BAB II KERANGKA TEORI Disiplin Gereja dan Dampak Psikologis
Dalam bab II ini, penulis akan membahas tentang kerangka teori tentang disiplin gereja. Pembahasan disiplin gereja ini sangat penting karena bertujuan untuk melihat menyempurnakan bab-bab selanjutnya. Dalam hal ini, penulis akan menguraikan disiplin gereja dan dampak psikologis.
2.1 Disiplin Gereja Gereja dari waktu ke waktu terus ada dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan. Tugas dan tanggung jawab gereja adalah terus melakukan kasih bagi dunia. Salah satu bentuk kasih bagi dunia adalah mengasihi orang lain. Mengapa gereja harus mengasihi orang lain? Gereja mengasihi orang lain karena kasih adalah makna hidup; prihatin itu adalah makna, dan malayani juga adalah suatu makna. Melayani orang lain itu sudah ada sejak manusia diciptakan di dunia ini. Dengan Yesus hal itu mengambil bentuk suatu perintah mengasihi Allah dan sesama; tidak hanya terbatas pada beberapa manusia yang berperilaku baik, tetapi lebih luas dari semua mengasihi orang-orang yang berdosa dan orang-orang bersalah pun adalah perintah Kristus yang menjadi kabar baik bagi dunia. 1 Namun dalam pemberlakuan Penggembalaan atau Pelayanan Pastoral, Gereja selalu berhadapan dengan, pada satu sisi, proses pengambilan keputusan etis. Brownlee menyatakan bahwa ada tujuh fungsi Gereja menyangkut pengambilan keputusan etis. Pertama, gereja sebagai jemaat pertanggunganjawab etis. Realitas hidup bergereja, bahwa gereja selalu diperingatkan 1
Mesach Krisetya, Diktat Konseling Pastoral (Salatiga: UKSW, 2007), 8.
tentang dosa dan penghakiman Allah. Dalam diri setiap anggota perlu dilakukan pertobatan sehingga ada motivasi menolong anggota yang lain untuk bertobat. Setiap anggota jemaat bertanggung jawab terhadap anggota jemaat lain sebagai satu persekutuan yang saling mengampuni satu sama lain dalam rangka saling menguatkan dan menolong menghadapi pergumulan-pergumulan hidup. Melalui relasi yang demikian, setiap anggota terdorong untuk mengakui dosanya, termasuk dosa yang berat sekalipun tanpa ada ketakutan untuk ditolak oleh anggota lain sebab hal itu dilakukan dengan dasar pemahaman bahwa setiap anggota mengalami pengampunan Tuhan sehingga beban atau pergumulan hidup dapat dipikul bersama selaku persekutuan. Kedua, gereja sebagai jemaat pengampunan. Berkaitan dengan pemahaman tersebut di atas, maka setiap anggota dimungkinkan untuk mengalami kasih karunia Allah. Sehingga dalam gereja terjadinya adanya keterbukaan-keterbukaan dan terciptanya persekutuan Kristen yang didasarkan pada sifat kekeluargaan yaitu menerima anggota lain sebagaimana adanya. Ketiga, gereja sebagai jemaat pendidikan moral. Gereja merupakan tempat untuk menyampaikan nilainilai dan norma-norma kepada anggotanya melalui pengajaran (khotbah, PPA, katekisasi, dan sebagainya) dan tindakan gereja terhadap masalah yang muncul dalam masyarakat. Keempat, gereja sebagai bentuk tabiat moral. Nilai-nilai dan norma-norma baik yang diajarkan maupun dipraktekan oleh gereja akan membentuk tabiat anggota-anggotanya. Kelima, gereja sebagai jemaat dukungan moral. Tabiat anggota gereja dapat tercermin dalam kehidupan persekutuan gereja. Gereja tidak hanya memperhatikan kebutuhan materi anggotanya tetapi juga memperhatikan kebutuhan spiritualnya dengan cara memberikan dukungan rohani dan semangat. Keenam, gereja sebagai jemaat diskusi moral. Gereja sebagai wadah untuk membicarakan atau bertukar pikiran tentang masalah-masalh etis yang dihadapi oleh anggota-anggotanya. Hal
ini dilakukan dalam rangka memberikan pertolongan satu terhadap yang lain sehingga wawasan anggota-anggotanya bertambah luas. Ketujuh, gereja sebagai jemaat perbuatan moral. Anggota jemaat adalah gereja, kemanapun mereka berada, perbuatan mereka mencerminkan perbuatan gereja, atau gereja sebagai lembaga yang memperhatikan kepentingan orang lain serta melawan ketidakadilan dan ketidakbenaran yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.2 Percakapan Pastoral merupakan pelayanan yang dilakukan oleh gereja dan melalui gereja oleh Yesus kristus. Di mana para pelayan sebagai utusan Allah bertindak sebagai pelaksananya. 3 Yang menceritakan tentang pesan Yesus kepada Petrus untuk memelihara domba-domba yang ditinggalkanNya. Berdasarkan dari hal tersebut, maka menurut Bons-Strom, pengembalaan atau pelayanan pastoral dapat dirumuskan sebagai berikut: pelayanan Injil kepada pribadi-pribadi dalam hubungan manusiawi yang khusus dalam rangka mempengaruhi sikap dan kepribadian agar yang bersangkutan memperoleh kesejahteraan dalam situasi konkretnya sebagai pengikut Kristus. Hal ini dikerjakan dengan cara, saling mencari dan mengunjungi secara pribadi, mewartakan Injil dalam suasana khusus dan konkrit, melayani seperti Tuhan Yesus melayani dan mempengaruhi agar yang bersangkutan lebih mempraktekkan imannya dalam kehidupan seharihari, dengan tujuan, supaya jemaat Yesus Kristus dibangun dalam arti setiap anggota dapat didampingi agar menjadi anggota yang hidup, yang tahu akan panggilannya sebagai pengikut Kristus dengan cara mengambil peranan aktif sesuai dengan talenta dan karunia masing-masing demi kesejahteraan bersama. 4 Terkait dengan disiplin gereja sebagai salah satu bentuk penggembalaan maka, perlu untuk memahami bahwa penggembalaan selalu bersifat holistik, artinya bahwa memandang pribadi 2
Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan Faktor-faktor di Dalamnya (Jakarta: BPK-Gunung Mulia,1978), 169-181. 3 Abineno Ch. J. L, Percakapan Pastoral dalam Praktik (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004), 5. 4 M Bons-Storm, Apakah Penggembalaan atau Pelayanan Pastoral Itu?(Jakarta : BPK- Gunung Mulia,1998), 13-32.
yang bermasalah itu tidak secara terpecah-pecah, tetapi harus didekati sebagai kesatuan, keutuhan yaitu secara fisik, mental, sosial, spiritual.5 Gereja lebih dari pada hanya lembaga manusia atau lembaga sosial saja; ia adalah suatu komunitas yaitu “persatuan antara orang-orang (umat) yang dihasilkan dari dan dikonstitusikan oleh yang menjadikan mereka rohani dan pribadi-pribadi yang merdeka”.6 Jadi gereja adalah persekutuan rohani yang terjadi dengan suatu kesadaran bersama sebagai milik Allah. Gereja terdiri dari persekutuan orang-orang yang telah diperbarui oleh Kristus atau tepatnya, telah mengalami trasformasi. Basis persekutuan mereka adalah spiritual dan tidak ada yang lain kecuali Kristus sendiri. Konsep tentang gereja sebagai suatu komunitas rohani didukung oleh beberapa gambaran alkitabiah. Tetapi gambaran yang paling dalam adalah gereja sebagai Tubuh Kristus. Gambaran gereja sebagai tubuh Kristus yang terdapat di dalam I Korintus 12:12-31 adalah organis, dari pada sosiologis atau organisasi. Gereja dianalogikan dengan tubuh manusia yang dilengkapi dengan berbagai macam organ tubuh. Dan tubuh Kristus yang berbeda dengan organisme biasa apapun, memiliki suatu prinsip kehidupan ilahi-Roh Kudus. 7 Dalam ungkapan ini yang dipentingkan adalah “kesatuan”. Di dalam tubuh ada berbagai macam anggota namun keanekaragamannya menggambarkan kesatuan sebab semua anggota tubuh saling terikat walaupun memiliki tempat sendiri-sendiri, tidak ada satupun anggota tubuh yang terisolir dari anggota tubuh yang lain. Kepala tubuh adalah Kristus, ini berarti bahwa kehidupan tubuh menyatakan kehidupan Kristus. Perbuatan dan perkataan tubuh menampakkan kehidupan Kristus, yaitu bahwa hakekat Gereja adalah melakukan kehendak Kristus. Gambaran ini menyatakan bahwa Gereja menentang segala sifat individualistis, sebab di dalamnya tidak
15-20.
5
Mesach Krisetya, Clinical Pastoral Education in Java. Theological and Cultural Consideration. Thesis 1990,
6
Karl Rahner, Theology and Pastoral Action (New York:Herder dan Herder, 1968), 26. Avery Dulles, Models Of the Church (New York: Image Book, 1978), 46.
7
ada pengasingan diri ataupun isolasi diri. Dan dalam Gambaran ini juga mempunyai tujuan utama yaitu untuk menjelaskan persatuan mutualitas, perhatian timbal balik, solidaritas dan yang lebih penting dari semuanya adalah interdependensi dari semua anggota tubuh, satu kepada yang lain. Berdasarkan cirinya yang demikian, maka salah satu sifat gereja adalah kudus. Kata kudus menunjuk kepada hubungan yang penuh dinamika dan mengakibatkan suasana baru untuk menghasilkan buah. Sifat gereja yang lain adalah am. Gereja mempunyai tugas untuk memberitakan Injil kepada semua orang pada setiap jaman.8 Walaupun gereja dinyatakan kudus namun tidak dapat disangkali bahwa pada sisi lain gereja terdiri dari orang-orang yang berdosa. Setiap orang beriman tentunya diperhadapkan pada realitas hidup, bahwa ia hidup di dunia. Dalam hidupnya sebagai seorang yang beriman, pergumulan tentang kehidupan yang kudus menjadi bagian dari dirinya. Maksud dan tujuan tindakan disiplin yaitu untuk memelihara kekudusan gereja. Kekudusan yang dimaksudkan di sini ialah keterpilihan dan keterpanggilan. Allah di dalam Kristus, karena kasihNya memanggil dan menghimpun suatu persekutuan dari dunia, lingkungan manusia dan masyarakat. Persekutuan ini memiliki
ikatan yang khas dengan Kristus Yesus. Sebagai
kepalanya dan ikatan yang seorang terhadap yang lain. Bahwa persekutuan itu ada di dunia dan mengalami realitas dunia. adalah suatu kenyataan yang tidak dapat di pungkiri oleh siapapun. Sadar terhadap kenyataan itu, dalam doa-Nya, Yesus memita agar murid-murid (persekutuan) itu dikuduskan dalam kebenaran, yakni Firman Allah (ban. Yoh 17:15-17). Kekudusan di sini bermakna “menjadi lain”, dapat dibedakan dari persekutuan, perhimpunan atau orang-orang lain karena perilaku, pola pikir dan tindakan-tindakan nyata yang berlandaskan Firman Allah. Atau dengan kata lain, kekudusan gereja, berarti mengikuti Allah di 8
H. Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1986), 370-380.
dalam Kristus, dan mentaati firmanNya. 9Kasih Allah adalah sempurna, tanpa syarat. KasihNya tidak didasarkan atas perbuatan manusia. Allah tetap mengasihi manusia karena manusia adalah ciptaanNya. 10 Manusia adalah mahkluk yang bereksistensi dan memiiki jati diri. Jati diri manusia adalah kenyataan sepanjang masa, dan tidak pernah hilang salama manusia itu hidup. 11 Manusia adalah bukan apa-apa, entah apa yang dibuatnya sendiri entah itu berpikir, atau pun dalam berperilaku. 12 Manusia adalah mahkluk yang bermartabat, yang memiliki rasa, keinginan dan harapan serta makluk yang berdinamika. 13 Menanggapi fenomena pelaksanaan disiplin gereja, maka secara pastoral sangat berdampak bagi “diri” 14 (warga gereja yang dikenakan disiplin gereja). Mereka adalah orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Caranya ialah dengan menyingkapkan dan menghadapi berbagai perasaan yang tersembunyi, konflik yang terjadi dalam batin (intrapsychis) dan berbagai memori (ingatan). Keunikan dari cara ini ialah bahwa ia memandang berbagai perubahan dalam kehidupan spiritual, nilai, arti, komitmen yang paling asasi dalam diri orang sebagai hal yang sangat pokok dan penting bagi transformasi yang mendalam. Menurut Clinebell, ada lima aliran psikoterapi kontemporer (masa kini), yakni pertama, terapi yang berorientasi pada pemahaman tradisional. Kedua, terapi perilaku, tindakan, krisis. Ketiga, terapi potensi manusia. Keempat, sistem relasional dan terapi radikal dan yang kelima, terapi penyembuhan rohani. Spesifikasi fenomena dampak disiplin gereja bagi warga gereja yang dikenakan hal ini menjadi sangat efektif dan fungsional ketika diperhadapkan dengan cara
9
Himpunan Peraturan GPM,op.cit, 88. B D. Bartruff, Menjadi Pribadi Yang Dikehendaki Allah (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2003), 17-18. 11 Verne H Fletcher, Lihatlah Sang Manusia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 67. 12 Jean Paul Santre, Eksisitensialisme Dan Humanism (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2002), 44-45. 13 N. Drijarhara. S. J, Filsafat Manusia (Yogyakarta: Kanisius, 1969), 53. 14 Bnd. Anton Boisen, Konseling Pastoral dalam Transisi (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1992), 20.
10
psikoterapi pastoral terhadap dampak psikologis bagi orang yang dikenakan tindakan disiplin gereja. 15 Disiplin gereja merupakan salah satu upaya gereja atau siasat gereja untuk menjaga dan memelihara kesucian dan kemurnian gereja. Gereja dipahami sebagai suatu persekutuan yang merupakan kesatuan tubuh Kristus. Dengan demikian setiap warga gereja dituntut untuk tetap menjaga kesucian gereja. Dengan upaya penuh kesadaran inilah maka gereja dalam tugas dan tanggung jawab penatalayanannya mencoba untuk tetap melakukan berbagai cara dalam upaya tetap menjaga kesucian gereja, salah satu upaya tersebut adalah melakukan disiplin gereja kepada warga gereja atau pejabat gereja yang mengotori kesucian gereja. Suatu tindakan disiplin yang dilakukan bagi warga gereja atau pejabat gereja yang melakukan pelanggaran, di samping bertujuan untuk tetap menjaga kesucian gereja, juga merupakan suatu upaya penggembalaan bagi yang melakukan pelanggaran. Dengan kalimat lain dengan tindakan disiplin, maka seseorang yang melakukan pelanggaran sengaja dibawa ke dalam proses pemuridan. Tujuannya tidak lain adalah agar warga gereja atau pejabat gereja yang melakukan pelanggaran dapat menyadari kesalahannya, dan berbalik ke jalan yang sesuai dengan firman Allah. Warga gereja dipahami sebagai satu kesatuan tubuh Kristus, yang mana di antara berbagai tanggung jawab yang ada dapat mewujudkan misi Kristus di dalam setiap kehidupannya. Ketika seorang warga gereja atau pejabat gereja melakukan pelanggaran, maka sesungguhnya orang tersebut tanpa sadar telah jauh dari persekutuan dengan Kristus. Hal ini dikarenakan persekutuan Kristus merupakan sekumpulan orang percaya yang berkomitmen di dalam dirinya untuk tetap melakukan kehendak Allah dalam firman-Nya. Dengan demikian maka tujuan dari 15
Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, BPK Gunung Mulia, 2003), 493.
disiplin gereja adalah merupakan salah satu upaya gereja untuk mengembalikan orang tersebut dalam persekutuan dengan Kristus. Pemerintah gereja mempunyai tugas membina manusia untuk memperoleh keselamatan abadi dan memerintah dengan kuasa rohani, yaitu: kasih yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Firman Allah. Pekerjaan gereja menyangkut kesejahteraan jiwa manusia, keyakinan batin dan iman, termasuk ungkapan iman terhadap sesama dalam bentuk perbuatan kasih. Dalam rangka untuk membina anggotanya gereja memakai disiplin supaya iman Kristen tampak dalam kehidupan sehari-hari. Pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah yang muncul dalam gereja didasarkan pada keputusan bersama, yaitu para pejabat gereja yang terdiri atas pendeta, penatua, dan diaken. Didasarkan pada perkataan Paulus kepada jemaat Efesus (Efesus 4:10) yang menyatakan bahwa Allah menghedaki umatNya mencapai kedewasaan melalui pendidikan oleh gereja. Tugas pendeta adalah pertama, memberitakan dan menjaga kemurniaan ajaran, melakukan pelayanan sakramen, serta memegang pimpinan dalam hal disiplin gereja. Kedua, berperan sebagai wakil Allah yang menyampaikan firman dan sebagai pendidik umat. Pengajaran yang disampaikan kepada umat membawa umat untuk belajar dengan taat mendengarkan Firman Tuhan. Kegiatan tersebut merupakan gambaran bahwa Allah berbicara kepada manusia dengan cara yang dipahami atau dimengerti oleh umat. Allah berkenan menguduskan mulut dan lidah manusia sehingga melalui pendeta terdengar suara Tuhan. 16 Ketiga, bersama dengan penatua menangani orang-orang yang tingkah lakunya dipandang tidak dapat diterima berdasarkan alasan pastoral dan moral. Tugas penatua adalah memperhatikan jemaat dan menegur dengan ramah jemaat yang hidupnya menyimpang dari iman Kristen.
16
Calvin, Institution: Pengajaran Agama Kristen (Jakarta, BPK. Gunung Mulia, 1999), 229-230.
Teguran pribadi sebagai dasar utama disiplin gereja, artinya: jika seseoarang bertingkah laku kurang ajar, atau melakukan tindakan yang keliru sehingga harus ditolong, ia berarti memberikan dirinya sendiri untuk ditegur atau dinasehati. Dalam situasi yang seprti ini, setiap orang dimungkinkan untuk datang kepadanya dalam rangka memberikan nasehat atau teguran sebagai seorang saudara. Dengan pemahaman tersebut maka tugas seorang pendeta atau penatua bukan hanya mengajar, tetapi juga mengunjungi setiap orang dari rumah ke rumah untuk mengingatkan tentang Firman Tuhan. Pemahaman ini didasarkan pada tindakan Paulus, bahwa ia sebagai pelayan tidak hanya mengajar secara kelompok, melainkan ia menjalin relasi dengan cara mengajar dari rumah ke rumah (Kisah Rasul 20:20) serta tidak pernah jemu-jemu untuk menasehati setiap orang yang dikunjungi (Kisah Rasul 20:31). Bentuk teguran yang dikembangkan harus lebih bersifat paedagogis dan pastoral17, yaitu bahwa melalui percakapan dan pembicaraan yang dilakukan, orang yang ditegur dapat memahami firman Tuhan melalui orang lain. Disiplin gereja sebagai suatu tindakan penggembalaan, maka yang di maksudkan adalah bahwa upaya disiplin merupakan suatu proses pemuridan yang di dalamnya terkandung suatu upaya menolong, membimbing seseorang yang dikatakan bersalah sehingga dapat menyadari kesalahannya dan kemudian berupaya untuk melakukan kehendak Allah. Upaya pemuridan yang dilakukan terhadap warga gereja atau pejabat gereja dilakukan dengan kesadaran bahwa Allah adalah kasih, karena itu wujud kepedulian gereja dalam proses mengembalikan warga gereja atau pejabat gereja yang kedapatan melakukan kesalahan ke jalan yang dikehendaki Allah adalah merupakan tanggung jawab iman gereja kepada Allah. Ketika tindakan disiplin diberikan kepada warga gereja dan pejabat gereja, maka tugas dan tangungjawab gereja yang mesti dilakukan adalah tetap pada komitmen untuk melakukan 17
John T McNeil, Institutes of the Christian Relegion 2 (Philadelphia: The Wesminster Press, 1973), 1230.
pendampingan. Proses pendampingan yang dilakukan adalah merupakan upaya sadar penuh komitmen bahwa orang yang bersalah tersebut harus diiring ke jalan yang dikehendaki Allah, kemudian mampu menyadari kesalahannya dan kembali menjadi pribadi yang berkuallitas. Ketika
berbicara tentang disiplin gereja sebagai suatu bentuk penggembalaan, maka yang
menjadi fokus perhatian di sini bukanlah pada soal besar-kecilnya kesalahan yang dilakukan, akan tetapi pada manusianya. Upaya penggembalaan yang dilakukan dalam bentuk disiplin, dilakukan dengan kesadaran sungguh bahwa seseorang yang bersalah ini sementara mengalami krisis yang kemudian sangatlah berpengaruh pada suasana batinnya. Untuk itulah maka manusianya mesti ditolong dari krisis yang dialami sehingga kemudian mendapatkan sukacita kembali. Proses menolong “diri” (warga gereja yang dikenakan disiplin gereja) menjadi sangat efektif dan fungsional ketika dirangkul dengan penerapan psikoterapi pastoral. Penanganan “diri” mulai dari terapi pemahaman sampai kepada terapi pertumbuhan rohani.
2.2 Dampak Psikologis Ketika seseorang dikenakan tindakan disiplin maka bisa saja berdampak pada sikap dan psikologisnya. Stres, terasing dari dirinya dan orang lain, terluka, kebingungan bisa saja dirasakan. Terkait dengan itu maka Perintah melayani dalam bentuk penggembalaan memiliki fungsi yaitu pertama, penyembuhan (healing) : merupakan suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk mengatasi beberapa tekanan batin maupun kondisi fisik dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. kedua, penopangan (sustaining) berarti, menolong orang yang terluka untuk bertahan dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula atau penyembuhan dari penyakitnya tidak mungkin atau tipis kemungkinannya. ketiga, Pembimbingan (guiding), berarti membantu orang-orang yang kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti di
antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif, jika pilihan-pilihan demikian dipandang sebagai yang mempengaruhi keadaan jiwanya sekarang dan akan datang dan keempat, pendamaian (reconciling), berupaya membangun ulang relasi manusia dengan sesamanya, dan antara manusia dengan Allah. Secara tradisi gereja, pendamaian menggunakan dua bentuk yaitu pengampunan dan disiplin. Tentunya didahului dengan pengakuan.18 Karl dan Evelyn Bartsch mengatakan bahwa stres adalah ketegangan beban yang menarik kita dari segala penjuru, tekanan yang kita rasakan pada saat menghadapi tuntutan atau harapan yang menantang kemampuan kita untuk mengatasi dan mengelola hidup. Stres bisa dipahami dan dilihat dalam dua bentuk yaitu stres biasa dan stres traumatik. Tidak semua stres bersifat traumatik. Malahan pada kenyataannya sebagian besar stres merupakan stres biasa yang akibatkan oleh berbagai tekanan hidup sehari-hari. Ciri-ciri umum kedua jenis stres ini berbeda. Perbedaannya seperti yang diuraikan sebagai berikut: Pertama, ciri stres biasa yaitu, bertahap, menjadi rapuh bagaikan baju yang dipakai dan dicuci serta dibilas keras-keras untuk waktu yang lama, menumpuk semakin lama semakin berat bagaikan tumpukan jerami yang membebani punggug unta, dampak pada setiap orang berlainan. Kedua, ciri stres traumatik yaitu, mendadak tiba-tiba, menusuk tajam (menyakitkan sekali) bagaikan kain tipis yang dikoyak sebilah pisau, kejadiannya mendadak namun bisa mendatangkan efek jangka panjang, menakutkan hampir bagi siapa saja. 19 Namun tidak semua orang mengalami stres dengan cara yang sama. Orang mengalami stres tergantung kepada beberapa hal yaitu, pertama faktor Biologis atau genetik yang meliputi 18
Wiliam A. Clebsch dan Jeackle, Pastoral Care in Historical Perspektive (Englewood Cliffs. N.J: PremticeHall, 1964), 30. 19 Karl dan Evelyn Bartsch, Sang Terluka Yang Menyembuhkan (Stres & Trauma Healing) (Semarang: Pustaka Muria, 2005), 6-10.
usia dan kematangan serta warisan genetik yang mereka miliki. Kedua, pemicu Stres yang meliputi tekanan dan harapan orang lain atas diri mereka dan seberapa banyak dukungan ataupun kritik yang mereka dapatkan dari keluarga atau teman. Ketiga, kapasitas menangani stres meliputi kemampuan untuk mengatasi berdasarkan pada pengalaman masa lalu mereka. Harkat diri Iman dan harapan mereka kepada Tuhan. Menurut Norman Wright, ada beberapa hal yang bisa menimbulkan stres, yaitu: Rasa bosan atau merasa semua hal yang dilakukan tidak berarti. Tekanan-tekanan waktu dan batas waktu yang harus dipenuhi. Beban kerja yang berlebihan dapat menciptakan tekanan pada hidup seseorang dan sekali lagi hal ini sering ditimbulkan oleh diri sendiri. Harapan-harapan yang tidak realistis terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain. Konflik dalam peranan kita dapat menyebabkan ketegangan. Masalah keuangan dan ketidakpastian pekerjaan. Terhalangnya pengungkapan emosi dan macetnya komunikasi yang terbuka dalam suatu hubungan. Orangorang yang membangun rasa jati diri dan rasa harga diri mereka atas dasar yang tidak mantap, misalnya dalam pekerjaan, akan mengalami stres. Kurangnya pengertian tentang tahap-tahap perkembangan orang dewasa yang normal dapat menyebabkan tekanan pribadi maupun tekanan dalam pernikahan. Kepribadian Tipe-A yaitu kerpibadian yang didominasi oleh rasa tidak aman dalam batin mengenai status dan oleh sifat hiperagresif. 20 Untuk mengatasi setiap stres, maka patutlah diperhitungkan apa yang jadi pemicu stres tersebut.21 Stres pada seseorang akan tampak lewat berbagai gejala tubuh dan penampilan fisik. Menurut Karl dan Evelin Bartsch ada berbagai dampak stres yang bisa diamati pada diri orang yang mengalami stres. yaitu: Pertama, gejala fisik seperti jantung berdebar, meningkatnya
20 21
Norman Wright, Konseling Krisis (Jawa Timur: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 2000), 257-258. Karl dan Evelyn Bartsch, Op. Cit; 22
tekanan darah, sakit kepala, pening, gangguan mensturasi, dan mimpi buruk. Kedua, emosi seperti marah, tindak kekerasan, takut kepada orang, tidak berdaya, depresi, rasa bersalah berlebihan, gejolak perasaan, kehilangan minat. Ketiga, tindakan seperti minum alkohol dan tidak bisa tidur. Keempat, hubungan-hubungan seperti menarik diri dari teman dan keluarga. Dari beberapa dampak stres yang diamati, maka ada hubungan dengan disiplin gereja yaitu, di saat tindakan disiplin tersebut diberikan oleh gereja kepada warga gereja, itu akan berdampak bagi psikis mereka karena tidak ada kesiapan dalam menerima disiplin tersebut. Pemahaman mengenai stress menekankan pada hubungan antara individu dan lingkungan. Stres merupakan konsekuensi dari proses penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menghadapi tuntutan yang berasal dari lingkungan22. Stress merupakan alarm yang menunjukkan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara kemampuan yang dimiliki oleh individu dengan situasi yang sedang dialaminya. Dengan kata lain stress merupakan gambaran psikologis manusia yang pincang lantaran terjadinya benturan antara harapan dan realita. Kondisi nyata tidak seperti yang diharapkan. Lingkungan yang luas mengakibatkan terdapat berbagai macam situasi atau keadaan yang dapat menjadi sumber stress atau stresor. Kondisi ini dapat menyebabkan reaksi yang berbeda. Sebagian orang akan beranggapan bahwa stres merupakan reaksi emosional yang negatif, sehingga sedapat mungkin dihindari. Namun, sebagian orang lagi beranggapan bahwa stres merupakan reaksi alami dari kondisi manusia, baik itu secara psikologis maupun secara fisiologis, yang merupakan tanda bahwa kondisi manusia sedang tidak stabil. Untuk itu stres tidak perlu dihindari melainkan dihadapi. Baik secara positif maupun negative, manusia mengalami stress akan merasakan adanya sebuah perasaan yang dikenal dengan sebutan cemas. Dengan kata lain manusia tersebut 22
Shelley E. Taylor, Health Psychology (Singapore: McGraw-Hill,Inc, 1995), 219.
mengalami kecemasan23 Kecemasan mempunyai tiga komponen dasar yaitu: sifat subyektivitas terhadap ketakutan, ketegangan, dan ketidakmampuan untuk mengatasinya; muncul tingkah laku balas, seperti penghindaran terhadap stres, terhambatnya fungsi-fungsi motorik yang ada kaitannya dengan fungsi-fungsi kognitif; muncul respon fisiologis, seperti ketegangan otot , debar jantung yang cepat, terganggunya tekanan darah, keringat dingin, serta merasa pusing. Ketiga komponen dasar stres di atas merupakan situasi yang tidak pernah dapat dihindari oleh manusia. Bagi beberapa orang yang sebagian atau seluruh hidupnya dilalui dengan perasaan cemas dan perasaan cemas tersebut tidak dapat diatasi, maka akan muncul sebuah gangguan psikologis yang dikenal dengan nama anxiety disorders (gangguan-gangguan kecemasan). Gangguan ini dapat mengganggu spontanitas dan integrasi dari orang tersebut. Gangguan ini mempunyai ciri khas yaitu gejala utamanya adalah kecemasan. 24 Anton Boisen dalam teorinya berkata bahwa manusia adalah “Dokumen Hidup” (Living Document) yang dapat dibaca dan diinterpretasi. Demikian juga orang yang bermasalah dipandang sebagai pribadi-pribadi yang dunia dalamnya tidak terorganisir dengan baik sehingga dunia dalamnya kehilangan dasar. Itulah sebabnya, Boisen menganggap bahasa dan gerak-gerik dari orang bermasalah sebagai hal-hal yang dapat diinterpretasi, dipahami dan diberi tanggapan seperti juga kita menanggapi dokumen-dokumen tertulis lainnya. 25
23
Reaksi lain terhadap situasi stres adalah kemarahan, apatis dan depresi, dan gangguan kognitif. Lihat dalam Rita C. Atkison, Edward E. Smith, Daryl J. Bem, Pengantar Psikologi Umum, Edisi Kesebelas, Jilid II (Interaksara:Batam), 349-354. 24 Taylor, Health Psychology, Dalam pemahaman ini Cannon’s ini, Ia semata-mata melihat dari segi biologis saja yaitu bagaimana reaksi tubuh manusia ketika sedang mengalami stres, seperti tekanan darah yang naik dan debaran jantung yang cepat, 220. 25 A.Boisen dalam Charles V. Gerkin, Konseling Pastoral Dalam Transisi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 47-48.
2.3 Penutup Disiplin gereja sebagai suatu tindakan penggembalaan, maka yang di maksudkan adalah bahwa upaya disiplin merupakan suatu proses pemuridan yang di dalamnya terkandung suatu upaya menolong, membimbing seseorang yang dikatakan bersalah sehingga dapat menyadari kesalahannya dan kemudian berupaya untuk melakukan kehendak Allah. Ketika seseorang dikenakan tindakan disiplin maka bisa saja berdampak pada sikap dan psikologisnya, orang tersebut menjadi stres, takut kepada orang, emosi seperti marah, rasa bersalah berlebihan, gejolak perasaan dan mereka menarik diri dari teman dan keluarga. Oleh karena itu, membutuhkan penggembalaan yang berfungsi sebagai penyembuhan, penopangan, pembimbingan dan pendamaian. Secara tradisi Gereja, pendamaian menggunakan dua bentuk yaitu pengampunan dan disiplin, tentunya didahului dengan pengakuan. Hal ini merupakan suatu fungsi pastoral yang berujuan untuk mengatasi beberapa tekanan batin maupun kondisi fisik dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntun dia ke arah yang lebih baik dari kondisi sebalumnya. Upaya penggembalaan yang dilakukan dalam bentuk disiplin, dilakukan dengan kesadaran sungguh bahwa seseorang yang bersalah ini sementara mengalami krisis yang kemudian sangatlah berpengaruh pada suasana batinnya. Untuk itulah maka manusianya mesti ditolong dari krisis yang dialami sehingga kemudian mendapatkan sukacita kembali. Dan dalam hal ini diberikan terapi pemahaman sampai kepada terapi pertumbuhan rohani kepada orang yang dikenakan disiplin gereja.