13
BAB II KERANGKA TEORETIK PENYESUAIAN DIRI DAN BIMBINGAN KELOMPOK
Dalam bab ini diuraikan tentang definisi penyesuaian diri, karakteristik penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri, permasalahan-permasalahan penyesuaian diri, dan pengembangan program bimbingan kelompok untuk mengembangkan penyesuaian diri. A. Definisi Penyesuaian Diri Penyesuaian diri merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hidup manusia sejak lahir hingga meninggal tidak lain adalah penyesuaian diri, sehingga dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri dilakukan oleh manusia sepanjang hidup. Manusia memerlukan penyesuaian diri terhadap diri dan lingkungannya dalam menghadapi berbagai permasalahan. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh manusia sepanjang hayatnya, karena pada dasarnya setiap manusia ingin mempertahankan eksistensinya. Manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya baik fisik, psikis, maupun sosialnya sejak lahir hingga meninggal. Seseorang bisa dikatakan mampu melakukan penyesuaian diri dengan normal adalah: manakala dia mampu secara sempurna memenuhi kebutuhannya, tanpa melebihkan yang satu dan mengurangi yang lain, dengan tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, serta bertanggung jawab terhadap masyarakat tempat dia hidup menurut Winarno Surachmad ( El-Hammad, 2008:21),
13
13
14
Menurut Sunarto, (2006:221) penyesuaian diri dapat diartikan Sebagai berikut : 1. Penyesuaian berarti adaptasi; dapat mempertahankan eksistensinya, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. 2. Penyesuaian sebagai konformitas, yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. 3. Penyesuaian sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat. 4. Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional artinya individu secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi. Penyesuaian diri (self- adjustment) menurut Schneiders ( 1964 :51) yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustrasi, dan konflik dengan memperhatikan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Selanjutnya dia menjelaskan ciri orang
yang well adjusted, yaitu mampu
merespon (kebutuhan dan masalah) secara matang,
efisien, puas, dan sehat
(wholesome). Yang dimaksud efisien adalah hasil diperolehnya tidak banyak membuang energi, waktu, atau kekeliruan. Sementara wholesome adalah respon
14
15
individu itu sesuai dengan hakikat kemanusiaannya, hubungan dengan yang lain, dan hubungannya dengan Tuhan. Penyesuaian diri dapat dibagi menjadi 3 kelompok, menurut Syamsu Yusuf LN. (2008:27) yaitu: (a) gejala masalah yang meliputi neurotik, psikotik, psikopatik, epileptik; (b) jenis kualitas respon, meliputi: penyesuaian yang normal dan penyesuaian yang tidak normal atau menyimpang, seperti deference reactions, escape and with drawing, illness dan anggression; dan (c) jenis masalah, meliputi : personal, sosial, keluarga, akademik, vokasional dan marital (pernikahan). Penyesuaian diri akan selalu dilakukan setiap manusia sepanjang hidupnya, sebab pada dasarnya setiap manusia ingin mempertahankan eksistensinya. Sejak dilahirkan, manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhannya baik fisik, psikis maupun sosial. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku agar terjadi hubungan yang selaras antara dirinya dan lingkungannya. Penyesuaian diri mempunyai dua aspek, yaitu: penyesuaian diri pribadi dan penyesuaian diri sosial. Penyesuaian diri pribadi adalah penyesuaian individu terhadap dirinya sendiri dan percaya pada diri sendiri. Sedangkan penyesuaian individu sosial merupakan suatu proses yang terjadi dalam lingkungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengannya. Menurut Gunarsa dalam Sobur ( 2003:523 ), penyesuaian diri sebagai faktor yang penting dalam kehidupan manusia. Hidup manusia sejak lahir sampai mati tidak lain adalah penyesuaian diri. Kelainan-kelainan kepribadian tidak lain adalah kelainan-kelainan penyesuaian diri. Karena itu tidak mengherankan jika
15
16
seseorang yang menunjukkan kelainan-kelainan penyesuaian diri dinamakan “maladjustment”, yang artinya “tidak ada penyesuaian” atau “tidak punya kemampuan menyesuaikan diri”. Misalnya, seorang anak yang mengalami hambatan-hambatan emosional sehingga ia menjadi nakal, anak itu disebut maladjustment Child. Manusia sejak lahir telah dihadapkan dengan lingkungan, yang menjadi sumber stress. Cara-cara yang dilakukan untuk menghadapi lingkungan (stress) beranekaragam, dan keberhasilannya juga beranekaragam. Bagi mereka yang gagal akan mengalami maladjusment yang ditandai dengan perilaku menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan atau gangguan yang lain (psikotik, neurotik, psikopatik). Stress terjadi apabila seseorang mengalami tekanan (pressure) dari lingkungan atau ia mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhannya yang mengakibatkan frustrasi dan ia tidak mampu mengatasinya. Dalam menghadapi stress
ini akan sangat dipengaruhi oleh
individu yang bersangkutan, bagaimana kepribadiannya, persepsinya, dan kemampuannya dalam menyelesaiakan masalah. Penyesuaian diri bersifat relatif, karena tidak ada orang yang mampu menyesuaiakan diri secara sempurna. Alasan pertama penyesuaian bersifat relatif adalah melibatkan kapasitas seseorang dalam mengatasai tuntutan dari dalam dan dari lingkungan. Kapasitas ini bervariasi antara setiap orang, karena berkaitan dengan kepribadian dan tingkat perkembangan seseorang. Kedua adalah karena kualitas penyesuaian diri bervariasi antara satu masyarakat atau budaya dengan masyarakat atau budaya lainnya. Ketiga adalah karena adanya perbedaan-
16
17
perbedaan pada setiap individu, setiap orang mengalami masa naik turun dalam penyesuaian diri. Dari beberapa pengertian penyesuaian diri di atas dapat penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu usaha manusia untuk menyelaraskan kebutuhan dalam diri sendiri maupun dengan situasi di luar dirinya yang bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang lebih baik, serasi atau seimbang antara diri dan lingkungan/ keadaan yang dihadapinya. B. Karakteristik Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian yang normal (well adjustment) menurut Schneiders (1964:274276) memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Absence of excessive emotionality (terhindar dari ekspresi emosi yang berlebihan, merugikan atau kurang mampu mengontrol diri). b. Absence of psychological mechanisme (terhindar dari mekanisme-mekanisme psikologis). c. Absence of the sense of personal frustration (terhindar dari perasaan frustrasi, kecewa karena suatu kegagalan). d. Rational deliberation and self-direction (memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang rasional). e. Ability to learn (mampu belajar, mampu mengembangkan kualitas dirinya). f. Utilization of past experience (mampu memanfaatkan pengalaman masa lalu). g. Realistic, objective attitude (bersikap objektif, dan realistik mampu menerima kenyataan hidup yang dihadapi secara wajar).
17
18
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif menurut Sunarto (2006: 225), individu akan melakukannya berbagai bentuk, antara lain: a. Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Dalam situasi ini individu secara langsung menghadapi masalahnya dengan segala akibat-akibatnya. Ia melakukan segala tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada gurunya. b. Penyesuaian dengan melakukan eskplorasi (penjelajahan). Dalam situasi ini individu mencari berbagai bahan pengalaman untuk dapat mengahadapi dan memecahkan masalahnya. Misalnya: seorang siswa yang kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya. c. Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Dalam cara ini individu melakukan suatu tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan. Taraf pemikiran kurang begitu berperan dibandingkan dengan cara eksplorasi. d. Penyesuaian dengan substitusi (mencari pengganti). Jika individu gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh
penyesuaian dengan jalan
mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di pindah nonton TV. e. Penyesuaian diri dengan menggali kemampuan diri.
18
gedung bioskop, dia
19
Dalam hal ini individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misalnya seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuananya dalam menulis (mengarang). Dari usaha mengarang ia dapat membantu mengatasi kesulitan dalam keuangan. f.
Penyesuaian dengan belajar. Dengan belajar, individu akan banyak memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang dapat membantu menyesuaiakn diri. Misalnya seorang siswa akan lebih dapat menyesuaiakan diri terhadap mata pelajaran fisika, jika dia banyak belajar tentang materi fisika.
g. Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Penyesuaian diri akan lebih berhasil jika disertai dengan kemampuan memilih tindakan yang tepat dan mengendalikan diri secara tepat pula. Dalam situasi seperti ini individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, serta tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara ini yang disebut inhibiti. Di samping itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya. h. Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Dalam situasi ini tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan
perencanaan
yang
cermat.
Keputusan
diambil
setelah
dipertimbangkan dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya. 2. Penyesuaian yang menyimpang (maladjustment)
19
20
Penyesuaian diri yang menyimpang (tidak normal) merupakan proses pemenuhan kebutuhan atau upaya pemecahan masalah dengan cara-cara yang tidak wajar atau bertentangan dengan norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Penyesuaian diri yang salah atau menyimpang ditandai dengan berbagai bentuk perilaku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak rasional, agresif, dan sebagainya. Menurut Schneiders. Respon-respon penyesuaian diri yang abnormal adalah sebagai berikut : a. Reaksi bertahan (defence reaction = flight from self). Individu dikepung oleh tuntutan-tuntutan dari dalam diri sendiri (needs)
dan
dari luar (pressure dari lingkungan) yang kadang-kadang mengancam rasa aman egonya. Untuk melindungi rasa aman egonya itu, individu mereaksi dengan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism). b. Reaksi menyerang (agresive reaction ) dan delinquency. Agresi adalah bentuk respon untuk mereduksi ketegangan dan frustrasi melalui Media tingkah laku yang merusak, berkuasa, atau mendominasi. c. Reaksi melarikan diri dari kenyataan (escape withdrawl reaction atau
flight
from reaclity). Reaksi escape dan withdrawal merupakan pertahanan diri terhadap tuntutan, desakan, atau ancaman dari lingkungan. Escape merefleksikan perasaan kejenuhan, atau putus asa; sementara withdrawal mengindikasikan kecemasan, atau ketakutan. d. Penyesuaian yang patologis (flight into illness).
20
21
Penyesuaian yang patologis berarti individu yang mengalaminya perlu mendapat perawatan khusus, dan bersifat klinis, bahkan perlu perawatan di rumah sakit. Yang termasuk penyesuaian yang patologis adalah “neurosis” dan “psikosis”. e. Tingkah laku anti sosial (antisocial behavior). Tingkah laku anti sosial merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan norma masyarakat (baik secara formal = hukum/ perundang-undangan, maupun informal = adat istiadat), dan norma agama. f. Kecanduan dan ketergantungan alkohol, dan obat terlarang. Kecanduan alkohol (minuman keras) dan penyalahgunaan Narkoba merupakan perilaku menyimpang (baik secara hukum maupun psikologis). Dampaknya sangat buruk terhadap kesehatan fisik (seperti gangguan fungsi otak dan peradangan lambung dan usus) dan psikis (seperti menjadi pemalas, pembohong, penipu, pencuri, dan perasa). Sementara penyembuhannya sangat susah, lama, apabila seseorang sudah kecanduan alkohol atau narkoba. Oleh karena itu,
yang mejadi perhatian utama yaitu upaya pencegahan.
g. Penyimpangan seksual dan AIDS. Beberapa perilaku yang menyimpang yang harus mendapat perhatian semua pihak, diantaranya perilaku seksual dan free sex yang dapat mengakibatkan AIDS, (Yusuf: 79). Untuk mencapai penyesuaian diri yang normal menurut Musthofa Fahmy (Azzam El Hammad, 2008:22) yaitu: (a) ketenangan jiwa, (b) kemampuan bekerja (c) gejala jasmani, (d) konsepsi tentang diri, (e) menerima diri dan orang lain, (f)
21
22
membuat tujuan-tujuan riil, (g) kemampuan pengendalian diri dan memiliki rasa tanggung jawab, (h) mampu membuat hubungan yang didasarkan atas saling mempercayai, (i) kesanggupan berkorban dan memberikan pelayanan terhadap orang lain, (j) Perasaan bahagia. Menurut Fahmi (Sobur, 2003: 526), Penyesuaian diri adalah mengubah sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga merubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Penyesuaian diri yang pertama disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto= sendiri, plastis= dibentuk), sedangkan penyesuaian diri yang kedua disebut penyesuaian diri yang aloplastis (alo= yang lain). Penyesuaian diri ada yang “pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada yang berarti “aktif”, dimana kita mempengaruhi lingkungan. Penyesuaian diri merupakan interaksi yang dilakukan oleh individu secara terus menerus terhadap keadaan dirinya, dengan orang lain maupun dengan keadaan di sekitarnya di mana individu tersebut berada. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri Menurut Sunarto (2007: 132) secara keseluruhan kepribadian memiliki fungsi sebagai penentu utama terhadap penyesuaian diri. Maksud dari penentu adalah faktor yang mendukung, mempengaruhi, serta menimbulkan dampak dalam proses penyesuaian. Secara utama berarti proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian tersebut baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor yang menentukan penyesuaian diri dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Kondisi fisik
22
23
Kondisi fisik yang ada pada diri siswa meliputi bentuk tubuh,kesehatan, penyakit, dan sebagainya. Struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang sangat penting dalam penyesuaian diri. 2. Perkembangan dan kematangan, meliputi kematangan emosional, intelektual, sosial, dan moral Tingkat kematangan yang dicapai antara individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri juga berbeda secara individual atau bervareasi sesuai dengan tingkat perkembangan dan kematangan. Kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kehidupan. 3. Penentu psikologis, termasuk di dalamnya pengalaman, belajarnya, deterministik diri, koflik dan penyesuaian Cara seseorang mengatasi masalahnya seperti dalam mengatasi frustrasi berbeda-beda tergantung dari pengalaman yang dialami setiap individu, namun pada intinya berupaya untuk meningkatkan pencapaian tujuan yang diinginkan secara sosial. 4. Kondisi lingkungan, khususnya keluarga, masyarakat dan sekolah Lingkungan di mana individu barada memberi andil yang sangat berarti dalam melakukan penyesuaian diri siswa. Hasil pendidikan yang diperoleh individu dapat mempengaruhi perilaku dalam hal penyesuaian diri. 5. Kultural dan agama sebagai penentu penyesuaian diri Kultural dan agama memiliki peran yang penting secara psikologi agama sebagai penuntun adanya tuntunan hidup yang mutlak.
23
24
Berikut ini hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri: 1. Hasil penelitian Nina Nurhayati (2009) “Hubungan Antara pola Asuh Otoriter dan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Angkatan 2008 di Universitas Negeri Malang”. Sebagai responden yaitu mahasiswa psikologi angkatan 2008. Penelitian inii diselesaikan dengan desain deskriptif korelasional pada 88 mahasiswa psikologi angkatan 2008 Universitas Negeri Malang. Data diambil dengan menggunakan dua skala yaitu skala pola asuh otoriter dan skala penyesuaian diri. Hasil analisis korelasional menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara pola asuh dengan penyesuaian diri ( rxy = 0.274; sig = 0.010 ) artinya semakin otoriter pola asuh maka semakin tinggi penyesuaian diri mahasiswa, dan semakin kurang otoriter pola asuh maka semakin tinggi penyesuaian diri mahasiswa. 2. Di dalam penelitian Andres Mayapada ( 2008), tentang “Hubungan Antara Pergaulan Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri Siswa Kelas VII SMP Unggulan An-Nur Wonosobo Kecamatan Srono Kabupaten Banyuwangi”. Hasil penelitian adalah: (a) pergaulan teman sebaya siswa kelas VII SMP An-Nur diperoleh katagori cukup, (b) penyesuaian diri siswa kelas VII dalam klasifikasi cukup baik, (c) ada hubungan antara pergaulan teman sebaya dengan penyesuaian diri siswa kelas VII Unggulan An-Nur Wonosobo. Hal ini dibuktikan dengan korelasi sebesar 0,5 jatuh pada tingkat signifikannya < 0,005 oleh karena itu jika hasil penyesuaian diri
24
25
siswa kurang baik maka berkaitan dengan adanya pergaulan dengan teman sebaya yang kurang mendukung proses penyesuaian diri siswa. 3. Di dalam penelitian Lalu Muhamad Tauhid ( 1987:179-186) tentang ‘ Adekuasi Penyesuaian Diri Dilihat dari Konsep Diri, Kualitas Interaksi Anak-orang tuanya, dan Kualitas Interaksi Siswa-gurunya”.
Studi
Deskriptif-Analitik terhadap para siswa SMA Negeri di Kabupaten Lombok Barat.
Adapun
hasil
penelitiannya
adalah
sebagai
berikut:
(a)
kecenderungan umum adekuasi penyesuaian diri siswa SMAN di Kabupaten Lombok Barat ternasuk klasifikasi sedang. Kecenderungan serupa ditemukan juga pada konsep diri siswa, kualitas interaksi yang mereka bina bersama orang tuanya maupun gurunya, sejauh dipersepsikan dan dihayati secara subyektif oleh siswa ( b) kualitas interaksi antar anak-orangtuanya berkorelasi positif dan signifikan dengan konsep diri positif dan adekuasi penyesuaian diri siswa, ditemukannya kontribusi relatif antara kualitas interaksi anak-orangtuanya dengan adekuasi penyesuaian diri siswa tidak dapat diabaikan, demikian pula adanya kontribusi relatif antara relatif antara kualitas interaksi anak-orangtuanya dengan adekuasi penyesuaian diri siswa tidak dapat diabaikan. Konsep diri siswa maupun adekuasi penyesuaian dirinya secara menyakinkan tergantung atas kualitas interaksi yang mereka bina bersama, (c) kualitas interaksi antara siswa-gurunya berkorelasi positif dan signifikan dengan konsep diri positif siswa dan adekuasi penyesuaian dirinya, kontribusi relatif antara kualitas interaksi siswa-gurunya dengan konsep diri siswa tidak dapat diabaikan, demikian pula adanya kontribusi
25
26
relatif antara kualitas interaksi siswa-gurunya dengan adekuasi penyesuaian diri siswa tidak dapat diabaikan, konsep diri siswa maupun adekuasi penyesuaian diri siswa tidak dapat diabaikan, konsep diri siswa maupun adekuasi penyesuaian dirinya secara meyakinkan tergantung pula atas kualitas interaksi yang mereka bina bersama gurunya; (d) adekuasi penyesuaian diri siswa dipengaruhi pula oleh faktor internalnya, dalam hal ini konsep dirinya, hal ini dibuktikan dengan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara konsep diri dengan adekuasi penyesuaian diri siswa, dimana kontribusi konsep diri terhadap adekuasi penyesuaian diri siswa tidak dapat diabaikan, jadi semakin positif konsep diri siswa, akan semakin adekuat penyesuaian dirinya, sebaliknya semakin negatif konsep diri siswa akan semakin tidak adekuat penyesuan dirinya. Hal ini membuktikan bahwa adekuasi penyesuai diri siswa tidak hanya ditentukan oleh faktor eksternal melainkan juga oleh faktor internal itu sendiri, yaitu konsep dirinya; (e) secara bersama-sama antara kualitas anak-orangtuanya dan kualitas interaksi siswa-gurunya berkorelasi positif dan signifikan dengan konsep diri siswa, kontribusi relatif kedua variabel bebas tersebut terhadap konsep diri siswa, dan hal ini tidak dapat diabaikan. Demikian pula kualitas interaksi anakorangtuanya dan kualitas interaksi siswa-gurunya berkorelasi positif dan signifikan dengan adekuasi penyesuaian diri siswa, kontribusi relatif kedua variabel tersebut terhadap adekuasi penyesuaian diri yang tidak dapat diabaikan, hal ini menunjukkan bahwa kepribadian siswa sangat ditentukan oleh the significant persons dalam hidupnya, yaitu orang tua dan guru; (f)
26
27
lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi pembentukan dan pengembangan konsep diri dan adekuasi penyesuaian diri siswa, sedangkan lingkungan sekolah merupakan lingkungan sekunder, sekolah merupakan eksistensi diri dari keluarga bagi pembentukan dan pengembangan kepribadian siswa, dalam hal ini konsep diri dan adekuasi penyesuaian dirinya. 4. Faizah Hasyim (1986),”Penyesuaian Diri Anak Dihubungkan Dengan Pola Asuhan Ibu dan Penerapan Peranan Bimbingan Oleh Guru”. Studi Deskriftif- Analitis
terhadap murid taman kanak-kanak di Kotamadya
Ujung Pandang Tahun 1986. Adalah sebagai berikut: (a) penyesuaian diri anak mempunyai hubungan yang signifikan dengan pola asuhan ibu, ini berarti bahwa pola asuhan merupakan perlakuan yang tidak dapat diabaikan, juka ditelusuri lebih lanjut bagaimana mutu pola asuhan ibu, ternyata memberi petunjuk bahwa ibu yang menerapkan pola asuhan yang ideal (7 jenis pola asuhan ibu yang ideal untuk anak usia taman kanak-kanak yaitu; keakraban, kepedulian, kebebasan kemandirian, kedisiplinan, realistik, dan emosi stabil) member arti besar terhadap penyesuaian diri anak; (b) penyesuaian diri anak mempunyai hubungan yang positif dengan penerapan bimbingan oleh guru, dalam hal ini seperti keluarga, sekolah memegang peranan penting dalam membantu murid memperolah penyesuaian
diri
yang baik; (c) pola asuhan ibu dan penerapan peranan bimbingan oleh guru mempunyai hubungan yang berarti dengan penyesuaian diri anak, keduanya
27
28
mempunyai kesejajaran fungsi dalam membantu pencapaian perkembangan anak dengan optimal. 5. Rahman Hidayat (2007) tentang Pengembangan Program layanan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Penyesuaian Sosial SMA Negeri 1 Cimalaka Kabupaten Sumedang, adalah sebagai berikut: (a) siswa SMA Negeri 1 Cimalaka memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan interpersonal dengan guru, teman dan personal sekolah lainnya dengan baik, (b)
siswa SMA Negeri 1 Cimalaka memiliki kemampuan
mentaati
peraturan dan tata tertib sekolah dengan baik, (c) siswa SMA Negeri 1 Cimalaka telah berpartisipasi dalam kegiatan kelompok belajar, (d) siswa SMA Negeri 1 Cimalaka memiliki kemampuan kegiatan ekstrakurikuler
untuk terlibat dalam
yang dilaksanakan di sekolahnya, (e) siswa
menyadari dan merasakan pentingnya menjaga nama baik sekolah. D. Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Permasalahan krusial yang dihadapi siswa sekolah menengah (remaja) dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri
adalah
masalah hubungan remaja dengan orang dewasa dan teman sebayanya. Tingkat penyesuaian diri dapat dipengaruhi oleh cara keluarga dalam mengasuh anak sehingga membentuk karakter siswa. Sikap orang tua yang otoriter dapat menghambat penyesuaian diri siswa. Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi siswa dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan kelurga, keadaan orang
28
29
tua yang tidak utuh, perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, siswa yang keluarganya sering berpidah tempat tinggal. Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan di sekolah, mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman, mata pelajaran, sebagai akibat dari ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri di lingkungan sekolah. Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan kebiasaan belajar yang baik. Bagi
siswa yang baru masuk
sekolah kemungkinan mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan OSIS, kegiatan ekstrakuler, dan sebagainya. Pada masa penyesuaian diri peranan orang dewasa dan lingkungan di mana individu berada sangat berpengaruh untuk pencapaian keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri untuk membangun jati diri yang baik. Orang dewasa bertugas memberikan teladan dan mengawasi tindak tanduk tetapi tidak dengan pengekangan semua kegiatanya, serta memberikan kebebasan kepada anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara wajar. Kemampuan penyesuaian diri siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan penyesuaian diri siswa yang ditandai dengan beberapa indikator. Indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Siswa memiliki kemampuan tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional. 2. Siswa memiliki kemampuan tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis.
29
30
3. Siswa memiliki kemampuan tidak menunjukkan adanya frustrasi pribadi. 4. Siswa mampu memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri. 5. Siswa mampu dalam belajar. 6. Siswa memiliki kemampuan menghargai pengalaman. 7. Siswa memiliki kemampuan bersikap realistik dan objektif. E. Program Bimbingan dan Konseling Kelompok 1. Definisi Bimbingan Kelompok Bimbingan pada hakekatnya merupakan suatu proses bantuan yang diberikan kepada individu agar tercapai perkembangan yang optimal, baik dari segi fisik maupun psikis. Menurut Winkel (2007:547), bekerja dalam kelompok menunjuk pada seperangkat metode dan teknik yang dirancang untuk mendampingi suatu kelompok dalam meningkatkan cara dan mutu berinteraksi sedemikian rupa, sehingga menunjang pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan pengembangan kepribadian masing-masing anggota yang tergabung dalam suatu kelompok. Bagi tenaga bimbingan di institusi pendidikan, bekerja dengan kelompok berarti merancang dan mengelola serangkaian kegiatan yang memberikan pengalaman kepada siswa berinteraksi satu sama lain dalam lingkup suatu kelompok. Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk mencegah timbulnya masalah pada siswa. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagai salah satu teknik bimbingan, bimbingan kelompok mempunyai prinsip, kegiatan, dan tujuan
30
31
yang sama dengan bimbingan. Perbedaannya hanya terletak pada pengelolaannya, yaitu dalam situasi kelompok menurut Romlah, (2006:3). Menurut Gazda
dalam Romlah, ( 2006:3) mengemukakan bahwa
pelaksanaan bimbingan kelompok pada umumnya dilakukan di kelas dengan jumlah siswa antara 20 sampai 35 orang. Kegiatan bimbingan kelompok berupa penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah pendidikan, pekerjaan, pemahaman pribadi, penyesuaian diri, dan masalah hubungan antar pribadi. Informasi tersebut diberikan terutama dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri individu dan pemahaman orang lain. Perubahan sikap pada anggota-anggota kelompok merupakan tujuan yang tidak langsung dari bimbingan kelompok. Menurut Gibson & Mitchell dalam Natawidjaja; (2009: 8) bimbingan kelompok adalah sebagai aktivitas-aktivitas kelompok yang terfokus pada penyediaan informasi dan atau pengalaman-pengalaman melalui suatu aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. Contohnya adalah kegiatan kelompok untuk orientasi, untuk eksplorasi karir, atau kegiatan hari kunjungan ke perguruan tinggi. Bimbingan ini ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para peserta didik. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti : caracara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola stress. Menurut Juntika (2006: 23), bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan
31
32
kelompok dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan,pekerjaan, pribadi, dan sosial. Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelopok yang dipandu oleh pembimbing
dan
pembimbing
mengarahkan diskusi
menyediakan
informasi-informasi
dan
untuk membantu anggota-anggotanya memecahkan
masalah. Upaya bimbingan kelompok dalam rangka mencegah timbulnya masalahmasalah yang berkaitan dengan pendidikan, karier, situasi sosial, atau keluarga. Melalui bimbingan kelompok para siswa di ajak bersama-sama mengemukakan pendapat tentang berbagai hal, mengembangkan nilai serta melakukan langkahlangkah secara bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas di dalam kelompok. Secara konseptual bimbingan kelompok tidak dapat dipisahkan dari konsepsi dasar pendidikan dan bimbingan yang menempatkan unsur-unsur pemahaman diri, pengarahan diri, penyesuaian diri sebagai sasaran utama pelayanannya. Tujuan
layanan
bimbingan
kelompok
bermacam-macam
seperti
pemecahan masalah baik yang ringan maupun yang berat mengenai perubahan pandangan, sikap atau tingakah laku. Dapat juga merupakan perasaan-perasaan negatif seperti perasaan rendah diri atau perasaan bersalah. Menurut Juntika (2006:23), bahwa pemberian informasi dalam bimbingan kelompok adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataaan, aturanaturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
32
33
tugas, serta meraih masa depan dalam studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu siswa melalui prosedur kelompok. Suasana kelompok yang berkembang dalam bimbingan kelompok dapat dijadikan sebagai wahana bagi siswa yakni memanfaatkan semua informasi, tanggapan, dan berbagai reaksi teman-temannya untuk kepentingan pemecahan masalah yang dihadapinya. Kegiatan
bimbingan
kelompok
dan
siswa
menjadi
anggotanya.
Keanggotaan merupakan salah satu unsur dalam proses kehidupan kelompok. Kegiatan kelompok sebagian besar didasari atas oleh peranan anggota kelompok tersebut. Peranan kelompok tidak akan terwujud tanpa keikutsertaan secara aktif para anggota kelompok, atau bahkan lebih dari itu dalam batas-batas tertentu kelompok dapat melakukan kegiatan tanpa kehadiran pemimpin kelompok sama sekali. Bimbingan kelompok sebagai suatu sistem yang di dalamnya tersirat makna tujuan, sasaran dan sifat hubungan yang perlu dibangun oleh konselor dan konseli dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Tujuan bimbingan kelompok yaitu diperuntukkan bagi individu; memiliki sifat suasana kelompok; diarahkan untuk
pencegahan;
kemudahan
pertumbuhan
dan
perkembangan;
serta
penyembuhan. Secara rinci bagian-bagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
33
34
Pertama. Individu. Kesadaran dan pengakuan terhadap individu yang memiliki keunikan akan memberikan perluasan pandangan dan cakrawala menakala dihadapkan kepada upaya layanan bimbingan kelompok. Artinya, bimbingan kelompok yang dibangun konselor tidak terlepas dari kepentingan individu. Baik mereka sebagai manusia dengan harapan, nilai-nilai, permasalahan yang dihadapi berikut segala keunikannya, maupun sebagai bagian kehidupan sosial masyarakat yang terikat dengan hukum-hukum sosial dan kultur lingkungannya. Kedua. Suasana kelompok. Kelompok sebagai suatu kumpulan yang terdiri atas dua atau lebih individu, yang bertemu dalam interaksi dengan kesadaran satu sama lain akan kepemilikan dan pencapaian tujuan bersama. Kelompok merupakan suatu sistem interaksi yang berpotensi menyediakan atau memenuhi suatu rentang kebutuhan individu untuk (a) memiliki dan diterima; (b) bertukar pengalaman; (c) kesempatan bekerjasam dengan orang lain; dan (d) disahkan melalui umpan balik di antara anggota kelompoknya. Karena itu, sangat wajar apabila seorang konselor dituntut untuk membangun suasana kelompok yang kondusif bagi para anggotanya, sehingga mendorong mereka bukan saja mampu memahami dirinya tetapi memberikan sumbangan pemikiran bagi anggota yang lainnya. Ketiga. Pencegahan. Bimbingan kelompok bersifat pencegahan dalam arti konseli sebagai anggota kelompok mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar di dalam masyarakat, mereka memiliki suatu kelemahan dalam dirinya,
sehingga
mengganggu
perwujudan
34
peran
yang
dibutuhkan
35
masyarakatnya. Dalam hal ini, bimbingan kelompok yang efektif adalah yang mencegah munculnya permasalahan yang akan mengganggu kehidupan konseli sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat di mana konseli berada. Keempat. Kemudahan pertumbuhan dan perkembangan. Jika bimbingan kelompok dipandang sebagai sarana yang mampu memudahkan pertumbuhan dan perkembangan, maka bimbingan kelompok dikatakan efektif apabila suasana yang dibangun mampu mendorong konseli memahami kelebihan dan kelemahan dirinya serta bagaimana potensi yang mereka miliki manjadi modal bagi perwujudan diri dalam kehidupan selanjutnya. Kelima. Penyembuhan. Pada saat-saat tertentu individu mungkin menghadapi permasalahan yang menurut dirinya cukup luas dan rumit, bahkan beranggapan bahwa dirinya berada pada titik bawah dibandingkan dengan orang lain. Dalam menghadapi keadaan seperti ini, bimbingan kelompok yang bersifat penyembuhan akan berusaha mengubah persepsi individu melalui tukar pengalaman dengan individu lain sehingga perilaku yang cenderung melemah, bahkan menyalahkan diri sendiri segera bisa diubah supaya tidak terlalu parah. (Hidayat, 2007: 28-30). Tujuan bimbingan kelompok, yaitu: (1) memberikan kesempatan pada konseli belajar hal-hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan belajar, karir, pribadi dan sosial; (2) untuk mencapai tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif (dibanding dengan bimbingan individual); (3) untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif; (4) memberikan layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok.
35
36
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kelompok antara lain, yaitu: 1) Jenis Kelamin. Untuk
tujuan-tujuan
tertentu
mungkin
perlu
diperhatikan
dalam
pembentukkan kelompok dengan jumlah yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Anak usia remaja ( siswa SMP ) pada umumnya akan menguntungkan bila dibentuk kelompok-kelompok dengan anggota yang jenis kelaminnya sama bika dibandingkan dengan kelompok yang anggotanya berbeda jenis kelamin. 2) Usia. Mengenai usia peserta pada umumnya sama/setara usianya dalam satu jenjang pendidikan. 3) Kepribadian. Keragaman dan keseragaman dalam kepribadian anggota kelompok dapat membawa keuntungan atau kerugian tertentu. 4) hubungan awal. Peranan guru pembimbing dalam kegiatan bimbingan kelompok secara langsung berada dalam kelompok tersebut dan bertindak sebagai fasilitator (pemimpin kelompok). Dalam rangka pengembangan siswa menjadi fasilitator kegiatan kelompok guru pembimbing dapat mendelegasikan kepada siswa tertentu untuk memimpin kegiatan kelompoknya di bawah pengawasan guru pembimbing. Di dalam kegiatan bimbingan kelompok, guru pembimbing memiliki peranan sebagai pemimpin kelompok yang berwenang untuk mengendalikan dan mengarahkan jalannya kegiatan bimbingan kelompok tersebut. Kegiatan
36
37
bimbingan dapat berjalan dengan baik apabila guru pembibing memiliki karakter yang empati, tenang, selalu siap berdialog dengan konseli,dapat menumbuhkan keberanian konseli untuk terbuka, dan melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok yang terarah. Kepemimpinan guru pembimbing sebagai pemimpin dalam kegiatan bimbingan kelompok sangatlah penting. Untuk dapat melaksanakan tugasnya itu pembimbing harus memiliki ketrampilan atau karakteristik yang dibutuhkan untuk memimpin dinamika kelompok. Menurut Corey & Corey (2006: 29), karakteristik guru pembimbing yaitu: (1) keberanian; (2) keinginan menjadi model; (3) kehadiran; (4) keaslian; (5) keterbukaan, tidak defensive; (6) berkeinginan untuk mencari pengalaman baru; (7) memiliki stamina yang kuat; (8) memiliki kesadaran diri; (9) memiliki rasa humor; (10) memiliki komitmen; (11) memiliki kreativitas. Guru pembimbing dituntut untuk menguasai ketrampilan teknis yang diperlukan dalam bimbingan kelompok, yaitu meliputi: (1) kemampuan mendengarkan secara aktif; (2) kemampuan menyatakan kembali ungkapan yang dikemukakan oleh konseli; (3) kemampuan menjelaskan; (4) kemampuan merangkum; (5) kemampuan untuk mengajukan pertanyaan; (6) kemampuan menafsirkan;
(7)
kemampuan
mengkonfrontrasi;
(8)
kemampuan
untuk
memantulkan perasaan; (9) kemampuan memberi dukungan; (10) kemampuan member empati; (11) kemampuan memberi kemudahan; (12) kemampuan memberi contoh kepada kelompok (modeling); (13) kemampuan menentukan
37
38
tujuan; (14) kemampuan menilai; (15) kemampuan memberi saran; dan (16) kemampuan memberikan teladan. 2. Tujuan Bimbingan Kelompok Pemberian informasi dalam bimbingan kelompok terutama dimaksukan untuk meningkatkan pemahaman tentang kenyataan, aturan-aturan dalam kehidupan, dan cara-cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan tugas, serta meraih masa depan dalam studi, karier, ataupun kehidupan. Aktivitas kelompok diarahkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri dan pemahaman lingkungan, penyesuaian diri, serta pengembangan diri. Menurut Winkel (2007:548-551), tujuan bimbingan kelompok yaitu: “apa yang ingin dicapai bersama dapat menyangkut sesuatu yang tidak langsung berkaitan dengan kehidupan batin peserta/ anggota kelompok…….Kejelasan tentang tujuan adalah penting, bagi mereka yang merancang dan mengelola suatu kelompok maupun bagi seluruh anggota kelompok sendiri. Ketidakjelasan, keraguan, dan konflik tentang sasaran yang akan dicapai bersama mempengaruhi dimensi isi dan dimensi proses. Biarpun pihak yang merancang dan mengelola kelompok tertentu mempunyai gambaran yang jelas tentang tujuan dibentuknya kelompok, para anggota kelompok tidak akan melibatkan diri kalau tujuan itu tidak mereka pahami dan tidak mereka sepakati. Setelah suatu kelompok aktif selama beberapa waktu, tujuan kelompok itu dapat berubah asal semua yang terlibat dalam kegiatan kelompok menyepakati perubahan tersebut.”
Tujuan pemberian layanan bimbingan kelompok ialah agar individu dapat (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; (4)
38
39
mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi,penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan,serta tugastugasnya;
(2)
mengenal
dan
memahami
potensi-potensi
yang
ada
di
lingkungannya; (3) mengenal dan menentukan tujuan, rencana hidupnya, serta rencana pencapaian tujuan tersebut; (4) memahami dan mengatasi kesulitankesulitan sendiri; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga tempat bekerja dan masyarakat; (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; serta (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara tepat, teratur, dan optimal. Menurut Suherman (2009: 10), tujuan layanan bimbingan bukan hanya memecahkan masalah yang dihadapi individu tetapi agar individu memiliki pemahaman tentang potensi yang dimiliki, mampu memnfaatkan potensi untuk meraih keberhasilan, minat dan cita-cita masing-masing sesuai dengan tuntutan kehidupan lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimilki individu dan lingkungannya secara optimal. Menurut Yusuf (2009: 80), bimbingan kelompok ditujukan untuk merespon kebutuhan dan minat para siswa. Topik yang didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini, adalah masalah yang bersifat umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat mengahadapi ujian, dan mengelola stress.
39
40
Pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah diselaraskan dengan hasil kajian atau analisi tentang tujuan dan program sekolah; kondisi objektif pencapaian tugas-tugas perkembangan siswa, atau kebutuhan dan masalah siswa; kondisi objektif lingkungan perkembangan siswa; implementasi aktual layanan BK di SMP; dan perkembangan masyarakat (sosial budaya, dan dunia industri atau perusahaan), fleksibel, namun tetap idealis. Dalam mengembangkan program BK perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Merumuskan tujuan layanan BK yang berorientasi kepada pengembangan tugas-tugas perkembangan siswa. b. Mengintegrasikan program BK kepada program pendidikan di SMP secara keseluruhan, baik dalam pelaksanaan program intrakurikuler, kegiatan ekstrakurikuler, maupun kegiatan pendidikan lainnya. c. Menata struktur organisasai dan mekanisme kerja personel sekolah yang memungkinkan terjadinya koordinasi, komunikasi, dan jalinan kerjasama. di antara mereka, sehingga program layanan BK tersebut dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. d. Merumuskan bidang isi bimbingan, atau topik-topik bimbingan yang relevan dengan pengembangan tugas-tugas perkembangan siswa. e. Merumuskan jenis layanan bimbingan yang menunjang peluncuran komponen program layanan, baik program layanan dasar bimbingan, layanan responsif, maupun layanan perencanaan individual. f. Rekrutmen petugas bimbingan yang profesional (jika memungkinkan), yang jumlahnya memadai dengan banyaknya siswa.
40
41
g. Melengkapi sarana yang memadai, seperti: alat-alat pengumpul data, alat-alat penyimpan data, dan perlengkapan administrasi ; prasarana yang memadai pula, seperti: ruangan bimbingan, yang meliputi ruang kerja guru pembimbing, ruang konseling, ruang bimbingan kelompok, ruang dokumentasi, ruang tamu, ruang perpustakaan khusus;
dan biaya atau budget untuk keperluan surat
menyurat, home visit, penataran, penelitian, atau keperluan lain yang dapat menunjang pencapaian tujuan BK. h. Mengevaluasi program yang telah dilaksanakan, (Yusuf & Juntika, 2008:32). Di dalam menyusun program bimbingan dan konseling ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut: a. Mendiskusikan program dengan para konselor, kepala sekolah, dan staf sekolah lainnya sehingga mereka merasa memiliki dan terlibat dalam program. b. Mengembangkan suatu lokakarya bagi para guru untuk memahami, mendukung,
serta
mempersiapkan
kemampuan-kemampuan
yang
diperlukan untuk melaksanakan program. c. Mempublikasikan perubahan-perubahan yang diusulkan dalam program itu
kepada siswa, orang tua, dan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan
melalui
lokakarya, pembicaraan dengan kelompok masyarakat
setempat, artikel,
surat kabar, radio, dan acara televisi.
d. Melakukan analisis dan pengkajian secara teliti terhadap program bimbingan
yang sekarang dilaksanakan di sekolah. Analisis dan
pengkajian ini meliputi
sumber manusia, keuangan, pengalokasian
41
42
waktu, tugas staf bimbingan dan konseling, serta menginventarisasikan material yang digunakan. e. Melakukan analisis dan pengkajian terhadap berbagai kebutuhan. Hal ini dilakukan melalui survei terhadap siswa, orang tua, dan guru. Maksud survei
ini adalah membantu konselor mengidentifikasi kompetensi
dan kategori
program layanan yang penting yang akan ditata ke dalam
program bimbingan. f. Mengembangkan program bimbingan dengan cara mengidentifikasi kemampuan-kemampuan khusus secara teratur. Dalam menyusun program
bimbingan ini diperlukan kerja sama yang baik dengan guru.
g. Membuat prosedur evaluasi yang tepat yang akan menilai kemampuan siswa,
penampilan personal bimbingan, dan prestasi/keberhasilan dari
tujuan
program.
3. Kegiatan Bimbingan Kelompok Menurut Juntika (2007:17-21), Strategi lain dalam layanan bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri konseli (siswa). Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran. Penataan kelompok pada umumnya berbentuk kelas yang beranggotakan 20 sampai 30 orang. Informasi yang diberikan dalam bimbingan kelompok itu terutama dimaksudkan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman diri
42
43
dan pemahaman mengenai orang lain, sedangkan perubahan sikap merupakan tujuan yang tidak langsung. Kegiatan bimbingan kelompok biasanya dipimpin oleh seorang konselor pendidikan atau guru pembimbing. Kegiatan ini banyak menggunakan alat-alat pelajaran seperti cerita-cerita yang tidak tamat, boneka, dan film. Kadang-kadang dalam pelaksanaanya, konselor mendatangkan ahli tertentu untuk memberikan ceramah yang bersifat informatif. Kegiatan bimbingan kelompok pada umumnya menggunakan prinsip dan proses dinamika kelompok, seperti dalam kegiatan sosiodrama, diskusi panel, dan
teknik
lainnya
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
kelompok.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai, dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya. a. Langkah awal Langkah
awal
atau
tahap
awal
diselenggarakan
dalam
rangka
pembentukan kelompok sampai dengan mengumpulkan para peserta yang siap melaksanakan kegiatan kelompok. Langkah awal ini dimulai dengan penjelasan tentang adanya layanan bimbingan kelompok bagi para siswa, pengertian, tujuan, dan kegunaan bimbingan kelompok. Setelah penjelasan ini, langkah selanjutnya menghasilkan kelompok yang langsung merencanakan waktu dan tempat menyenggarakan kegiatan bimbingan kelompok. b. Perencanaan Kegiatan Perencanaan kegiatan bimbingan kelompok meliputi penetapan : 1). Materi layanan:
43
44
2). Tujuan yang ingin dicapai; 3). Sasaran kegiatan; 4). Bahan atau sumber bahan untuk bimbingan kelompok; 5). Rencana penilaian; dan 6). Waktu dan tempat. c. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan yang telah direncanakan itu selanjutnya dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut: 1)
Persiapan
menyeluruh
yang
meliputi
persiapan
fisik
(tempat
dan
kelengkapannya), persiapan bahan, persiapan ketrampilan, dan persiapan administrasi. Mengenai persiapan ketrampilan, untuk penyelenggaraan bimbingan kelompok, guru pembimbing diharapkan mampu melaksanakan teknik-teknik berikut ini: a).Teknik umum, yaitu “Tiga M” : mendengar dengan baik, memahami secara penuh merespon secara tepat dan positif (dorongan minimal,penguatan, dan
keruntutan).
b). Ketrampilan memberikan tanggapan: mengungkapkan perasaan sendiri, mengenal perasaan peserta, dan merefleksikan. c) Ketrampilan memberikan pengarahan, memberikan informasi, memberikan nasihat, bertanya secara langsung dan terbuka, mempengaruhi dan mengajak, menggunakan contoh pribadi,
memberikan penafsiran,
mengkonfrontasikan, mengupas masalah, dan menyimpulkan. Satu hal
44
45
lagi yang perlu dipersiapkan oleh guru pembimbing ialah ketrampilan memantapkan asas kerahasiaan kepada seluruh peserta. 2) Pelaksanaan tahap-tahap kegiatan: a.
Tahap pertama: Pembentukan Temanya pengenalan, pelibatan dan pemasukan diri. Meliputi kegiatan : a). Mengungkapkan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok; b). Menjelaskan cara-cara dan asas-asas bimbingan kelompok; c). Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri; d). Teknik khusus; dan e). Permainan penghargaan/ pengakraban.
b.
Tahap kedua: peralihan Tahap peralihan dalam kegiatan bimbingan kelompok sebagai berikut: a). Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; b). Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; c). Membahas suasana yang terjadi; d). Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; dan e). Kalau perlu kembali ke beberapa aspek tahap pertama atau tahap pembentukan.
c. Tahap ketiga: Kegiatan Kegiatan yang dilakukan dalam bimbingan kelompok sebagai berikut: a). Pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik;
45
46
b). Tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum dipahami mengenai masalah atau topik yang dikemukakan pemimpin kelompok; c). Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas; dan d). Kegiatan selingan. d. Evaluasi Kegiatan Penilaian kegiatan bimbingan kelompok difokuskan pada perkembangan pribadi siswa dan hal-hal yang dirasakan mereka berguna. Isi kesan-kesan yang diungkapkan oleh para peserta merupakan isi penilaian yang sebenarnya. Penilaian terhadap bimbingan kelompok dapat dilakukan secara tertulis, baik melalui essai, daftar cek, maupun daftar isian sederhana. Secara tertulis para peserta diminta mengungkapkan perasaannya, pendapatnya, harapannya, minat, dan sikapnya terhadap berbagai hal, baik yang telah dilakukan selama kegiatan bimbingan kelompok (isi maupun proses), serta keterlibatan mereka untuk mengemukakan (baik lisan maupun tulisan) tentang hal-hal yang paling berharga dan atau kurang mereka senangi selama kegiatan bimbingan kelompok. Penilaian terhadap bimbingan kelompok berorientasi pada perkembangan yaitu mengenali kemajuan atau perkembangan positif yang terjadi pada diri peserta. Lebih jauh penilaian terhadap bimbingan kelompok lebih bersifat penilaian “dalam proses” yang dapat dilakukan melalui: 1). Mengamati pertisipasi dan aktivitas peserta selama kegiatan berlangsung; 2). Mengungkapkan pemahaman peserta atas meteri yang dibahas;
46
47
3). Mengungkapkan kegunaan bimbingan kelompok bagi mereka dan perolehan mereka sebagai hasil dari keikutsertaan mereka; 4). Mengungkapkan minat dan sikap mereka tentang kemungkinan kegiatan lanjutan; dan 5). Mengungkapkan kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan bimbingan kelompok. e. Analisa dan Tindak lanjut Hasil penilaian kegiatan bimbingan kelompok perlu dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut seluk beluk kemajuan para peserta dan seluk beluk penyelenggaraan
bimbingan
kelompok.
Perlu
dikaji
apakah
hasil-hasil
pembahasan dan atau pemecahan masalah sudah dilakukan sedalam atau setuntas mungkin, atau sebenarnya masih ada aspek-aspek penting yang belum dijangkau dalam pembahasan itu. Dalam analisis tersebut, satu hal yang menarik ialah analisis tentang kemungkinan dilanjutkannya pembahasan topik atau masalah yang telah dibahas sebelumnya. Usaha tindak lanjut itu dapat dilaksanakan melalui bimbingan kelompok selanjutnya atau kegiatan tersebut dianggap sudah memadai dan selesai, sehingga upaya tindak lanjut secara tersendiri dianggap tidak diperlukan. Dengan demikian bimbingan kelompok tampaknya masih perlu terus dikembangkan dan pengembangan tersebut juga memerlukan analisis terhadap program bimbingan kelompok karena adanya kondisi obyektif pelaksanaan layanan bimbingan kelompok yang masih jauh dari yang diharapkan, dimana hal inipun akan menjadi titik tolak dari penelitian yang akan dilaksanakan. Disamping
47
48
itu, kebutuhan dan harapan siswa terhadap layanan bimbingan kelompok akan menjadi salah satu bahan dasar kajian untuk penelitian yang akan dilakukan.
48