serta mengancam akan mempraperadilankan semua petugas Satlantas pada saat itu. Pada saat itu saksi membuatkan surat tilang dan pelanggar juga menanyakan berapa dendanya, yang oleh saksi kemudian ditunjukkan daftar denda sesuai dengan UU No 22 tahun 2009 dan saat itu pelanggar saksi menyuruh untuk membaca sendiri besaran denda yang harus dibayarkan oleh pelanggar. Kemudian mobil itu disita dan kunci mobil diambil setelah pemilik 48
kendaraan yang bernama H. Endar Susilo Datang. Sejak awal surat tilang diberikan kepada pelanggar akan tetapi pelanggar tidak terima dan Pada saat Pak H. Endar Susilo bersama teman-temannya menggunakan mobil yang lain, Saksi memberikan surat tilang tersebut kepada pemilik kendaraan sambil berlari dan meletakkan didalam mobil akan tetapi Pak H. Endar Susilo mengatakan “jangan mau” dan kemudian surat tilang tersebut dibuang keluar mobil. Bahwa surat tilang tersebut berwarna merah muda, berisikan nama pelanggar, pasal yang dilanggar, tanggal pelanggaran, kolom barang bukti yang disita dan hari tanggal sidang, pada saat melakukan Operasi saksi tidak menunjukkan surat Perintah Operasi dan pada saat memeriksa kelengkapan surat-surat mobil, STNK GRANDMAX tersebut ada tetapi sudah telat membayar pajaknya, bahwa menurut saksi mobil GRANDMAX tersebut disita karena pajak mobil tersebut tidak dibayar dan SIM dari penggemudinya sudah mati sehingga telah melanggar Pasal 281 dan Pasal 288 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan penggemudi tidak berhak mengendarai mobil tersebut jadi bukan karena kecurigaan terhadap masalah kepemilikan kendaraan tersebut. Dalam Pasal 281 menyatakan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), seperti hal yang terjadi pada pengemudi Suharno SIM mati dan STNK terlambat membayar pajak mengakibatkan mati, 49
terlihat tidak ada kewenangan Suharno dan Endar Susilo elaku Pemilik kendaraan sekaligus Komisaris LBH “SOLIDARITAS”, ada keringanan hukuman yang ditawarkan Petugas Satlantas Polres Salatiga pada saat Suharno tidak melengkapi surat-surat kendaraan bermotor, dengan kata lain juga pengemudi kurang cermat dan melanggar aturan Lalu lintas dan angkutan jalan. Pasal 288 menjelaskan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), Dalam hal penjelasan dalam ketentuan-ketentuan ini terlihat tindak lanjut yang diberikan Kepolisian, khususnya yang mengatur terciptanya keamaanan dan ketertiban lalu lintas dan juga memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. 1.
Pertimbangan Majelis Hakim Pra Pradilan Dalam Putusan No 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal Putusan Majelis pada Tingkat I yang terkait dengan Penyitaan Kendaraan
antara LBH “SOLIDARITAS” dengan Petugas Satlantas Polres Salatiga yang dimuat dalam diktum dalam pokok perkara sebagaimana dicantum pada diktum pertama dan kedua sebagai berikut : a. Menyatakan menolak Permohonan Pemohon untuk seluruhnya
50
b. Menyatakan membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditasir sebesar : NIHIL Berdasarkan hal-hal yang disebutkan diatas Pemohon meminta agar dalam Putusan Pertimbangan Hakim sebagai berikut : 1. Menerima dan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan penyitaan barang tanpa ada berita acara yang ditanda tangani oleh Pemilik Armada atau yang membawa oleh Penyidik atau Anggota Satuan Lalu Lintas Resort Salatiga telah melakukan pelanggaran hukum dan main hakim sendiri secara tidak sah sesuai aturan hukum; 3. Memerintahkan Termohon untuk mengembalikan unit Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC An. Endar Susilo warna hitam dengan Nomor Rangka MHKV3BA3J9K006402 Nomor Mesin DE52914; 4. Menyatakan menurut hukum IPTU. HARJAN WIDODO tidak berwenang menyita Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC STNK An. Endar Susilo warna hitam dengan Nomor Rangka MHKV3BA3J9K006402 Nomor Mesin DE52914 tanpa perintah penyitaan oleh Ketua Pengadilan Negeri setempat, bahkan melakukan pelanggaran hukum pidana adanya perampasan barang atau obyek sengketa; 5. Menyatakan menurut hukum sah dan berharga institusi KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA Cq. KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH Cq. KESATUAN LALU LINTAS RESORT SALATIGA untuk mendapat sanksi denda secara moril kerugian setara pendirian LBH “SOLIDARITAS” sebesar
51
Rp.1.000.000,- (saru milyar rupiah). Denda secara materiel Unit GRANDMAX tahun 2010 senilai Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta) dibayar sesuai tunai didepan petugas yang mendapat kekuatan hukum tetap (INCRACT); Berdasarkan Pasal 260 ayat 1 huruf (d) UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa “ melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti”, ini merupakan kewenangan dari Polisi untuk menyita surat-surat kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan prosedur Hukum khususnya pada lalu lintas dan angkutan jalana, pada kejadian ini Petugas Satlantas Polres Salatiga telah menjalankan kewenangannya kepada pengemudi 1 (satu) unit Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC, An Endar Susilo warna hitam dengan nomor rangka MHKKV3BA3J9K006402 Nomor mesin DE52914 dengan melakukan penyitaan kendaraan bermotor, Berhubungan dengan itu Diatur juga dalam Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “Penyitaan atas Kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf (f) dilakukan jika” : a.
Kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan.
b.
Pengemudi tidak memiliki surat izin pengemudi
52
c.
Terjadi pelanggaran atas pesyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor.
d.
Kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan pidana.
e.
Kendaraan bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
Pengaturan tersebut diatas, semakin menguatkan Petugas Satlantas Polres Salatiga untuk menyita kendaraan bermotor yang dimiliki Endar Susilo, dikarenakan setiap kelengkapan surat-surat tidak sesuai ketentuan-ketentuan Hukum Lalu lintas da Tata cara dalam pengoperasian kendaraan bermotor. Dalam mempertimbangkan pendapat, Majelis Hakim sudah tepat bahwa Permohonan Pemohon Ditolak, dikarenakan bahwa Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) yang ditujukkan saat pemeriksaan sudah mati dan terlambat pembayaran pajaknya, didasarkan atas pelanggaran terhadap Undang-Undang RI No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, namun saksi beranggapan bahwa Penyitaan kendaraan 1 (satu) Unit Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC tersebut
yang
dilakukan Petugas Satlantas Polres Salatiga tidak sesuai prosedur Hukum. Karena padaa terjadi tilang, saksi yaitu Suharno tidak bersedia menandatangani surat tilang tersebut. C. ANALISIS 1. Kesesuaian Pertimbangan Hakim Pra Pradilan dengan Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan 53
Penulis Sependapat dengan Pertimbangan Hakim Tingkat I, mengenai Pemeriksaan Oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga yang melakukan Razia setelah ditelaah sudah sesuai dengan Prosedur Hukum yaitu dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dalam hal pembelaan yang disampaikan Pemohon dalam persidangan menunjuk saksi yaitu, Suharno sebagai Penggemudi 1 (satu) Unit Armada GRANDMAX Warna hitam Nomor Polisi H 8412 VC Pemilik Kendaraan Endar Susilo yang juga sebagai Komisaris LBH “SOLIDARITAS”. Pada saat dilakukan operasi razia, saksi tidak bersedia menandatangani surat tilang tersebut, Dalam hal tersebut yang harus dilakukan Petugas Satlantas Polres Salatiga yaitu, Pada Pasal 27 ayat (4) PP No 80 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penindakan Pelanggran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa “ Dalam Hal pelanggar tidak bersedia menandatangani surat tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Petugas harus memberikan catatan. Karena menurut hemat penulis surat tilang harus ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dan pelanggar PP No 80 Tahun 2012
Tentang Tata Cara Penindakan
Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Pasal 27 ayat (1), dijelaskan Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tata cara penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan dilakukan
54
menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 270 ayat (4) UU No 22 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa tata penyitaan kendaraan umum berdasarkan Kitab Hukum Undang-undang Pidana. Menurut KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, maka setelah itu penyidik wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya (Pasal 38 KUHAP). Adapun Yang dapat dikenakan penyitaan menurut pasal 39 KUHAP adalah: 1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana; 2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; 3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; 4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; 5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
55
Setiap Penindakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan berdasarkan tata cara pemeriksaan cepat yang digolongan menjadi dua bagian yaitu : a. Tata Cara pemeriksaan terhadap tindak pidana ringan; dan b. Tata Cara pemeriksaan perkara terhadap tindak pidana Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tertentu. Tata cara pemeriksaan yang disebutkan diatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan penertiban angkutan jalan dilaksanakan dengan penerbitan surat tilang. Terlihat jelas proses Pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga sudah mengikuti ketentuan-ketentuan perundang-undangan. Akan tetapi kesalahan terjadi pada Penggemudi yaitu Suharno yang tidak memperhatikan surat-surat kelengkapan kendaraannya dan Endar Susilo sebagai pemilik kendaraan yang tidak membayar pajak STNK tersebut. Kemudian mengenai penyitaan kendaraan bermotor oleh petugas polisi lalu lintas, hal ini terkait dengan kewenangan polisi lalu lintas. Kewenangan petugas polisi lalu lintas tersebut diatur dalam Pasal 260 UULLAJ: (1) Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang:
56
a. Memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan; b. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan Penyidikan tindak pidana di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; c. Meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum; d. Melakukan penyitaan terhadap Surat Izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti; Kemudian, mengenai penyitaan kendaraan bermotor, hal tersebut dapat dilakukan jika Pasal 32 ayat (6) PP 80/2012): a. Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan; b.
Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi;
c. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor; d. Kendaraan Bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau e. Kendaraan Bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
57
Polisi memiliki kewenangan dalam menjaga ketertiban, keamanan lalu lintas dan angkutan jalan. Polisi mengandung arti sebagai organ dan fungsi, yakni sebagai organ pemerintah dengan tugas mengawasi, jika perlu menggunakan paksaan agar yang diperintah menjalankan badan tidak melakukan laranganlarangan perintah. Tugas, Fungsi, kewenangan dijalankan atas kewajiban untuk mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan dengan cara melaksanakan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa perantara pengadilan.4 Pada Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi Fungsi kepolisian yang dimaksud adalah tugas dan wewenang Kepolisian secara umum, artinya segala kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh polisi meliputi kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (represif). Perumusan fungsi ini didasarkan pada tipe kepolisian yang tiap-tiap negara berbeda-beda, ada tipe kepolisian yang ditari dari kondisi sosial yang menempatkan polisi sebagai tugas yang bersama-sama dengan rakyat dan polisi yang hanya menjaga status quo dan menjalankan hukum saja. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan tindak lanjut dan amanat ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 3 ayat (2). Oleh karena itu, Undang4
Momo Kelana, 1984. Hukum Kepolisian. Perkembangan di Indonesia Suatu studi Histories Komperatif Jakarta: PTIK, hlm. 18
58
undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan diantaranya meliputi eksistensi, fungsi, tugas dan wewenangmaupun bantuan, hubungan dan kerjasama kepolisian. Di dalam undang-undang dimaksud, fungsi kepolisian diartikan sebagai tugas dan wewenang, sehingga fungsi kepolisian yang dimaksud dalam Pasal 2 Undangundang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Petugas yang melakukan pemeriksaan atau razia kendaraan bermotor di jalan harus dilengkapi surat penugasan yang dikeluarkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas Polisi Negara Republik Indonesia dan menteri untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa Pegawai Negeri Sipil. Dalam surat perintah tugas tersebut, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 14, harus pula memuat beberapa hal sebagai berikut: a.
Alasan dan jenis pemeriksaan.
b.
Waktu pemeriksaan.
c.
Tempat pemeriksaan.
d.
Penanggung jawab dalam pemeriksaan.
e.
Daftar petugas pemeriksa.
59
f.
Daftar
pejabat
penyidik
yang
ditugaskan
selama
dalam
pemeriksaan. Dalam hal memiliki kendaraan bermotor seorang pribadi ataupun badan wajib memperhatikan kelengkapan kendaraan umum yang dimiki. Pasal 106 ayat (5) jo Pasal 265 UULLAJ, SIM dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) memang merupakan hal yang diperiksa oleh Petugas Polisi Lalu Lintas dalam hal pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan. STNK dan SIM memiliki fungsi yang berbeda, STNK berfungsi sebagai tanda bahwa kendaraan bermotor telah diregistrasi (Pasal 65 UU LLAJ), sedangkan SIM berfungsi sebagai tanda bukti legitimasi kompetensi, alat kontrol, dan data forensik kepolisian bagi seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan berdasarkan UULLAJ (Pasal 1 angka 4 Perkapolri No 9 Tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi), Akan tetapi dalam hal ini juga dijelaskan Dalam Pasal 70 ayat (2) UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, disebutkan “ Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun”5, penulis berpendapat bahwa operasi tilang yang dilakukan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga pada tanggal 5 Februari 2014 telah sesuai dengan prosedur Hukum, karena masa berlaku surat tanda nomor bermotor dan tanda nomor (STNK) berlaku secara jelas disebutkan diatas selama 5 Tahun, akan tetapi yang melanggar lalu lintas ada Pajak kendaraan yang sudah tidak berlaku lagi, sehingga Pihak Petugas Satlantas Polres Salatiga memutuskan untuk menilang Suharno 5
UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan.
60
sebagai Pengemudi dan menyita kendaraan sesuai dengan ketentuan pada Lampiran 10, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No : M.14PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana, dielaskan bahwa “ Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan, tidak perlu mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri, akan tetapi setelah penyitaan dilakukan wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (2) karena keadaan tertangkap tangan disamakan pengertiannya dengan keadaan yang sangat perlu dan mendesak, Jik pwnyitaan tersebut dilakukan dalam suatu razia, tidak diperlukan izin dari Ketua Pengadilan dikarenakan bahwa tindakan polisi dalam mengadakan razia itu adalah merupakan tindakan preventif yang berada di luar jangkaun KUHAP. 2.
Kesesuaian Pertimbangan Hakim Pra Pradilan dengan Tata Cara Penyitaan Penulis sependapat dengan apa yang telah di Pertimbangkan Hakim Tingkat I, mengenai hal permohonan pemohon telah mengemukakan bahwa tindakan Termohon dalam melakukan penyitaan terhadap 1 (satu) Unit Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC, STNK atas nama Endar Susilo warna hitam dengan nomor rangka MHKV3BA3J9K006402 nomor mesin DE52914 adalah tanpa prosedur hukum dan memohon agar benda yang telah disita harus diserahkan
kembali
kepada
Pemohon.
Untuk
menguatkan
dalil-dalil
permohonannya tersebut Pemohon telah mengajukan bukti surat, yaitu Bukti P1 sampai dengan P4 dan 2 orang saksinya yaitu Suharno dan Endang Sri Lestari, akan tetapi atas dalil permohonan yang disampaikan Pemohon tersebut pihak 61
Termohon dalam jawabannya telah membantahnya dengan menyatakan bahwa penyitaan terhadap 1 (satu) unit Armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC, STNK atas nama Endar Susilo warna hitam dengan nomor rangka MHKV3BA3J9K006402 nomor mesin DE52914 adalah sah dan berdasarkan hukum karena dilakukan sesuai dengan kewenangan Termohon, Untuk menguatkan dalil-dalil bantahannya tersebut Termohon mengajukan Bukti Surat, yaitu Bukti T.1 sampai dengan T.4 dan 1 orang saksi yaitu, Singgih Karya Kumara. Dengan Adanya Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor Di Jalan dan Penindakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Petugas Kepolisian juga dapat melakukan Penyitaan atas kendaraan bermotor jika : 1. Kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan kendaraan dijalan; 2. Penggemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi 3. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan dan persyaratan laik jalan kendaraan bermotor; 4. Kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana, atau; 5. Kendaraan
bermotor
terlibat
kecelakaan
lalu
lintas
yang
mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat; Penulis juga sependapat dengan terhadap Pertimbangan Hakim yang menyatakan bahwa Penyitaan yang dilakukan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (2) dalam Lampiran angka 10, 62
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.14-PW.07.03 Tahun 1983 Tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Menurut Hemat Penulis bahwa penyitaan yang dilakukan oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga sesuai dengan prosedur hukum, jika penyitaan tersebut dilakukan dalam suatu razia, tidak diperlukan izin dari Ketua Pengadilan. Hal tersebut didasarkan alasan bahwa tindakan Polisi dalam mengadakan Operasi Razia itu adalah merupakan tindakan preventif yang berada di luar jangkauan KUHAP. KUHAP hanya mengatur keadaan pada saat setelah tindak pidana terjadi (Represif) dan sejak awal Pemohon sudah tidak menaati ketentuan-ketentuan Hukum, dengan tidak menandatangani Surat Tilang yang telah dibuat oleh Petugas Satlantas Polres Salatiga. Berbanding terbalik dengan Pasal 38 ayat (1) KUHAP yang menyatakan “ Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dengan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat “, Serta melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf a sampai dengan e yaitu : 1. Benda atau Tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana. 2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau mempersiapkannya. 3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana. 4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
63
5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Dalam kedua ketentuan peraturan perundang-undangan yang disebutkan penulis diatas mengatur kedua hal yang berbeda, sehingga menurut Hemat penulis yang harus digunakan adalah asas yang menyebutkan “ Lex Posterior Derogat Legi Priori” yang artinya Hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama. Dalam hal mengendarai kendaraan bermotor seharusnya penggemudi memperhatikan kelengkapan surat-surat kendaraan tersebut, dikarenakan itu menyangkut keamanan, ketertiban Lalu lintas, akan tetapi menurut Hemat penulis saksi Suharno dari Pemohon tidak memperhatikan hal tersebut, sehingga mengakibatkan kerugian materiel dan moril terhadap LBH “SOLIDARITAS” yang mengalami tidak terlaksana Persidangan perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri Semarang menjadi terlambat dan tidak bisa melaksanakan agenda sidang sehingga merugikan kepentingan klien LBH “SOLIDARITAS”. Setiap Penyitaan kendaraan bermotor oleh Petugas Polisi Lalu Lintas juga terkait dengan kewenangan Polisi Lalu Lintas yang diatur dalam Pasal 260 ayat (1) huruf (d) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan : (1) Dalam Hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang : a. Memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor
yang patut diduga 64
melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan atau/hasil kehatan; b. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran keterangan berkaitan dengan penyidikan tindak Pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; c. Meminta keterangan dari Penggemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum. d. Melakukan Penyitaan terhadap Surat izin Mengemudi, Kendaraan Bermotor, muatan, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, dan/atau tanda lulus uji sebagai barang bukti; e. Melakukan penindakan terhadap tindak pidana pelanggaran atau kejahatan lalu lintas menurut ketentuan peraturan perundangundangan; f. Membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan; g. Menghentikan penyidikan jika tidak cukup bukti; h. Melakukan Penahanan yang Berkaitan dengan Tindak Pidana kejahatan lalu lintas dan/atau; i. Melakukan Tindakan Lain Menurut hukum secara bertanggung Jawab;
65