BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan (civic education) merupakan konsep universal yang meletakan dasar-dasar pengetahuan tentang masyarakat politik, tentang persiapan yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam proses politik secara menyeluruh, dan secara umumnya menjelaskan bagaimana menjadi warga negara yang baik. Menurut Zamroni (dalam Ubaedillah, A, dkk, 2008: 9), bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis. Melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Cogan (Udin S. Winataputra, 2007:3) mengartikan Civic education sebagai ”.......the foundational course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their edult lives”. Atau suatu mata pelajaran dasar disekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warganegara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Nu’man Somantri (1976: 54) mengemukakan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah program
16
17
pendidikan yang berintikan demokrasi politik, yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, positive influence pendidikan sekolah, masyarakat, orangtua, yang kesemuanya itu diproses untuk melatih pelajarpelajar berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis dengan berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 yang merupakan perubahan atas UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN) hanya memperkenalkan
Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sebab
pada
UU
sebelumnya yakni dalam pasal 39 ayat 2 UU No. 2 Tahun 1989 tentang SPN dikenalkan juga Pendidikan Pancasila. Penamaan ini memang sejalan dengan pemikiran akademis. Sebab dimanapun yang namanya PKn mesti harus mengandung nilai-nilai dasar sebagai prasyarat kehidupan bersama yang dicita-citakan (great ought), yang meliputi ideologi, sistem pemerintahan sendiri, HAM dan commons good (kebaikan-kebaikan yang diakui bersama termasuk adat istiadat). Ini berari Pendidikan Pancasila sudah termasuk dalam PKn (Cholisin: 2004: 8-9). Cholisin (2004: 10) mengemukakan bahwa PKn adalah aspek pendidikan politik yang fokus materinya peranan warga negara dalam kehidupan bernegara kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
18
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Dari berbagai pengertian PKn di atas,dapat dinyatakan bahwa ciri-ciri PKn adalah a) merupakan program pendidikan; b) materi pokoknya adalah demokrasi politik atau peranan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara ditambah unsur lain yang mempunyai unsur positif terhadap pengembangan peranan tersebut, baik yang berasal dari keluarga, sekolah dan masyarakat, c) tujuannya membina peranan warga negara agar menjadi warga negara yang baik sesuai dengan konstitusi (Margaret S Branson, 1999: 29-30). Dengan melihat misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang demikian luas, maka tujuan PKn pun perlu lebih diperluas pula. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education atau citizenship education) secara teoritis adalah untuk mendidik para siswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab yang dapat berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat yang demokratis (Noor Ms Bakry, 2010: 38). Substansi
PKn
meliputi
pengetahuan
kewarganegaraan
(civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan karakter kewarganegaraan (civic dispositions) sebagai pendukung berjalannya sistem politik yang ideal.
19
a. Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) Pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) merupakan materi substansi yang harus diketahui oleh warga negara. Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak-kewajiban/peran sebagai warga negara dan pengetahuan yang mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintahan dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam Pancasila dan UUD 1945, maupun yang telah menjadi konvensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara – cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat internasional (Cholisin, 2005: 4). Pengetahuan
kewarganegaraan
(civic
knowledge)
menyangkut
kemampuan akademik yang dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum, dan moral. Dengan memiliki pengetahuan kewaragengaraan ini diharapkan menjadi dasar bagi warga negara untuk mengembangkan keterampilan dan karakter kewarganegaraan. b. Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) Keterampilan kewarganegaraan (civic skills) merupakan keterampilan yang
dikembangkan
dari
pengetahuan
kewarganegaraan,
agar
pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan berbangsa
dan
bernegara
(Cholisin,
2005:
4).
Keterampilan
20
kewarganegaraan meliputi keterampilan intelektual (intelectual skills) dan keterampilan berpartisipasi (partisipation skills). Unsur-unsur yang ada pada masing-masing ketrampilan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 1. Komponen Keterampilan Kewarganegaraan KETERAMPILAN INTELEKTUAL 1) Mengidentifikasi (menandai/ menunjukkan) dibedakan menjadi ketrampilan : a) membedakan; b) mengkelompokkan/ mengklasifikasikan c) menentukan bahwa sesuatu itu asli. 2) Menggambarkan (memberikan uraian / ilustrasi), misalnya tentang : a) proses; b) lembaga; c) fungsi; d) alat; e) tujuan; f) kualitas; 3) Menjelaskan (mengklarifikasi / menafsirkan), misalnya tentang: a) sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa; b) makna dan pentingnya peristiwa atau ide; c) alasan bertindak; 4) Menganalisis, misalnya tentang kemampuan menguraikan: a) unsur – unsur atau komponen-komponen ide (gagasan), proses politik, institusiinstitusi; b) konsekuensi dari ide, proses politik, institusi – institusi; c) memilah mana yang merupakan cara dengan tujuan, mana yang merupakan fakta dan pendapat; mana yang merupakan tanggung jawab pribadi dan mana yang merupakan tanggung jawab publik. 5) Mengevaluasi pendapat/posisi : menggunakan kriteria/standar untuk membuat keputusan tentang: a) kekuatan dan kelemahan isue / pendapat; b) menciptakan pendapat baru. 6) Mengambil pendapat/posisi : a) dari hasil seleksi berbagai posisi; b) membuat pilihan baru; 7) Mempertahankan pendapat/posisi: a) mengemukakan argumentasi berdasarkan asumsi atas posisi yang dipertahankan /diambil / dibela; b) merespons posisi yang tidak disepakati.
KETERAMPILAN PARTISIPASI (1) Berinteraksi (termasuk berkomunikasi tentunya) terhadap obyek yang berkaitan dengan masalah – masalah publik, yang termasuk dalam ketrampilan ini, al.: a) bertanya, menjawab, berdiskusi dengan sopan santun; b) menjelaskan artikulasi kepentingan; c) membangun koalisi, negoisasi, kompromi d) mengelola konflik secara damai; e) mencari konsensus. (2) Memantau/ memonitor masalah politik dan pemerintahan terutama dalam penanganan persoalan-persoalan publik, yang termasuk ketrampilan ini al. : a) menggunakan berbagai sumber informasi seperti perpustakaan, surat kabar, tv, dll untuk mengetahui persoalan-persoalan publik; b) upaya mendapatkan informasi tentang persoalan publik dari kelompok –kelompok kepentingan, pejabat pemerintah, lembagalembaga pemerintah. Misalnya dengan cara menghadiri berbagai pertemuan publik seperti : pertemuan organisasi siswa, komite sekolah, dewan sekolah, pertemuan desa/BPD, pertemuan wali kota, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. (3) Mempengaruhi proses politik, pemerintah baik secara formal maupun informal, yang termasuk ketrampilan ini al.: a) melakukan simulasi tentang kegiatan : kampanye, pemilu, dengar pendapat di DPR/DPRD, pertemuan wali kota, lobby, peradilan; b) memberikan suara dalam suatu pemilihan; c) membuat petisi; d) melakukan pembicaraan/ memberi kesaksian di hadapan
21
lembaga publik; e) bergabung atau bekerja dalam lembaga advokasi untuk memperjuangkan tujuan bersama atau pihak lain; f) meminta atau menyediakan diri untuk menduduki jabatan tertentu.
Sumber: Center for Civic Education, yang telah diolah kembali oleh Cholisin. 2004. Diktat Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
Keterampilan kewarganegaraan yang meliputi keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi akan sangat berperan guna mewujudkan demokrasi yang stabil. Mengingat bahwa demokrasi yang stabil membutuhkan partisipasi warga negara dalam kehidupan bernegara. Sehingga apabila warga negara memiliki kemampuan untuk menjelaskan,
menganalisis,
mengevaluasi,
mengambil
pendapat,
memantau, mempengaruhi proses politik pemerintah, baik secara formal maupun informal maka mereka akan menjadi warga negara yang partisipasif dan menjauhkan negara dari praktik pemerintahan yang otoriter. c. Karakter Kewarganegaraan (Civic Dispositions) Karakter kewarganegaraan (civic dispositions) merupakan watak atau sifat – sifat yang harus dimiliki setiap warga negara untuk mendukung efektivitas partisipasi politik, berfungsinya sistem politik yang sehat, berkembangnya martabat dan harga diri (Cholisin, 2011: 7). Komponen mendasar
ketiga
dari
civic
education
adalah
watak-watak
kewarganegaraan (civic disposition) yang mengisyaratkan pada karakter publik
maupun
privat
yang
penting
bagi
pemeliharaan
dan
22
pengembangan demokrasi konstitusional. Watak-watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisasi-organisasi civil society (Branson, Margaret S., dkk, 1999: 23). Secara singkat karakter publik dan privat itu dapat dideskripsikan sebagai berikut: Tabel 2. Komponen Karakter Kewarganegaraan 1. Menjadi anggota masyarakat yang independen (mandiri). Karakter ini merupakan kepatuhan secara suka rela terhadap peraturan yang berlaku dan bertanggungjawab atas segala konsekuensi yang timbul dari perbuatannya serta menerima kewajiban moral dan legal dalam masyarakat demokratis. 2. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik. Yang termasuk karakter ini, al. : • mengurus diri sendiri; • memberi nafkah /menopang keluarga; • merawat , mengurus dan mendidik anak; • mengikuti informasi tentang isue-isue publik; • memberikan suara (voting); • membayar pajak; • menjadi saksi di pengadilan; • memberikan pelayanan kepada masyarakat; • melakukan tugas kepemimpinan sesuai dengan bakat dan kemampuang sendiri/masing-masing. 3. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu. Yang termasuk karakter ini, al. : • mendengarkan pendapat orang lain; • berperilaku santun (bersikap sopan); • menghargai hak dan kepentingan sesama warganegara; • mematuhi prinsip aturan mayoritas, namun tetap menghargai hak minoritas untuk berbeda pendapat. 4. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara bijaksana dan efektif. Karakter ini menghendaki pemilikan informasi yang luas sebelum memberikan suara (voting) atau berpartisipasi dalam debat publik,
23
keterlibatan dalam diskusi yang santun dan serius, dan memegang kendali kepemimpinan yang sesuai. Juga menghendaki kemampuan membuat evaluasi kapan saatnya kepentingan pribadi sebagai warga negara dikesampingkan demi kepentingan umum dan kapan seseorang karena kewajibannya atau prinsip-prinsip konstitusional untuk menolak tuntutan-tuntutan kewarganegaraan tertentu. Sifat – sifat warganegara yang dapat menunjang karakter berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan (publik) diantaranya: • Keberadaban • Menghormati hak – hak orang lain • Menghormati hukum • Jujur • Berpikiran terbuka • Berpikir kritis • Bersedia melakukan negoisasi dan berkompromi • Ulet / tidak mudah putus asa • Berpikiran kewarganegaraan • Keharuan/memiliki perasaan kasihan • Patriotisme • Keteguhan hati • Toleran terhadap ketidak pastian 5. Mengembangkan fungsi demokrasi konstitusional yang sehat. Karakter ini mengarahkan warganegara agar bekerja dengan caracara damai dan legal dalam rangka mengubah undang-undang yang dianggap tidak adil dan bijaksana. Yang termasuk dalam karakter ini, al. : • sadar informasi dan kepekaan terhadap urusan-urusan publik; • melakukan penelaahan terhadap nilai-nilai dan prinsip – prinsip konstitusional; • memonitor keputusan para pemimpin politik dan lembagalembaga publik dalam penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip konstitusional dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan apabila terdapat kekurangannya. Sumber:
Center for Civic Education, yang telah diolah kembali oleh Cholisin. 2004. Diktat Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).
Nilai-nilai karakter untuk mata pelajaran PKn meliputi nilai karakter pokok dan nilai karakter utama. Berikut ini disajikan nilai-nilai karakter utama dan pokok beserta indikatornya:
24
Tabel 3. Nilai-nilai Karakter Utama dan Pokok Beserta Indikatornya NO KARAKTER 1 Kereligiusan
a. b. c. d. e. f. g.
2
Kejujuran
a. b. c. d.
3
Kecerdasan
a. b.
4
Ketangguhan
a. b.
5
Kedemokratisan
a. b. c. d. e. f. g.
INDIKATOR Memberikan senyum, sapa, salam, sopan dan santun. Berdoa setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan/melaksanakan tugas. Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit pada awal pelajaran. Mengembangkan toleransi beragama. Melaksanakan ibadah dengan baik. Menghormati orang yang sedang melaksanakan ibadah. Menolak setiap sikap, tindakan dan kebijakan yang menyimpang atau menodai agama. Menepati janji Berkata dan bertindak secara benar sesuai dengan fakta/tidak berbohong. Bekerja berdasarkan kewenangan yang dimiliki. Berkemauan untuk memelihara dan mengekspresikan kebenaran. Berkata dan bertindak secara benar, cepat, dan akurat. Mampu menerapkan pengetahuannya terhadap hal-hal yang baru. Sikap dan perilaku pantang menyerah / tidak mudah putus asa. Mampu mengatasi permasalahan dan kesulitan sehingga berhasil meraih tujuan dan cita-citanya. Menghormati pendapat dan hak orang lain. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan. Melaksanakan musyawarah untuk mencapai mufakat. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. Keputusan musyawarah dapat dipertanggungjawabkan. Menerima kekalahan dalam kompetisi
25
6
Kepedulian
7
Nasionalisme
yang jujur dan adil. h. Berpikir terbuka (mau menerima ide baru atau pendapat orang lain walaupun berbeda). i. Emosinya terkendali (misalnya: menghindari argumentasi yang bermusuhan, sewenang-wenang dan tidak masuk akal. j. Berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah publik (termasuk aktif dalam kegiatan sekolah, memberikan masukan dalam pembuatan peraturan kelas, peraturan sekolah, peraturan desa. k. Menyerasikan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum. a. Memelihara kebersihan, keindahan, dan kelestarian alam. b. Memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan terhadap orang lain yang dilanda musibah atau kurang beruntung dalam kehidupannya. c. Tidak bersifat masa bodoh terhadap perubahan atau keadaan lingkungan. a. Berbahasa Indonesia secara baik dan benar. b. Memiliki rasa cinta tanah air (menghormati pahlawan, melakukan upacara bendera, memperingati hari-hari besar nasional, menyanyikan lagu-lagu kebangsaan; melakukan kegiatan pelestarian lingkungan, dsb. c. Setia kawan terhadap sesama anak bangsa. d. Menggunakan produksi dalam negeri. e. Mengutamakan persatuan dan kesatuan, kepentingan bangsa dan negara f. Melestarikan dan mengembangkan nilainilai dan budaya daerah maupun nasional (misalnya: memakai pakaian tradisional, menyanyikan lagu-laqgu daerah, dsb). g. Memelihara dan mengembangkan pilarpilar kenegaraan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika (misalnya, memasang bendera merah putih: aktif terlibat dalam setiap kegiatan peringatan, pemasyarakatan dan
26
8
Kepatuhan a. pada aturan b. sosial c.
9
Menghargai keberagaman
a.
b. c.
10
11
Kesadaran a. akan hak dan b. kewajiban diri c. dan orang lain d. e. Bertanggung a. jawab b. c. d.
e.
f.
12
Berpikir logis, a. kritis, kreatif, dan inovatif b. c. d.
penegakan pilar-pilar kenegaraan tersebut). Mematuhi tata tertib sekolah. Mematuhi norma, kebiasaan, adat dan peraturan yang berlaku. Tidak berbuat sewenang-wenang, anarkis, main hakim sendiri atau melakukan tindakan di luar ketentuan. Saling menghormati dan bekerjasama walaupun adanya perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Tidak memilih-milih teman dalam pergaulan. Menghargai hasil karya atau produk suku lain, dengan cara mengapresiasi, mengkoleksi, memakai, menyanyikan Bersikap dan bertindak adil Belajar dengan tekun dan disiplin Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghargai hak-hak orang lain. Melaksanakan kewajiban dan hak. Melaksanakan tugas/pekerjaan rumah dengan baik dan tepat waktu. Berani menanggung resiko atau akibat dari segala perbuatannya. Melakukan tugas dan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. Bersedia meminta maaf jika bersalah, dan berusaha tidak mengulangi lagi perbuatannya. Bersedia mengundurkan diri karena gagal dalam melaksanakan tugas, jika hal itu merupakan jalan keluar yang terbaik baik kepentingan umum. Bersedia dikenai sanksi hukum yang berlaku apabila telah terbukti melanggar peraturan. Mengemukakan/mengusulkan sesuatu yang masuk akal dengan menggunakan akal yang sehat dan hati yang luhur. Memberikan masukan yang bersifat membangun. Memberikan ide atau gagasan yang baik untuk kepentingan umum. Memaparkan pendapat didasarkan pada
27
13
Kemandirian
fakta empirik. a. Tidak mudah tergantung kepad orang lain; b. Melaksanakan kegiatan atas dasar kemampuan sendiri.
Sumber : Draf Panduan Guru Mata pelajaran PKn : Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama, 2010.
Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian PKn di atas, maka dapat
disimpulkan
bahwa
Pendidikan
Kewarganegaraan
mencakup
pendidikan politik, pendidikan demokrasi, pendidikan hukum, dan pendidikan moral/ karakter dalam upaya membentuk warga negara yang cerdas, kritis, dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannnya serta bertanggung jawab. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik menjadi warga negara yang baik (good citizen) sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945.
2. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan Materi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) secara historis mengalami beberapa kali perubahan nama. Pada tahun 1957 di beri label Kewarganegaraan, tahun 1959 dengan label Civics, tahun 1962 dengan label Kewargaan Negara, tahun 1968 dengan label Pendidikan Kewargaan Negara (PKN), tahun 1975 berlabel Pendidikan Moral Pancasila, tahun 1994 dengan label Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dan terakir diberi label Pendidikan Kewrganegaraan (PKn) seperti yang terdapat dalam kurikulum tahun 2004 berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Fadjar, 2005: 53).
28
Perubahan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), juga merubah materi perubahan yang harus diajarkan pada peserta didik. Pasca diundangkannya UU. No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, ada yang mengingatkan agar pendidikan kewarganegaraan diatur secara yuridis, khusus tentang pendidikan kewarganegaraan Pancasila mempunyai kaitan erat dengan pendidikan
pada umumnya dan
secara khusus
pada pendidikan
kewarganegaraan. Saat ini materi pembelajaran Pancasila dikenal dengan pendidikan kewarganegaraan. Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta anti korupsi. 3. Berkembang secara positif untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk jenjang SD hingga SMA diputuskan oleh Mentri Pendidikan
Nasional.
Standar
Isi
Mata
Pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan untuk jenjang SD hingga SMA Memuat delapan topik
29
kajian yaitu :1) persatuan dan kesatuan bangsa; 2) norma, hukum, dan peraturan; 3) hak asasi manusia; 4) kebutuhan warga negara; 5) konstitusi negara; 6) kekuasaan dan politik; 7) Pancasila; 8) globalisasi. Delapan topik substansi Kajian Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Permendiknas RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menunjukan bahwa secara formal dan substansial terdapat pergeseran paradigma kajian Pendidikan Kewarganegaraan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Pergeseran ini tidak hanya memberikan harapan penting bagi kajian Pendidikan Kewarganegaraan yang selaras dengan idealitas Pendidikan Kewarganegaraan demokratis yang telah berkembang dan masih terus dikembangkan di sejumlah negara demokratis (Samsuri, 2011: 373).
3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Secara sederhana tujuan PKn adalah membentuk warga negara yang lebih baik (a good citizen) dan mempersiapkannya untuk masa depan (Cholisin, 2004:12). Warga negara yang baik adalah warga negara yang memahami hak dan kewajibannya sebagai seorang warga negara sehingga ia mampu berpartisipasi serta bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut Dufty (dalam Numan Somantri, 1976: 29), untuk menjabarkan tujuan dalam praktek PKN paling tidak tujuan harus diperinci dalam tujuan kurikurer yang meliputi: a. Ilmu Pengetahuan 1) Fakta 2) Konsep
30
3) Genaralisasi/ konsep b. Ketrampilan Intelektuil 1) dari ketrampilan yang sederhana sampai ketrampilan yang kompleks seperti: (a) Meningat (b) Menafsirkan (c) Aplikasi (d) Analisa (e) Sintesa (f) Penilaian 2) dari penyelidikan sampai kesimpulan yang valid: (a) Ketrampilan bertanya dan mengetahui masalah (b) Ketrampilan dalam merumuskan hypothesa (c) Ketrampilan dalam megumpulkan data (d) Ketrampilan dalam mentafsirkan dan menganalisa data (e) Ketrampilan dalam menguji hypothesa (f) Ketrampilan dalam merumuskan generalisasi (g) Ketrampilan dalam mengkomunikasikan kesimpulan 3) dari berfikir kritis ke berfikir kreatif c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKN banyak mengandung soal-soal afektif. Karena itu tujuan PKN yang seperti slogan harus dijabarkan. d. Ketrampilan Sosial: tujuan umum PKN ini harus bisa dijabarkan dalam ketrampilan sosial yaitu ketrampilan yang memberi kemungkinan kepada pelajar untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas dan bersahabat dalam pergaulan sehari-hari. Dalam Standar Isi Mata Pelajaran PKn, mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi. 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).
31
Pendidikan Kewarganegaraan ini tidak hanya berupaya untuk mengembangkan peserta didik menjadi pribadi yang unggul secara intelektual. Namun juga berupaya mengembangkan keterampilan dan karakter kewarganegaraan secara seimbang sehingga diharapkan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan untuk membentuk warga negara yang baik dapat tercapai sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945.
4. Perbandingan Antara PKn Paradigma Lama Dengan Paradigma Baru Besarnya kepentingan rezim kekuasaan terhadap PKn mengakibatkan terjadinya reduksionisme misi mata kajian itu dalam kerangka membentuk warga negara yang baik (Samsuri, 2010: 3). Penggambaran warga negara yang patuh, hegemoni tafsir dan wacana dari negara terhadap warga negara, serta minimnya peluang budaya kritis dalam hubungan masyarakat kewargaan dengan masyarakat politik, pada gilirannya telah membentuk budaya politik kewargaan yang tidak kondusif terhadap sistem politik demokrasi. Sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi Pendidikan Kewarganegaraan semasa Orde Baru maka diadakan suatu perubahan paradigma Pkn dari PKn paradigma lama digantikan dengan PKn paradigma baru. Sebagai bahan banding antara PKn paradigma baru dengan paradigma lama dapat dilihat pada tabel berikut ini :
32
Tabel 4. Perbandingan PKn Paradigma Lama dengan Paradigma Baru DIMENSI Visi
PARADIGMA LAMA 1. Penekanan pada membangun negara (state building). 2. Mendukung penguatan koorporatis negara.
PARADIGMA BARU 1. Penekanan pada nation and character building.
Substansi Materi
Nilai moral P4 sebagai tafsiran tunggal rezim.
Strategi Pembelajaran Performance
Indoktrinasi - hegemoni
2. Pemberdayaan warga negara (citizen empowerment). 3. Penguatan berkembangnya masyarakat kewargaan (civil society). Good Citizen: 1. Aktif berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Berbudaya politik kewarganegaraan (civic culture). 3. Berkemampuan berpikir kritis dan kreatif. Demokrasi politik, demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial yang dikembangkan terutama dari disiplin ilmu politik, hukum dan filsafat moral/filsafat Pancasila. Dialog – kritis.
1. Lemah/tidak jelas akar keilmuannya (body of knowledge).
1. Kuat/jelas akar keilmuannya (body of knowledge).
2. Intervensi rezim untuk menitipkan kepentingannya sangat kuat. 3. Rentan terhadap perubahan rezim atau mengikuti selera kepentingan rezim.
2. Terbebas (independen) dari intervensi rezim
Misi
Good Citizen : 1. Patuh kepada rezim.
2. Pendukung status- quo rezim.
3. Memiliki otonomi keilmuan dan eksistensi yang kuat sehingga mampu mempertahankan jati
33
4. Fokus sebagai pendidikan kewarganegaraan/pendidi kan politik tidak tampak, yang tampak adalah sebagai indoktrinasi politik rezim. 5. Kredibilitas akademik dan fungsinya bagi anak didik/masyarakat sangat rendah, karena lemahnya akar keilmuan serta tidak relevannya dengan kebutuhan masyarakat demokratis.
Sumber:
dirinya sebagai pendidikan kewarganegaraan terhadap perubahan rezim. 4. Fokus sebagai pendidikan kewarganegaraan (pendidikan demokrasi, pendidikan hukum dan pendidikan moral) tampak jelas dan kuat. 5. Kredibilitas akademik dan fungsinya akan menguat karena disamping akar keilmuannya yang jelas, juga akan dirasakan sebagai sesuatu yang fungsional bagi masyarakat yang sedang mengembangkan demokrasi dan demokratisasi.
Cholisin. 2005. Pengembangan Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Dalam Praktik Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
PKn paradigma baru ini memiliki akar keilmuan yang jelas, yakni berbasis pada ilmu politik, hukum, dan filsafat moral, serta penekannanya pada upaya bagaimana memperdayakan warga negara. Jelas sekali berbeda dengan paradigma lama PKn yang lebih menekankan pada membangun negara dan kepentingan rezim penguasa sangatlah besar terhadap mata pelajaran PKn.
34
5. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi bab: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hokum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan Internasional. c. Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Instrumen nasional dan Internasional HAM, Pemajuan, pernghormatan, dan perlindungan HAM. d. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara. e. Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi.
35
f. Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintah desa dan kecamatan, pemerintah daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem Pemerintahan, Pers dan masyarakat demokrasi. g. Pancasila, meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h.
Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia
di
Internasional
era dan
globalisasi, organisasi
Dampak
globalisasi,
Internasional,
dan
Hubungan
Mengevaluasi
globalisasi. Cakupan kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawsan peserta didik akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebgai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi). Sementara menurut NCSS, cakupan PKN meliputi:
36
a. b. c. d. e.
Cita-cita nasional; Hal-hal yang baik yang diakui oleh masyarakat (common good); Proses pemerintahan sendiri (the procces of self govenrment); Hak asasi manusia dan warga negara yang dijamin konstitusi; dan Seluruh pengaruh positif yang berasal dari keluarga, sekolah, dan masyarakat (Cholisin, 2004: 25).
Dengan demikian cakupan Pendidikan Kewarganegaraan harus relevan dengan
sistem
demokrasi
dan
fleksibel,
guna untuk
menunjang
terwujudnya sistem demokrasi Pancasila. Selain itu cakupan Pendidikan Kewarganegaraan disertai dengan nilai-nilai Pancasila yang mendukung dalam kehidupan berbangsa maupun bernegara untuk menjaga keutuhan bangsa sesuai visi Pendidikan Kewarganegaraan yaitu nation and character building. Cakupan tersebut kemudian dijabarkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada peserta didik sesuai dengan kurikulum.
6. Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembelajaran PKn a. Pengertian Nilai Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai memiliki sifat sebagai realitas yang abstrak, normatif dan berguna sebagai pendorong tindakan manusia. Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, jadi bukan objek itu yang disebut nilai, dengan demikian nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lain sebagai
37
pembawa nilai (Dwi Listyan dan Irton, 2011: 4). Muchson (2002 : 16) mendefinisikan nilai yang dalam bahasa Inggris adalah value bisa diartikan sebagai harga, penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu Notonegoro (dalam Kaelan, 2000: 12) menyebutkan adanya 3 macam nilai. Ketiga nilai itu adalah sebagai berikut : a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia. b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian meliputi : 1) Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia. 2) Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan (emotion)manusia. 3) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak (karsa,Will) manusia. 4) Nilai religius yang merupakan nilai keohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia. Nilai di atas masih bersifat abstrak, atau disebut nilai dasar, karena nilai ini masih berada dalam pemikiran manusia. Nilai dasar kemudian dijabarkan secara interpretasi menjadi nilai instrumental yang berupa parameter yang lebih konkrit, yang masih berupa rumusan umum berwujud norma-norma. Nilai instrumental dijabarkan ke dalam nilai praksis, berwujud indikator yang sifatnya sangat konkrit berkaitan suatu bidang dalam kehidupan. Menurut Ferdiansyah dan Irton (2011: 5), ada tiga tataran nilai. Tiga tataran nilai itu yaitu:
38
a. Nilai dasar, yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak dan tetap, yang terlepas dari pengaruh perubahan waktu. Nilai dasar merupakan prinsip, yang bersifat amat abstrak, bersifat amat umum, tidak terikat oleh waktu dan tempat, dengan kandungan kebenaran yang bagaikan aksioma. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar berkenaan dengan eksistensi sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya. b. Nilai instrumental, yaitu suatu nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. c. Nilai praktis, yaitu nilai yang terkandung dalam kenyataan sehari-hari. Sementara Walter G.evered (dalam Dwi Listyan dan Irton, 2011: 4) menggolongkan nilai manusiawi menjadi 8 kelompok yaitu: a. Nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli. Misalnya emas,logam,dll b. Nilai kejasmanian: mengacu pada kesehatan,efisiensi,atau keindahan fisik misalnya: kebugaran,kemulusan,dll c. Nilai hiburan: nilai permainan dan waktu senggang yang bermanfaat bagi kehidupan. Misalnya: rekreasi,music,film,dll d. Nilai sosial: nilai yang berasal dari berbagai bentuk perserikatan manusia Misalnya: kerukunan,persahabatan,dll e. Nilai watak: keseluruhan dari keutuhan pribadi yang diinginkan, misalnya kejujuran, kesetiaan,dll f. Nilai estetis: nilai kehidupan dalam alam atau karya seni, misalnya keindahan, keselarasan,dll g. Nilai intelektual: nilai pengetahuan dan pengejaran kebenaran, misalnya kecerdasan, ketekunan,dll h. Nilai keagamaan: nilai yang ada dalam agama. Misalnya: kesucian keagungan tuhan,dll.
39
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Dimana nilai yang bersifat abstrak tersebut dapat disebut dengan nilai dasar karena berada dalam pikiran manusia. b. Nilai-Nilai Pancasila 1) Komitmen Para Pendiri dalam Merumuskan Pancasila Sejak disahkan secara konstitusional pada tanggal 18 Agustus 1945, Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologi nasional dan ligatur (pemersatu) dalam peri kehidupan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Menurut Yudilatif (2011: 41), Pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntut (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas dan haluan keselamatan bangsa. Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara padat dan meyakinkan sebagai berikut: “Pancasila adalah satu Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila dalah satu alat pemersatu, yang saya seyakin-yakinya bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke hanyalah dapat bersatu padu di atas dasar Pancasila itu. Dan bukan saja alat pemersatu untuk di atasnya kita letakkan Negara Republik Indonesia, tetapi juga pada hakekatnya satu alat pemersatu dalam perjoangan kita melenyapkan segala penyakit yang telah kita lawan berpuluh-puluh tahun yaitu penyakit terutama sekali imperialisme. Perjoangan suatu bangsa, perjoangan melawan Imperialisme, perjoangan mencapai kemerdekaan, perjoangan sesuatu bangsa yang membawa cora sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjoangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjoang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu
40
mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang terwujud dalam pelbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya (dalam Yudi Latif, 2011: 41). Dengan
demikian,
Negara
Indonesia memiliki
landasan
moralitas dan haluan kebangsaan yang jelas dan visioner. Suatu pangkal
tolak
dan
tujuan
pengharapan
yang
penting
bagi
keberlangsungan dan kejayaan bangsa yakni Pancasila. Dalam masa sidang pertama BPUPKI yaitu tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 (4hari), yang mengajukan usul berhubungan dengan dasar negara adalah usul Muhammad Yamin dan Bung Karno (Ir. Soekarno), dan Soepomo tentang aliran atau paham kenegaraan bukan dasar negara. a) Usul Muhammad Yamin, 29 Mei 1945 Dalam sidang hari pertama BPUPKI, pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mendapat kesempatan pertama untuk mengemukakan pidatonya di hadapan sidang lengkap Badan Penyelidik. Pidato Muhammad Yamin ini berjudul Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Dalam pidatonya itu beliau mengusulkan dasar negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk adalah : (1) Peri Kebangsaan (2) Peri Kemanusiaan (3) Peri Ketuhanan (4) Peri Kerakyatan
41
(5) Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato, Muhammad Yamin mengusulkan juga secara tertulis lima asas dasar negara bagi Indonesia Merdeka, dalam rancangan Mukaddimah Hukum Dasar, yang rumusannya sebagai berikut : (1) Ketuhanan Yang Maha Esa (2) Kebangsaan Persatuan Indonesia (3) Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b) Usul Soepomo, 31 Mei 1945 Pada hari ketiga sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara, diawali tentang tiga syarat mutlak adanya negara: pertama harus ada daerah, yaitu meliputi batas Hindia-Belanda, kedua harus ada rakyat sebagai warga negara yaitu yang mempunyai kebangsaan Indonesia, ketiga harus ada pemerintahan yaitu pemerintah berdaulat menurut hukum internasional. Di samping Soepomo mengusulkan tentang syarat mutlak negara, yaitu : daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar apa negara Indonesia didirikan, dikemukakan tiga soal
yaitu negara persatuan, negara serikat,
42
Negara persekutuan, hubungan antara negara dan agama, Republik atau Monarkhi. Supomo
dalam
(Heru
Ismaya,
2009:
40-41)
juga
membicarakan tentang aliran pikiran negara, yang menurut Supomo ada tiga aliran pikiran, yaitu aliran pikiran individualis, aliran pikiran kolektif, dan aliran pikiran integralistik. Ketiga aliran ini diuraikan sebagai berikut: (1) Aliran pikiran individualis atau teori perorangan sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke (abad ke-17), Jean Jacques Rousseau (abad ke-18), Herbert Spencer (abad ke-19), H.J. Laski (abad ke-20). Menurut aliran pikiran ini, negara ialah masyarakat hukum (legal society) yang disusun atas kontraknya antara seluruh individu dalam masyarakat (contract social). Susunan negara ini seperti negara-negara Eropa Barat dan di Amerika. (2) Aliran pikiran kolektif atau teori golongan atau kelas (class theory), sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engels, dan Lenin yang menyatakan bahwa negara ialah alat suatu golongan yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang mempunyai kedudukan yang lemah. Contoh negara seperti ini adalah negara-negara komunis, yang mendasarkan pada ajaran Karl Marx.
43
(3) Aliran pikiran integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain (abad 18 dan 19), Menurut aliran pikiran ini negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral menjamin kepentingan seluruh rakyat sebagai persatuan untuk mengatasi kepentingan golongan atau seseorang. Dalam negara integralistik, semua golongan, semua bagian, dan semua anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organik. Negara nasional bersatu yang akan didirikan menurut Soepomo, harus berdasarkan atas pemikiran integralistik yang sesuai struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia, yaitu struktur kerohanian bangsa Indonesia yang bercitacita persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, persatuan antar dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Selanjutnya Soepomo menjelaskan juga, dalam negara integralistik tidak ada dualisme anatara negara dan individu, individu merupakan bagian organik dari negara yang mempunyai kedudukan dan kewajiban tersendiri untuk turut menyelenggarakan kemuliaan negara. Selanjutnya dikemukakan juga, semua golongan rakyat, semua daerah mempunyai keistemewaan tersendiri, akan mempunyai tempat dan kedudukan sendiri-sendiri, sebagai bagian organik dari negara seluruhnya (Heru Ismaya, 2009: 44).
44
Soepomo juga menegaskan, jika bangsa Indonesia hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara harus berdasar atas aliran pikiran integralistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam bidang apa pun, kepala negara dan badan-badan pemerintahan lain harus bersifat pemimpin yang sejati, petunjuk jalan ke arah cita-cita luhur yang diidam-idamkan oleh rakyat. Negara harus bersifat “badan penyelenggara”, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Dalam pengertian dan teori ini, negara tidak lain adalah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Usul Soepomo ini pada dasarnya tidak mengusulkan tentang dasar negara yang akan merdeka, akan tetapi tentang aliran negara yang akan merdeka, yaitu negara yang berpaham integralistik. c) Usul Soekarno, 1 Juni 1945 Dalam masa sidang pertama BPUPKI hari keempat, yaitu pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengajukan lima dasar juga bagi Negara Indonesia Merdeka, dalam pidatonya mengenai Dasar Indonesia Merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seorang ahli bahasa (yaitu Mr. Muhammad Yamin, yang pada waktu itu duduk di samping Ir. Soekarno) diberi nama Pancasila (Noor Ms Bakry, 2010: 31). Lima dasar yang diajukan Bung Karno, ialah:
45
(1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau Demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan yang berkebudayaan. Selanjutnya,
Bung
Karno
juga
mengemukakan
usul
alternatifnya, dari lima rumusan diringkas menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila, yaitu Dasar pertama, Kebangsaan dan Perikemanusiaan
(Nasionalisme dan
Internasionalisme) diperas
menjadi satu diberi nama Sosio-Nasionalisme. Dasar kedua, Demokrasi dan Kesejahteraan diperas menjadi satu diberi nama SosioDemokrasi. Dasar ketiga, Ketuhanan yang berkebudayaan, yang menghormati satu sama lain disingkat dengan nama Ketuhanan (Yudilatif, 2011: 39). Pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam Pancasila dilukiskan oleh Yudilatif (2011: 42) yaitu: Pertama, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai-nilai ketuhanan (religiositas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang bersifat vertikal-transendental) dianggap penting sebagai fundamen etik kehidupan bernegara. Dalam kaitan ini, Indonesia bukanlah negara sekuler yang ekstrem, yang memisahkan “agama” dan “negara” dan berpretensi
untuk
menyudutkan
peran
agama
ke
ruang
privat/komunitas. Negara menurut alam Pancasila bahkan diharapkan dapat
melindungi
dan
mengembangkan
kehidupan
beragama;
sementara agama diharapkan bisa memainkan peran publik yang
46
berkaitan dengan penguatan etika sosial. Tetapi saat yang sama, Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya merepresentasikan salah satu (unsur) agama dan memungkinkan agama untuk mendikte negara. Sebagai negara yang dihuni oleh penduduk dengan multiagama dan multikeyakinan, negara Indonesia diharapkan dapat mengambil jarak yang sama terhadap semua agama/keyakinan, melindungi
semua
agama/keyakinan,
dan
harus
dapat
mengembangkan politiknya sendiri secara independen dari dikte-dikte agama. Kedua,
menurut
alam
pemikiran
Pancasila,
nilai-nilai
kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat-sifat sosial manusia (yang bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamen etika-politik kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas yang mengarah pada
persaudaraan
eksternalisasi
dan
dunia
itu
internalisasi.
dikembangkan Keluar,
melalui
bangsa
jalan
Indonesia
menggunakan segenap daya dan khazanah yang dimilikinya untuk secara bebas-aktif “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Ke dalam, bangsa Indonesia mengakui dan memuliakan hak-hak dasar warga dan penduduk negeri. Landasan etik sebagai prasyarat persaudaraan universal ini adalah “adil” dan “beradab”. Komitmen bangsa Indonesia dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan itu
47
sangat visioner, mendahului “Universal Declaration of Human Right” yang baru dideklarasikan pada 1948. Secara teoretik-komparatif, jalan eksternalisasi dan internalisasi dalam mengembangkan kemanusiaan secara adil dan beradab itu menempatkan visi Indonesia dalam perpaduan antara perspektif teori “idealisme politik” (political idealism) dan “realisme politik” (political realism) yang berorientasi kepentingan nasional dalam hubungan internasional. Ketiga, menurut alam pemikiran Pancasila, aktualisasi nilai-nilai etis kemanusiaan itu terlebih dahulu harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Dalam internalisasi nilai-nilai persaudaraan kemanusiaan ini, Indonesia adalah negara persatuan
kebangsaan
yang mengatasi
paham
golongan
dan
perseorangan. Persatuan dari kebhinekaan masyarakat Indonesia dikelola berdasarkan konsepsi kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan, yang dalam slogan negara dinyatakan dengan ungkapan “bhineka tunggal ika”. Di satu sisi, ada wawasan kosmopolitanisme yang berusaha mencari titik-temu dari segala kebhinekaan yang terkristalisasikan dalam dasar negara (Pancasila), UUD, dan segala turunan perundangundangannya, negara persatuan, bahasa persatuan, dan simbol-simbol kenegaraan lainnya. Di sisi lain, ada wawasan pluralisme yang menerima dan memberi ruang hidup bagi aneka perbedaan, seperti
48
aneka agama/keyakinan, budaya dan bahasa daerah, dan unit-unit politik tertentu sebagai warisan tradisi budaya. Keempat, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi memperoleh kesejatiannya dalam penguatan daulat rakyat, ketika kebebasan politik berkelindan dengan kesetaraan ekonomi, yang menghidupkan semangat persaudaraan dalam kerangka “musyawarah-mufakat”. Dalam prinsip musyawarah-mufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan mayoritas (mayorokrasi) atau kekuatan minoritas elite politik dan pengusaha (minorokrasi), melainkan dipimpin oleh hikmat/kebijaksanaan
yang
memuliakan
daya-daya
rasionalitas
deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa pandang bulu. Kelima, menurut alam pemikiran Pancasila, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan, serta demokrasi permusyawaratan itu memperoleh kepenuhan artinya sejauh dapat mewujudkan keadilan sosial. Di satu sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus mencerminkan imperatif etis keempat sila lainnya. Di sisi lain, otentisitas pengalaman sila-sila Pancasila bisa ditakar dari perwujudan keadilan sosial dalam perikehidupan kebangsaan. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah
49
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu (yang terlembaga dalam pasar) dan peran manusia sebagai makhluk sosial (yang
terlembaga
dalam
negara),
juga
keseimbangan
antara
pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam suasana kehidupan sosial-perekonomian yang ditandai oleh aneka kesenjangan sosial, kompetisi ekonomi diletakkan dalam kompetisi
yang
kooperatif
(coopetition)
berlandaskan
asas
kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam mewujudkan keadilan sosial, masing-masing pelaku ekonomi diberi peran masing-masing yang secara keseluruhan mengembangkan semangat kekeluargaan. Peran individu (pasar) diberdayakan, dengan tetap menempatkan Negara dalam posisi yang penting dalam menyediakan kerangka hukum dan regulasi, fasilitas, penyediaan, dan rekayasa sosial, serta penyediaan jaminan sosial. Demikianlah, para pendiri bangsa ini telah mewariskan kepada kita suatu dasar falsafah dan pandangan hidup negara yang menjiwai penyusunan UUD yang begitu visioner dan tahan banting (durable). Suatu dasar falsafah yang memiliki landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang kuat, yang jika dipahami secara mendalam,
50
diyakini secara teguh, dan diamalkan secara konsisten dapat mendekati perwujudan “Negara Paripurna” (Yudilatif, 2011: 51). 2) Nilai yang Terkandung dalam Pancasila Pancasila adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntut (leitstar) yang dinamis, yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu, Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas dan haluan keselamatan bangsa (Yudi Latif, 2011: 41). Sedangkan secara entitas, Pancasila itu sendiri pada hakekatnya ia adalah nilai (Kaelan, 2000: 12). Pancasila jika diselidiki secara mendalam akan dapat diketahui bahwa pada hakikatnya Pancasila adalah suatu kesatuan yang bulat asas-asas budi pekerti atau tabiat yang baik berdasarkan kodrat manusia, yang dapat disebut moral Pancasila, untuk menbedakan dari nilai-nilai moral lain. Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar filsafat negara berarti juga moral Pancasila yakni moral bangsa Indonesia menjadi moral negara Republik Indonesia, yaitu moral yang mengikat negara, selanjutnya hal itu berarti juga bahwa moral Pancasila telah menjadi sumber tertib-negara dan sumber tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupan (Noor Ms Bakry, 2010: 120). Pancasila adalah pandangan hidup yang muncul dalam mengenali realitas sosio-politik bangsa Indonesia (Dikdik Baehaqi
51
Arif, 2011: 4). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD NRI 1945 alinea IV, terdiri atas lima sila, asas atau prinsip yaitu: a. Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Kemanusiaan yang adil dan beradab. c. Persatuan Indonesia. d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup yang merupakan sumber jati diri, kepribadian, moralitas dan haluan keselamatan bangsa yang didalamnya terkandung nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila sebagai nilai yang termasuk nilai moral atau nilai kerohanian juga mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Hal ini bersumber dari dasar Pancasila, yaitu manusia yang mempunyai susunan kodrat sebagai makhluk yang tersusun atas jiwa (rohani) dan raga (materi). Di samping itu Pancasila sebagai sistem nilai juga mengakui nilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis, yaitu nilai kebenaran (epistemologis), estetis, etis, maupun nilai religius.
52
Nilai-nilai Pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar, serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bernegara. Dalam kehidupan kenegaraan, perwujudan nilai Pancasila harus tampak dalam produk peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia. semua produk hukum yang berlaku di Indonesia, harus dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain semua hukum yang berlaku di Indonesia tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, nilai dijadikan landasan, alasan atau motivasi dalam segala perbuatannya, sehingga ada asas-asas moral untuk bertindak. Bangsa Indonesia lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat spiritual (kerohanian) ataupun material daripada yang bersifat indrawi atau kebendaan. Lebih mengutamakan kebebasan moral mengutamakan hal-hal yang umum. Hal ini terlepas dari kenyataan, bahwa ada orang-orang yang dengan sabar berbuat lain dari kesadaran nilai dengan alasan yang lain pula. Sebagaimana dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu sistem nilai, artinya setiap sila memang memiliki nilai akan tetapi masing-masing sila saling berhubungan, saling ketergantungan secara sistemik dan diantara nilai suatu sistem dengan lainya memiliki tingkatan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam sila-sila Pancasila juga bersifat bertingkat. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
53
merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidupa dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai-nilai religius, nilai adat-istiadat kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar negara terkandung di dalamnya nilai kenegaraan (Kaelan, 2002: 140). Yudi Latif (2011: 42) menjelaskan pokok-pokok dalam Pancasila yaitu pertama nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas, diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama, sementara agama diharapkan bisa memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan etika sosial. Kedua, nilai-nilai kemanusian universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam dan sifat-sifat sosial manusia. Dalam hal ini bangsa Indonesia mengakui dan memuliakan hak-hak dasar warga dan penduduk negeri. Ketiga, negara persatuan kebangsaan yang mengatasi paham golongan dan perseorangan. Keempat, Indonesia menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Kelima, keadilan sosial yang dikehendaki Pancasila adalah keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk individu, dan peran manusia sebagai makhluk soisal juga keseimbangan antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
54
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tergolong nilai kerohanian, tetapi nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Dengan kata lain Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu di dalamnya terkandung pula nilai-nilai yang lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran (logik), nilai kebaikan (etik), nilai keindahan (aestetik), maupun nilai religius (Noor Ms Bakry, 2010: 303). 3) Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila dalam Pembelajaran PKn Nilai-nilai
yang
terkandung
dalam
sila-sila
Pancasila
merupakan sekumpulan kesatuan nilai-nilai luhur yang diyakini kebenarannya atau sudah dinyatakan benar, yang kemudian dijabarkan dalam pedoman pengalaman Pancasila. Nilai-nilai tiap sila yang dirumuskan adalah sebagai berikut: a. Sila pertama dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa, terkandung nilai-nilai religius, antara lain: 1) Keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifatNya Yang Maha Sempurna. 2) Ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjalan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. 3) Kepercayaan adanya nilai-nilai suci dari ajaran agama yang harus ditaati demi kebahagiaan hidup manusia. 4) Nilai ketuhanan sebagai nilai religius meliputi dan mejiwai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan. b. Sila kedua dengan rumusan Kemanusiaan yang adil dan beradab, terkandung nilai-nilai kemanusiaan antara lain: 1) Pengakuan terhadap adanya harkat dan martabat manusia dengan segala hak asasinya. 2) Perlakuan adil terhadap sesama dengan memperlakukan dan memberikan sesuatu yang telah menjadi haknya. 3) Manusia beradab dengan cipta, rasa, karsa, dan keyakinan sebagai landasan bertindak sesuai nilai-nilai hidup manusiawi. 4) Nilai kemanusiaan diliputi dan dijiwai ketuhanan serta meliputi dan menjiwai persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
55
c. Sila ketiga dengan rumusan Persatuan Indonesia, terkandung nilai-nilai persatuan dan kebangsaan, antara lain: 1) Persatuan sekelompok manusia yang menjadi warga negara Indonesia dengan dasar cita-cita hidup bersama. 2) Bangsa Indonesia adalah persatuan suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. 3) Semangat ke “Bhinneka Tunggal Ika”an suku bangsa memberikan arah dalam pembinaan kesatuan bangsa. 4) Nilai persatuan diliputi dan dijiwai ketuhanan dan kemanusiaan, meliputi dan menjiwai kerakyataan dan keadilan. d. Sila keempat dengan rumusan Kerakyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, terkandung nilai-nilai kerakyatan, antara lain: 1) Kedaulatan negara di tangan rakyat dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan berlandaskan penalaran yang sehat. 2) Manusia Indonesia sebagai warga negara mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. 3) Musyawarah mufakat dalam kenegaraan oleh wakil-wakil rakyat demi kebersamaan dengan dasar kekeluargaan. 4) Nilai kerakyatan diliputi dan dijiwai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, serta meliputi dan menjiwai keadilan. e. Sila kelima dengan rumusan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, terkandung nilai keadilan sosial, antara lain: 1) Keadilan dalam kehidupan sosial meliputi semua bidang kehidupan nasional untuk seluruh rakyat Indonesia. 2) Cita-cita masyarakat adil makmur, material dan spiritual, merata bagi seluruh rakyat Indonesia 3) Keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta cinta kemajuan dan pembangunan yang selaras serasi dan seimbang. 4) Nilai keadilan sosial diliputi dan dijiwai oleh sila ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan kerakyatan (Noor Ms Bakry, 2010: 305-307). Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinanya, tak ada paksaan, dan antar penganut agama yang berbeda harus saling hormat menghormati dan bekerjasama demi terciptanya kehidupan yang harmonis dan Indonesia yang sejahtera. Negara ini juga menjamin kemerdekaan atau kebebasan beragama dalam pasal 29
56
UUD
1945
ayat
(2)
yang
bunyinya:
Negara
menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan
beribadat
menurut
agamanya
dan
kepercayaannya itu. Kesadaran akan toleransi antar pemeluk agama dan kebebasan memeluk suatu agama inilah yang harusnya diberikan atau dipahamkan oleh pemerintah terhadap warganya sejak dini, agar bisa segera diimplementasikan oleh mereka dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, sila ini mengandung makna kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan mutlak hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya. Apabila nilai-nilai luhur dalam sila ini diamalkan maka yang timbul adalah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa dan tepo seliro satu sama lain. Semua orang dengan latar belakang apapun harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan harus dijunjung tinggi hak asasi nya. Sila ketiga Persatuan Indonesia mengandung arti Bhinneka Tunggal Ika. Pentingnya menghargai perbedaan yang ada melalui pendidikan moral dan karakter, tidak semua yang sama itu baik, terkadang perbedaan justru akan seseorang mengerti suatu hal dari sudut pandang yang berbeda yang akan memperkaya wawasannya
57
akan hal tersebut, dan dengan perbedaan kita juga bisa saling melengkapi satu sama lain. Budaya musyawarah untuk mencapai mufakat merupakan unsur dari nilai-nilai sila keempat Pancasila. Masyarakat dalam menyelesaikan
suatu
masalah
dengan
musyawarah
bukan
kekerasan. Sikap saling menghargai dan saling menghormati menjadi kunci utama dalam musyawarah mufakat. Dalam bermusyawarah haruslah memiliki karakter yang kuat dan bijaksana, jujur, mempunyai moral yang baik, agar hasil mufakat mempunyai isi, bobot, dan gagasan yang kualitasnya baik. Ini merupakan nilai-nilai dalam sila keempat Pancasila. Sila kelima Pancasila mempunyai makna suatu tata masyarakat yang adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah, yang setiap warga negara mendapat segala sesuatu yang telah menjadi haknya sesuai esensi adil dan beradab. Dwi listyan dan Irton (2011: 5) menjabarkan makna dari nilai sila dalam Pancasila sebagai berikut: a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa 1) Pengakuan akan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 2) Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. 3) Tidak memaksa warga Negara untuk beragama,tapi diwajibkan untuk memeluk satu agama sesuai hokum yang berlaku di Indonesia. 4) Atheisme dilarang di larang di Indonesia. 5) Menjamin tumbuh dan berkembang suburnya kehidupan beragama,toleransi antar umat dan dalam beragama.
58
b.
c.
d.
e.
6) Negara memberi fasilitas dalam menjalankan agamanya,dan menjadi mediator ketika terjadi konflik. Sila Kemanusiaan Yang adil dan Beradap 1) Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai mahluk Tuhan,maksutnya kemanusiaan itu mempunyai sifat yang unifersal . 2) Menjunjung kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. 3) Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.pelurusan dan penegakan hokum yang kuat jika terjadi penyimpangan. Prinsip keadilan ditunjukkan dengan hukum, karena keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan masyarakat. Sila Persatuan Indonesia 1) Rasa Nasionalisme. 2) Cinta bangsa dan tanah air. 3) Menggalan persatuan dan kesatuan bangsa. 4) Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan perwakilan 1) Hakikat sila ini adalah demokrasi,demokrasi dalam arti umum adalah pemerintah dari rakyat,untuk rakyat, oleh rakyat. 2) Permusyawaratan,artinya mengusahakan keputusan bersama secara bulat,baru setelah itu diadakan tindakan bersama. 3) Perbedaan secara umum demokrasi di barat dan di Indonesia yaitu di dalam permusyawaratan. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 1) Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat. 2) Seluruh kekayaan alam dan sebagainya digunakan bagi kebahagiaan bersama menurut profesi masing-masing. 3) Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangya.
Menurut Samsuri (2012: 6), Penjabaran Pancasila sebagai Civic Virtues disajikan pada tabel berikut ini:
59
Tabel 5. Penjabaran dan Pengamalan Pancasila Sila Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
Penjabaran dan pengamalan Pancasila a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab b. Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganutpenganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia b. Saling mencintai sesama manusia c. Mengembangkan sikap tenggang rasa d. Tidak semena-mena terhadap orang lain e. Menjunjung tingi nilai kemanusiaan f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan g. Berani membela kebenaran dan keadilan h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara c. Cinta Tanah Air dan Bangsa d. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan berTanah Air Indonesia e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain
60
perwakilan
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. f. Menghayati arti musyawarah yang dilakukan denganakal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan b. Bersikap adil c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban d. Menghormati hak-hak orang lain e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain g. Tidak bersikap boros h. Tidak bergaya hidup mewah i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum j. Suka bekerja keras k. Menghargai hasil karya orang lain l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial
Sumber: Makalah disajikan di Seminar Nasional-Menyongsong Kurikulum Nasional, Pengurus Pusat IKAPI, Aula Perpustakaan Nasional Jakarta, 29 Oktober 2012 oleh Samsuri.
Pengembangan
nilai-nilai
dapat
diperoleh
melalui
pembelajaran nilai, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
61
Nomor 19 Tahun 2005, Bab IV tentang standar proses pasal 19 ayat (1) mendefinisikan proses pembelajaran sebagai berikut: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselengarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta perkembangan fisik serta pisikologis peserta didik.
Cholisin (2011: 4) mengemukakan bahwa secara umum kegiatan belajar yang potensial dapat mengembangkan karakter peserta didik harus memenuhi prinsip-prinsip atau kriteria tertentu. Demikian pula dalam mengembangkan nilai-nilai Pancasila harus memenuhi prinsip berikut ini: a. Tujuan Dalam hal tujuan, kegiatan belajar yang menanamkan nilai adalah apabila tujuan kegiatan tersebut tidak hanya berorientasi pada pengetahuan, tetapi juga sikap. Oleh karenanya, guru perlu menambah orientasi tujuan setiap atau sejumlah kegiatan belajar dengan pencapaian sikap atau nilai tertentu, misalnya kejujuran, rasa percaya diri, kerja keras, saling menghargai, dan sebagainya. b. Input Input dapat didefinisikan sebagai bahan/rujukan sebagai titik tolak dilaksanakannya aktivitas belajar oleh peserta didik. Input tersebut dapat berupa teks lisan maupun tertulis, grafik, diagram, gambar, model, charta, benda sesungguhnya, film, dan sebagainya. Input yang dapat memperkenalkan nilai-nilai adalah yang tidak hanya menyajikan materi/pengetahuan, tetapi yang juga menguraikan nilai-nilai yang terkait dengan materi/pengetahuan tersebut. c. Aktivitas Aktivitas belajar adalah apa yang dilakukan oleh peserta didik (bersama dan/atau tanpa guru) dengan input belajar untuk mencapai tujuan belajar. Aktivitas belajar yang dapat membantu peserta didik menginternalisasi nilai-nilai adalah aktivitas belajar aktif yang antara lain mendorong terjadinya autonomous learning dan bersifat learner-centered. Pembelajaran yang
62
memfasilitasi autonomous learning dan berpusat pada siswa secara otomatis akan membantu siswa memperoleh banyak nilai. Contoh-contoh aktivitas belajar yang memiliki sifat-sifat demikian antara lain diskusi, eksperimen, pengamatan/ observasi, debat, presentasi oleh siswa, dan mengerjakan proyek. d. Pengaturan (Setting) Pengaturan (setting) pembelajaran berkaitan dengan kapan dan di mana kegiatan dilaksanakan, berapa lama, apakah secara individu, berpasangan, atau dalam kelompok. Masing-masing setting berimplikasi terhadap nilai-nilai yang terdidik. Setting waktu penyelesaian tugas yang pendek (sedikit), misalnya akan menjadikan peserta didik terbiasa kerja dengan cepat sehingga menghargai waktu dengan baik. Sementara itu kerja kelompok dapat menjadikan siswa memperoleh kemampuan bekerjasama, saling menghargai, dan lain-lain. e. Peran guru Peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit. Pernyataan eksplisit peran guru pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran guru pada kebanyakan kegiatan pembelajaran apabila buku guru tidak tersedia. Peran guru yang memfasilitasi diinternalisasinya nilai-nilai oleh siswa antara lain guru sebagai fasilitator, motivator, partisipan, dan pemberi umpan balik. f. Peran peserta didik Seperti halnya dengan peran guru dalam kegiatan belajar pada buku ajar, peran siswa biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit juga. Pernyataan eksplisit peran siswa pada umumnya ditulis pada buku petunjuk guru. Karena cenderung dinyatakan secara implisit, guru perlu melakukan inferensi terhadap peran siswa pada kebanyakan kegiatan pembelajaran. Agar peserta didik terfasilitasi dalam mengenal, menjadi peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai Pancasila, peserta didik harus diberi peran aktif dalam pembelajaran. Peran-peran tersebut antara lain sebagai partisipan diskusi, pelaku eksperimen, penyaji hasilhasil diskusi dan eksperimen, pelaksana proyek, dsb. Lebih lanjut Cholisin (2011: 6) menjelaskan mengenai strategi
mengembangkan nilai-nilai, dalam hal ini nilai-nilai
Pancasila yakni sebagai berikut: a. Adaptasi lengkap sebelum pembelajaran dilaksanakan
63
Adaptasi jenis ini melibatkan revisi dalam tiga aspek sekaligus, yaitu isi, kegiatan pembelajaran, dan teknik evaluasi dari bahan ajar. Revisi (misalnya penambahan isi, reformulasi dan/atau penambahan kegiatan pembelajaran, penambahan dan/atau perubahan teknik evaluasi) dilakukan secara tertulis pada bahan ajar yang direvisi. Setelah revisi selesai bahan ajar tersebut dicetak dan diberikan kepada siswa. b. Adaptasi sebagian/parsial sebelum pembelajaran dilaksanakan Adaptasi jenis ini melibatkan revisi dalam satu atau dua dari tiga aspek berikut: isi, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi dari bahan ajar. Guru membuat sejumlah adaptasi (misalnya penambahan isi, perubahan atau penambahan kegiatan pembelajaran, penambahan atau perubahan teknik penilaian) secara tertulis tetapi pada lembar terpisah, tidak menyatu dengan bahan ajar. Catatan-catatan pada lembar-lembar terpisah tersebut digunakan oleh guru selama proses pembelajaran. c. Adaptasi sebagian/parsial sebelum pembelajaran dilaksanakan (terpisah dalam lampiran) Adaptasi jenis ini melibatkan revisi dalam satu atau dua dari tiga aspek berikut: isi, kegiatan pembelajaran, dan evaluasi dari bahan ajar. Revisi (misalnya penambahan isi, atau reformulasi dan/atau penambahan kegiatan pembelajaran, penambahan dan/atau perubahan teknik evaluasi) dilakukan secara tertulis pada bahan ajar yang direvisi. Setelah revisi selesai bahan ajar tersebut dicetak dan diberikan kepada siswa. Adaptasi pada kegiatan pembelajaran, untuk memunculkan nilai-nilai Pancasila dapat mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang termuat dalam standar isi. Adaptasi pada kegiatan pembelajaran, untuk memunculkan nilai-nilai Pancasila dapat mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi
dasar
yang
termuat
dalam
standar
isi.
pengembangan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran PKn:
Berikut
64
Tabel 6. Pengembangan Nilai-Nilai Pembelajaran PKn
Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila Kereligiusan
a. b.
c. d. e. f. g.
Kejujuran
a. b.
c. d. Kecerdasan
a. b.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Kepedulian
a. b.
c. Kepatuhan pada aturan sosial
a. b.
Indikator Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila Memberikan senyum, sapa, salam, sopan dan santun. Berdoa setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan/melaksanakan tugas; Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit pada awal pelajaran. Mengembangkan toleransi beragama Melaksanakan ibadah dengan baik. Menghotmati orang yang sedang melaksanakan ibadah Menolak setiap sikap, tindakan dan kebijakan yang menyimpang atau menodai agama. Menepati janji Berkata dan bertindak secara benar sesuai dengan fakta/tidak berbohong; Bekerja berdasarkan kewenangan yang dimiliki. Berkemauan untuk memelihara dan mengekspresikan kebenaran. Berkata dan bertindak secara benar, cepat, dan akurat. Mampu menerapkan pengetahuannya terhdap hal-hal yang baru. Memelihara kebersihan, keindahan, dan kelestarian alam. Memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan terhadap orang lain yang dilanda musibah atau kurang beruntung dalam kehidupannya; Tidak bersifat masa bodoh terhadap perubahan atau keadaan lingkungan. Mematuhi tata tertib sekolah. Mematuhi norma, kebiasaan, adat dan peraturan yang berlaku tidak berbuat sewenang-wenang, anarkhis, main.
65
Persatuan Indonesia
Nasionalisme
Kerakyataan Kedemokratisan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa n dalam permusyawar atan
c. Hakim sendiri atau melakukan tindakan diluar ketentuan. a. Berbahasa Indonesia secara baik dan benar. b. Memiliki rasa cinta tanah air (menghormati pahlawan, melakukan upacara bendera, memperingati hari-hari besar nasional, menyanyikan lagu-lagu kebangsaan; melakukan kegiatan pelestarian lingkungan, dsb.) c. Setia kawan terhadap sesama anak bangsa ; d. Menggunakan produksi dalam negeri. e. Mengutamakan persatuan dan kesatuan, kepentingan bangsa dan negara. f. Melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dan budaya daerah maupun nasional (misalnya: memakai pakaian tradisional, menyanyikan lagu-lagu daerah dsb.) g. Memelihara dan mengembangkan pilar-pilar kenegaraan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika (misalnya, memasang bendera merah putih; aktif terlibat dalam setiap kegiatan peringatan, pemasyarakatan dan penegakan pilar-pilar kenegaraan tersebut). a. Menghormati pendapat dan hak orang lain b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain c. Melaksanakan musyawarah dalam d. Mengambil keputusan. e. Mengusahakan musyawarah untuk
66
perwakilan
Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Menghargai keberagaman
Kemandirian
mencapai mufakat f. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. g. Keputusan musyawarah dapat dipertanggungjawabkan secara moral. h. Menerima kekalahan dalam kompetisi yang jujur dan adil i. Berpikir terbuka (mau menerima ide baru atau pendapat orang lain walaupun berbeda), j. Emosinya terkendali (misalnya: menghindari argumentasi yang bermusuhan, sewenang-wenang dan tidak masuk akal), k. Berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah-masalah publik (termasuk aktif dalam kegiatan sekolah, memberikan masukkan dalam pembuatan peraturan kelas, peraturan sekolah, peraturan desa) l. Menyerasikan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan umum a. Mengemukakan/mengusulkan sesuatu yang masuk akal dengan menggunakan akal yang sehat dan hati nurani yang luhur. b. Memberikan masukan yang bersifat mambangun c. Memberikan ide atau gagasan yang baik untuk kepentingan umum d. Memaparkan pendapat didasarkan pada fakta empirik; a. Saling menghormati dan bekerjasama walaupun adanya perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). b. Tidak memilih-milh teman dalam pergaulan. c. Menghargai hasil karya atau produk suku lain, dengan cara mengapresiasi, mengkoleksi, memakai, menyanyikan. a. Tidak mudah tergantung kepada orang lain;
67
Bertanggung jawab
Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Ketangguhan
b. Melaksanakan kegiatan atas dasar kemampuan sendiri; a. Melaksanakan tugas/pekerjaan rumah dengan baik dan tepat waktu. b. Berani menanggung resiko atau akibat dari segala perbuatannya c. Melakukan tugas dan kewajibannya sesuai ketentuan yang beraku. d. Bersedia meminta maaf jika bersalah, dan berusaha tidak mengulangi lagi perbuatannya. e. Bersedia mengundurkan diri karena gagal dalam melaksankan tugas, jika hal itu merupakan jalan keluar yang terbaik bagi kepentingan umum. f. Bersedia dikenai sanksi hukum yang berlaku apabila telah terbukti melanggar peraturan. a. Bersikap dan bertindak adil b. Belajar dengan tekun dan disiplin c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d. Menghargai hak-hak orang lain. e. Melaksanakan kewajiban dengan baik a. Sikap dan perilaku pantang menyerah /tidak mudah putus asa. b. Mampu mengatasi permasalahan dan kesulitan sehingga berhasil meraih tujuan atau cita-citanya.
(Sumber: Adaptasi dari Makalah Cholisin (2011) “Pengembangan Karakter dalam Materi Pembelajaran PKn” yang disampaikan pada kegiatan MGMP PKn SMP Kota Yogyakarta)
Sejalan dengan pengembangan nilai-nilai Pancasila pada peserta didik, kegiatan pembelajaran PKn tersebut menuntut guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran aktif. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai
68
Pancasila yang ditargetkan. Pembelajaran aktif dalam PKn antara lain dilaksanakan melalui kegiatan sebagai berikut (Cholisin, 2011: 6): a. Mencari informasi dari berbagai sumber seperti buku teks, surat kabar, majalah, tokoh masyarakat. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kejujuran, kemandirian, kerja keras, kedisiplinan, keingintahuan, cinta ilmu. b. Membaca dan menelaah (studi pustaka). Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, keingintahuan, cinta ilmu. c. Mendiskusikan. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, demokratis, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; kesantunan, menghargai keberagaman Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. d. Mempresentasikan. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: percaya diri, kemandirian, tanggung jawab, demokratis, kesantunan, kejujuran. e. Memberi tanggapan. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, ketangguhan, demokratis, menghargai keberagaman, kejujuran, menghargai keberagaman, kemandirian, Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. f. Memecahkan masalah atau kasus. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kereligiusan, kecerdasan, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, ketangguhan, nasionalisme, kemandirian, Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain kepedulian. g. Mengamati/mengobservasi. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kerja keras, keingintahuan, kesantunan, kemandirian, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai keberagaman, kejujuran. h. Mensimulasikan. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain : demokratis, kejujuran, nasionalisme, kepedulian, ketangguhan, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain menghargai keberagaman, kepatuhan pada aturan-aturan social, i. Mendemonstrasikan. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman.
69
j. Memberikan contoh. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: nasionalisme, kedemokrasian, kejujuran, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. k. Mempraktikan/menerapkan. Nilai-nilai Pancasila yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran ini antara lain: kedemokrasian, nasionalisme, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, kepatuhan pada aturan-aturan sosial, menghargai keberagaman (Cholisin, 2011: 6). Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa dalam mengembangkan nilai-nilai Pancasila harus memenuhi prinsip tujuan, input, aktivitas, pengaturan (setting), peran guru dan peran peserta didik. Selain itu, guru dituntut untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran aktif pada pengembangan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran PKn. 4) Efektivitas dalam pembelajaran nilai Menurut Peter Salim (1991: 33), efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan operasional. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota. Dalam kamus pusat pembinaan den pengembangan bahasa (1989), pengertian efektivitas adalah hasil/guna berhasil sesuai dengan tujuan yang berarti: (a) ada efeknya (akibat/pengaruh), (b)
70
manjur mujarab, (c) membawa hasil guna, dan (d) mulai berlaku. Pendapat lain dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2004: 51) bahwa efektivitas adalah taraf tercapainya suatu tujuan yang telah ditentukan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam
mencapai
tujuan
dan
sasarannya.
Sutikno
(2005)
mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pembelajaran tersebut tercapai. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa pengertian efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan dari suatu proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, respon siswa terhadap pembelajaran dan penguasaan konsep siswa. Muchson AR (2006: 16) mendefinisikan nilai yang dalam bahasa inggrisnya adalah value biasa diartkan sebagai harga, penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga yang melekat pada sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu. Sedangkan
71
menurut Kaelan (2002: 123) nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kwalitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kwalitas yang melekat pada sesuatu itu. Nilai dalam Pancasila menurut Moerdiono (dalam Mulyono: 2) ada tiga tataran nilai dalam ideologi pancasila yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. Dengan demikian nilai dalam Pancasila mengandung nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. Dalam pembelajaran PKn pendekatan pendidikan nilai dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pendekatan pendidikan nilai secara langsung adalah bahwa dalam pendekatan langsung nilai-nilai yang dibinakan kepada para siswa bersifat jelas dan terarah, serta sesuai dengan standar nilai yang berlaku di masyarakat, sedangkan pendekatan tidak langsung pendekatan ini adalah siswa didorong untuk memperoleh atau menemukan nilainya sendiri dengan cara berfikir secara kritis sehingga siswa menrima suatu nilai dengan penuh nalar dan keyakinan. Pendekatan ini menempatkan siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran, sementara guru lebih berperan sebagai fasilitator dan pendorong terjadinya proses balajar ( Kaelan, 2002:124). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa efektifitas dalam pembelajaran nilai yaitu tingkat keberhasilan
72
dalam mencapai tujuan atau sasaran pembelajaran nilai yang diharapkan. Hal itu bisa dilihat dari bagaimana proses interaksi antar siswa maupun antara siswa dengan guru dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Efektivitas pembelajaran nilai dapat dilihat dari aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung, sikap dan respon siswa terhadap pembelajaran serta penguasaan konsep siswa terhadap pembelajaran nilai.