8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan Bahasa Gorontalo yang dilakukan di Transmigrasi Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Berikut ini adalah uraian singkat hasil penelitian yang relevan yang pernah dilakukan. Pertama, Penelitian disajikan dalam bentuk skripsi oleh Saraswati dengan judul Pemertahanan Bahasa Bali Pada Komunitas Mahasiswa Bali di Universitas Airlangga
Surabaya.
Kajian
Sosiolinguistik
bertujuan
untuk
mendeskripsikan pemakaian dan pemertahanan bahasa yang terjadi pada Komunitas mahasiswa Bali di Universitas Airlangga khususnya di organisasi keagamaan Unit Kegiatan Mahasiswa Kerohanian Hindu Dharma (UKMKHD). Teori
yang digunakan dalam
penelitian
ini adalah teori pemertahanan
bahasa. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan sematamata berdasarkan fakta yang ada. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak. Teknik ini dilanjutkan dengan sadap dan teknik catat. Analisis data dilakukan dengan cara mengelompokkan hasil percakapan sesuai dengan situasi pemakaian bahasa. Hasil penelitian ini menunjukkan ada beberapa faktor penting yang menyebabkan terjadinya pemertahanan bahasa ini. Faktor-faktor tersebut adalah
9
(1) bahasa adalah identitas satu komunitas, (2) kebanggaan akan budaya asal, (3) kegiatan keagamaan yang memakai bahasa Bali sebagai pengantar, (4) besarnya pemakai bahasa Bali di UKMKHD, dan (5) keakraban antaranggota. Pemertahanan bahasa Bali pada mahasiswa Bali di Universitas Airlangga terjadi karena bahasa Bali tersebut sering dipakai dalam berbagai situasi baik secara sengaja
maupun
tidak
sengaja.
Mahasiswa
Bali
yang
berkuliah
di
Universitas Airlangga merasa bangga dan nyaman tetap menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini menyebabkan bahasa Bali tersebut akan terus bertahan baik dalam komunitas mahasiswa Bali maupun di luar komunitas mahasiswa Bali. Kedua,
penelitian
yang
disajikan
oleh
Abdulah
dengan
judul
Pemertahanan Bahasa Gorontalo Di Lokasi Transmigrasi Desa Bandung Rejo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Bahasa yang digunkaan oleh masyarakat Gorontalo di Wilayah Transmigran Desa Bandung Rejo Dominan Bahasa Jawa. Buktinya penulis sendiri setiap harinya lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Demikian keluarga di rumah kesehariannya lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini yakni 1) bagaimanakah penggunaan bahasa oleh masyarakat gorontalo di lokasi transmigarasi desa bandung rejo kecamatan boliyohuto? 2) begaimanakah bentuk pemertahanan bahasa gorontalo di lokasi transmigarasi desa bandung rejo kecamatan boliyohuto? 3) faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemertahanan bahasa gorontalo dilokasi transmigarasi desa bandung rejo kecamatan boliyohuto?
10
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah rekaman penggunaan bahasa oleh masyarakat gorontalo di lokasi transmigrasi desa bandung rejo. Data lain yang digunakan yakni teori-teori yang bersumber dari media dan buku-buku acuan atau literatur yang berhubungan dengan objek penelitian. Teknik analisis data dilakukan melalui tahap-tahap analisis data yakni, 1) memilah data yang telah didapatkan baik dari teknik sadap atau teknik rekam dengan cara menyalin data ke dalam transkrip data, 2) menganalisis data yang telah disalin kedalam transkrip data sesuai teori, 3) menyimpulkan hasil analisis data, 4) menyusun laporan penelitian berupa skripsi. Hasil penelitian menunjukkkan bahwa dalam penggunaan bahasa gorontalo terdapat bentuk-bentuk penggunaan bahasa masyarakat gorontalo dilokasi transmigrasi yakni: 1) bentuk ahasa campuran+bahasa melayu+bahasa indonesia, 3) bentuk bahasa Campuran + bahasa Melayu + bahasa Jawa + bahasa Indonesia, 4) bentuk bahasa Campuran + bahasa Indonesia + bahasa Jawa + bahasa Gorontalo, 5) bentuk bahasa Gorontalo + bahasa Melayu + bahasa Indonesia, 6) bentuk bahasa Melayu + bahasa Campuran + bahasa Indonesia, 7) bentuk bahasa Indonesia + bahasa Campuran + bahasa Melayu. Bentuk pemertahanan bahasa gorontalo dilokasi transmigrasi terdapat pada pelestarian, pengembangan, serta pembinaan bahasa gorontalo di daerah. Faktor-faktor yang menyebabkan pemertahanan bahasa gorontalo yaitu keluarga, pergaulan, ranah sosial, dan faktor demografis.
11
Jadi berdasarkan hasil uraian di atas, letak persamaan dalam penelitian Saraswati ini, terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan sosiolinguistik, dan objek formalnya yaitu pemertahanan bahasa Bali. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada objek kajian materialnya, yaitu pada Komunitas Mahasiswa Bali di Universitas Airlangga Surabaya dan penelitian pada Abdulah persamaannya terletak pada objek formalnya dengan metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. 2.2 Pemertahanan Bahasa Pergeseran bahasa dan pemertahanan bahasa sebenarnya seperti dua sisi mata uang: bahasa menggeser bahasa lain atau bahasa yang tak tergeser oleh bahasa; bahasa tergeser adalah bahasa yang tidak mampu mempertahankan diri. Kedua kondisi itu merupakan akibat dari pilihan bahasa dalam jangka panjang (paling tidak tiga generasi) dan bersifat kolektif (dilakukan oleh seluruh warga guyup). Dalam pemertahanan bahasa, guyup itu secara kolektif menentukan untuk melanjutkan memakai bahasa yang sudah biasa dipakai (Sumarsono, 2012: 231). Pemertahanan bahasa sendiri adalah usaha agar suatu bahasa tetap dipakai dan dihargai, terutama sebagai identitas kelompok, dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan
melalui
pengajaran,
kesusatraan,
media
masa,
Harimurti
Kridalaksana (dalam Pateda, 2001:154). Jika anggota komunitas tutur adalah monolingual dan tidak memperoleh bahasa lain secara kolektif, maka mereka jelas mempertahankan pola penggunaan bahasa mereka. Pemertahanan bagaimanapun, sering merupakan karakteristik dari komunitas dwi bahasa atau juga multi bahasa. Kesetiaan bahasa atau language loyalty merupakan suatu sikap berbahasa yang
12
mendorong masyarakat suatu bahasa mempertahankan bahasanya, dan apabila perlu mencegah adanya pengaruh bahasa lain (Komariyah dan Ruriana, 2010:54). Menurut Downes (dalam Mukhamdanah 2005:16-17) faktor-faktor yang juga turut mempengaruhi pemertahanan bahasa antara lain: 1)
Keluarga: diharapkan dalam keluarga tersebut perilakunya memperlihatkan bahwa yang bersangkutan mempergunakan bahasa sesuai dengan ranah bahasa.
2)
Pergaulan : jika bahasa tersebut masih digunakan dengan siapa pun. Maka hal ini menunjukkan adanya kebanggaan terhadap bahasa tersebut.
3)
Intensitas
komunikasi:
dapat
dilihat
misalnya
dari
keseringannya
mendengarkan musik dalam bahasa tersebut. 4)
Kegiatan: keikutsertaan/keanggotaan di bidang seni, adat, dan lain-lain.
5)
Keinginan: harapannya akan bahasa sendiri, apakah ia bercita-cita agar anaknya juga akan diajarkan bahasa tersebut, menuntut anaknya untuk berbahasa. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, menurut penulis juga terdapat faktor-
faktor dalam pemertahanan bahasa di kota Gorontalo, khususnya bahasa Bali dalam masyarakat Bali di lingkungan keluarga. Hal ini berpengaruh pada pergaulan anak-anak yang sekarang, sehingga faktor tersebut menentukan adanya pemertahanan bahasa Bali. 2.3 Penggunaan Bahasa Bahasa hanya hidup karena adanya interaksi sosial. Dalam interaksi sosial terjadi saling pengaruh. Orang yang lebih aktif mendominasi interakis. Tidak
13
heran jika suatu bahasa lebih banyak digunakan bahasa itu akan berkembang (Pateda dan Yennie, 2008:32). Dalam penggunaan bahasa, penutur harus memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam tindak berbahasa dan kaitannya dengan, atau pengaruhnya terhadap bentuk dan pemilihan ragam bahasa (Aslinda dan Syafyahya, 2007:9). Bahasa merupakan sarana utama yang digunakan oleh manusia untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Hymes (dalam Pateda dan yennie, 2008:42) mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang diakronim menjadi SPEAKING, yakni: S
: Setting and scene, yang berhubungan dengan waktu dan tempat
P
: Participant, yaitu baik pembicara mau pun pendengar.
E
: Ends, yang berhubungan dengan cara tujuan dan akhir pembicaraan, misalnya menyenangkan.
A
: Act, yaitu suatu peristiwa di mana seorang penutur sedang melakukan pembicaraan
K
: Key, yang berhubungan dengan cara dan ragam, misalnya kalau cara, maka berkaitan dengan ironis, lucu serius.
I
: Instrumentalities, dialek atau variasi bahasa yang digunakan , misalnya menggunakan dan alat yang digunakan misalnya menggunakan telpon.
N
: Norms, konvensi, aturan bahasa dan pemakaian bahasa
14
G
: Genre, misalnya berdiskusi berbeda dengan bentuk komunikasi yang lain. Berdasarkan komponen-komponen di atas memang tidak semua digunakan
dalam peristiwa tutur, namun komponen tersebut terdapat pada salah satu dalam peristiwa tutur dalam masyarakat sesuai dengan wakatu tertentu 2.4 Kontak Bahasa pada Masyarakat Bali Apabila dua bahasa atau lebih dipergunakan oleh penutur yang sama, maka dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa tersebut dalam keadaan saling kontak. Peristiwa ini biasa terjadi dalam situasi konteks sosial yang menimbulkan saling pengaruh antara satu bahasa dengan bahasa yang lain sehingga menimbulkan persaingan antara bahasa para anggota suatu masyarakat bahasa (BI) dan bahasa yang muncul kemudian (B2). Salah satu pertimbangan untuk memilih BI atau B2 adalah keuntungan atau kerugian jika BI tetap dipertahankan atau jika BI diganti, biasanya secara gradual dengan B2 (Costa dan Falantino, 2012:715). Pengaruh unsur suatu bahasa yang lebih dikuasai ke dalam bahasa lain yang kurang dikuasai memang sering terjadi. Fenomenanya, juga merupakan contoh bentuk kontak bahasa. Kontak bahasa dalam bentuk “pengaruh” seperti itu disebut penyusupan. Penyusupan, alih bahasa, dan pinjaman adalah bentuk kontak bahasa yang dapat dijumpai di tengah-tengah masyarakat di manapun saat ini (Jendra, 2012:60). Pada masyarakat Bali di kota Gorontalo dalam berinteraksi atau dalam keadaan kontak akan menimbulkan suatu perubahan atau penggunaan bahasa yang digunakan. Hal ini bisa terjadi karena dalam kehidupan masyarakat di
15
lingkungannya
terpengaruh dengan bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya,
sehingga secara tidak langsung si penutur menggunakan bahasa tersebut sesama sukunya. Bahasa yang sangat terpengaruh adalah bahasa Indonesia. Penggunaan perbedaan bahasa itu banyak dilakukan oleh kalangan remaja, maupun orang tua. Pengaruh dalam bidang bahasa terasa sekali melalui kontak manusia, yang berarti kontak bahasa. Dalam kontak bahasa seperti ini, sudah barang tentu bahasa yang berwibawa tinggi akan medominasi pemakaian bahasa yang secara sosial mempunyai status bahasa rendah. Akibatnya bahasa yang berstatus sosial rendah akan banyak menyerap kata-kata dari bahasa yang berstatus sosial tinggi sehingga kepunahan bahasa tidak terhindarkan. Mackey (dalam Rahardi, 2001:17) mengatakan bahwa kontak bahasa adalah peristiwa mempengaruhi antara bahasa yang satu dengan yang lainnya, baik yang terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Peristiwa kontak antarbahasa itu akan dapat menimbulkan perubahan bahasa (language change). Pengaruh langsung itu dapat dilihat dengan jelas misalnya dari munculnya beberapa pinjaman leksikon dari salah satu bahasa dari kedua bahasa yang saling kontak itu. 2.5 Pemertahanan Bahasa Dilihat dari Masyarakat Bali Dalam memaparkan konsep pemertahanan bahasa Bali, akan dijelaskan menurut unsur-unsur dalam konsep tersebut yaitu pemertahanan, bahasa Bali, pemertahanan bahasa Bali. Kata pemertahanan secara morfologis diuraikan mengacu kepada pendapat Chaer (2008: 9), bahwa ada empat model atau teknik dalam menganalisis satuan-
16
satuan
morfologi
di
antaranya
analisis
berdasarkan
unsur
bawahan
langsung artinya menguraikan satuan-satuan morfologi dengan memperhatikan makna dari bentuk bahasa yang diuraikan. Bertitik tolak dari uraian tersebut, bentuk pemertahanan unsur langsungnya pertahanan mendapat awalan pe- yang berarti
‘kemampuan
melakukan upaya-upaya’
Bentuk
pertahanan
unsur
langsungnya tahan mendapat konfiks per-an yakni sesuatu yang tetap digunakan. Pertemuan antara bentuk unsur langsung pertahanan dengan imbuhannya menjadi kata pepertahanan. Huruf p yang terdapat pada unsur langsung pertahanan mengalami proses morfologi yakni berubah bunyi menjadi m. Dengan demikian bentuk
pepertahanan
menjadi
pemertahanan
yang
dikonsepkan sebagai
kemampuan untuk melakukan upaya-upaya terhadap sesuatu dalam konteks ini bahasa Bali agar tetap digunakan. Bahasa Bali dalam wujudnya yang kongkret, yaitu berupa ujaran (parole) dalam penuturannnya terkait dengan strata sosial masyarakat berfungsi untuk mewujudkan integrasi sosial dan dapat dimanfaatkan untuk mengekspresikan segala bentuk ide oleh manusia Bali. Bali dalam konteks ini secara umum dipahami sebagai masyarakat suku, atau masyarakat yang secara tradisi memiliki identitas yang berwujud bahasa yakni bahasa Bali. Pemertahanan bahasa Bali dalam tulisan ini dikonsepkan sebagai upayaupaya yang dilakukan masyarakat agar bahasa Bali tetap digunakan. Berkaitan dengan hal itu, loyalitas masyarakat pendukungnya merupakan salah satu faktor penting dalam pemertahanan bahasa Bali. Loyalitas itu berakar pada asal-usul seseorang.
Implementasinya
terlihat
pada
tingkah
laku
seperti
tidak
17
malu menggunakan bahasa Bali dalam pergaulan; ikut memperjuangkan bahasa Bali secara resmi; ikut mengoreksi kesalahan bentuk bahasa Bali yang dipakai orang lain. Penggunaan BI oleh sejumlah penutur dari suatu masyarakat yang bilingual atau multilingual cenderung menurun akibatnya adanya B2 yang mempunyai fungsi yang lebih superior (Chaer dan Agustina, 2010:146). Ada berbagai sebab atau alasan mengapa suatu bahasa punah atau tidak digunakan lagi oleh penuturpenuturnya. Satu diantaranya adalah adanya dominasi bahasa atau dialek yang lebih besar baik secara demografis, ekonomis, sosial, atau politis (Wijana dan Rohmadi, 2011:89). Begitu pula dengan masyarakat Bali di kota Gorontalo salah satunya sudah terpengaruh dialek-dialek bahasa yang ada disekitarnya, sehingga bahasa Bali sulit untuk dipertahankan, terutama pada anak-anak. 2.6
Pemertahanan Bahasa Bali Dilihat dari Perspektif Sosiolinguistik Dalam realitas berbahasa, bahasa memang tidak bisa dilepaskan dengan
faktor sosial dan budaya masyarakat penuturnya. Oleh karena itu, perwujudan suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya masyarakat penutur bahasa tersebut. Menurut Appel (dalam Suwito, 1982:2) sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu, sedangkan yang dimaksud dengan pemakaian bahasa adalah bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam situasi yang kongkret. Dengan demikian, dalam sosiolinguistik bahasa tidak dilihat secara internal, tetapi dilihat sebagai sarana interaksi/komunikasi di dalam masyarakat. Begitu juga pada bahasa Bali yang digunakan oleh masyarakat Bali
18
yang dalam kehidupan sehari-hari sudah merupakan budaya bagi daerah tersebut, yang perlu dilestarikan bahasa daerahnya. Menurut pandangan sosiolinguistik mekanisme perubahan bahasa dapat dipahami dengan mempelajari dorongan-dorongan sosial
yang memacu
penggunaan bentuk-bentuk yang bervariasi di tengah lingkungan yang beraneka ragam menurut (Ohoiwutun, 2002:9). Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur yaitu sosio dan linguistik, kata sosio berasal dari kata sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat dan aktifis kemasyarakatan, sedangkan linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata dan kalimat) dan hubungan antara unsur-unsur (struktur) termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur tersebut. Pada kajian sosiolinguistik, bahasa dilihat dari keterkaitannya dengan masyarakat pemakai bahasa. Masalah utama
yang dikaji dalam
ilmu
sosiolinguistik adalah 1) Mengkaji bahasa dalam konteks sosial dan kebudayaan 2) Menghubungkan faktor-faktor kebahasaan, ciri-ciri dan ragam bahasa dengan situasi serta faktor-faktor sosial dan budaya. 3) Mengkaji fungsi-fungsi sosial dan penggunaan bahasa dalam masyarakat Nababan (dalam Pateda, 2001:13). Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai tingkah laku sosial yang dipakai dalam komunikasi. Karena masyarakat itu terdiri dari individu-individu, masyarakat, secara keseluruhan dan individu saling mempengaruhi dan saling bergantung. Bahasa sebagai milik masyarakat juga tersimpan dalam diri masing-
19
masing individu, Sumarsono (2012:19). Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain. Ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya. Oleh sebab itu bahasa dan pemakaian bahasanya tidak diamati secara individual, tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat, atau dengan kata lain, bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual tetapi juga merupakan gejala sosial. Dari berbagai pendapat di atas tentang pengertian sosiolinguistik, menurut penulis sosioliguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa di dalam masyarakat untuk dapat berkomunikasi pada wilayah tertentu. Dalam hal ini, penulis meneliti penggunaan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Bali di kota Gorontalo.
20