BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Guru 2.1.1 Pengertian Guru Profesional Dalam teks Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 memuat salah satu tujuan negara antara lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Keadaan kehidupan bangsa Indonesia saat ini masih jauh dari cita-cita bangsa yang cerdas. Reformasi yang ditandai keterbukaan, jaminan kepastian hukum, demokrasi, hak asasi manusia masih jauh dari harapan. Disinilah dituntut peran guru yang profesional untuk tampil melaksanakan tugasnya untuk membawa bangsa dan negara kearah yang lebih baik. Dari peserta didik yang nasionalis sejati diharapkan terbentuk dari guru guru profesional, peserta didik inilah yang nantinya akan memegang tongkat estafet kepemimpinan dimasa depan, yaitu pemimpin yang nasionalis yang mampu membawa bangsa dan negara duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan negara-negara maju di dunia ini. Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, kehadiran guru bagi peserta didik ibarat sebuah lilin yang menjadi penerang tanpa batas tanpa membedakan siapa yang diteranginya demikian pula terhadap peserta didik. Tetapi, dalam mengemban amanah sebagai seorang guru, perlu kiranya tampil sebagai sosok profesional. Sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan, sosok yang dapat memberi contoh teladan dan sosok yang selalu berusaha untuk maju, terdepan dan mengembangkan diri untuk mendapatkan inovasiyang bermanfaat sebagai bahan pengajaran kepada anak didik.
Merujuk pada Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 pasal 1 ayat (1) tentang guru dan dosen yang dimaksud dengan guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, rnembimbing, mengarahkan, rnelatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan rnenengah. Sejalan dengan itu, dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal (1) ayat (6) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan guru (pendidik) adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya swara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang
sesuai
dengan
kekhususannya,
serta
berpartisipasi
dalam
menyelenggarakan pendidikan. Selanjutnya dalam pada Pasal 39 ayat 2, dinyatakan bahwa: “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. Sementara itu, istilah “profesi” menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan tersebut. Secara teori, suatu profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan dididik atau disiapkan untuk menekuni pekerjaan tersebut. Sebagai contoh profesi sebagai dokter tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak dilatih atau tidak memperoleh pengalaman pendidikan kedokteran; demikian pula profesi sebagai guru tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memperoleh pendidikan keguruan. Secara lebih khusus, profesi
sebagai Pendidik Anak Usia Dini (PAUD) tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bidang pendidikan anak usia dini (Ocih Setiasih, - : 3). Hal ini diartikan sebagai suatu pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut profesionalisasi, yang dilakukan baik sebelum seseorang menjalani profesi itu (pendidikan/latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi (in-servicetraining). Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan professional, baik yang bersifat pribadi, social, maupun akademis. Dengan kata lain, pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang professional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya. Berdasarkan uraian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa guru profesional adalah guru pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Sekolah Menengan Atas (SMA) yang memiliki kemampuan yang kompleks dalam bidangnya dan mampu mengaplikasikannya secara utuh kepada anak didik.
2.1.2 Peran Guru Profesional 2.1.2.1 Peran Guru Profesional dalam Pendidikan Formal Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiriatas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
Pendidikan
formal
harus
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab, pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna, (Marwanti, dkk, 2009: 5). Dengan demikian antara pendidikan di sekolah anak usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah dan perguruan tinggi harus berkesinambungan. Dalam membentuk manusia yang nasionalis dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi harus secara berkesinambungan. nilai-nilai patriotisme, ketrampilan, ketakwaan, olah raga, ilmu pengetahuan alam, cinta tanah air harus diajarkan disekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi untuk mencapai masyarakat adil makmur yang dicita-citakan bersama. Untuk dapat meresap keperluan itu peserta didik dibutuhkan guru yang profesional dan dapat mengubah pola pikir siswa serta dapat menjadi teladan bagi para peserta didik.
2.1.2.2 Peran Guru Profesional dalam Pendidikan Informal Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional N0.20 Tahun 2003, Pendidikan informal adalah pendidikan melalui jalur keluarga dan lingkungan. Dengan demikian maka pendidikan dalam keluarga dianggap sangat penting dalam memciptakan manusia yang cerdas dikelak kemudian hari. Pendidikan dalam keluarga menjadi dominan karena anak sebagian besar waktunya lebih banyak ada dalam keluarga atau dua pertiga waktunya ada dalam lingkungan keluarga. Karena lebih banyak dalam keluarga maka keberhasilan pendidikan tidak semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah namun anggota keluarga mempunyai kewajiban mendidik anaknya atau keluarganya. Pendidikan dari orang tua dan keluarga disini diperlukan keteladanan. Dalam masyarakat dan keluarga diperlukan guru yang profesional yang dapat menjadi contoh dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, dengan bersikap profesional maka masyarakat dan anggota keluarga akan mencontoh guru dalam bersikap dan bertingkahlaku. Pendidikan informal selain dalam lingkungan keluarga juga dalam lingkungan masyarakat luas . Hubungan antara anak dengan keluarga akan semakin berkurang jika anak semakin besar, karena anak akan banyak berhubungan dengan masyarakat luas, jika berhubungan dengan masyarakat luas tak terkontrol maka akan terpengaruh oleh lingkungannya, jika baik akan berpengaruh positif namun jika jelek maka akan terpengaruh oleh halhal yang negatif. Maka jika pandai memilih lingkungan yang baik akan mempengaruhi teman-teman bergaul anak yang baik maka besar kemungkinan anak akan menjadi anak yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara dan
dapat diharapkan menjadi generasi penerus yang handal, sehingga guru yang profesional dapat mengubah pola pikir anak-anak dilingkungannya, (Marwanti, dkk, 2009: 5). 2.1.2.3. Peran Guru Profesional dalam Mengubah Pola Pikir Peserta Didik Dalam pendidikan dibutuhkan guru yang mau meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan jaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang cerdas dan berdedikasi tinggi. Yaitu guru yang mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu sesuai kurikulum yang berlaku, menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran dan kemudian melaksanakan tindak lanjut. Pandai memilih materi yang harus ditekankan yang sesuai dengan perkembangan peserta didik setiap jenjang pendidikan. Guru yang kurang profesional ditingkatkan melalui pendidikan dan latihan, mengikuti seminar-seminar, mengikuti kursus TI, bahasa Inggris dan lain sebagainya sebab jumlah guru profesional bagi bangsa Indonesia masih jauh dari harapan, misalnya guru yang belum berpendidikan strata satu atau diploma empat, guru yang mengajar dikelas belum semuanya dapat menjadi teladan bagi peserta didiknya. Menggunakan buku-buku yang telah disyahkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan atau yang produk-produk lembaga negara yang formal. Jangan sampai memakai buku yang tidak syah karena jika dikarang oleh orang yang tidak bertanggung jawab bagi pendidikan dapat membayakan bagi generasi penerus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 11 Tahun 2005 ditegaskan buku wajib yang digunakan disekolah yang memuat materi
pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan. Guru harus mengajarkan kepada peserta didik dengan bersemangat, berpenampilan menarik, sopan, berbahasa yang baik dan benar, menyenangkan, kontektual, sehingga peserta didik tidak bosan. Menggunakan metode yang bervariasi, media yang baik dan pengelolaan yang baik, (Marwanti, dkk, 2009: 5). 2.1.3 Karakteristik Guru Profesional Karakteristik guru profesional pada dasarnya sangat banyak. Menurut Goodlad, et al (dalam blog Irvan Dedy, 2011) bahwa terdapat tiga gagasan yang diterima secara umum dalam literatur pendidikan tentang guru yang professional yaitu: (1) Seorang profesional harus memiliki tingkat bakat dan keterampilan yang tinggi; (2) Profesional harus menggunakan keihnuannya untuk mendukung pekerjaannya; dan (3) Profesional harus rnerniliki otonorni untuk membuat keputusan yang menggabungkan antara keterarnpilan dan pengetahuannya. Alasan konseptual mengemukakan bahwa guru memerlukan keterlibatan pemikiran kompieks yang efektif dalam pekerjaannya. Misalnya, keragaman siswa mernerlukan guru yang dapat mempertimbangkan cara mengajar yang sesuai supaya materi dapat disampaikan kepada siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan. Menurut Soetjipto dan Raflis Kosasi (2009: 43), sikap profesionalisme keguruan ada 7 macam, yaitu sebagai berikut.
1. Sikap terhadap peraturan perundangan Pada butir (9) kode etik guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalarn rangka pernbinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang berlakunya kurikulurn sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru dan lain-lain. 2. Sikap terhadap organisasi profesi Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan agar lebih berdaya guna dan berhasil sebagai wadah untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Maka dari itu setiap orang harus memberikan waktu sebagiannya untuk kepentingan pembinaan profesinya dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien. 3. Sikap terhadap teman sejawat Dalam ayat (7) kode etik guru disebutkan bahwa "guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial". Ini
berarti bahwa: (1) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di lingkungan kerjanya. 4. Sikap terhadap anak didik Dalam kode etik guru Indonesia dinyatakan bahwa: “Guru berbakti mernbimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila”. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. 5. Sikap terhadap tempat kerja Hal yang perlu disadari oleh guru yaitu guru berkewajiban menciptakan suasana yang baik dalam lingkungannya. Ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni: (1) Terhadap guru sendiri. Dalarn kode etik telah dituliskan bahwa guru rnenciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar; dan (2) Terhadap masyarakat. Dalam menjalin kerjasama dengan masyarakat guru harus melibatkan langsung peran masyarakat dalam menetapkan kebijaksanaan sekolah, seperti menaikkan SPP dan lain-lain. 6. Sikap terhadap pemimpin Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar (Depdikbud) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Pernirnpin dalam suatu organisasipun
akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota dituntut untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi
tersebut,
kerjasama
dalam
melaksanakan
usulan/kritik
yang
membangun demi tujuan organisasi tersebut. Oleh sebab itu, guru harus bersikap positif dalam pengertian harus bekerjasarna dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah. 7. Sikap terhadap pekerjaan Guru harus selalu dapat menyesuikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan orang taunya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dioengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi.. Kode etik (6) dituntut guru baik secara pribadi maupun secara kelompok untuk meningkatkan mutu pribadi maupun kelompok untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Disamping itu, merujuk pada Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 10 ayat (1) menyatakan “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Guru yang profesional memiliki empat kompetensi atau standar kemampuan yang meliputi keempat kompetensi tersebut. Keempat kompetensi tersebut, (Maysaroh Lubis, dkk, 2011: 8) dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Kompetensi pedagogik Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: 1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan 2) Pemahaman terhadap peserta didik 3) Pengembangan kurikulum atau silabus 4) Perancangan pembelajaran 5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis 6) Pemanfaatan teknologi pembelajaran 7) Evaluasi hasil belajar 8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Komptensi sebagaimana tersebut di atas menurut Soedijarto, (Maysaroh Lubis, dkk, 2011: 8) hendaknya dimiliki oleh guru sebelum menjadi guru profesional dengan kompetensi sebagai berikut: (1) Guru memiliki kemampuan merencanakan program pembelajaran, (2) Melaksanakan program pembelajaran, (3) Mendiagnosis berbagai hambatan dan masalah yang dihadapi peserta didik, (4) Menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik yang telah dikumpulkan secara sistematik.
b. Kompetensi Kepribadian Kompetensi
kepribadian
merupakan
kemampuan
personal
yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak rnulia.Sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang; (1) Beriman dan bertaqwa, (2) Berakhlak mulia, (3) Arif dan bijaksana, (4) demokratis; (5) Mantap, (6) Berwibawa, (7) Stabil, (8) Dewasa, (9) Jujur, (10) Sportif, (11) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (12) Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, (13) Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. c. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial ini merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat. Kompetensi ini sekurang-kurangnya meliputi: 1) Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; 2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; 3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama peserta didik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; 4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan 5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
d. Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya sekurang-kurangnya meliputi: 1) Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran dan atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan 2) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu. 2.2 Organisasi Profesi Keguruan 2.2.1 Pengertian, Tujuan dan Fungsi Organisasi Profesional Keguruan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (6) tentang guru dan dosen menyatakan bahwa “organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru”. Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki suatu keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Dikatakan ciri khas oleh karena bidang pekerjaan tersebut diperoleh bukan secara kebetulan oleh sembarang orang, tetapi diperoleh melalui satu jalur khusus. Dalam prakteknya sebagai pekerjaan profesional yang melayani masyarakat luas tentunya memerlukan satu wadah organisasi yang anggotanya adalah orang-orang yang memiliki pekerjaaan atau keahlian yang sejenis. Dalam wadah inilah diharapkan akan muncul satu
kekeluargaan yang dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dijumpai pada praktek profesi. Suatu profesi adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu, yang karena hakikat dan sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, keterampilan teknis,dan sikap kepribadian tertentu. Organisasi profesional bertujuan untuk mengikat, mengawasi, dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Mengikat para anggota dimaksudkan agar para anggota dikalangan suatu profesi dapat berkumpul dalam satu wadah dan dapat saling tukar pengalaman antar sesama anggota dalam melaksanakan praktek profesi. Mengawasi dimaksudkan agar para anggota profesi agar selalu berpegang kepada kode etik profesi, dan selalu menjaga kualifikasi para anggota disamping itu dapat pula mengawasi praktek profesi yang tidak berwenang dalam melaksanakan profesi. Sedangkan meningkatkan kesejahteraan dimaksudkan agar organisasi profesi selalu dapat memperjuangkan anggotanya dalam mendapatkan jaminan kesejahteraan atas jasa yang telah diberikan, disamping itu adanya jaminan hukum terhadap praktik profesi dengan kata lain mendapat perlindungan hukum sehingga dalam melaksanakan tugas dapat lebih tenteram dan aman. Dengan demikian, sebuah organisasi profesi keguruan memiliki beberapa fungsi di antaranya sebagai berikut. 1) Sarana komunikasi, silahturrahmi dengan guru, sekaligus sebagai pusat informasi tentang pembelajaran/pendidikan. 2) Wadah pembinaan pembinaan dan pengembangan sikap professional guru dan perlindungan atas haknya. 3) Mitra
pemerintah
dan
perguruan
dalam
peningkatan
kualitas
pembelajaran/pendidikan 4) Sebagai
sarana
untuk
melakukan
perubahan-perubahan
dan
inovasi
pendidikan di sekolah-sekolah yang lebih baik. 2.2.2 Jenis-Jenis Organisasi Profesional Keguruan Di Indonesia Ada beberapa organisasi profesi keguruan di Indonesia, diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Persatuan Guru Republik Indonesia didirikan di Surakarta pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Menurut Basuni, ( Soetjipto, 2009: 35) menguraikan empat misi utama didirikannya organisasi PGRI yakni: (1) Misi politisi (ideologis), (2) Misi persatuan organisatoris, (3) Misi profesi, dan (4) Misi kesejahteraan. Tujuan utama pendirian organisasi ini adalah sebagai berikut: a)
Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan)
b) Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi) Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service, not commodity” c)
Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan). PGRI adalah organisasi guru terbesar di Indonesia, memiliki peranan
sebagai berikut:
1. Berperan aktif mencerdaskan kehidupan bangsa, 2. Mengembangkan sistem dan pelaksanaa pendidikan nasional, dan 3. Meningkatkan profesionalitas guru.
2. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar/kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi/perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Depdiknas, 2004: 1 dalam blog Iwan Rio Darma, 2010). Menurut Mangkoesapoetra (2004: 1 dalam blog Iwan Rio Darma, 2010) menjelaskan MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah tertentu baik tingkat kebupaten /kota/ kecamatan/sanggar ataupun gugus sekolah. Tujuan diselenggarakannya MGMP menurut standar pengembangan KKG dan MGMP (Dpdiknas, 2008: 5) adalah di antaranya sebagai berikut: 1) Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar, dan sebagainya. 2) Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarah kerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan. umpan balik.
3) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta mengadopsi pendekatan pembaharuan dalam pembelajaran yang lebih professional bagi peserta kelompok kerja atau musyawarah kerja. 4) Memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah. 5) Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan hasil belajar peserta didik. Musyawarah Guru Mata Pelajaran menurut Mangkoesapoetra (2004: 3 dalam blog Iwan Rio Darma, 2010) memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai berikut. a. Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin. b. Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di tingkat sekolah, wilayah, maupun kota. c. Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah. 2. Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak (IGTKI) Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) didirikan pada tanggal 22 Mei 1950 di Jakarta. Pada Kongres IV IGTKI tahun 1985 di Jakarta, organisasi ini manunggal ke dalam PGRI namun tetap mandiri dalam IGTKI, sehingga nama organisasi ini berubah menjadi IGTKI-PGRI. Pimpinan organisasi tingkat pusat berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia.
Dalam pasal 4 berdasarkan Kongres IX IGTKI-PGRI 2010 di Jakarta, tujuan organisasi ini adalah sebagai berikut. a)
Mewujudkan cita-cita Proklamasi kemerdekaan Negara kesatuan RI berdasrkan pancasila dan UUD 1945.
b) Berperan aktif menyukseskan pembangunan nasional khususnya bidang Pendidikan Taman Kanak-Kanak. c)
Berperan serta mengembangkan sistem dan pelaksanaan pendidikan nasional.
d) Mempertinggi kesadaran, sikap, mutu dan kemampuan profesi guru Taman Kanak-Kanak. e)
Menjaga, memelihara, harkat dan martabat guru Taman Kanak-Kanak melalui peningkatan kesetiakawanan anggota. Disamping itu, tugas dan fungsi IGTKI berdasarkan hasil kongres tersebut
di atas dalam pasal 5 di antaranya sebagai berikut. a)
Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b) Mempersatukan
semua
guru
Taman
Kanak-Kanak
Indonesia
guna
meningkatkan pengabdiandan peran serta dalam pendidikan nasional khususnya di bidang Pendidikan Taman Kanak-Kanak. c)
Mengadakan hubungan kerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait dan organisasi kemasyarakatan umumnya.
d) Memelihara dan mempertinggi kesadaran guru TK akan profesinya untuk meningkatkan mutu. e)
Mengupayakan dan meningkatkan kesejahteraan guru Taman Kanak-Kanak.
1.3 IGTKI Kecamatan Pulubala 1.3.1 Sejarah Lahirnya IGTK Kecamatan Pulubala Idealnya sebuah organisasi yang terbentuk atas dasar sebuah profesi, Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia Kecamatan Pulubala menjadi salah wadah untuk memaksimalkan profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Berangkat dari amanat dan kebutuhan pendidikan, pada tanggal 22 Mei 1996 dibentuklah Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak (IGTK) Kecamatan Pulubala sebagai bagian integeral dari IGTK Kabupaten Gorontalo yang pada saat itu masih merupakan wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Pembentukkan ini pun berhasil merumuskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, dengan salah satu poin yang dibahas adalah masa kepengurusan yang ditetapkan satu periode sama dengan lima tahun. Wilayah kerja IGTK disesuaikan dengan wilayah administrasi Kecamatan Pulubala. Dalam prosesnya, organisasi ini berhasil menghimpun segenap tenaga guru TK sebagai anggota tetap. Pada tahun 2012 jumlah anggota tetap sebanyak 21 orang (Data IGTK Kecamatan Pulubala Tahun 2012). Secara kuantitatif jumlah ini tidaklah besar. Hal ini disebabkan oleh kurangnya lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat di Kecamatan Pulubala. Selain itu, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari Guru PNS dan non-PNS yang berasal dari TK dan PAUD.
1.3.2 Visi Misi Organisasi Dalam menjabarkan berbagai program Pengurus, IGTK memiliki seperangkat visi dan misi. Pengurus Periode 2011/2016 memiliki visi terwujudnya
pribadi yang tulus, ikhlas, dan berakhlak mulia dalam memberikan bimbingan, arahan, dan pengajaran bagi anak-anak harapan bangsa guna terbentuknya pendidik yang profesional. Visi Pengurus diaplikasikan berbagai program kerja yang masing-masing disesuaikan dengan bidang yang berkompoten menurut mekanisme pembidangan dalam organisasi. Secara umum, visi IGTK Kecamatan Pulubala meliputi: 1) Mengadakan kegiatan yang berkenan dengan peningkatan kesejahteraan anggota melalui kegiatan-kegiatan produktif. 2) Mengadakan kegiatan yang berkenan dengan peningkatan profesionalisasi anggota melalui kegiatan-kegiatan pendidikan, latihan, dan kursus. 3) Mengadakan kegiatan pekan olahraga dan pentas seni. 4) Menjalin hubungan kerja sama sebagai bentuk kepedulian dan pengabdian kepada masyarakat. Kelima visi di atas kemudian dijabarkan oleh setiap bidang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Program kerja bidang-bidang dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Program Kerja Bidang Organisasi 1) Melanjutkan pembinaan organisasi 2) Memanajemen organisasi 3) Kaderisasi anggota 4) Penjabaran ketentuan organisasi 5) Pelaksanaan kegiatan-kegiatan bermanfaat 6) Eksistensi IGTKI
2. Program Kerja Bidang Pendidikan dan Keprofesian 1) Pendidikan dan pelatihan 2) Workshop pendidikan 3) Kerja sama dengan pemerintah 4) Seminar 5) Studi banding 6) Kursus 7) Usulan kepada pemerintah 3. Program Kerja Bidang Porseni 1) Lomba Finger Painting 2) Menyanyi duet 3) Permainan tradisional 4) Pembuatan alat peraga pembelajaran 5) Cipta dan menyanyikan lagu anak 4. Program Kerja Bidang Humas dan Kesejahteraan 1) Menjalin kerja sama dengan instansi terkait 2) Pemberdayaan potensi masyarakat 3) Perbaikan kesejahteraan anggota 4) Perbaikan tunjangan guru 5) Pembentukan koperasi 6) Pemberian penghargaan kepada guru
1.3.3 Struktur Organisasi Dalam menjalankan fungsi organisasi, diperlukan struktur permanen secara periodik. Artinya, struktur inilah yang nantinya menjadi acuan birokrasi dalam menjalankan komunikasi organisasi, serta dalam mempertegas garis komando maupun garis koordinasi lintas fungsi-fungsi organisasi. Berdasarkan hasil obervasi diperoleh bahwa secara periodik, IGTK Kecamatan Pulubala telah mengalami empat kali pergantian pengurus. Reorganisasi ini dilakukan setiap lima tahun sekali. Berikut periodisasi kepengurusan yang telah berlangsung. 1) Pengurus Periode 1996-2001, dengan Ketua Umum Eda Asiali, S.Pd. 2) Pengurus Periode 2001-2005, dengan Ketua Umum Hasmia Paramata. 3) Pengurus Periode 2005-1010, dengan Ketua Umum Astin Hasan. 4) Pengurus Periode 2010-2015, dengan Ketua Umum Hamiem Kum, S.Pd. Pengurus 2010/2015 memiliki struktur sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 1. Struktur Organisasi IGTKI Kecamatan Pulubala Periode 2011/2016 Berdasarkan sajian diagram di atas dapat diketahui bahwa secara struktur, kepengurusan menganut sistem komando yang dilakukan melalui garis komando sercara
vertikal
dari
ketua
melalui
wakil
ketua,
dilanjutkan
kepada
sekretaris/wakil sekretaris dan bendahara/wakil bendahara, menuju bidangbidang, dan selanjutnya bermuara pada anggota. Akan tetapi, bila melihat garis koordinasi yang sebenarnya berlaku, pengurus senantiasa melakukan koordinasi dengan Pengurus Tingkat II (IGTKI Kabupaten Gorontalo), kemudian kepada Pengurus Tingkat I (IGTKI Provinsi Gorontalo), dan sebagai pucuk organisasi tertinggi yakni IGTKI Pusat yang berkedudukan di Jakarta.
Jika memang demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi ini pada dasarnya berada pada jalur komunikasi vertikal dan searah. Anggota tidak serta merta dapat menyampaikan kebutuhannya kepada pengurus, melainkan para anggota seakan-akan diperlakukan sebagai objek yang hanya menerima keputusan atau kebijakan dari hierarki jabatan dan kewenangan. Pola seperti ini sebenarnya cenderung statis, karena tidak mampu mengakomodasi keinginan anggota-anggota di dalamnya. Boleh jadi, hal ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa organisasi yang dibentuk akibat profesi atau jabatan tidak terlalu mementingkan arus komunikasi dari bawah, tetapi lebih banyak dipengaruhi arus komunikasi atasbawah. Dalam skema seperti inilah peran sebuah organisasi seperti IGTKI Kecamatan Pulubala dalam meningkatkan profesionalisasi anggotanya harus dikaji dengan pola komunikasi arus bawah-atas.