BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Terdahulu 1. Penelitian PRABOWO INDRA GUNAWAN (2010) dengan judul Kinerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Sukoharjo dalam Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh harapan terhadap organisasi publik untuk selalu melakukan perubahan kinerjanya ke arah perbaikan untuk mengatasi segala hambatan yang ada dan perkembangan teknologi yang semakin maju. Upaya Pemkab Sukoharjo dalam memperbaiki pelayanan di bidang perizinan setelah sebelumnya penerapan sistem pelayanan terpadu satu atap masih dinilai kurang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kinerja kantor pelayanan perizinan terpadu Kabupaten Sukoharjo dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan telaah dokumen. Data yang diperoleh kemudian diuji validitasnya dengan teknik triangulasi data. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kinerja KPPT Kabupaten Sukoharjo belum mampu sepenuhnya mencapai hasil sesuai tujuan.
16
17
Kinerja KPPT diukur dengan indikator produktivitas, responsivitas dan kualitas layanan. Masing-masing indikator menunjukkan bahwa kinerja KPPT masih dalam kategori cukup baik namun belum optimal. Pada produktivitas dalam realisasi, KPPT Kabupaten Sukoharjo belum mampu memenuhi seluruh target hanya sebagian saja yang dapat memenuhi atau melebihi target yang ditetapkan. Pada responsivitas, tanggapan pegawai dalam melayani kebutuhan dan harapan dari pengguna jasa sesuai SPM tetapi mekanisme pengaduan belum berfungsi secara efektif. Sedangkan pada kualitas layanan, kehandalan pelayanan kepada masyarakat terlihat dari prosedur yang sederhana, waktu penyelesaian permohonan yang jelas dan juga transparansi biaya yang ditunjang pula dengan bukti fisik sarana dan fasilitas yang cukup. Meskipun demikian, berbagai hambatan yang terjadi telah ditanggapi KPPT dengan berupaya melakukan beberapa cara untuk meningkatkan kinerjanya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal. 2. Penelitian WAHYU PRASETYO HARIBOWO (2010) dengan judul Kualitas Pelayanan Perizinan di Kantor Pelayanan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pelayanan kepada masyarakat yang merupakan hal penting dan harus diperhatikan. Pelayanan umum adalah hak bagi setiap warga negara, sedangkan pemerintah hanya sebagai fasilitator untuk mewujudkannya. Selaras dengan adanya kebijakan otonomi daerah juga tuntutan masyarakat yang semakin besar untuk mewujudkan good governance. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kualitatif
18
yang berusaha untuk mengungkapkan fakta sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan atau permasalahan yang mungkin dihadapi.. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian diuji validitasnya dengan teknik triangulasi data. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam mengukur kualitas pelayanan menggunakan lima indikator yaitu: Bukti langsung, Kehandalan, Daya tanggap, Jaminan, Empati. Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan indikator: Bukti langsung yaitu penggunaan alat yang modern, komputer dan anjungan informasi mandiri (touch screen) dalam menunjang pelayanan perizinan, Kehandalan yaitu kemudahan prosedur perizinan dan ketepatan durasi waktu dalam penyelesaian izin sudah sesuai dengan janji, Daya tanggap yaitu pemberian informasi yang jelas kepada pengguna jasa dan segera menindaklanjuti komplain dari pengguna jasa, Jaminan yaitu biaya yang dikenakan sesuai dengan aturan dan transparan, izin yang dikeluarkan dijamin legal, Empati yaitu kemudahan instansi untuk dihubungi via telpon, sikap baik dan sopan juga perhatian kepada pengguna jasa. Faktor penghambat antara lain: kerusakan pada komputer, printer dan kendaraan operasional, belum ada mesin penghitung otomatis, pemohon sulit ditemui ketika dilakukan survey, tidak segera diambil dan dibayar izin yang telah jadi. Cara mengatasi hambatan dengan memperbaikinya dan menggunakan komputer serta printer yang masih bisa dipakai, menggunakan kendaraan dari salah satu tim survey, menggunakan mesin
19
hitung manual, menghubungi pemohon izin sehari sebelum survey, menghubungi pemohon izin lewat telpon atau surat kalau izinnya sudah jadi dan dapat diambil. Kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta sudah berjalan dengan baik, hambatan dari pihak KPPT Kota Surakarta sendiri sebagian besar sudah dapat diatasi. Para pengguna jasa relatif merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti dalam memperoleh pelayanan perizinan. Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu No
1
Pengarang & Judul Penelitian Prabowo Indra Gunawan (2010) Judul Penelitian : Kinerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kabupaten Sukoharjo dalam Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat.
Metode
Hasil
a. Jenis Penelitian: Penelitian Deskriptif b. Metode Penelitian : Kualitatif c. Metode Analisis Data : Analisis Interaktif d. Dimensi Pengukuran : indikator produktivitas, responsivitas dan kualitas layanan.
Masing-masing indikator menunjukkan bahwa kinerja KPPT masih dalam kategori cukup baik namun belum optimal. Pada produktivitas dalam realisasi, KPPT Kabupaten Sukoharjo belum mampu memenuhi seluruh target hanya sebagian saja yang dapat memenuhi atau melebihi target yang ditetapkan. Pada responsivitas, tanggapan pegawai dalam melayani kebutuhan dan harapan dari pengguna jasa sesuai SPM tetapi mekanisme pengaduan belum berfungsi secara efektif. Sedangkan pada kualitas layanan, kehandalan pelayanan kepada masyarakat terlihat dari
Relevansi dengan Penelitian Persamaan : Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang sama dengan penelitian Prabowo Indra Gunawan. Selain itu penelitian dilakukan pada instansi pemerintah yang memberikan pelayanan perizinan meskipun lokasi penelitian berbeda daerah. Untuk
20
prosedur yang sederhana, waktu penyelesaian permohonan yang jelas dan juga transparansi biaya yang ditunjang pula dengan bukti fisik sarana dan fasilitas yang cukup. Meskipun demikian, berbagai hambatan yang terjadi telah ditanggapi KPPT dengan berupaya melakukan beberapa cara untuk meningkatkan kinerjanya agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara optimal.
hasil penelitian pada indikator kualitas pelayanan secara garis besar sama dengan BPTPM Kabupaten Sragen. Perbedaan : Penelitian Prabowo Indra Gunawan lebih luas cakupannya dilihat dari indikator penelitiannya yaitu produktivitas, responsivitas dan kualitas layanan dan penelitian tersebut meneliti kinerja keseluruhan dari KPPT Sukoharjo. Sedangkan dalam penelitian ini lebih dipersempit lagi fokusnya yaitu kualitas pelayanan dimana pada kualitas pelayanan tersebut mempunyai beberapa
21
2
Wahyu Prasetyo Haribowo (2010). Kualitas Pelayanan Perizinan di Kantor Pelayanan Terpadu (KPPT) Kota Surakarta
a. Jenis Penelitian: Penelitian Deskriptif b. Metode Penelitian : Kualitatif c. Metode Analisis Data : Analisis Interaktif d. Dimensi Pengukuran : indikator Bukti langsung, Kehandalan, Daya tanggap, Jaminan, Empati
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan indikator: Bukti langsung yaitu penggunaan alat yang modern, komputer dan anjungan informasi mandiri (touch screen) dalam menunjang pelayanan perizinan, Kehandalan yaitu kemudahan prosedur perizinan dan ketepatan durasi waktu dalam penyelesaian izin sudah sesuai dengan janji, Daya tanggap yaitu pemberian informasi yang jelas kepada pengguna jasa dan segera menindaklanjuti komplain dari pengguna jasa, Jaminan yaitu biaya yang dikenakan sesuai dengan aturan dan transparan, izin yang dikeluarkan dijamin legal, Empati yaitu kemudahan instansi untuk dihubungi via telpon, sikap baik dan sopan juga perhatian kepada pengguna jasa. Faktor penghambat antara lain: kerusakan pada komputer, printer dan kendaraan operasional, belum ada mesin
indikator dan penelitian dikhususkan pada pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di BPTPM Kabupaten Sragen. Persamaan : penelitian ini menggunakan metode penelitian yang sama dengan penelitian Wahyu Prasetyo Haribowo. Selain itu fokus penelitian sama yaitu kualitas pelayanan pada dinas perizinan meskipun berbeda lokasi. Hasil penelitian secara garis besar sama sama dengan penelitian di BPTPM Kabupaten Sragen meskipun diukur menggunakan indikator kualitas pelayanan
22
penghitung otomatis, pemohon sulit ditemui ketika dilakukan survey, tidak segera diambil dan dibayar izin yang telah jadi. Cara mengatasi hambatan dengan memperbaikinya dan menggunakan komputer serta printer yang masih bisa dipakai, menggunakan kendaraan dari salah satu tim survey, menggunakan mesin hitung manual, menghubungi pemohon izin sehari sebelum survey, menghubungi pemohon izin lewat telpon atau surat kalau izinnya sudah jadi dan dapat diambil. Kesimpulannya bahwa kualitas pelayanan perizinan di KPPT Kota Surakarta sudah berjalan dengan baik, hambatan dari pihak KPPT Kota Surakarta sendiri sebagian besar sudah dapat diatasi. Para pengguna jasa relatif merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, mereka tidak mengalami hambatan yang berarti dalam memperoleh pelayanan perizinan.
yang berbeda. Perbedaan : terletak perbedaan pada dimensi pengukuran indikator kualitas pelayanan. Selain itu fokus penelitian ini pada pelayanan IMB di BPTPM Kabupaten Sragen.
23
B. Kualitas Kata “kualitas” mengandung banyak pengertian, menurut Kamus Bahasa Indonesia, kualitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu, derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb) atau mutu. Menurut Fandy Tjiptono dalam Hardiyansyah (2011:40), “Pengertian kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan, kecocokan untuk pemakaian, perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan / cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat, melakukan segala sesuatu secara benar, sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan.” Pendapat yang sama tentang pengertian kualitas dikemukakan oleh Sedarmayanti (2013:252-253), “Kualitas berarti kesesuaian dengan persyaratan / tuntutan, kecocokan untuk pemakaian, perbaikan / penyempurnaan berkelanjutan, bebas dari kerusakan / cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan awal dan setiap saat,
melakukan sesuatu
secara
benar dari
awal,
sesuatu
yang
bisa
membahagiakan pelanggan.” Menurut Daviddow & Uttal dalam Hardiyansyah (2011:35), “Kualitas merupakan usaha apa saja yang digunakan untuk mempertinggi kepuasan pelanggan.” Menurut Kotler dalam Hardiyansyah (2011:35), “Kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.”
24
Menurut Lijan Poltak Sinambela, dkk (2008:6) mendefinisikan kualitas sebagai: “Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakterisik langsung dari suatu produk, seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (ease of use), estetika (estethics), dan sebagainya. Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).”
C. Pelayanan Publik Pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan (Harbani Pasolong, 2013:128). Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan, bahwa tujuan pemberian otonomi adalah berupaya memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan. Jadi kualitas layanan aparatur pemerintah kepada masyarakat merupakan indikator keberhasilan otonomi daerah. Keberadaan BPTPM Kabupaten Sragen untuk memberikan kemudahan pelayanan dibidang perizinan dengan prinsip dapat dipercaya, mudah, murah, cepat, dan transparan melalui satu pintu (one stop service). Artinya, segala urusan yang berkaitan dengan izin-izin yang semula tersebar dibeberapa unit kerja dapat diselesaikan di BPTPM yang memberikan informasi kepada masyarakat secara
25
jelas tentang target waktu yang pasti, prosedur yang jelas, dan biaya yang transparan. (http://bpt.sragenkab.go.id) 1. Pengertian Pelayanan Publik Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2010:4-5) mendefinisikan pelayanan publik sebagai : “Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Keputusan MENPAN Nomor 63/2003)” Mengikuti definisi tersebut di atas, maka pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai : “segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan” (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2010:5)
Menurut Sadu Wasistiono dalam (Hardiyansyah, 2011:11-12), “pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa atau barang baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
26
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.” Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, bab 1, pasal 1, ayat (1), “pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.” Menurut Agus Dwiyanto (2006:136), pelayanan publik didefinisikan sebagai : “Produk birokrasi publik yang diterima oleh warga pengguna maupun masyarakat secara luas. Oleh karena itu, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Pengguna yang dimaksudkan disini adalah warga negara yang membutuhkan pelayanan publik, misalnya seperti pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), Izin mendirikan bangunan (IMB), Izin usaha, akta nikah, akta kematian dll.” Kemudian sesuai dengan International Journal Of Administrative Science & Organization Vol. 20, No. 1, menurut Anwar Sanusi and Septiana Dwiputrianti (2013:31) menjelaskan bahwa Pelayanan publik merupakan kewajiban Negara untuk warga guna memenuhi kebutuhan dasar mereka agar tidak hanya untuk melayani, Negara juga harus bertanggungjawab dalam proses pelayanan, sehingga tingkat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau, nyaman, cepat dan efisien baik dalam waktu dan bentuk pembiayaan. Secara lebih lengkap dijelaskan sebagai berikut :
27
“The public service is an obligation of the state to the citizens to meet their basic needs so as not merely to serve, the state should also be responsible in the service process, so that the extent of services provided to the public can be affordable, convenient, fast and efficient both in time and the form of financing.” Menurut Sedarmayanti dalam (Hardiyansyah, 2011:90) hakekat dari pelayanan publik antara lain : a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum. b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna. c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan publik adalah segala aktivitas yang berupa pemberian pelayanan baik barang, jasa ataupun urusan administratif yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik bagi setiap warga negara atau masyarakat yang pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan demi mencukupi dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
28
2. Bentuk Pelayanan Publik Menurut Mahmudi dalam Hardiyansyah (2011:20-23), pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu pelayanan kebutuhan dasar dan pelayanan umum. 1. Pelayanan Kebutuhan Dasar Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah meliputi kesehatan, pendidikan dasar, dan bahan kebutuhan pokok masyarakat. 2. Pelayanan Umum Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyedia pelayanan publik juga harus memberikan pelayanan umum kepada masyarakatnya. Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu pelayanan administratif, pelayanan barang dan pelayanan jasa. a. Pelayanan Administratif Pelayanan administratif adalah pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), sertifikat tanah, akta kelahiran, buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), surat tanda nomor kendaraan (STNK), izin mendirikan bangunan (IMB), paspor, dan sebagainya b. Pelayanan Barang
29
Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk / jenis barang yang menjadi kebutuhan publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, penyediaan air bersih. c. Pelayanan Jasa Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagi bentuk jasa yang dibutuhkan publik. Misalnya pendidikan tinggi dan
menengah,
pemeliharaan
kesehatan,
penyelenggaraan
transportasi, jasa pos, sanitasi lingkungan, persampahan, drainase, jalan dan trotoar, penanggulangan bencana, pelayanan sosial. Sedangkan jenis-jenis pelayanan publik menurut Lembaga Administrasi Negara dalam Hardiyansyah (2011:24) adalah sebagai berikut : 1. Pelayanan pemerintahan adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas-tugas umum pemerintahan, seperti pelayanan KTP, SIM, pajak, perizinan, dan keimigrasian. 2. Pelayanan pembangunan adalah suatu jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai warga negara. Pelayanan ini meliputi penyediaan jalan-jalan, jembatan-jembatan, pelabuhan-pelabuhan, dan lainnya. 3. Pelayanan utilitas adalah jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas bagi masyarakat seperti penyediaan listrik, air, telepon, dan transportasi lokal.
30
4. Pelayanan sandang, pangan dan papan adalah jenis pelayanan yang menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan perumahan, seperti penyediaan beras, gula, minyak, gas, tekstil dan perumahan murah. 5. Pelayanan kemasyarakatan adalah jenis pelayanan yang dilihat dari sifat dan kepentingannya lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan,
seperti
pelayanan
kesehatan,
pendidikan,
ketenagakerjaan, penjara, rumah yatim piatu, dan lainnya. Berdasarkan dari jenis-jenis pelayanan yang telah dipaparkan diatas, Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen menurut Mahmudi masuk kedalam jenis pelayanan umum yang dikategorikan sebagai pelayanan administratif dimana Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen memberikan pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, misalnya perizinan izin mendirikan bangunan (IMB). Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen masuk kedalam jenis pelayanan pemerintahan karena BPTPM Kabupaten Sragen menyediakan pelayanan yang berupa perizinan.
3. Standar Pelayanan Publik Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan, sebagai jaminan adanya kepastian bagi pemberi didalam pelaksanaan
31
tugas dan fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonannya. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagai pedoman yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerima pelayanan dalam proses pengajuan permohonan, serta sebagai alat kontrol masyarakat atau penerima layanan atas kinerja penyelenggara pelayanan. (Hardiyansyah, 2011:28) Kemudian sesuai dengan International Journal Of Administrative Science & Organization Vol. 20, No. 1, menurut Anwar Sanusi and Septiana Dwiputrianti (2013:31) menjelaskan bahwa Penyedia pelayanan publik wajib menyusun dan menetapkan
standar
pelayanan
dengan
memperhatikan
kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan. Secara lebih lengkap dijelaskan sebagai berikut : “Public service providers are obliged to prepare and establish standards of care with respect to the ability of the organizers, community needs and environmental conditions. In designing and setting up service standards, service providers shall involve the public and stakeholders which is done by exercising the principle of non-discrimination, direct relation to the type of service, competence, and prioritization, deliberation and attention to diversity.” UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik menjelaskan tentang beberapa hak dan kewajiban bagi penyelenggara pelayanan publik dan bagi masyarakat. Hak penyelenggara pelayanan publik antara lain sebagai berikut : a.
Memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya.
b.
Melakukan kerja sama.
32
c.
Mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayanan publik.
d.
Melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntuan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan
e.
Menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban penyelenggara pelayanan publik meliputi : a.
Menyusun dan menetapkan standar pelayanan.
b.
Menyusun,menetapkan, dan mempublikasikan maklumat pelayanan.
c.
Menempatkan pelaksana yang kompeten.
d.
Menyediakan sarana, prasarana, dan atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai.
e.
Memberikan
pelayanan
yang
berkualitas
sesuai
dengan
asas
penyelenggaraan pelayanan publik. f.
Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan.
g.
Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
h.
Memberikan
pertanggungjawaban
terhadap
pelayanan
yang
diselenggarakan. i.
Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung jawabnya.
j.
Bertanggung
jawab
pelayanan publik.
dalam
pengelolaan
organisasi
penyelenggara
33
k.
Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan, dan
l.
Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan hak dari masyarakat selaku pengguna pelayanan publik meliputi : a.
Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan.
b.
Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan.
c.
Mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan.
d.
Mendapatkan advokasi, perlindungan, dan / atau pemenuhan pelayanan.
e.
Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan.
f.
Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan.
g.
Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan / atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan ombudsman, dan
h.
Mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
34
Kewajiban bagi masyarakat selaku pengguna pelayanan publik antara lain : a.
Mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar pelayanan.
b.
Ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan / atau fasilitas pelayanan publik, dan
c.
Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
D. Kualitas Pelayanan Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dipastikan tidak berkualitas atau tidak efisien. (Hardiyansyah, 2011:36) Menurut Goetsch dan Davis dalam Hardiyansyah (2011:36), “Kualitas pelayanan merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Menurut Ibrahim dalam Hardiyansyah (2011:40), “Kualitas pelayanan publik merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan publik tersebut.”
35
Menurut Sedarmayanti (2013:253), “Kualitas pelayanan terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik langsung maupun atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberi kepuasan atas penggunaan produk itu. Selain itu kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas kekurangan / kerusakan. Menurut Masters dalam Sedarmayanti (2013:255), ada beberapa hambatan dalam pengembangan sistem manajemen kualitas antara lain sebagai berikut : 1. Ketiadaan komitmen dari manajemen 2. Ketiadaan pengetahuan / kekurangpahaman tentang manajemen kualitas 3. Ketidakmampuan merubah kultur 4. Ketidaktepatan perencanaan kualitas 5. Ketiadaan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan 6. Ketidakmampuan membangun learning organization yang memberikan perbaikan terus-menerus 7. Ketidakcocokan struktur organisasi dan departemen individu yang terisolasi 8. Ketidakcukupan sumber daya 9. Ketidaktepatan sistem penghargaan dan balas jasa bagi pegawai 10. Ketidaktepatan mengadopsi prinsip manajemen kualitas ke dalam organisasi 11. Ketidakefektifan teknik pengukuran dan ketiadaan akses ke data dan hasil 12. Berfokus jangka pendek dan menginginkan hasil yang tepat 13. Ketidaktepatan dalam memberi perhatian pada pelanggan internal dan eksternal
36
14. Ketidak cocokan kondisi untuk implementasi manajemen kualitas 15. Ketidaktepatan menggunakan pemberdayaan dan kerjasama Kemudian sesuai dengan International Journal Of Applied Sociology. Vol. 5, No. 2, menurut Agus Nugraha, et, al. (2015:69) menjelaskan bahwa Seiring dengan dominasi paradigma pemerintah dalam pelayanan publik, menemukan adanya faktor penghambat yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan, yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya dukungan anggaran. Namun, ditemukannya adanya faktor pendukung untuk mendorong kualitas pelayanan publik yaitu infrastruktur, fasilitas dan kebijakan nasional. Atau lebih lengkapnya seperti dibawah ini : “Along with the dominancy of government paradigm in public service of SIUP, we also found the presence of inhibiting factors that lead to poor quality of service, i.e. low quality of human resources and lack of budgetary support. However, we also found the presence of supporting factors to encourage public service quality, i.e. infrastructure, facilities and national policies.”
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Menurut Lijan Poltak Sinambela, dkk (2008:6), untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari : 1.
Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2.
Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
37
3.
Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4.
Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5.
Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dll.
6.
Keseimbangan
hak
dan
kewajiban,
yaitu
pelayanan
yang
mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik. Menurut Tjiptono dalam Hardiyansyah (2011:40), ciri-ciri atau atributatribut yang menentukan kualitas pelayanan publik antara lain : 1.
Ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses.
2.
Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan.
3.
Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
4.
Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer.
5.
Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi dan lain-lain.
6.
Atribut pendukung pelayanan seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan dll.
38
Menurut Zeithaml dalam Hardiyansyah (2011:41-42), ukuran kualitas pelayanan memiliki sepuluh dimensi antara lain sebagai berikut : 1.
Tangible (terlihat / terjamah), terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
2.
Reliable (kehandalan), terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat.
3.
Responsiveness
(tanggap),
kemauan
untuk
membantu
konsumen
bertanggungjawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikaan. 4.
Competence (kompeten), tuntuan yang dimilikinya, pengetahuan dan ketrampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan.
5.
Courtesy (ramah), sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap ekeinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6.
Credibility (dapat dipercaya), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.
7.
Security (merasa aman), jasa pelayanan yang diberikan harus bebas dari berbagai bahaya dan resiko.
8.
Acces (akses), terdapat kemudahan untuk mengadakan kontakda pendekatan.
9.
Communication (komunikasi), kemauan pemberi pelayanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Understanding the customer (memahami pelanggan), melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
39
Menurut De Vreye dalam Hardiyansyah (2011:50-51), dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, ada 7 dimensi dan indikator yang harus diperhatikan antara lain : 1.
Self-esteem (harga diri), dengan indikator antara lain pengembangan prinsip pelayanan, menempatkan seseorang sesuai dengan keahliannya, menetapkan tugas pelayananyang futuris dan berpedoman pada kesuksesan „hari esok lebih baik dari hari ini‟.
2.
Exeed
expectation
(pembenahan),
dengan
indikator
antara
lain
penyesuaian standar pelayanan, pemahaman terhadap keinginan pelanggan dan pelayanan sesuai dengan harapan petugas. 3.
Recovery (pembenahan), dengan indikator antara lain menganggap keluhan merupakan peluang bukan masalah, mengatasi keluhan pelanggan, mengumpulkan informasi tentang keinginan pelanggan, uji coba standar pelayanan dan mendengar keluhan pelanggan.
4.
Vision (pandangan ke depan), dengan indikator antara lain perencanaan ideal di masa depan, memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin, dan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
5.
Improve (perbaikan), dengan indikator antara lain perbaikan secara terus menerus, menyesuaikan dengan perubahan, mengikutsertakan bawahan dalam penyusunan rencana, investasi yang bersifat non material (training), penciptaan lingkungan yang kondusif, dan penciptaan kerja yang respinsif.
40
6.
Empower (pemberdayaan), dengan indikator antara lain memberdayakan karyawan / bawahan, belajar dari pengalaman, dan memberikan rangsangan, pengakuan dan penghargaan. Kemudian menurut Fitzsimmons dalam Sedarmayanti (2013:253-254),
dimensi kualitas pelayanan meliputi : 1.
Reliabiilty (handal) Kemampuan untuk memberi secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen / pelanggan.
2.
Responsiveness (pertanggungjawaban) Kesadaran / keinginan membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.
3.
Assurance (jaminan) Pengetahuan / wawasan, kesopan santunan, kepercayaan diri dari pemberi layanan, respek kepada konsumen.
4.
Emphaty (empati) Kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan, memberi perlindungan, berusaha mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
5.
Tangibles (terjamah) Penampilan pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatan / perlengkapan yang menunjang pelayanan. Kemudian menurut Lenvinne dalam Hardiyansyah (2011:53), dimensi
kualitas pelayanan terdiri atas :
41
1.
Responsiveness / responsivitas adalah mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.
2.
Responbility / responbilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
3.
Accountability / akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.
Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2010:24), standar kualitas pelayanan publik meliputi : a.
Prosedur pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
b.
Waktu penyelesaian Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c.
Biaya pelayanan Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
42
d.
Produk pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
e.
Sarana dan prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
f.
Kompetensi petugas pemberi pelayanan Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
43
Tabel 2.2 Matrik Dimensi / Indikator Kualitas Pelayanan No
Pakar
Dimensi / Indikator Kualitas Pelayanan
1
Lijan Poltak Sinambela
Transparansi Akuntabilitas Kondisional Partisipatif Kesamaan hak Keseimbangan hak dan kewajiban
2
Tjiptono
Ketepatan waktu pelayanan Akurasi pelayanan Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan Atribut pendukung pelayanan
3
Zeithaml
Tangible (terlihat / terjamah) Reliable (kehandalan) Responsiveness (tanggap) Competence (kompeten) Courtesy (ramah) Credibility (dapat dipercaya) Security (merasa aman) Acces (akses) Communication (komunikasi) Understanding the customer (memahami pelanggan)
4
De Vreye
Self-esteem (harga diri) Exeed expectation (pembenahan) Recovery (pembenahan) Vision (pandangan ke depan) Improve (perbaikan) Empower (pemberdayaan)
44
No
Pakar
Dimensi / Indikator Kualitas Pelayanan
5
Fitzsimmons
Reliabiilty (handal) Responsiveness (pertanggungjawaban) Assurance (jaminan) Emphaty (empati) Tangibles (terjamah)
6
Lenvinne
Responsiveness / responsivitas Responbility / responbilitas Accountability / akuntabilitas
7
Keputusan
Prosedur pelayanan Waktu penyelesaian Biaya pelayanan Produk pelayanan Sarana dan prasarana. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
MENPAN
Nomor 63 Tahun 2004
Dari beberpa dimensi / indikator yang telah disebutkan oleh beberapa pakar kualitas diatas, maka penulis / peneliti akan menggunakan standar kualitas yang berdasarkan / sesuai dengan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 dengan indikator yang berupa prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, dan kompetensi petugas pemberi pelayanan. Peneliti menggunakan indikator ini karena penelitian dilaksanakan pada instansi pemerintah, Maka untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dengan menggunakan standar kualitas pelayanan dari Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004.
45
E. Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen Dituangkannya pelayanan prima dalam visi dan misi nasional bangsa Indonesia, menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima aparatur pemerintah merupakan keharusan dan tidak dapat diabaikan lagi, karena hal ini merupakan bagian tugas dan fungsi dalam menjalankan roda pemerintahan. Bagi Kabupaten Sragen pemberlakuan otonomi daerah adalah tantangan yang harus dijawab secara serius yaitu dengan berupaya memberikan peningkatan pelayanan
dan
kesejahteraan
yang
semakin
baik
kepada
masyarakat,
pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan dan pemerataan sesuai dengan semangat ekonomi. Sragen diharapkan mampu dan memiliki keunggulan kompetitif dan kemudahan di bidang pelayanan perizinan dan non perizinan. Sesuai dengan Jurnal Administrasi Publik Vol.2, No. 1, menurut RB Imam Thantauwi, et.al (2014:170) berpendapat bahwa : “Pengaruh reformasi di Daerah terutama terkait Otonomi Daerah, eksploitasi sumber daya alam, optimalisasi sumber daya manusia dan bagaimana mendapatkan sumber pendapatan dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) sebesar-besarnya sangat terasa. Umumnya Pemerintah Daerah bekerja keras untuk mencapai peluang-peluang tersebut dengan membuat kebijakan dan menciptakan iklim kondusif agar dapat mengundang investor menanamkan modalnya. Diantara kebijakan dan strategi yang dilakukan adalah sistem pelayanan perizinan yang lebih mudah dan kondusif. Oleh karena itu, dibuatlah sebuah sistem regulasi yang bisa mengakomodir penyelesaian masalah tentang birokrasi pelayanan perizinan yaitu pelayanan terpadu satu pintu.” Keberadaan UPT, yang kemudian berubah menjadi Kantor Pelayanan Terpadu (KPT), Badan Pelayanan Terpadu (BPT) serta Badan Perizinan Terpadu
46
dan Penanaman Modal (BPTPM) adalah untuk memberikan kemudahan pelayanan dibidang perizinan dengan prinsip dapat dipercaya, mudah, murah, cepat dan transparan melalui satu pintu (one stop service). Artinya, segala urusan yang berkaitan dengan izin-izin yang semula tersebar di beberapa satuan kerja dapat diselesaikan di BPTPM yang memberikan informasi kepada masyarakat secara jelas tentang target waktu yang pasti, prosedur jelas dan biaya yang transparan. Sesuai dengan Jurnal Administrasi Publik Vol. 3, No. 1 menurut Errica Dwi Tanti, et.al (2015:20) berpendapat bahwa : “Beberapa manfaat dari pelayanan terpadu satu pintu, diantaranya mekanisme perizinan yang mampu memangkas birokrasi, meminimalisir tatap muka yang identik dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menciptakan sistem birokrasi yang transparan, serta memudahkan permohonan perizinan yang berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu pelayanan terpadu satu pintu dilaksanakan untuk memberikan pelayanan yang baik dan prima di bidang perizinan.”
Berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 05 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen, Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perizinan terpadu.
47
Secara umum Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal mempunyai tugas sebagai berikut : a. Membantu
Bupati
dalam
perumusan,
pelaksanaan
dan
penyelenggaraan kebijakan dan standarisasi teknis Pemerintah Daerah di bidang pelayanan perizinan, non perizinan dan penanaman modal secara terpadu. b. Merumuskan dan menyiapkan kebijakan di bidang perizinan tertentu, bidang perizinan jasa usaha, bidang pelayanan umum dan pengaduan, bidang penanaman modal, serta di bidang administrasi dan ketatausahaan yang meliputi kepegawaian, urusan rumah tangga, keuangan dan umum. c. Menginventarisasi
dan
mempelajari
perundang-undangan,
pedoman, petunjuk dan kebijakan teknis serta bahan lain di bidang pelayanan perizinan, non perizinan dan penanaman modal secara terpadu. d. Menginventarisasi, meneliti serta mengolah data dan informasi di bidang pelayanan perizinan, non perizinan dan penanaman modal secara terpadu. e. Menyusun dan menjabarkan program kerja dan rencana kegiatan di bidang pelayanan perizinan, non perizinan dan penanaman modal secara terpadu. Dalam menjalankan tugas Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen mempunyai fungsi yaitu menyelenggarakan fungsi
48
pelaksanaan sebagian fungsi pemerintahan Daerah di bidang pelayanan perizinan, non perizinan, dan penanaman modal secara terpadu. Fungsi dari Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Sragen berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 05 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen yang meliputi : a. Perumusan kebijakan teknis perizinan dan penanaman modal. b. Pengkoordinasian penyusunan teknis perizinan dan penanaman modal. c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perizinan dan penanaman modal. d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
F. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi, dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Menurut Peraturan Bupati Sragen Nomor 76 Tahun 2011 Tentang Izin Pemanfaatan Ruang, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan pemberian izin
49
untuk mendirikan suatu bangunan. Termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut. IMB akan melegalkan suatu bangunan yang direncanakan sesuai dengan Tata Ruang yang telah ditentukan. Selain itu, adanya IMB menunjukkan bahwa rencana kostruksi bangunan tersebut juga dapat dipertanggungjawabkan dengan maksud untuk kepentingan bersama. Adapun prinsip-prinsip pemberian Izin Mendirikan Bangunan yang berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pemberian Izin Mendirikan Bangunan antara lain :
Prosedur yang sederhana, mudah, dan aplikatif.
Pelayanan yang cepat, terjangkau, dan tepat waktu.
Keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha, dan
Aspek rencana tata ruang , kepastian status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta kenyamanan.
50
G. Pelayanan Perizinan dan Pelayanan Non Perizinan Perizinan merupakan salah satu bagian terpenting dalam pembangunan. Perizinan menjadi sangat penting dikarenakan keberadaan perizinan tersebut menentukan jadi atau tidaknya suatu pembangunan dilaksanakan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Terpadu Satu Pintu, yang dimaksud pelayanan perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud pelayanan non perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai instansi pemerintah penyedia pelayanan perizinan dan non perizinan, BPTPM Kabupaten Sragen dituntut menjalankan peranannya dalam memberikan pelayanan prima perizinan dan non perizinan dalam satu pintu atau dengan konsep (one stop serice) kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Sragen. Hal ini diharapkan dan ditujukan agar dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal dan investasi dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat Kabupaten Sragen. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, diambil langkah kebijakan antara lain pembentukan kelembagaan, penentuan personalia, penentuan jenis layanan dan waktu penyelesaian, penyusunan mekanisme pelayanan, peningkatan kualitas pelayanan, pemantauan kepuasan pelanggan dan penanganan pengaduan/keluhan (Buku Profil BPTPM
51
Kabupaten Sragen). BPTPM Kabupaten Sragen melayani 74 jenis perizinan dan 2 jenis pelayanan non perizinan seperti yang telah disebutkan di atas. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) merupakan salah satu jenis perizinan yang dilayani di BPTPM Kabupaten Sragen. BPTPM Kabupaten Sragen dituntut menjalankan fungsinya sebagai pihak penyedia pelayanan perizinan dan non perizinan dengan pelayanan prima. Adapun indikator-indikator yang digunakan dalam penulisan ini tentang kualitas pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen antara lain : a. Prosedur pelayanan Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. Prosedur pelayanan adalah rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang ditempuh dalam rangka penyelesaian suatu pelayanan. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana prosedur yang diterapkan
BPTPM
Kabupaten
Sragen
dalam
memberikan
pelayanan perizinan maupun non perizinan yang meliputi semua aktivitas yang dilakukan ketika pertama kali pengguna pelayanan datang sampai pelayanan yang diinginkan selesai. b. Waktu penyelesaian Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu penyelesaian publik mulai dari dilengkapinya/dipenuhinya
52
persyaratan teknis dan atau persyaratan administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Atau dengan kata lain, Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. c. Biaya pelayanan Biaya / tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Produk pelayanan Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. e. Sarana dan prasarana Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik termasuk penyediaan sarana telekomunikasi dan informatika. Dalam hal ini sarana dan prasarana disediakan kepada pengguna pelayanan di BPTPM Kabupaten Sragen. f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
53
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan. Indikator-indikator di atas merupakan standar kualitas pelayanan publik berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004. Penulis memilih standar kualitas pelayanan publik berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 sebagai indikator-indikator tentang kualitas pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen dengan alasan penelitian dilaksanakan pada instansi pemerintah. Selain itu penulis menilai bahwa indikator kualitas pelayanan berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 cukup untuk menggambarkan atau mempresentasikan kualitas pelayanan BPTPM dalam memberikan pelayanan IMB di Kabupaten Sragen.
H. Kerangka Berpikir Kerangka pikir disini akan menjelaskan tentang kualitas pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen. Kualitas pelayanan Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen disini menekankan pada kualitas pelayanan perizinan maupun non perizinan yang khususnya pada perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diberikan kepada masyarakat selaku pengguna pelayanan yang berorientasikan pada
54
kepuasan dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat yang dilakukan oleh BPTPM Kabupaten Sragen. Alur pemikiran dimulai dengan adanya tuntutan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan publik terhadap perbaikan kualitas pelayanan publik kepada pemerintah dikarenakan masalah-masalah yang sering terjadi dalam pelayanan publik khususnya dalam hal pemberian pelayanan perizinan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Sragen. Beberapa masalah yang terjadi pada pelayanan publik antara lain pelayanan yang berbelit-belit, rumitnya persyaratan dan prosedur yang tidak jelas, lambannya respon dalam pemberian pelayanan, adanya diskriminasi dalam memberikan pelayanan, tidak adanya transparansi dalam hal biaya ataupun waktu dan adanya pungutan-pungutan liar. Kondisi pelayanan perizinan di Kabupaten Sragen sebelum adanya one stop service yaitu ditangani oleh beberapa instansi dan belum bergabung menjadi satu, waktu dan biaya tidak bisa dipastikan, proses pelayanannya cenderung berbelit-belit serta respon lamban. Oleh karena itu berdasarkan Keputusan Bupati Sragen Nomor 22a Tahun 2002 tentang Pelimpahan Kewenangan Sebagian Perijinan Kepada Kantor Pelayanan Terpadu dalam rangka memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khususnya di bidang perijinan, maka perlu adanya pelimpahan kewenangan sebagian perizinan kepada Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Kabupaten Sragen sebagai instansi Pemerintah yang mengurus masalah perizinan di Kabupaten Sragen salah satunya yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pelimpahan kewenangan kepada badan perizinan tersebut diwujudkan untuk menyelenggarakan pelayanan one stop
55
service yang juga berdasar pada Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu yang memperjelas dan mempertegas bahwa kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus dilaksanakan secara terpadu atau one stop service . Untuk mengetahui Kualitas Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal dalam memberikan pelayanan IMB dengan menggunakan standar kualitas pelayanan publik sebagai indikator yang berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 yang meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian pelayanan, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan. Dengan meningkatkan kualitas pelayanan melalui One Stop Service diharapkan pelayanan perizinan IMB menjadi lebih baik seperti waktu yang pasti, prosedur jelas dan biaya yang transparan, produk legal sesuai dengan aturan, nyaman, aman dan pasti, pegawai yang mempunyai kemampuan pelayanan perizinan Peneliti menggunakan indikator kualitas pelayanan berupa prosedur pelayanan karena pemohon yang melakukan permohonan perizinan akan melihat bagaimana prosedur yang akan dilalui apakah berbelit-belit atau tidak. Selain itu pemohon juga melihat apakah informasi mengenai kejelasan prosedur pelayanan berupa informasi baik itu dari papan informasi, website atau penjelasan dari petugas mengenai alur prosedur yang dilaluinya termasuk persyaratan perizinan sesuai dengan kenyataan pada saat pemohon sudah mengurus perizinan. Hal ini tentu berpengaruh kepada kepuasan pemohon terhadap kejelasan dan kualitas prosedur pelayanan.
56
Peneliti menggunakan indikator kualitas pelayanan berupa waktu pelayanan karena pemohon menilai kualitas pelayanan mengenai waktu penyelesaian perizinan apakah sesuai atau tepat waktu atau bahkan lebih lama dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh BPTPM. Selain itu transparansi mengenai waktu penyelesaian dan informasi mengenai waktu penyelesaian pelayanan. Hal ini tentu akan mempengaruhi tingkat kepuasan pemohon mengenai ketepatan kejelasan waktu penyelesaian pelayanan perizinan. Peneliti menggunakan indikator kualitas pelayanan berupa biaya pelayanan karena pemohon akan melihat dan menilai kualitas mengenai kejelasan biaya pelayanan, transparansi biaya pelayanan untuk menghindarkan dari praktek pungutan liar. Jadi pemohon akan merasa puas terhadap kejelasan mengenai biaya dan terhindar dari praktek pungutan liar karena adanya transparansi biaya. Peneliti menggunakan indikator produk pelayanan untuk melihat kualitas pelayanan karena pemohon akan menilai dan melihat apakah produk yang dikeluarkan dari BPTPM sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berkekuatan hukum. Hal ini akan menjadikan pemohon puas dan aman terhadap produk yang dikeluarkan karena sesuai dengan aturan yang berlaku dan legal. Peneliti menggunakan indikator kualitas pelayanan berupa sarana dan prasarana pelayanan karena pemohon akan melihat dan menilai kualitas pelayanan terhadap sarana dan prasarana yang disediakan BPTPM kepada pemohon yang melakukan permohonan perizinan. Sarana dan prasarana yang lengkap akan
57
memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi pemohon dalam melakukan permohonan perizinan. Peneliti menggunakan indikator kualitas pelayanan berupa kompetensi petugas pemberi pelayanan karena pemohon akan melihat dan menilai mengenai ketrampilan, kehandalan dan kompetensi / kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan perizinan sehingga pelayanan yang diberikan dapat memberikan kepuasan kepada pemohon. Selain itu sikap petugas dalam memberikan pelayanan juga berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Untuk mempermudah alur berpikir, maka peneliti menggambarkan alur seperti di bawah ini :
58
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
KhIMB yang berbelit-belit, Pelayanan perizinan rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi dan prosedur yang tidak jelas, lambannya respon dalam pemberian pelayanan, adanya diskriminasi, tidak adanya transparansi biaya dan waktu, adanya pungutan liar
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu memperjelas dan mempertegas bahwa kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus dilaksanakan secara terpadu atau one stop service
Kualitas BPTPM Kabupaten Sragen menggunakan standar kualitas pelayanan publik sebagai indikator yang berdasarkan Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 yang meliputi prosedur pelayanan, waktu penyelesaian pelayanan, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana pelayanan, kompetensi petugas pemberi pelayanan.
Kualitas pelayanan yang lebih baik seperti waktu yang pasti, prosedur jelas dan biaya yang transparan, produk legal sesuai dengan aturan, nyaman, aman dan pasti, pegawai yang mempunyai kemampuan pelayanan perizinan