4
BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1
Hakikat Perilaku Tanggung Jawab Pengertian perilaku
bertanggung jawab Menurut Adiwiyoto (2001: 2)
Dalam bukunya melatih anak bertanggung jawab, arti tanggung jawab adalah mengambil keputusan yang patut dan efektif. Patut berarti menetapkan pilihan yang terbaik dalam batas-batas normal sosial dan harapan yang umum diberikan, untuk meningkatkan hubungan antar manusia yang positif, keselamatan, keberhasilan, dan kesejahteraan mereka sendiri, misalnya : menanggapi sapaan dengan senyuman. Sedangkan tanggapan yang efektif berarti tanggapan yang memampukan anak mencapai tujuan-tujuan yang hasil akhirnya adalah makin kuatnya harga diri mereka, misalnya bila akan belajar kelompok harus mendapat izin dari orang tua. Menurut Bryan
(2002: 131) Tanggung jawab adalah perilaku yang
menentukan bagaimana kita bereaksi terhadap situasi setiap hari, yang memerlukan beberapa jenis keputusan yang bersifat moral. Seorang anak perlu mengembangkan rasa mampu untuk bisa memiliki harga diri yang kuat. Memiliki rasa mampu berarti memiliki sumber daya, kesempatan dan kemampuan untuk mempengaruhi keadaan hidupnya sendiri. Dengan sumber daya yang dimiliki, anak-anak akan mengambil keputusan untuk melakukan suatu kegiatan yang ada manfaatnya. Pengambilan keputusan merupakan perilaku bertanggung jawab yang perlu dikembangkan secara terus menerus dari sejak anak sampai dewasa.
4
5
Anak belajar akan meningkatkan rasa mampunya. Anak akan lebih percaya diri, tahu bagaimana membawa diri, serta mengerti bagaimana anak dapat memperoleh pujian dan imbalan. Untuk mengembangkan rasa kemampuan pribadinya, anak memerlukan tiga faktor yaitu sumber daya, kesempatan, dan kemampuan Adiwiyoto (2001 : 69). Dari ketiga faktor tersebut anak dapat mengambil keputusan yang lebih baik dalam melakukan kegiatan. Bertolak dari kajian teori tersebut dapat penulis simpulkan tanggung jawab adalah kesediaan wajib menanggung segala sesuatunya atas perilaku atau perbuatan dan resiko yang dihadapi akan semakin kecil jika dalam pengambilan keputusan untuk melakukan kegiatan, anak telah mempunyai tiga faktor persyaratan yaitu : sumber daya, kesempatan, dan kemampuan. 2.2
Makna Perilaku Tanggung jawab Siswa yang tercatat akan terkena aturan sekolah tersebut. Dan aturan itu
harus diikuti serta dilaksanakan oleh semua personel yang ada. Meliputi siswa, guru, dan tenaga administrasi sekolah, masing-masing mempunyai tugas dan kewajiban serta tanggung jawab yang berbeda. Jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya (Permendiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI pasal 13 ayat 1). Untuk siswa memiliki tugas belajar yang harus dilaksanakan. Siswa harus mengambil keputusan dengan benar agar pelaksanaan tugas belajar mengajar dapat dipertanggung jawabkan. Memiliki rasa bertanggung jawab erat kaitannya dengan prestasi di sekolah. Untuk belajar diperlukan tanggung jawab pribadi yang besar (Harris
6
Clemes, Reynold Bean (dalam Adiwiyoto, 2001 : 85). Kembali kepembahasan belajar, tentang pengertian belajar dapat juga disimpulkan ciri khas dalam belajar, terjadinya suatu perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, perilaku , nilai, yang bersifat konstan atau tetap (Santoso, 1988: 4). Tanggung jawab pribadi siswa yang besar itu ditunjukkan untuk memperoleh hasil belajar, dengan memperoleh perubahan sebagaimana ciri-ciri belajar tersebut. Menurut Adiwiyoto (2001: 89) seorang siswa memiliki ciri-ciri bertanggung jawab dapat ditunjukkan melalui beberapa hal, yakni sebagai berikut: a. Melakukan tugas rutin tanpa harus diberi tahu Mengerjakan tugas rutin yang dilaksanakan oleh siswa atas keinginan sendiri merupakan salah satu bentuk perilaku bertanggup jawab yang dimiliki oleh siswa. Dengan melaksanakan tugas dari keinginan sendiri menggambarkan bahwa perilaku siswa menunjukkan rasa tanggung jawab yang tulus. b. Dapat menjelaskan apa yang dilakukannya, Pekerjaan yang dilaksanakan dengan mampu mencapai target merupakan bentuk pekerjaan yang tidak sia-sia, artinya bahwa siswa memiliki tujuan dari apa yang dikerjakan berdasarkan konsep yang ada. c. Tidak menyalahkan orang lain yang berlebihan, Kegagalan ataupun hasil pekerjaan yang belum mencapai tujuan dengan maksimal mampu dipertanggung jawabkan oleh siswa tanpa mencari celah ataupun kekurangan dari orang lain di sekitar siswa.
7
d. Mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif, Bentuk perilaku tanggung jawab siswa dapat ditunjukkan melalui kemampuan
siswa
dalam
menentukan
pilihannya
dengan
mempertimbangkan alternatif yang dirasa tepat. e. Bisa bermain atau bekerja sendiri dengan senang hati, Pekerjaan yang dilaksanakan oleh siswa dengan senang hati akan menunjukkan hasil yang lebih baik dari segi fisik maupun psikis. Hal ini berarti bahwa hasil pekerjaan yang dapat dilihat berdasarkan fisik lebih baik dan psikis siswa tampak lebih senang. f. Bisa membuat keputusan yang berbeda dari keputusan orang lain dalam kelompoknya, Dalam kegiatan kelompok, siswa yang memiliki perilaku tanggung jawab akan lebih percaya diri dengan kreativitas yang dimiliki dalam kegiatan kelompok. g. Punya beberapa saran atau minat yang ia tekuni, Perilaku tanggung jawab siswa dapat dilihat melalui bentuk saran dan minat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Siswa dengan perilaku tanggung jawab yang lebih besar akan mampu memiliki minat yang lebih dalam melaksanakan pekerjaan/tugas. h. Menghormati dan menghargai aturan, Aturan yang dibuat bukan untuk dilanggar, merupakan salah satu bentuk ataupun prinsip yang dimiliki oleh siswa yang bertanggung jawab.
8
i. Dapat berkonsentrasi pasa tugas-tugas yang rumit, Sesulit apapun tugas yang dimiliki oleh siswa, dengan perilaku tanggung jawab maka pekerjaan itu akan tetap dilaksanakan dengan penuh kesadaran. j. Mengerjakan apa yang dikatakannya akan dilakukan, Ide ataupun kreativitas yang telah diniatkan maka tentunya pasti akan tetap dilaksanakan oleh siswa yang memiliki perilaku tanggung jawab sebab siswa yang memiliki perilaku tanggung jawab lebih memiliki komitmen yang tinggi. k. Mengakui kesalahan tanpa mengajukan alasan yang dibuat-buat. Setiap kegagalan membutuhkan pengakuan dari orang yang berbuat. Namun hal ini tentunya berbeda dengan orang yang memiliki rasa tanggung jawab yang besar. Dimana siswa dengan perilaku tanggung jawab akan berterus terang dengan resiko pekerjaan yang telah dilakukannya. Berdasarkan kajian teori tersebut disimpulkan bahwa tanggung jawab belajar siswa adalah : anak berusaha mengembangkan diri melalui pendidikan di sekolah untuk mencapai perubahan pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, perilaku , nilai yang bersifat menetap dan kesediaanya menanggung segala sesuatu yang diakibatkan dari kegiatan belajar dan memperhatikan tanggung jawab belajar sebagai berikut : (1). melakukan tugas belajar rutin tanpa diberi tahu, (2). dapat menjelaskan alas an atas belajar yang dilakukannya, (3). mampu menentukan pilihan dari kegiatan belajar, (4). menghormati dan menghargai aturan di sekolah,
9
(5). mengerjakan tugas dari guru di sekolah maupun di rumah, (6). mengakui kesalahan dalam belajar tanpa alas an yang dibuat-buat, (7). dapat berkonsentrasi pada belajar yang rumit, (8). mempunyai minat yang kuat untuk menekuni dalam belajar. 2.3
Faktor-faktor Mempengaruhi Perilaku Bertanggung Jawab Siswa dalam Belajar Dalam
pelaksanaan
pendidikan
terdapat
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi perilaku bertanggung jawab siswa yang harus dicermati oleh setiap pendidik, baik orang tua di rumah ataupun guru di sekolah. Menurut Ibrahim (2010:2) diantara faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bertanggung jawab siswa tersebut adalah sebagai berikut : a. Pengawasan Tingkat perilaku bertanggung jawab siswa dapat dinyatakan ratarata menurun, maka sesungguhnya yang pertama-tama harus dilihat adalah bagaimana guru dan orang tua melakukan kontak keseharian atau komunikasi dengan putra-putrinya. Kontak keseharian tersebut meliputi tiga aspek penting dalam komunikasi, sebagai berikut: 1) Frekuensi komunikasi, Diyakini bahwa semakin tinggi frekuensi komunikasi antara anak dengan orang tua, semakin besar pengaruh positif-nya kepada anak-anak. Tetapi frekuensi saja tidak cukup untuk menyatakan bahwa komunikasi tersebut berlangsung secara efektif, karena
10
efektivitas komunikasi masih ditentukan oleh intensitas dan kualitas komunikasi yang tercipta. Menurut Rahmat, (2005:71) adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Di dalam komunikasi terjadi hubungan interpersonal. Melalui komunikasi interpersonal manusia dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain. Dengan melakukan komunikasi manusia dapat berhubungan, berinteraksi satu dengan yang lain. 2) Tingkat intensitas komunikasi, Bertemu tatap muka bisa jadi memang jarang berlangsung di kota-kota besar yang kedua orang tuanya bekerja seharian. Tetapi masalah itu masih dapat diatasi apabila pada kesempatan-kesempatan yang memungkinkan komunikasi kemudian berlangsung dalam tingkat intensitas yang tinggi. Sambung rasa orang tua dengan anak berlangsung mesra, terbuka, bertimbal balik, dan ceria. Pesan-pesan komunikasi akan ditangkap dengan mudah oleh penerima komunikasi dipastikan menghasilkan kesan-kesan positif terhadap pesan yang disampaikan. Pada intensitas semacam itulah sesungguhnya kita
11
banyak berharap pesan-pesan moral dan budi pekerti banyak ditanamkan orang tua. 3) Kualitas pesan yang dikomunikasikan. Frekuensi dan intensitas komunikasi belum tentu juga menghasilkan pesan yang efektif dapat diterima oleh anak. Ada satu bagian lagi yang dipersyaratkan, yaitu kualitas pesan yang dikomunikasikan. b. Sosok Teladan Peran serta masyarakat pada upaya peningkatan moral dan budi pekerti anak-anak kita merupakan salah satu upaya yang sangat penting. Pada awal masa pertumbuhan anak, peran keluarga begitu dominan. Pada tahap berikutnya, sekolah ikut menyumbang pertumbuhan kejiwaan anak. Dan ketika memasuki masa remaja, dunia mereka jauh lebih luas lagi. Ia menjadi bagian dari kumunitas lingkungannya. Pada tahap inilah peran masyarakat mulai mewarnai penampilan moral dan budi pekerti anak. Kunci keikutsertaan masyarakat terletak pada keteladanan yang secara keseharian digaulinya. Di samping keteladanan masyarakat, kontrol sosial juga sangat berperan. Di daerah perkotaan, kontrol sosial sedemikian sudah sangat longgar, sehingga pengaruh film atau lainnya akan dengan sangat mudah terlihat. Kontrol sosial juga semakin longgar di daerah pedesaan. Kehidupan bangsa ini semakin mengedepankan individualitas dengan tingkat intensitas yang semakin tinggi. Akibatnya, semakin kentara saat
12
ini. Bila peredaran narkoba dulu hanya di sekitar perkotaan, saat ini sudah banyak merambah kota-kota kecil di pedalaman. Pengaruh masyarakat bukan hanya dari perilaku individual dan komunal, tetapi juga dari berbagai alat budaya dan alat komunikasi yang berinteraksi di dalam masyarakat. Pengaruhnya diyakini luar biasa, baik yang positif maupun yang negatif. Dan pada era keterbukaan informasi seperti saat ini, kehadirannya tak terhindarkan. Tinggal sejauh mana kita membekali anakanak dengan tameng iman dan kemampuan menyensor informasi yang mereka terima. c. Penanaman Bukan Pengajaran Pendidikan dan pembiasaan perilaku bertanggung jawab, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat, bukanlah dengan mengajarkan mereka dengan teori-teori, atau apa pun namanya. Namun sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (role-modeling). Dan pembiasaan merespons tersebut melalui pemberian penghargaan dan hukuman. Khusus di sekolah, pelaksanaan pendidikan dan pembiasaan perilaku bertang jawab dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan pengintegrasian serta pendekatan role-modeling dan imitasi. Pendekatan integratif ke dalam mata pelajaran yang memiliki pokok bahasan yang sesuai dengan dapat dilakukan melalui penambahan materi pada mata pelajaran yang dititipi dan atau melalui metode mengajar yang akan digunakan guru. Hanya saja, dalam pendekatan ini guru akan merasa
13
mendapatkan tambahan beban. Sedangkan pendekatan kedua menekankan pada aspek keteladanan para guru. Semua guru di sekolah hendaknya menyadari bahwa dirinya bukan hanya pengajar, tetapi juga pendidik bagi siswanya. Para guru memiliki kewajiban moral yang melekat dengan profesi kependidikannya untuk memberikan keteladanan. Dengan begitu, para siswa tidak hanya mengenali budi pekerti seperti yang tercetak di dalam buku-buku pelajaran, tetapi mereka melihat langsung pada contoh yang terjadi di sekitarnya, yaitu dari kalangan para guru mereka. Pilihan pada pendekatan pertama, berarti guru melaksanakan pendidikan perilaku bertanggung jawab melalui fungsi guru sebagai pengajar, sementara jika guru melaksanakan pendidikan budi pekerti melalui rolemodeling, imitasi atau keteladanan, berarti guru melaksanakan pendidikan budi
pekerti
itu
melalui
fungsi
guru
sebagai
pendidik.
Pola pendidikan yang mengarah pada perilaku bertanggung jawab dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran yang sesuai tersebut lebih menjadi pilihan karena beberapa alasan, yaitu : 1) Perilaku bertanggung jawab merupakan perilaku bukan pengetahuan. 2) Beban kurikulum di SD, SLTP, SMU, dan SMK sudah sangat berat. 3) Pendidikan yang mengarah pada perilaku bertanggung jawab bukan tanggung jawab satu-dua guru pembina mata pelajaran saja, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. 4) Sudah ada beberapa mata pelajaran yang dapat mengakomodasikan pemberian
pendidikan
perilaku
bertanggung
jawab
tersebut.
14
Jadi dilihat dari sisi lingkungan belajarnya, yang utama dan terutama adalah dengan memberikan keteladanan yang terbaik, dengan perbuatan, perilaku orang tua, guru dan masyarakat. Anak-anak akan menirunya, kemudian sedikit demi sedikit diarahkan untuk lebih memberikan penghayatan melalui tindakan, diskusi, pemahaman, dan penyadaran. d. Lingkungan Hamalik (2001:195) menyatakan bahwa lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna atau pengaruh tertentu kepada individu. Kondisi lingkungan belajar yang kondusif baik lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah akan menciptakan ketenangan dan kenyamanan siswa dalam belajar, sehingga siswa akan lebih mudah untuk menguasai materi belajar secara maksimal. Slameto, (2003:72) menyatakan lingkungan yang baik perlu diusahakan agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak atau siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya. 2.4
Teknik Meningkatkan Perilaku Bertanggung Jawab pada Siswa Setiap orangtua dan guru berharap untuk bisa meningkatkan rasa tanggung
jawab anak. Menurut Salama (2009:3) ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan perilaku bertanggung jawab siswa sebagai berikut : a. Berilah tugas kepada anak anda apa yang mereka mampu. Dan tanyakanlah kepada mereka hasil apa yang ingin mereka raih dalam tugas
15
itu. Hal ini akan mendorong mereka mencapai apa yang memang mereka inginkan sendiri tanpa paksaan. b. Berilah anak kebebasan dalam melakukan tugas itu. Hal ini akan memberikan kepada anak kesempatan mempelajari dunia nyata. Jika anak anda belajar tentang kehidupan sekarang ketika masih berumur 6 tahun, maka hal itu merupakan langkah tepat dari pada mengajari mereka tatkala sudah berusia 16 tahun. c. Didiklah mereka dengan empati dan konsekuen. Pergunakanlah empati terlebih dahulu sebelum mengajari mereka konsekuensi-konsekuensi. Mereka tidak akan bisa mempelajari bagaimana kesalahan mereka buruk bagi mereka jika orang tua marah. Menunjukkan rasa empati atau rasa duka cita akan membantu anak berpikir lebih tentang pilihan hidup mereka dan keputusan-keputusan. d. Berilah tugas yang sama kepada anak anda lagi. Hal ini akan membantunya melihat bagaimana orang belajar dari kesalahan mereka. e. Dalam melakukan hal tersebut semua, pastikan anda tetap dalam kondisi mengayomi mereka dan jangan sekali-kali menggunakan kekerasan dalam berinteraksi dengan mereka. Lingkungan Sosial berperan dalam menunjang perkembangan perilaku tanggung jawab anak. Orang tua dari remaja bermasalah sering menunjukkan tingkat tinggi perilaku egois. Penyebab perilaku ini antara lain karena orang tua remaja lebih sering bermasalah alkohol atau pidana, dan rumah mereka sering terganggu oleh perceraian, perpisahan atau tidak adanya orangtua. Penerimaan
16
masyarakat/lingkungan sosial juga mempengaruhi keinginan individu untuk mengembangkan kepribadiannya, termasuk didalamnya berpengaruh pada perilaku bertanggung jawab anak, (Hutagalung, 2007:12). Banyak suasana lingkungan yang terkadang mengarahkan perilaku anak untuk berperilaku tanggung jawab, namun banyak pula yang menekannya. Orangorang yang membina perilaku anak seringkali bertumpu pada keingintahuan alami anak. Mereka melihat perkembangan perilaku di sekitar dan akan menstimulasi pikiran anak untuk berbuat perilaku yang sama.