BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN KEPENDIDIKAN 1. Hakekat Pembelajaran Biologi Pembelajaran menurut Sugihartono (2007 : 80) merupakan usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang
mengoptimalkan kegiatan belajar.
Sementara Hilman Faruq (2010 : 10) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar (Sugihartono, 2007 : 80). Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Proses pembelajaran (proses belajar mengajar) biologi sebagai suatu sistem, pada prinsipnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan antara komponenkomponen : raw input (siswa), instrumental input (masukan instrumental), environment (lingkungan), dan output (hasil keluaran). Keempat komponen tersebut mewujudkan sistem pembelajaran biologi dengan prosesnya berada di pusatnya. Pada hakikatnya biologi didefinisikan terdiri dari tiga komponen, yaitu produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Produk ilmiah meliputi konsepkonsep biologi, fakta, teori, dan hukum-hukum yang terkandung di dalam ilmu biologi. Proses ilmiah adalah keterampilan yang harus dimiliki siswa sehingga dapat secara mandiri menemukan produk biologi. Keterampilan tersebut terdiri 8
dari dua yaitu keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu . Sedangkan sikap ilmiah meliputi jujur, teliti, serta objektif (Hilman Faruq, 2010 : 4). Tujuan pembelajaran biologi adalah mengembangkan cara berpikir ilmiah melalui penelitian dan percobaan, mengembangkan pengetahuan praktis dari metode biologi untuk dapat memecahkan masalah-masalah kehidupan individu, sosial serta merangsang studi lebih lanjut di bidang biologi dan bidang lain yang berhubungan dengan biologi serta membangkitkan pengertian dan rasa kasih sayang kepada makhluk hidup (Hilman Faruq, 2010 : 4-5). Komponen masukan instrumental yang berupa kurikulum, guru, sumber belajar, LKS, metode, sarana dan prasarana pembelajaran nampaknya sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran biologi. Dalam teori modern, proses pembelajaran tidak tergantung sekali pada keberadaan guru (pendidik) sebagai pengelola proses pembelajaran. Hal ini didasarkan bahwa proses belajar pada hakekatnya merupakan interaksi antara siswa dengan objek yang dipelajari. Berdasarkan hal ini, maka peranan sumber belajar dan LKS tidak dapat dikesampingkan dalam proses pembelajaran biologi. Khususnya pada peranan sumber belajar biologi sebagai salah satu subkomponen masukan instrumental dapat tersedia di sekolah dan di luar sekolah. Peranan sumber belajar yang penggunaannya secara terencana dan terprogram sebagai bahan ajar, harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Sumber belajar yang sudah dikemas menjadi bahan ajar akan memudahkan interaksi siswa dengan objek belajar. Dengan demikian, pencapaian tujuan pembelajaran akan sangat dipengaruhi oleh kemasan sumber belajarnya yang sudah direncanakan dan diprogram.
9
2. Sumber Belajar a. Pengertian sumber belajar Salah satu dari banyak komponen dalam sistem pengajaran adalah sumber belajar. Dalam pengertian yang sederhana, sumber belajar (learning resources) adalah guru atau bahan pelajaran/bahan pengajaran baik buku-buku bacaan atau semacamnya. Dalam desain pengajaran yang disusun guru terdapat salah satu komponen pengajaran yang dirancang berupa sumber belajar/pengajaran umumnya diisi dengan buku-buku rujukan. namun, sebenarnya pengertian sumber belajar sesungguhnya tidak sesempit itu. Bahwa segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan/aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, di luar diri siswa (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat pengajaran berlangsung disebut sebagai sumber belajar (Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, 1991 : 152). Lebih lanjut, Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi (1991 : 152), berpendapat bahwa segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (siswa) dan yang memungkinkan/memudahkan terjadinya proses belajar disebut sebagai sumber belajar. Sumber belajar tidak lain adalah daya yang bisa dimanfaatkan guna kepentingan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, 2007 : 76). Suhardi (2010 : 2) berpendapat bahwa sumber belajar biologi adalah segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan masalah biologi tertentu.
10
b. Komponen sumber belajar Komponen-komponen sumber belajar menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007 : 82-83) yaitu : 1) Tujuan, misi, atau fungsi sumber belajar. Setiap sumber belajar selalu mempunyai tujuan atau misi yang akan dicapai. Tujuan setiap sumber belajar itu selalu ada baik secara eksplisist maupun implisit. Tujuan sangat dipengaruhi oleh sifat dan bentuk-bentuk sumber belajar itu sendiri. 2) Bentuk, format, atau keadaan fisik sumber belajar. Wujud sumber belajar secara fisik satu dengan yang lain berbeda-beda. Misalnya
bila
mempelajari
dokumentasi
tentu
berbeda
dengan
mengadakan wawancara kepada seseorang. Jadi, keadaan fisik sumber belajar
itu
merupakan
komponen
penting.
Penggunaan
atau
pemanfaatannya dengan memperhitungkan segi waktu, pembiayaan, dan sebagainya. 3) Pesan yang dibawa oleh sumber belajar. Setiap sumber belajar selalu membawa pesan yang dapat dimanfaatkan atau dipelajari oleh pemakainya. Komponen pesan merupakan informasi yang sangat penting. Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu isi pesan harus sederhana, cukup jelas,lengkap,dan mudah disimak maknanya. 4) Tingkat kesulitan atau kompleksitas pemakaian sumber belajar. Tingkat kompleksitas penggunaan sumber belajar berkaitan dengan keadaan fisik dan pesan sumber belajar. Sejauh mana kompleksitasnya perlu diketahui untuk menentukan apakah sumber belajar itu masih dapat digunakan mengingat waktu dan biaya yang terbatas. Misalnya bila suatu
11
mata pelajaran sudah memadai disajikan dalam bentuk LKS, gambargambar foto, atau dengan diktat tertentu, maka tidak perlu diputar film yang isi pesannya relatif sama. c. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai sumber belajar Pada prinsipnya sumber belajar dibedakan atas dua macam yaitu sumber belajar yang siap digunakan dalam proses pembelajaran tanpa ada penyederhanaan atau modifikasi (by utilization) serta sumber belajar yang disederhanakan dan atau dimodifikasi (dikembangkan/by design). Sumber belajar yang siap digunakan tanpa ada penyederhanaan dan modifikasi (by utilization) misalnya pantai. Di pantai akan banyak ditemukan fenomena yang dapat diangkat menjadi persoalan untuk dicari penyelesaiannya. Bila akan digunakan hasilnya untuk kepentingan sumber belajar di sekolah dimana para siswa tidak mengamati langsung pantai tersebut maka perlu adanya penyerderhanaan atau modifikasi hasil penelitian tersebut. Artinya hasil penelitian ini dikembangkan sebagai sumber belajar yang dimodifikasi dalam bentuk bahan ajar . Suatu hasil penelitian jika akan diangkat sebagai sumber belajar di SMA harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1) Identifikasi proses dan produk hasil penelitian. Hasil penelitian biologi harus dikaji berdasarkan kurikulum pendidikan biologi yang berlaku. Dari kajian ini dapat dilihat kejelasan potensi ketersediaan objek dan permasalahan yang diangkat, kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, sasaran materi dan peruntukannya, informasi yang akan diungkap, pedoman eksplorasi dan perolehan yang akan dicapai. Apabila dari segi persyaratan telah dipenuhi, maka dilakukan pengkajian proses dan produk hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan
12
biologi di SMA. Dari segi proses dapat dijabarkan langkah-langkah kerja ilmiah sebagai berikut : a) Identifikasi dan perumusan masalah b) Perumusan tujuan penelitian c) Perumusan hipotesis d) Penyusunan prosedur penelitian e) Pelaksanaan kegiatan f) Pengumpulan dan analisis data g) Pembahasan hasil penelitian h) Penarikan simpulan Selanjutnya
dari
segi
produk
penelitian,
fakta
hasil
penelitian
digeneralisasikan menjadi konsep. 2) Seleksi dan
modifikasi proses dan produk penelitian sebagai sumber
belajar di SMA. a) Prosedur
kerja penelitian harus disesuaikan dengan kegiatan
pembelajaran khususnya kegiatan belajar yang dilakukan siswa misalnya penyediaan objek dan pelaksanaan penelitian apakah di laksanakan di laboratorium sekolah atau di lapangan. b) Produk penelitian yang berupa fakta, konsep, dan prinsip disesuaikan dengan konsep atau sub konsep GBPP Kurikulum Biologi yang sedang berlaku di SMA. 3) Penerapan hasil penelitian sebagai sumber belajar ke dalam organisasi instruksional.
13
3. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) a. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran biologi adalah penggunaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) biologi. Ida Septi Ekosari (2009 : 2), mengungkapkan bahwa LKS adalah lembar kerja yang berisikan informasi dari guru kepada siswa agar dapat mengerjakan sendiri suatu aktivitas belajar, melalui praktek atau penerapan hasil-hasil belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara Abdul Majid (2008 : 176) berpendapat bahwa LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembar
kegiatan
biasanya
berupa
petunjuk,
langkah-langkah
untuk
menyelesaikan suatu tugas. Langkah-langkah yang diperintahkan dalam lembar kegiatan harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapai. Tugas yang ada sifatnya dapat teoritis misalnya tugas membaca artikel tertentu maupun tugas yang bersifat praktek misalnya kerja lapangan atau di laboratorium. b. Fungsi LKS Menurut Endang Widjajanti (2008 : 1-2), LKS mempunyai beberapa fungsi yaitu : 1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar. 2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu penyajian suatu topik. 3) Dapat mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas. 4) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar.
14
5) Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis, dan mudah dipahami oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian siswa. 6) Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu. 7) Dapat mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal karena siswa dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya. 8) Dapat digunakan untuk melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin. 9) Dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. c. Syarat-syarat penyusunan LKS Keberadaan LKS memberi pengaruh yang cukup besar dalam proses belajar mengajar, sehingga penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis , 1992 : 41 ) : 1) Syarat-syarat didaktik Syarat ini mengatur tentang penggunaan LKS yang bersifat universal dapat digunakan dengan baik untuk siswa yang lamban atau yang pandai. LKS lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep, dan yang terpenting dalam LKS ada variasi stimulus dalam kegiatan siswa. LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa. LKS yang
15
berkualitas harus memenuhi syarat- syarat didaktik yang dapat dijabarkan sebagai berikut : a) Mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran. b) Memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep. c) Memiliki variasi stimulus dalam kegiatan siswa sesuai dengan ciri KTSP. d) Dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa e) Pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi. 2) Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS. Syaratsyarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh pihak pengguna, yaitu peserta didik. Syarat-syarat konstruksi tersebut yaitu : a) Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak. b) Menggunakan struktur kalimat yang jelas. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar kalimat menjadi jelas maksudnya, yaitu : (1) Hindarkan kalimat kompleks. (2) Hindarkan “kata-kata tak jelas” misalnya “mungkin”, “kira-kira”. (3) Hindarkan kalimat negatif, apalagi kalimat negatif ganda. (4) Menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negatif.
16
c) Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak. Apalagi konsep yang hendak dituju merupakan sesuatu yang kompleks, dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana dulu. d) Menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Pertanyaan dianjurkan merupakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas. e) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa. f) Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa
untuk
menulis
maupun
menggambarkan
pada
LKS.
Memberikan bingkai dimana anak harus menuliskan jawaban atau menggambar sesuai dengan yang diperintahkan. Hal ini dapat juga memudahkan guru untuk memeriksa hasil kerja siswa. g) Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. Kalimat yang panjang tidak menjamin kejelasan instruksi atau isi. Namun kalimat yang terlalu pendek juga dapat mengundang pertanyaan. h) Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. Gambar lebih dekat pada sifat konkrit sedangkan kata-kata lebih dekat pada sifat “formal” atau abstrak sehingga lebih sukar ditangkap oleh anak. i) Dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang cepat. j) Memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi.
17
k) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. Misalnya, kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya. 3) Syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan penampilannya dalam LKS. a) Tulisan (1) Gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi. (2) Gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah. (3) Gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu baris. (4) Gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa. (5) Usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi. b) Gambar Gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS. c) Penampilan Penampilan sangat penting dalam LKS. Anak pertama-tama akan tertarik pada penampilan bukan pada isinya. Dalam LKS juga dapat diberikan sejumlah pertanyaan dan tentunya beberapa kegiatan atau persiapan yang harus dilakukan oleh siswa. Diharapkan
18
dengan penggunaan LKS dapat membantu pemahaman siswa dalam materi biologi yang dipelajari, mengembangkan keterampilan proses serta membangun sendiri struktur pengetahuannya dari data-data yang diperolehnya melalui pengalaman dalam mengamati. Selain itu, siswa juga dimotivasi untuk lebih kreatif dalam menemukan jawaban atas keingintahuannya dan meningkatkan kemampuan berpikir, mengobservasi, menginterpretasi, dan mengkomunikasikan kegiatan yang telah dilakukannya. 4. Pemanfaatan LKS Bagi Pengembangan Keterampilan Proses Sains Siswa Salah satu manfaat LKS yang dikemukakan oleh Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis (1992 : 40) adalah dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat peserta didik terhadap alam sekitarnya. Pengajaran dengan pendekatan keterampilan proses merupakan wahana pengembangan keterampilan intelektual, sosial, emosional, dan fisik siswa yang pada prinsipnya keterampilan tersebut telah ada dalam diri mereka sendiri. Lebih lanjut, Mulyani Sumantri dan Johar Mulyana (1999 : 113) menyimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses memberikan pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa mengalami rangsangan ilmu pengetahuan secara langsung dalam kegiatan belajarnya dan lebih mengerti fakta serta konsep ilmu pengetahuan. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Subagyo dkk (2009 : 1) yang mengemukakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses memungkinkan siswa dapat menumbuhkan sikap ilmiah untuk mengembangkan keterampilan yang mendasar sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat memahami konsep yang dipelajarinya. Dengan demikian hasil belajar yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai tuntutan kompetensi dalam
19
kurikulum yang dikembangkan saat ini dapat tercapai. Keterampilan proses meliputi : a. Mengobservasi. Kegiatan mengobservasi lingkungan sekitar mengenai berbagai objek dan fenomena alam dilakukan menggunakan panca indera yaitu penglihatan (misalnya menentukan warna), pendengaran (misalnya mendengarkan kicauan burung), perabaan (misalnya merasakan kasar halusnya suatu objek), penciuman (misalnya membedakan bau bunga mawar dengan melati), dan pengecap (misalnya membedakan rasa manis dengan asin). Melalui observasi yang dilakukan baik yang sifatnya kualitatif (misalnya menentukan warna) maupun yang sifatnya kuantitatif (misalnya mengukur lebar daun) akan menghasilkan suatu data dan informasi. Data atau informasi ini selanjutnya akan mendorong siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar selanjutnya seperti menanyakan, memikirkan lebih lanjut, menafsirkan, menguraikan, dan meneliti kembali. Dalam observasi tercakup beberapa kegiatan seperti menghitung, mengukur, maupun mengklasifikasi. 1) Perhitungan. Keterampilan menghitung biasanya dilatih dan dibina melalui pelajaran matematika, namun dalam pelajaran ilmu pengetahuan alam dapat pula dikembangkan. Hasil perhitungan dapat dikomunikasikan dengan cara membuat tabel, grafik, atau histogram. 2) Pengukuran. Keterampilan mengukur sangat penting dalam kerja ilmiah. Dasar dari pengukuran adalah pembanding. Pertama-tama membanding-bandingkan
20
satu benda dengan benda lain. Kemudian memberikan satuan pada benda yang diukur berdasarkan patokan internasional yang berlaku. 3) Klasifikasi. Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi misalnya menurut suatu ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Selain itu juga diperlukan kecermatan dalam mengamati objek-objek yang akan diklasifikasikan sehingga dapat menentukan dasar pengklasifikasian dengan tepat. b. Pembuatan hipotesis. Kemampuan membuat hipotesis adalah salah satu keterampilan yang sangat mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Pemikiranpemikiran untuk membuat hipotesis dapat bersumber dari pengamatan, eksperimen, demonstrasi, pengalaman sehari-hari ataupun membaca buku. Perkiraan tersebut dapat saja keliru maka dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen. c. Perencanaan penelitian. Sebelum melakukan eksperimen, perlu adanya perencanaan eksperimen karena tanpa rencana bisa terjasi pemborosan waktu, tenaga, dan biaya serta hasilnya mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam merencanakan perlu adanya penentuan alat dan bahan yang akan digunakan, objek yang akan diteliti, faktor atau variabel yang perlu diperhatikan, kriteria keberhasilan, langkah kerja, serta bagaimana mencatat dan mengolah data untuk menarik simpulan.
21
d. Bereksperimen. Kegiatan eksperimen merupakan kegiatan pengujian hipotesis. Bereksperimen bagi siswa berarti mereka terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat ilmiah dan kegiatan untuk memecahkan masalah. e. Interpretasi data. Data yang dikumpulkan melalui observasi, perhitungan, pengukuran, eksperimen atau penelitian sederhana disajiakan dalam berbagai bentuk seperti tabel, grafik, histogram, atau diagram. Data tersebut barulah dapat ditafsirkan atau diinterpretasi. f. Peramalan (prediksi). Peramalan atau prediksi berdasarkan observasi, pengukuran, atau penelitian yang memperlihatkan kecenderungan gelaja tertentu. Peramalan juga dapat dilakukan berdasarkan pengetahuan, pengalaman atau data yang dikumpulkan. Dengan kata lain keterampilan memprediksi adalah keterampilan untuk memperkirakan apa yang akan terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola yang berhubungan yang terdapat pada data yang diperoleh. g. Simpulan sementara (inferensi). Pertama-tama data dikumpulkan terlebih dahulu, lalu dibuat simpulan sementara berdasarkan informasi yang dimiliki sampai suatu waktu tertentu. Simpulan tersebut bukan merupakan simpulan akhir hanya merupakan simpulan sementara yang dapat diterima sampai pada saat itu. h. Komunikasi Pengkomunikasian hasil penelitian dapat berupa paper, karangan ilmiah, komunikasi
lisan
misalnya
menceritakan
pengalaman
observasinya.
Keterampilan ini merupakan suatu kebutuhan yang hakiki bagi setiap siswa
22
untuk menyampaikan apa yang mereka ketahui kepada orang lain dalam rangka
pengembangan aktualisasi
diri
maupun pengembangan
ilmu
pengetahuan. Kegiatan pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses memiliki arti bahwa siswa diarahkan untuk menemukan konsep pengetahuan melalui aktivitasnya sendiri ataupun dalam kerja kelompok. Penggunaan LKS sebagai alat bantu pembelajaran sangat penting untuk mengarahkan siswa berpikir. Sehingga dalam penyusunan LKS perlu dipertimbangkan struktur kalimat yang baik yang menitikberatkan pada keaktifan siswa. Kalimat yang mengaktifkan siswa untuk berpikir misalnya kalimat yang mengarahkan siswa untuk mengamati, menghitung, mengukur, menggolongkan data, mencari hubungan antara dua data, kalimat yang meminta siswa untuk membuat hipotesis, kalimat yang mengarahkan siswa melakukan penelitian, kalimat yang meminta siswa untuk menyimpulkan, menarik konsep, serta mengkomunikasikan proses suatu kegiatan belajar. Selain itu apabila digunakan gambar juga harus mengedepankan aspek keaktifan. Gambar yang mengaktifkan siswa adalah gambar yang mengharapkan siswa menggunakan data atau melakukan kegiatan. Sedangkan gambar yang hanya berfungsi sebagai materi pelajaran kurang dapat mengaktifkan siswa. Adapun kriteria soal yang mengaktifkan siswa adalah pertanyaan penggalian yaitu pertanyaan yang bertujuan untuk memahamkan pola pikir yang telah dikuasai oleh siswa, jawabannya menuntut siswa untuk menggunakan pengetahuan atau situasi baru, dan pertanyaan penyelesaian masalah,
jawabannya
mengharapkan
siswa
untuk
memecahkan
suatu
permasalahan. Sedangkan soal yang kurang mengaktifkan siswa misalnya pertanyaan faktual yaitu menanyakan apa yang diamati dan hubungan objek satu
23
dengan objek lain, jawaban pertanyaan langsung didapat oleh siswa dari teks atau ringkasan materi, pertanyaan informatif yaitu menanyakan arti dari istilah atau definisi. B. KAJIAN KEILMUAN 1. Hibiscus tiliaceus L. (waru). Pohon dapat mencapai tinggi mulai dari 5-15 m. Tumbuhan ini memiliki daun yang bertangkai, berbentuk jantung lingkaran lebar atau bulat telur, tidak berlekuk, bertulang daun menjari. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan. Daun mahkota berbentuk kipas dan
berwarna kuning. Tabung benang sari
keseluruhan ditempati oleh kepala sari dan juga berwarna kuning. Selain itu terdapat pula daun kelopak tambahan dengan 8-11 taju. Bakal buah beruang 5, tiap ruang dibagi oleh 2 sekat semu, dengan banyak bakal biji. Buahnya berbentuk bulat telur. Tumbuhan ini dapat tumbuh di pantai maupun rawa-rawa, dan biasanya berfungsi sebagai peneduh. 2. Terminalia catappa L. (ketapang). Pohon memiliki taju yang jelas bertingkat dengan tinggi dapat mencapai 10-35 m. Daun berbentuk bulat telur terbalik oval dan sebagian besar terkumpul di ujung ranting. Bunga berkelamin 2, bunga betina terletak di bagian lebih atas daripada bunga jantan. Benang sari tersusun dalam 2 lingkaran, sementara putik sendiri memiliki tankai yang sangat pendek. Buahnya termasuk buah batu bersegi. Tumbuhan ini dapat tumbuh di daerah pantai dan tepi muara sungai serta kerap ditanam untuk peneduh jalan.
24
3. Transpirasi. a. Pengertian transpirasi Transpirasi pada hakekatnya merupakan penguapan yang terjadi melalui permukaan tumbuhan. Hal ini mengandung pengertian bahwa seluruh bagian tumbuhan itu mengadakan transpirasi. Peristiwa itu biasanya berhubungan dengan kehilangan air dalam melalui stomata, kutikula, atau lentisel (Salisbury & Ross, 1995 : 71). Namun, pada umumnya kehilangan air terbesar berlangsung lewat stomata pada daun. Hal ini disebabkan karena luasnya permukaan daun dan juga dikarenakan daun lebih banyak terpapar cahaya matahari daripada bagian lain dari suatu tumbuhan (Dwidjoseputro, 1992 : 92). Pada sebagaian besar jenis tumbuhan, transpirasi kutikula hanya sebesar 10 % atau kurang dari jumlah air yang hilang melalui daun-daun. Oleh karena itu, sebagian air yang hilang terjadi melalui stomata. Sel-sel mesofil daun tidak tersusun rapat, tetapi diantara sel-sel tersebut terdapat ruang-ruang udara yang dikelilingi oleh dinding-dinding sel mesofil yang jenuh air. Air menguap dari dinding-dinding yang basah ini ke ruang-ruang antar sel dan uap air kemudian berdifusi melalui stomata dari ruang-ruang antar sel tersebut ke atmosfer di luar. Luas kontak antara sel-sel mesofil dan udara dalam ruang-ruang antarsel sedemikian besar sehingga dalam kondisi normal membuat ruang-ruang itu selalu jenuh uap air. Asalkan stomata terbuka, difusi uap air ke atmosfer pasti terjadi kecuali bila atmosfer itu sendiri sama-sama lembap. b. Pengukuran laju transpirasi Pengukuran laju transpirasi menurut Loveless (1991 : 161-163) dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya :
25
1) Kertas kobalt klorida Pada dasarnya cara ini adalah pengukuran uap air yang hilang ke udara diganti dengan pengukuran uap air yang hilang ke dalam kertas kobalt klorida. Kertas ini berwarna biru cerah bila kering tetapi berwarna biru pucat dan kemudian berubah menjadi merah jambu bila menyerap air. Sehelai kecil kertas biru cerah ditempelkan pada permukaan daun dan ditutup dengan sebuah gelas preparat. Pada bagian bawah daun pada posisi yang sama ditempelkan lagi sebuah gelas preparat lain dan kemudian kedua gelas preparat tersebut dijepit. Waktu yang diperlukan untuk mengubah warna biru cerah menjadi biru muda yang telah dibakukan merupakan ukuran laju kehilangan air dari bagian daun yang ditutup kertas. Kelemahan yang serius dari teknik ini adalah bahwa stomata yang berada di bawah kertas mulai menutup dalam waktu beberapa menit segera setelah terlindung kertas. Sekiranya percobaan dapat diselesaikan sebelu stomata mulai menutup, masih terdapat kelemahan lain yaitu bahwa permukaan daun di bawah kertas bertranspirasi ke udara yang kering sekali, suatu kondisi yang jarang dijumpai di alam. Oleh karena itu, penggunaan kertas kobalt klrida untuk menaksir laju transpirasi sebenarnya dari daun tidak memberikan hasil yang baik. 2) Potometer Alat ini mengukur pengambilan air oleh potongan pucuk dengan asumsi bahwa bila air tersedia dengan bebas untuk tumbuhan, jumlah air yang diambil sama dengan jumlah air yang dikeluarkan oleh transpirasi. Sayangnya perilaku sepotong pucuk mungkin sekali sangat berbeda dengan perilaku tumbuhan secara utuh, sehingga pengukuran dengan cara
26
ini mungkin tidak mencerminkan transpirasi dalam kondisi alami. Namun, potometer bermanfaat untuk memperagakan pengaruh kondisi luar terhadap transpirasi. 3) Pengumpulan uap air yang ditranspirasi. Cara ini mengharuskan tumbuhan atau bagian tumbuhan harus dikurung dalam sebuah bejana tembus cahaya sehingga uap air yang ditranspirasi dapat dipisahkan. Bila digunakan tumbuhan dalam pot hendaknya diusahakan agar tidak evaporasi dari pot dan tanah. Aliran udara disedot secara sinambung melalui bejana tersebut dan kemudian dilewatkan ke dalam tabung-tabung U yang sebelumnya sudah ditimbang dan berisi penyerap air (misalnya fosfor pentaoksida atau kalsium klorida). Setelah beberapa waktu tabung-tabung U ditimbang kembali. Dibuat pula sebuah eksperimen kontrol tanpa tumbuhan dan ke dalam alat-alat itu, dialirkan udara dengan volume sama untuk menentukan kandungan air dalam aliran udara. Dari perubahan berat dua perangkat tabung-tabung U tersebut, banyaknya uap air yang dilepas oleh tumbuhan selama eksperimen dapat ditentukan. Laju transpirasi yang ditentukan dari salah satu diantara cara di atas dinyatakan sebagai jumlah air yang hilang per satuan tumbuhan per satuan waktu, tetapi satuan sebenarnya yang dipilih bergantung kepada maksud pengukuran. Jadi, satuan tumbuhan dapat berupa luas daun, permukaan daun (yaitu luas daun dikalikan dua karena pada sehelai daun terdapat dua permukaan), satuan tumbuhan, ataupun satuan tegalan atau hutan. Demikian pula dengan satuan waktu dapat satu jam, satu hari, satu bulan bahkan satu tahun.
27
c. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap transpirasi Transpirasi
sangat
bermanfaat
untuk
membantu
berlangsungnya
pengangkutan garam-garam mineral dari akar ke daun terutama lewat xylem dan kecepatannya sangat dipengaruhi oleh kegiatan transpirasi. Proses transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal meliputi besar kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapiskan lilin atau tidaknya daun, banyak sedikitnya rambut pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, serta bentuk dan lokasi stomata (Dwidjoseputro, 1992 : 92). Sementara itu, terdapat pula faktor eksternal diantaranya (Dahlia, 2001 : 75-76) : 1) Cahaya matahari. Cahaya
matahari
menyebabkan
menyebabkan menutupnya stoma.
membukanya Jadi,
stoma
dan
banyak cahaya
gelap
matahari
mempergiat transpirasi, karena cahaya mengandung energi panas sehingga temperatur naik. Kenaikan temperatur pada batas tertentu akan menyebabkan melebarnya stomata sehingga memperbesar laju transpirasi. 2) Temperatur. Kenaikan temperatur menambah tekanan uap di dalam dan di luar daun. Namun, tekanan uap di dalam daun lebih tinggi daripada tekanan uap di lingkungan karena di lingkungan ruangnya tidak terbatas. Akibat dari perbedaan ini maka uap air mudah berdifusi dari dalam daun ke udara bebas. 3) Angin. Angin membawa pindah uap air yang tertimbun dekat stomata. Dengan demikian, maka uap yang masih ada di dalam daun mendapat kesempatan berdifusi keluar. Jadi, angin menambah lancarnya transpirasi.
28
4. Stomata. a. Pengertian stomata Stomata (tunggal : stoma), menurut Estiti Hidayat (1995 : 68), merupakan celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis yang khusus yakni sel penutup atau sel penjaga . Pada banyak tumbuhan, dapat dibedakan adanya sel tetangga yang secara morfologi berbeda dengan sel epidermis yang merupakan dua atau lebih sel yang membatasi sel penjaga. Stoma bersama-sama sel tetangga bila ada disebut perlengkapan stomata atau kompleks stomata (Fahn, 1995 : 268). Stomata terdapat pada semua bagian tumbuhan di atas tanah tetapi paling banyak ditemukan pada daun. Jumlah stomata beragam pada daun tumbuhan yang sama dan juga pada daerah daun yang sama. Pada daun, stomata ditemukan di kedua permukaan daun atau pada satu sisi saja, biasanya pada permukaan bawah. Pada sebagian besar pohon Angiospermae dan semak belukar daun-daunnya memiliki stomata terbatas pada permukaan bawah dan karenanya disebut hipostomatous; pada beberapa tumbuhan air dengan daun yang mengapung, memiliki stomata terbatas pada permukaan atas yang disebut ephistomatous; serta pada sebagian besar tumbuhan herbaceae bisa ditemukan pada kedua permukaan sehingga disebut amphistomatous. (Wilkins, 1992 : 1) b. Jenis-jenis stomata Pada tumbuhan dikotil, dapat dibedakan 4 jenis stomata berdasarkan susunan sel epidermis yang ada di samping sel penutup :
29
1) Jenis anomositik atau jenis Ranunculaceae. Sel penutup dikelilingi oleh sejumlah sel yang tidak berbeda ukuran dan bentuknya dari sel epidermis lainnya. Jenis ini umum terdapat pada Ranunculaceae, Capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae. 2) Jenis anisositik atau jenis Cruciferae. Sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak sama besar. Jenis ini umum terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, Solanum. 3) Jenis parasitik atau jenis Rubiceae. Setiap sel penutup diiringi sebuah sel tetangga atau lebih dengan sumbu panjang sel tetangga itu sejajar sumbu sel penutup serta celah. Jenis ini umum terdapat pada Rubiceae, Magnoliaceae, kebayakan spesies Mimosaceae. 4) Jenis diasitik atau jenis Caryophyllaceae. Setiap stoma dikelilingi dua sel tetangga. Dinding bersama dari kedua sel tetangga itu tegak lurus terhadap sumbu melalui panjang sel penutup serta celah. Jenis ini umum terdapat pada Caryophyllaceae dan Acanthaceae. (Estiti Hidayat, 1995 : 69).
30
Gambar 1.Tipe Stomata pada Dikotil
Sementara Fahn (1995 : 278-280) mengemukakan tipe kompleks stomata pada monokotil sebagai berikut : 1) Sel penjaga dikelilingi oleh 4-6 sel tetangga. Tipe ini umum pada spesies dari Arecaceae, Commelinaceae, Musaceae, Strelitziaceae, Cannaceae, dan Zingiberaceae. 2) Sel penjaga didampingi dua sel tetangga yang sejajar dengannya satu setiap sisi. Tipe ini ditemukan pada banyak spesies dari Pontederiaceae, Flagellariaceae, Butomales, Alimatales, Potamogetonales, Cyperales, Xyridales, Juncales, Graminales. 3) Sel penjaga dikelilingi oleh 4-6 sel tetangga yang dua bentuknya bundar lebih kecil dan terdapat di ujung sel penjaga. Tipe ini banyak ditemukan pada banyak spesies dari Palmae, Pandanaceae, dan Cylantaceae.
31
4) Sel penjaga tidak bergabung dengan sel tambahan manapun. Tipe ini dapat dilihat pada banyak spesies dari Liliales (kecuali Pontederiaceae), Dioscorales, Amaryllidales, Iridales, Orchidales.
1)
2) .
3)
4)
Gambar 2.Tipe Stomata pada Monokotil
5. Trikomata a. Pengertian trikomata Trikomata (tunggal : trikom) merupakan rambut bersel satu atau bersel banyak yang terbentuk dari sel epidermis (Estiti Hidayat, 1995 : 73). Menurut Siti Soetarmi Tjitrosomo (1995 : 24), trikomata adalah semua tambahan uniseluler maupun multiseluler pada epidermis. b. Jenis-jenis trikomata 1) Trikoma tanpa kelenjar a) Rambut yang uniseluler sederhana atau multiseluler uniserat, yang tidak memipih, umum dijumpai seperti pada Lauraceae, Moraceae, Triticum, Hordeum, Pelargonium, dan Gossypium. b) Rambut squmiform (bentuk sisik) yang multiseluler dan memipih. Tipe ini dapat tidak bertangkai (duduk) yang disebut juga sisik, bertangkai yang disebut perisai (peltata) pada Olea, dan seperti pohon atau cabang pohon (dendrit). 32
c) Rambut multiseluler yang dapat berbentuk bintang (stelata) contohnya pada Styrax dan berbentuk seperti tempat lilin bercabang pada Platanus dan Verbacum. d) Rambut kasar, trikoma kasar multiseriat, yang di pangkalnya terdiri atas sedikitnya dua atau lebih deretan sel yang berdampingan contohnya pada Portulaca oleraceae. 2) Trikoma berkelenjar a) Trikoma sekresi garam dapat berbentuk rambut seperti gelembung yang terdiri atas sel sekresi yang besar di ujung tangkai yang menyempit terdiri atas satu atau kadang beberapa sel terdapat pada Atriplex. Jenis ini juga dapat berbentuk kelenjar multiseluler terdiri atas beberapa sel sekresi dan sel pengumpul di pangkal, termasuk kelompok ini adalah kelenjar kapur pada Plumbago capensis dan kelenjar garam pada Tamarix. b) Trikoma sekresi nektar contohnya pada kelopak Abutilon, pada korola Lonicera japonica dan Tropaeolum majus. c) Trikoma sekresi terpentin dapat berbentuk rambut berkelenjar pada kelenjar Labiatae yang menghasilkan minyak esensial serta berbentuk rambut kusut berkelenjar yang terdiri atas tangkai dan kepala multiserat pada Cleome. d) Koleter yang merupakan trikoma penghasil bahan lengket pada Syringa, Rosa, Aesculus, Alnus, dan Coffea. e) Rambut sengat merupakan trikoma berkelenjar khusus yang terdiri atas sel tunggal panjang yang pangkalnya melebar seperti kandung kemih dan bagian atas menyempit seperti jarum pada Urtica.
33
pada Gossypium
pada Verbascum
pada
pada Atriplex
Portulaca olearaceae
pada Plumbago capensis
pada Abutilon
pada Olea
pada Styrax
pada Tamarix
pada Urtica
Gambar 3. Jenis-jenis Trikomata (Sumber : Siti Soetarmi Tjitrosomo, 1995 : 287-290)
34
6. Ekosistem pantai Wilayah perairan pantai dalam peranannya sebagai sumber daya hayati laut dapat diartikan sebagai wilayah perairan laut yang masih terjangkau oleh pengaruh daratan. Sesuai dengan letaknya, wilayah ini merupakan pertemuan antara pengaruh daratan dan samudra. Perubahan sifat lingkungan terjadi secara cepat dalam waktu dan ruang sehingga untuk melakukan penelitian, sifat-sifat lingkungan diperlukan ulangan waktu yang lebih (Kasijan Romimohtarto dan Sri Juwana, 2009 : 319). Sementara menurut Ewusie (1990 : 289), wilayah ini membentang mulai dari batas pasang tinggi sampai permulaan keadaan darat yang normal. Terdapat 3 mintakat diantaranya mintakat perintis, mintakat pesisir utama, dan mintakat belukar tak meranggas. a. Mintakat perintis Sisi arah ke laut pada semua pantai di daerah tropika sering ditumbuhi rumpun spesies perintis yang terpisah-pisah dan masing-masing mungkin mempunyai kerapatan yang agak rendah. Bagian tengah dari mintakat ini sering ditumbuhi tumbuhan tahunan dengan tunas menjalar seperti Ipomoea pescaprae, I. stolonifera, Canavalia rosea, Sporobolus virginicus, Alternanthera maritime, dan Diodea maritime. Genus yang menonjol disini adalah Ipomoea dan Canavalia. Tumbuhan ini tumbuh menjalar dan mengeluarkan geragih panjang yang melintasi tumbuhan menjalar lainnya. b. Mintakat pesisir utama Mintakat ini paling terganggu oleh aktivitas manusia. Sedikit tumbuhan seperti pada mintakat perintis dapat ditemukan di sini. Spesies tumbuhan paling utama pada bagian tak terganggu di mintakat ini adalah tumbuhan setengah
35
perdu tahunan dan geofit tahunan. Kebanyakan tumbuhan ini tidak menjalar dan tidak berakar rimpang seperti halnya spesies mintakat perintis. c. Mintakat belukar tak meranggas Mintakat ini merupakan mintakat terakhir yang menyambung ke daerah pedalaman. Semakin menjauh dari lautan maka semakin banyak ditemukan belukar dan pepohonan. Spesies Barringtonia sering mendominasi membentuk komunitas Barringtonia yang rapat ataupun jarang mirip sabana. Seringkali dalam komunitas
ini terdapat
tumbuhan lain misalnya
Coccolaba,
Calophyllum, Terminalia catappa, Pandanus tectorium, Thespesia populnea, Hippomane nancinella, Hibiscus tiliaceus, Sophora occidentalis, Eugenia coronate, dan Phoenix reclinata. Minatakat ini juga sering terganggu oleh manusia misalnya penebangan untuk memperoleh kayu bakar. Pada ekosistem ini, sifat lingkungan yang paling mencolok adalah angin yang kencang dengan hembusan garam dan kadar garam yang tinggi dalam tanah. Angin yang bertiup dari laut merupakan ciri khas pantai. Angin akan mempercepat laju transpirasi tumbuhan yang terkena angin tersebut. Sedangkan kadar garam dalam tanah semakin tinggi bila dekat dengan laut. Hal ini jelas berpengaruh terhadap permintakatan tumbuhan dimana tumbuhan yang lebih tahan terhadap garam akan lebih dekat dengan laut sementara yang kurang tahan akan menjauh dari laut. 7. Ekosistem pegunungan. Ekosistem pegunungan di Indonesia merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang khas, ditandai oleh ketinggian dari permukaan laut (dpl) yang besar, memberikan suhu yang sejuk, lereng yang curam, dan curah hujan yang relatif tinggi. Ketinggian tempat mempengaruhi perubahan suhu udara. Semakin
36
tinggi suatu tempat maka semakin rendah suhu udaranya. Perubahan suhu ini mengakibatkan perbedaan jenis tumbuhan pada wilayah pegunungan. Variasi ketinggian banyak menentukan kondisi kehidupan pada daerah pegunungan. Suhu turun sekitar 2 derajat Celcius pada setiap kenaikan 300 dpl, sehingga penyesuaian bentuk-bentuk kehidupan menjadi semakin berat seiring bertambahnya ketinggian tempat (Mohammad Hasan, 1988 : 18). Lebih lanjut, Ewusie (1990 : 274) menjelaskan bahwa curah hujan lebih lebat daripada daerah yang berada di bawahnya mengakibatkan sering terdapat hutan yang lebih subur pada ketinggian yang rendah dan sedang. Hutan di pegunungan memiliki karakteristik yaitu jumlah jenis tumbuhan berkurang dan bentuk serta ukuran tumbuhan lebih kecil. Semua tanaman berbunga di pegunungan cenderung menjadi kecil (untuk menghindari angin) dan keras, berakar dalam (untuk mengokohkan tumbuhan tersebut), dan berbunga rimbun (untuk memanfaatkan musim tumbuh yang pendek). Banyak spesies lain yang berkembang secara bebas dengan cara yang kira-kira sama. 8. Ekosistem daerah antara pantai dan gunung (dataran rendah). Karakteristik daerah dataran rendah yaitu memiliki kemiringan 3- 15˚. Daerah dataran rendah adalah daerah dengan tingkat endapan dan erosi yang kecil sehingga pada daerah ini dapat ditemukan lahan potensial baik untuk pertanian, permukiman, maupun pariwisata. Sehingga dalam daerah ini dapat ditemukan ekosistem yang beranekaragam seperti ekosistem sawah, ekosistem danau, ekosistem sungai ataupun ekosistem hutan Hutan di daerah dataran rendah merupakan hutan yang terdapat di daerah yang tidak pernah tergenang air dengan ketinggian ±700 m dpl. Hutan ini merupakan bagian yang terbesar dari kawasan
37
hutan di Indonesia. Dalam hutan dataran rendah tumbuh banyak sekali jenis tumbuhan misalnya Tectona grandis, Dalbergia latifolia, Shore spp, Acacia auricoliformis, Pterocarpus indicus, Anthocephalus cadamba, Santalum album dan lain-lain. Di Provinsi Yogyakarta, ekosistem ini merupakan ekosistem yang paling tinggi keanekaragamannya setelah ekosistem vulkan, dimana terdapat 178 jenis flora yang tumbuh. Terdapat beragam jenis tumbuhan yang berkembang sebagai tanaman obat, bahan bangunan, maupun tumbuhan yang dapat dikonsumsi buahnya.
38
C. KERANGKA BERPIKIR
Siswa sebagai subjek didik
Interaksi
Perbedaan habitat
Lingkungan sekitar menyediakan objek biologi
Tumbuhan Hibiscus tiliaceus L dan Terminalia catappa L di lingkungan sekitar Perbedaan jumlah stomata, trikomata, dan luas permukaan
Perbedaan kondisi abiotik
daun
Daerah pantai
Daerah antara gunung dan pantai
Daerah gunung
Uji ANOVA dan regresi ganda Persyaratan sumber belajar: 1. Kejelasan potensi 2. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran 3. Sasaran materi dan peruntukannya 4. Informasi yang diungkap 5. Pedoman eksplorasi 6. Perolehan yang dicapai
Perbandingan laju transpirasi
Sumber belajar biologi
Sumber belajar by design dalam bentuk LKS ----------------------------------------------------------Uji keterbacaan LKS pada 15 orang siswa
39