8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Muslim Hadi NIM 010 111 0419 pada tahun 2004 pernah melakukan penelitian yang berjudul STUDI PELAKSANAAN EVALUASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SLTP NEGERI 2 ARUT SELATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan evaluasi pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang meliputi pelaksanaan prinsip evaluasi, relevansi antara bentuk dan jenis soal dengan materi evaluasi, jenis evaluasi, ruang lingkup evaluasi, teknik evaluasi, faktor pendukung dalam pelaksaan evaluasi, dan faktor penghambat dalam pelaksanaan evaluasi.1 Selanjutnya, Hj Nurhaida NIM 082 111 0960
pernah melakukan
penelitian pada tahun 2010 dengan judul STUDI KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PELAKSANAAN EVALUASI PEMBELAJARAN DI SDN 5 BAAMANG HILIR SAMPIT. Fokus penelitiannya adalah pelaksanaan evaluasi pembelajaran oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru. Pelaksanaan ini meliputi perencanaan evaluasi, proses/
1
Muslim Hadi, Studi Pelaksanaan Evaluasi Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 2 Arut Selatan Kabupaten Kotawaringin Barat, Skripsi, Palangka Raya, Program Sarjana (S1): STAIN Palangka Raya, 2004.
8
9
pelaksanaan evaluasi, dan hasil evaluasi yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2 Gito Supriadi pada tahun 2007 dalam rangka penyusunan tesis untuk mendapatkan gelar Magister Pendidikan pada program pasca sarjana Universitas Negeri Yogyakarta, melakukan penelitian yang berjudul KEMAMPUAN GURU DALAM MENGEVALUASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH TSANAWIYAH SE KOTA PALANGKA RAYA. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa: (1) Pengetahuan guru PAI tentang tes, pengukuran, dan evaluasi termasuk kategori sedang; (2) pengetahuan guru PAI tentang perencanaan tes termasuk kategori tinggi; (3) pengetahuan guru PAI tentang penulisan soal termasuk kategori sedang; (4) pengetahuan guru PAI tentang analisis butir sola termasuk kategori sedang; (5) pengetahuan guru PAI tentang pelaporan dan pemanfaatan hasil tes termasuk kategori sedang. Kemampuan guru PAI dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar menunjukkan bahwa: (1) kemampuan guru PAI dalam membuat kisi-kisi soal masih belum terungkap; (2) penulisan soal yang dilakukan guru PAI termasuk kategori tinggi; (3) pelaksanaan tes yang dilakukan guru PAI termasuk kategori tinggi; (4) tingkat kesukaran soal yang dibuat oleh guru PAI termasuk kategori sedang; (5) kemampuan guru PAI dalam melakukan analisis butir soal belum terungkap; (6) pemeriksaan dan penyekoran hasil tes yang dilakukan guru
2
Hj. Nurhaida, Studi Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran di SDN 5 Baamang Hilir Sampit, Skripsi, Palangka Raya, Program Sarjana (S1): STAIN Palangka Raya, 2010.
10
PAI termasuk kategori tinggi; dan (7) pemanfaatan hasil evaluasi oleh guru PAI termasuk kategori sedang.3 Sementara yang peneliti teliti adalah tentang penerapan evaluasi oleh guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SDIT Al-Furqan Palangka Raya yang meliputi perencanaan dan kemudian pelaksanaannya dan pengolahan data hasil evaluasi. Penelitian ini lebih mendalam daripada penelitian-penelitian sebelumnya karena dalam penelitian ini yang ingin diteliti tidak hanya sekedar perencanaan, pelaksanaan, pengolahan data, dan pelaporannya saja tetapi lebih kepada penerapannya, yakni perencanaan, pelaksanaan, pengolahan data, dan pelaporannya telah menerapkan teori yang ada. B. Deskripsi Teoritik 1.
Pengertian Evaluasi Evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang artinya penilaian. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia yakni evaluasi yang berarti menilai. 4 Menurut Mehrens dan Lehmann yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, evaluasi dalam arti luas adalah suatu proses merencanakan,
3
Gito Supriadi, Kemampuan Guru dalam Mengevaluasi Hasil belajar Pendidikan Agama Islam di Madrasah Tsanawiyah se Kota Palangka Raya, Tesis, Yogyakarta, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, 2007. 4
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, h. 6.
11
memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.5 Selanjutnya
Slameto
dalam
bukunya
menguraikan
bahwa
pengertian evaluasi ialah: a.
Merupakan suatu kegiatan yang direncanakan dengan cermat.
b.
Kegiatan
yang dimaksud
merupakan bagian integral dari
pendidikan, sehingga arah dan tujuan evaluasi harus sejalan dengan tujuan pendidikan. c.
Evaluasi harus memiliki dan berdasarkan kriteria keberhasilan, yaitu keberhasilan dari: 1) Belajar murid. 2) Mengajar guru. 3) Program pengajaran
d.
Evaluasi merupakan suatu tes, maka evaluasi dilaksanakan sepanjang kegiatan program pendidikan dan pengajaran.
e.
Evaluasi bernilai positif, yaitu mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar siswa, kemampuan mengajar guru serta menyempurnakan program pengajaran.
f.
Evaluasi merupakan alat bukan tujuan, yang digunakan untuk menilai apakah proses perkembangan telah berjalan? dan apakah tujuan pendidikan telah tercapai dengan program dan kegiatankegiatan yang telah dilakukan?.
5
Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 3.
12
g.
Evaluasi adalah bagian yang sangat penting dalam suatu sistem yaitu sistem pengajaran untuk mengetahui apakah sistem itu baik atau tidak.6 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah suatu proses merencanakan,
memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan secara sistematis untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan
guna
menetapkan
apakah
dalam
kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa sehingga akhirnya dapat dilakukan penilaian. 2.
Dasar Evaluasi Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XVI mengenai Evaluasi, Akreditasi dan Sertifikasi. Bagian Kesatu tentang Evaluasi, Pasal 57 dijelaskan: Ayat (1): evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak berkepentingan. Ayat (2): evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan. Dipertegas lagi dalam Pasal 58: Ayat (1): evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Ayat (2): evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala,
6
Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 1999, h. 6-7.
13
menyeluruh, transparan dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan. 7 Evaluasi juga terdapat dalam PP. R.I No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan. Khusus mengenai Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Bab X sebagai berikut. Bagian Kesatu: Umum, Pasal 63 Ayat (1): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Bagian Kedua: Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, Pasal 64 Ayat (1): penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagai mana dimaksudkan dalam Pasal 63 ayat (1) butir (a) dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas. Ayat (2): penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk: a. Menilai pencapaian kompetensi peserta didik; b. Bahan penyusunan laporan laporan kemajuan hasil belajar; dan c. Memperbaiki proses pembelajaran. Ayat (3): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap tingkah laku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Ayat (4): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Ayat (5): penilaian hasil belajar kelompok pelajaran estetika dilakukan melaluipengamatan terhadap perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
7
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ... h. 45.
14
Ayat (6): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembagan psikomotorik dan afeksi peserta didik. b. Ulangan , dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Ayat (7): untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, BSNP menerbitkan panduan penilaian untuk: a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. c. Kelompok mata pelajaran imu pengetahuan dan teknologi. d. Kelompok mata pelajaran estetika; dan e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan. 8 3.
Fungsi Evaluasi Secara umum, evaluasi sebagai suatu tindakan atau proses setidaktidaknya memiliki tiga macam fungsi pokok, yaitu: a.
Mengukur kemajuan;
b.
Menunjang penyusunan rencana;
c.
Memperbaiki atau melakukan penyempurnaan kembali.9 Apabila tujuan yang telah dirumuskan
itu direncanakan untuk
dicapai secara bertahap, maka dengan evaluasi yang berkesinambungan akan dapat dipantau, tahapan manakah yang sudah dapat diselesaikan, tahapan manakah berjalan dengan mulus, dan manapula tahapan yang mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Dengan evaluasi terbuka kemungkinan bagi evaluator untuk mengukur seberapa jauh atau seberapa besar kemajuan atau perkembangan program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah dirumuskan.
8
9
Ibid., h. 48 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ... h. 7-8.
15
Adapun secara khusus, fungsi evaluasi dalam dunia pendidikan dapat dilihat dari tiga segi, yaitu: a.
b.
c.
Segi Psikologis Secara psikologis, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat disoroti dari dua sisi, yaitu dari sisi peserta didik dan sisi pendidik. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan secara psikologis akan memberikan pedoman atau pegangan batin pada mereka untuk mengenal kapasitas dan status dirinya masing-masing di tengah-tengah kelompok satu kelasnya. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian atau ketetapan hati kepada diri pendidik tersebut, sudah sejauh manakah kiranya usaha yang telah dilakukannya selama ini telah membawa hasil, sehingga ia secara psikologis memiliki pedoman atau pegangan batin yang pasti guna menetukan langkah-langlah apa saja yang dipandang perlu dilakukan selanjutnya. Secara Didaktik Bagi peserta didik secara didaktik evaluasi pendidikan khususnya evaluasi hasil belajar akan dapat memberikan dorongan atau motivasi kepada mereka untuk dapat memperbaiki, meningkatkan dan mempertahankan prestasinya. Bagi pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki lima macam fungsi, yaitu: 1) Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha yang telah dicapai oleh peserta didik. 2) Memberikan informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya. 3) Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik. 4) Memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang memang memerlukannya. 5) Memberikan petunjuk tentang sudahsejauh manakah program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai. Secara Administratif Secara administratif, evaluasi pendidikan setidak-tidaknya memiliki tiga macam fungsi, yaitu: 1) Memberikan laporan; 2) Memberikan bahan-bahan keterangan (data);
16
3) Memberikan gambaran.10 4.
Tujuan Evaluasi Adapun tujuan evaluasi hasil belajar adalah: a. b. c.
d.
e. f. g.
5.
Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan; Untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat, dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran; Untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuain hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan; Untuk mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan peserta didik dapat dijadikan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan dan pengembangan lebih lanjut, sedangkan kelemahannya dapat dijadikan acuan untuk memberikan bantuan atau bimbingan; Untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu; Untuk menentukan kenaikan kelas; Untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya.11
Prinsip-Prinsip Evaluasi Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka kegiatan evaluasi harus bertitik tolak dari prinsip-prinsip umum sebagai berikut.
10
Ibid., h. 12-14.
11
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ... h. 15.
17
Gambar 1. Prinsip-Prinsip Evaluasi Prinsip-Prinsip Evaluasi Kontinuitas Komperhensif
Praktis
Kooperatif
Adil dan Objektif a.
Kontinuitas Hasil evaluasi yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa dihubungkan dengan hasil-hasil pada waktu sebelumnya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan peserta didik. b. Komperhensif Dalam melakukan evaluasi terhadap suatu objek, guru harus mengambil seluruh objek itu sebagai bahan evaluasi. Misalnya, jika objek evaluasi itu adalah peserta didik, maka seluruh aspek kepribadian peserta didik itu harus dievaluasi, baik yang menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. c. Adil dan Objektif Dalam melaksanakan evaluasi, guru harus berlaku adil tanpa pilih kasih dan objektif sesuai dengan kemampuan peserta didik. d. Kooperatif Dalam kegiatan evaluasi guru hendaknya bekerja sama dengan semua pihak, seperti orang tua peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, termasuk dengan peserta didik itu sendiri. e. Praktis Praktis mengandung arti mudah digunakan, baik oleh guru itu sendiri yang menyusun alat evaluasi maupun orang lain yang akan menggunakan alat tersebut.12 6.
Aspek-Aspek Evaluasi Menurut Benyamin S. Bloom hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam tiga domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Setiap
12
Ibid., h. 31.
18
domain disusun menjadi beberapa jenjang kemampuan, mulai dari hal yang sederhana sampai dengan hal yang kompleks, mulai dari hal yang mudah sampai dengan hal yang sukar, dan mulai dari hal yang konkrit sampai dengan hal yang abstrak.13 Adapun evaluasi aspek kognitif biasanya dilakukan melalui tes (uji tes), aspek afektif dengan angket, kuisioner, wawancara, dan juga bisa melalui pengamatan. Sedangkan aspek psikomotor dengan pengamatan. a.
Aspek Kognitif Dalam hubungan dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang peranan paling utama. Tujuan pengajaran di SD, SMP, dan SMA pada umumnya ialah peningkatan kemampuan siswa dalam aspek kognitif. 14 Untuk melihat penerapan evaluasi guru pada aspek ini ialah dengan melihat soal-soal yang telah dibuat oleh guru yang sebelumnya sudah direncanakan pada tahap perencanaan (RPP). Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang menurut taksonomi Bloom. 1.
Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah aspek paling dasar dalam taksonomi Bloom. Seringkali disebut dengan ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep atau istilah istilah dan lain sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya.15
13
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, . . . h. 121. 14
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, . . . h. 101.
15
Ibid, h. 103.
19
Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain: benar-salah, menjodohkan, isian atau jawaban singkat, dan pilihan ganda. 2.
Pemahaman (Comprehension) Kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-mengajar. Siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfatkan isinya tanpa keharusan menghubungkannya dengan hal-hal lain.16 Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian.
3.
Penerapan (Application) Dalam jenjang kemampuan ini yang dituntut dari siswa ialah kesanggupan ide-ide umum, tata cara, ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Situasi di mana ide, metode dan lain-lain yang dipakai itu harus baru, karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan tetapi ingatan semata-mata.17 Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving).
4.
Analisis (Analysis) Pada jenjang ini siswa ditutut untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Denngan jalan ini situasi tersebut akan menjadi lebih jelas.18
16
Ibid, h. 106.
17
Ibid, h. 109.
18
Ibid, h. 110.
20
Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini adalah pilihan ganda dan uraian. 5.
Sintesis (Synthesis) Pada jenjang ini siswa dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan menggabungkan berbagai faktor yang ada.
6.
Penilaian (Evaluation) Pada jenjang ini siswa dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu.
b.
Aspek Afektif Afektif dapat didefinisikan sebagai suatu predisposisi atau kecenderungan untuk melakukan suatu respon dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individuindividu maupun objek-objek tertentu. Afektif (sikap) ini akan memberi arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Tapi, hal ini tidak berarti bahwa semua tindakan atau perbuatan seseorang identik dengan sikap yang ada padanya. Seseorang mungkin
saja
melakukan
perbuatan-perbuatan
yang
bertentangan dengan sikapnya yang sebenarnya. 19 Aspek afektif
ini berkenaan dengan sikap dan nilai.
Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat 19
Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1982, h. 275.
21
diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ada beberapa jenis kategori ranah efektif sebagai hasil belajar. Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. 20 Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan ditaksonomikan menjadi lebih rinci ke dalam 5 jenjang kemampuan yakni sebagai berikut:21 1.
2.
3.
Menerima (receiving) Jenjang ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimuli khusus (kegiatan dalam kelas, music, baca buku, dan sebagainya). Dipandang dari segi pengajaran, jenjang ini menimbulkan, mempertahankan dan mengarahkan perhatian siswa. Hasil belajar jenjang ini berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai kepada minat khusus dari pihak siswa.22 Menjawab (responding) Kemampuan ini bertalian dengan partisipasi siswa. Pada tingkat ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jenjang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab (misalnya secara sukarela membaca tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya membaca untu kenikmatan atau kegembiraan). Menilai (valuing) Jenjang ini berkaitan dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekedar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok) sampai
20
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar, PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 1989, h. 29 21
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, h. 54. 22
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, . . . h. 117.
22
4.
5.
ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk fungsi kelomok yang lebih efektif). Organisasi (organization) Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/ memecahkan konflik di antara nilai-nilai itu, dan mulai membentuk suatu system nilai yang konsisten secara internal. Jadi, memberikan penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensintesiskan nilai-nilai. Hasil belajarnya berkaitan dengan konseptualisasi suatu nilai (mengakui tanggung jawab tiap individu untuk memperbaiki hubunganhubungan manusia) atau dengan organisasi suatu sistem nilai (merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya baik dalam hal keadaan ekonomis maupun pelayanan social). Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks (characterization by a value or value complex) Pada jenjang ini individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan, hasil belajarnya meliputi sangat banyak kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi cirri khas atau karakteristik seseorang.23 Untuk melihat bagaimana perkembangan afektif siswa guru
dapat menggunakan observasi, wawancara, daftar cocok, kuisioner, dan skala sikap. c.
Aspek Psikomotorik Psikomotorik merupakan aspek yang tidak kalah penting dengan aspek lain yang harus di evaluasi. Aspek ini lebih kepada keterampilan siswa dalam melaksanakan sesuatu (praktik). Aspek psikomotor dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu:
23
Ibid, h. 118.
23
a.
b.
c.
Keterampilan motorik (muscular or motor skills): memperlihatkan gerak, menunjukkan hasil (pekerjaan tangan), menggerakkan, menampilkan, melompat, dan sebagainya. Manipulasi benda-benda (manipulation of materials or object): menyusun, membentuk, memindahkan, menggeser, mereparasi, dan sebagainya. Koordinasi neuromuscular: menghubungkan, mengamati, memotong, dan sebagainya. 24 Untuk mengevaluasi aspek psikomotorik ini guru dapat
menggunakan skala bertingkat. 7.
Teknik Evaluasi Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah dikenal adanya 2 macam teknik, yaitu teknik tes, maka evaluasi dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sedangkan teknik non tes, maka evaluasi dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik. Teknik tes biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa pada aspek kognitif. Sedangkan, teknik non tes biasanya digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa pada aspek afektif dan psikomotorik. Non tes ialah berupa rangkaian pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang kurang distandarisasikan dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan atau hasil belajar yang dapat diamati secara konkret dari individu atau kelompok.25
24
25
Ibid, h. 124.
Ign Masidjo, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah, Yogyakarta: Kanisius, 1995, h. 59.
24
a.
Teknik Tes Secara harfiah, kata “tes” berasal dari bahasa Perancis Kuno,: testum dengan arti “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia”, dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan
dengan
“tes”,”ujian”atau”percobaan”.
Dalam bahasa Arab: Imtihan. Tes menurut bahasa adalah ujian atau percobaan. Sedangkan dari segi istilah, menurut Anne Anastasi dalam karya tulisnya berjudul Psylogical Testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.26 1) Tes Uraian a)
Uraian Bebas Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh isi pertanyaan uraian bebas sifatnya sangat umum.
b) Uraian Terbatas Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan bisa dari 26
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ... h. 66.
25
segi ruang lingkupnya, sudut pandang menjawabnya, atau indiktor-indikatornya. c)
Uraian Berstruktur Uraian berstruktur merupakan serangkaian soal jawaban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas jawabannya. Soal yang berstruktur berisi unsur-unsur pengantas soal, seperangkat data, dan serangkaian subsoal. 27
2) Tes Objektif a)
Bentuk Soal Jawaban singkat Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah.28 Tes bentuk soal jawaban singkat cocok untuk mengukur pengetahuan yang berhubungan dengan istilah terminologi, fakta, prinsip, metode, proses, dan penafsiran data yang sederhana.
b) Bentuk Soal Benar-Salah Bentuk soal benar-salah adalah bentu tes yang soal-soalnya berupa pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan sebagian lagi merupkn pernyataan yang salah. Pada umumnya bentuk soal benar27
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, . . . h. 37.
28
Ibid., h. 44.
26
salah dapat dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, definisi, dan prinsip.29 c)
Bentuk Soal Menjodohkan Bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang pararel. Kedua kelompok pernyataan ini berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya. Dalam bentuk yang paling sederhana, jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya, tetapi sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan dibut lebih banyak daripada
soalnya
kemungkinan
karena
siswa
hal
menjawab
ini
akan
betul
mengurangi
hanya
dengan
menebak. 30 d) Bentuk Soal Pilihan Ganda Bentuk soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas: (1) Stem yakni pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinyatakan. (2) Option yakni sejumlah jawaban atau alternatif jawaban. (3) Kunci yakni jawaban yang benar atau yamg paling tepat.
29
Ibid., h. 45.
30
Ibid., h. 47.
27
(4) Distractor yakni jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.31 b. Teknik Non Tes Dengan teknik non tes, maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan: 1) Skala Bertingkat (Rating Scale) Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan.32Skala bertingkat adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan, gejala atau perilaku yang dijabarkan dalam bentuk skala atau kategori yang bermakna nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Rentangan nilai ini dapat berupa huruf (A, B, C, D), angka (1, 2, 3, 4, 5) atau suatu kategori rendah, sedang, tinggi, dan sebagainya.33 2) Skala Sikap (Attitude Scale) Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni pendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya kecenderungan berperilaku pada seseorang. Sikap
31
Ibid., h. 48.
32
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1995,h. 23.
33
Ign Masidjo, Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah, ... h. 66-67.
28
juga dapat diarrtikan reaksi terhadap suati stimulus yang datang kepada dirinya. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang dihadapinya, afeksi berkenaan dengan perasaan dalam menghadapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.34 Ada beberapa bentuk skala sikap, antara lain: a) skala Likert, b) skala Thurstone, c) skala Guttman, dan sematic differential.35 a)
34
35
Skala Likert Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Ada dua bentuk pertanyaan yang menggunakan Likert yaitu pertanyaan positif untuk mengukur minat positif , dan bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur minat negatif. Pertanyaan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; sedangkan bentuk pertanyaan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ... h. 80.
S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik, ... h. 115.
29
b) Skala Thurstone Skala Thurstone merupakan skala yang disusun dengan memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap skor memiliki kunci skor dan jika diurut kunci skor menghasilkan nilai yang berjarak sama. c) Skala Guttman Skala Guttman dikembangkan oleh Louis Guttman. Skala ini mempunyai ciri penting, yaitu merupakan skala komulatif dan mengukur satu dimensi saja dari satu variabel yang multidimensi. Skala Guttman yaitu skala yang menginginkan jawaban tegas seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah. Untuk jawaban positif seperti setuju, benar, pernah dan semacamnya diberi skor 1; sedangkan untuk jawaban negatif seperti tidak setuju, salah, tidak, tidak pernah, dan semacamnya diberi skor 0. Dengan skala ini, akan diperoleh jawaban yang tegas yaitu Ya Tidak, Benar - Salah dan lain-lain. Penelitian menggunakan skala Gutman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. 36 d) Sematic Differential Instrumen yang disusun oleh Osgooddan kawan-kawan inimengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensidimensi yang ada diukur dalam kategori: menyemangkanmembosankan, sulit-mudah, baik-tidak baik, kuat-lemah, berguna-tidak berguna, dan sebagainya.37 3) Kuisioner (Questionair) Kuisioner juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuisioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden).38 Tentang macam kuisioner dapat ditinjau dari beberapa segi:
36 Niswarni, 2009, Tugas Skala Likert, Guttman, Thurstone, Simantik dan Rating Scale, Skala/mrdetail/17732/http://blog.unsri.ac.id/anis/evaluasi/macam-macamskala/mrdetail/17732/(on line 17 Desember 2012). 37 S. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik, ... h. 118. 38
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, ... h. 24.
30
a)
Ditinjau dari segi siapa yang menjawab. (1) Kuisioner Langsung. Kuisioner dikatakan langsung jika kuisioner tersebut dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya. (2) Kuesioner Tidak Langsung. Kuisioner
tidak
lagsung adalah
kuisioner
yang
dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya. Kuisioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga, dan sebagainya. 39 b) Ditinjau dari segi cara menjawab. (1) Kuesioner Tertutup. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang disusun dengan mnyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. (2) Kuesioner Terbuka. Kuisioner terbuka adalah kuisioner yang disusun sedemikian
rupa
sehingga
mengemukakan pendapatnya. 40
39
Ibid., h. 25.
40
Ibid., h. 25-26.
para
pengisi
bebas
31
Metode kuisioner ini hanya dapat mengukur sikap seseorang dalam taraf verbal atau taraf normatif saja. Apakah sikap yang diambil
dalam
taraf
normatif
itu
sungguh-sungguh
dilaksanakannya dalam tindakannya yang nyata, belum dapat kita pastikan. Hal ini tidaklah berarti bahwa sikap yang diperoleh dengan kuisioner itu tidak penting. Sebab, sikap yang telah diambil dalam taraf normatif tersebut merupakan orientasi pemilihan subjek terhadap suatu objek, sehingga akan dapat memberikan arah pada tindakannya yang sesungguhnya, meskipun perlu diakui bahwa kadang manusia bertindak menyimpang dari normanya. 41 4) Daftar Cocok (Check-List) Daftar cocok ialah deretan pernyataan (yang biasanya singkatsingkat)
dimana
responden
yang
dievaluasi
tinggal
membubuhkan tanda cocok ( √ ) ditempat yang sudah disediakan. 5) Wawancara (Interview) Wawancara atau intervieu (Interview)adalahsuatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
41
Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan,…h. 290-291.
32
a)
Interview Bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subyek pevaluasi. b) Interview Terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh subyek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaanpertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. 42 Metode interview ini dapat membangun hubungan yang bersifat pribadi, lebih lebih apabila interview itu dilakukan dalam keadaan yang tidak formal. Dengan demikian dapat tercipta hubungan yang lebih bebas sehingga kita dapat mengetahui mengapa seseorang itu mempunyai sikap-sikap tertentu terhadap suatu hal atau suatu masalah. Pedoman interview harus direncanakan dengan baik, dan intervior harus membuat hubungan yang tenang dengan seseorang yang akan di interview. Dan sebaiknya pula intervior menunjukkan perhatian yang cukup besar kepada orang yang diinterview. Usaha yang dapat dilakukan ialah jangan membuat interview itu terlalu formal atau kaku. Intervior hendaknya mengadakan percakapan dari hati ke
hati.
Pertanyaan-
pertanyaan harus diajukan sedemikian rupa, sehingga tidak memberikan sugesti terhadap jawaban yang diberikan oleh orang yang diinterview. Jawaban-jawaban yang diberikan oleh orang yang diinterview hendaknya dicatat secepat mungkin sehingga tidak terpengaruh oleh jawaban selanjutnya. 43 42
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan ,...h. 27.
43
Wayan Nurkancana dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan, ... h. 291.
33
6) Pengamatan (Observation) Observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung terhadap sikap yang diambil seseorang dalam situasi tertentu yang konkrit akan dapat memberi gambaran yang lebih tepat daripada mendengarkan atau membaca jawaban seseorang tentang apa yang akan dilakukan oleh seseorang tersebut dalam situasi tersebut. Oleh karena itu, metode observasi ini merupakan metode yang sangat baik digunakan untuk melengkapi hasil-hasil kuisioner dan/ atau interview yang telah kita peroleh. Jadi dapat kita cek apakah sikap yang diambil dalam taraf normatif betul-betul dilaksanakan dalam tindakan yang riil (nyata).44 Ada tiga macam observasi, yaitu: a)
Observasi Partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.45 b) Observasi Sistematik, yaitu observasi dimana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis, dan sudah diatur kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada di luar kelompok.46 c) Observasi Eksperimental, observasi ini terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai denga tujuan evaluasi.47 44
Ibid., h. 292-293.
45
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, ... h. 27-28.
46
Ibid., h. 28.
47
Ibid., h. 28.
34
8.
Prosedur Evaluasi a.
Perencanaan Evaluasi Dalam melaksanakan suatu kegiatan tentunya harus sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal. Namun, banyak juga orang melaksanakan suatu kegiatan tanpa perencanaan yang jelas sehingga hasilnya pun kurang maksimal. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus dapat membuat perencanaan evaluasi yang baik. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkah-langkah selanjutnya. Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komperhensif sehingga perencanaan tersebut
bermakna
dalam
menentukan
langkah-langkah
selanjutnya.48 Secara teknis kegiatan pada tahap perencanaan sebagai berikut. 1) Menjelang awal tahun pelajaran, guru mata pelajaran sejenis pada satuan pendidikan melakukan penyusunan rancangan penilaian (teknik dan bentuk penilaian) yang sesuai. 2) Pendidik mengembangkan indikator penilaian, kisi-kisi, instrumen penilaian (berupa tes, pengamatan, penugasan, dan sebagainya) dan pedoman penskoran. 49
48
49
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ... h. 89.
Hj. Nurhaida, Studi Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran di SDN 5 Baamang Hilir Sampit... h. 22-23.
35
b. Pelaksanaan Evaluasi Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi. Dalam perencanaan evaluasi sudah disinggung semua hal yang berkaitan dengan evaluasi. Artinya, tujuan evaluasi, model dan jenis evaluasi, objek evaluasi, instrumen evaluasi, sumber data, semuanya sudah dipersiapkan pada tahap perencanaan evaluasi.50 Dalam pelaksanaan evaluasi ini juga guru perlu mengumpulkan data dari lapangan. Pengumpulan data ini harus diperhitungkan dengan cermat dan matang serta berpedoman pada prinsip dan fungsi evaluasi itu sendiri. Kemudian untuk melihat apakah pelaksanaan evaluasi pembelajaran telah sesuai dengan perencanaan evaluasi yang telah ditetapkan atau belum. Tujuannya adalah untuk mencegah hal-hal negatif dan meningkatkan
efisiensi
pelaksanaan
evaluasi.
Monitoring
mempunyai dua fungsi pokok. Pertama, untuk melihat relevansi pelaksanaan evaluasi dengan perencanaan evalluas. Kedua, untuk melihat hal-hal apa yang terjadi selama pelaksanaan evaluasi. Pelaksanaan penilaian adalah penyajian penilaian kepada peserta didik. Penilaian dilaksanakan dalam suasana kondusif, tenang dan nyaman dengan menerapkan prinsip valid, objektif, adil, terpadu,
50
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ... h. 103.
36
terbuka, menyeluruh. Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap ini meliputi: 1) Melaksanakan penilaian menggunakan instrumen yang telah dikembangkan; 2) Memeriksa hasil pekerjaan peserta didik mengacu pada pedoman penskoran, untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik; Hasil pekerjaan peserta didik untuk setiap penilaian dikembalikan kepada masing-masing peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik misalnya, mengenai kekuatan dan kelemahannya. Ini merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk (a) mengetahui kemajuan hasil belajarnya, (b) mengetahui kompetensi yang belum dan yang sudah dicapainya, (c) memotivasi diri untuk belajar lebih baik, dan (d) memperbaiki strategi belajarnya. 51 c.
Pengolahan Data dan Pelaporan Hasil Setelah semua data dikumpulkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data. Mengolah data berarti mengubah wujud data yang sudah dikumpulkan menjadi sebuah sajian data yang menarik dan bermakna. 52 Kemudian dilakukan penafsiran terhadap data yang telah diolah. Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap pengolahan data hasil evaluasi adalah menganalisis hasil penilaian menggunakan acuan kriteria
51
Hj. Nurhaida, Studi Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran di SDN 5 Baamang Hilir Sampit... h. 24. 52
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ... h. 107.
37
yaitu membandingkan hasil penilaian masing-masing peserta didik dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk penilaian yang dilakukan oleh pendidik hasil penilaian masing-masing peserta didik dibandingkan dengan KKM. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik, serta untuk memperbaiki pembelajaran. Semua hasil evaluasi harus dilaporkan kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti orang tua/ wali, kepala sekolah, pengawas, pemerintah, mitra sekolah, dan peserta didik itu sendiri sebagai akuntabilitas publik.53 Pada tahap pelaporan hasil penilaian, pendidik melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari berbagai macam penilaian (hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas); 2) Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap peserta didik pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali kelas atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi belajar (meliputi aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi yang utuh; 3) Pendidik yang menilai ujian praktik melaporkan hasil penilaiannya kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wakil pimpinan bidang akademik (kurikulum).54 Baik tidaknya suatu evaluasi dapat ditentukan berdasarkan keadaan tes itu seluruhnya atau berdasarkan kebaikan setiap soal dalam tes itu, tetapi dalam pada itu ada beberapa syarat yang harus 53
54
Ibid., h. 110.
Hj. Nurhaida, Studi Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran di SDN 5 Baamang Hilir Sampit... h. 25.
38
diperhatikan pada penyusunan setiap soal dan juga pada penyusunan seluruh tes. Pada pelaksanaan evaluasi khususnya evaluasi formatif (penilaian formatif), penilaian lebih diarahkan kepada pertanyaan, sampai dimanakah guru telah berhasil menyampaikan bahan pelajaran kepada siswanya. Hal ini akan digunakan oleh guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Evaluasi formatif ditujukan untuk memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang telah dilakukan oleh guru, meskipun dalam evaluasi formatif ini keberhasilan guru yang dinilai, yang langsung dikenai penilaiannya tetap siswa. Jadi dengan kata lain dengan melihat hasil yang diperoleh siswa dapat diketahui keberhasilan atau ketidakberhasilan guru mengajar. 9.
Pendidikan Agama Islam a.
Pengertian Pendidikan Agama Islam Nur Uhbiyati, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menyebutkan bahwa: Pendidikan agama Islam adalah suatu sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. pendidikan agama Islam juga berarti sebagai sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia Muslim baik duniawi maupun ukhrawi.55
55
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997, h. 13.
39
Dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran, dan latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan nasional.56 Jadi, pendidikan agama Islam ialah usaha sadar untuk memberikan
kemampuan
seseorang
agar
dapat
memimpin
kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam guna mencapai kerukunan antar umat beragama dalam mewujudkan persatuan nasional. b. Tujuan Pendidikan Agama Islam Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta berakhlak
mulia
dalam
kehidupan
pribadi,
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.57
56
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, h. 75.
57
Ibid., h. 78.
40
Zakiah Daradjat berpendapat bahwa tujuan pendidikan agama Islam terbagi menjadi 3 macam, sebagai berikut. 1)
2)
3)
Tujuan umum, ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran, atau dengan cara lain. Tujuan akhir, ialah pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Sebab, orang yang sudah taqwa dalam bentuk insan kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang. Tujuan sementara, ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengelaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal.58 Jadi, dapat disimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan
agama Islam adalah untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi Muslim yang beriman dan berkepribadian. Sedangkan tujuan khusus pendidikan agama Islam adalah untuk meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan, sehingga menjadi pemeluk agama yang aktif menjadi masyarakat yag baik guna mewujudkan apa yang dicita-citakan. c.
Evaluasi Pendidikan Agama Islam 1) Tujuan Evaluasi Pendidikan Agama Islam Tujuan evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Akan tetapi, dalam pendidikan Islam
58
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, h. 30-31.
41
tujuan evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) ketimbang aspek kognitif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang secara garis besarnya meliputi empat hal, yaitu: a) b) c) d)
Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan pribadinya dengan Tuhannya. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat. Sikap dan pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya. Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah SWT, anggota masyarakat, serta khalifah Allah SWT.59 Tujuan tersebut diatas dapat dicapai melalui pelaksanaan
evaluasi yang mengacu pada prinip-prinsip evaluasi. Sedangkan pelaksanaannya di lapangan dapat saja dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk evaluasi. 2) Sistem Evaluasi Pendidikan Agama Islam Sistem evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah mengacu pada sistem evaluasi yang telah digariskan Allah SWT yang telah dikembangkan oleh Rasul-Nya Muhammad SAW.60 Pekerjaan evaluasi terhadap peserta didik adalah merpakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah
59 Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan, Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, h. 80. 60
Ibid., h. 81.
42
dilaksanakan oleh pendidik.61 Secara umum sistem evaluasi pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut. a)
Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi.
b)
Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai di mana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW kepada umatnya.
c)
Untuk
menentukan
keIslaman
atau
klasifikasi keimanan
atau
tingkat
seseorang
hidup seperti
pengevaluasian Allah SWT terhadap Nabi Ibrahim yang menyembelih Islamil putra yang dicintainya. d)
Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran
yang
telah
diberikan
kepadanya,
seperti
pengevaluasian terhadap nabi Adam tentang asma-asma yang diajarkan Allah SWT kepadanya dihadapan para malaikat. e)
Memberikan semacam Tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktifitas baik, dan memberikan semacam ‘Ijab (siksa) bagi mereka yang beraktifitas buruk.
61
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, ... h. 145.
43
f)
Allah SWT dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas (penampilan), tetapi memandang substansi di balik tindakan hamba-hamba tersebut.
g)
Allah SWT memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi
sesuatu,
jangan
karena
kebencian
menjadikan ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan. 62 C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian 1.
Kerangka Pikir Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan termasuk di tingkat SD. Sebagaimana dengan guru mata pelajaran lain, guru Pendidikan Agama Islam juga perlu melaksanakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan/ ketercapaian antara tujuan dan hasil yang dicapai siswa, baik aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik yang merupakan kesatuan yang
sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam. Guru Pendidikan Agama Islam tentunya wajib mengevaluasi hasil belajar siswanya dengan menerapkan evaluasi yang tepat, baik dalam hal perencanaan maupun pelaksanaan serta pengolahan data hasil evaluasi. Sebelum melaksanakan evaluasi hendaknya guru membuat perencanaan sehingga pada saat pelaksanaan evaluasi tersebut sudah terarah.
62
81-82.
Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan, Historis, Teoritis dan Praktis, ... h.
44
Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian
Penerapan Evaluasi Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Perencanaan Evaluasi
Pengolahan Data dan Pelaporan Pelaksanaan Evaluasi
2.
Pertanyaan Penelitian Adapun pertanyaan penelitian berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pikir di atas ialah sebagai berikut. a. Bagaimanakah cara guru merencanakan evaluasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di SDIT Al-Furqan Palangka Raya? 1) Bagaimana cara guru menentukan bentuk evaluasi yang akan digunakan dalam mengevaluasi? 2) Bagaimana cara guru membuat instrumen evaluasi? b. Bagaimanakah pelaksanaan evaluasi pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di SDIT Al-Furqan Palangka Raya? 1) Bagaimana penerapan prinsip-prinsip evaluasi? 2) Bentuk evaluasi apa saja yang digunakan guru dalam evaluasi?
45
c. Bagaimana pengolahan data hasil belajar dan pelaporan hasil belajar Pendidikan Agama Islam di SDIT Al-Furqan Palangka Raya? 1)
Bagaimana guru mengolah data yang diperoleh dari evaluasi hasil belajar?
2)
Apakah data yang telah diolah dilaporkan guru kepada pihakpihak yang bersangkutan?