BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian yang berfokus pada karya sastra khususnya menulis cerpen telah dilakukan oleh penulis sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Zulfia Higa pada tahun 2009 dengan judul penelitian “Kemampuan menulis cerpen peserta didik kelas XI-A (Bahasa) Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Model Gorontalo”. Adapun permasalahannya yakni peserta didik kurang mampu menentukan unsur intrinsik cerpen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik kelas XI-A MAN Model Gorontalo dalam memilih dan mengembangkan tema adalah (43%). Kemampuan peserta didik kelas XI-A MAN Model Gorontalo dalam memilih dan mengembangkan tokoh adalah (6%), secara umum peserta didik kelas XI-A (bahasa) MAN Model Gorontalo cukup baik dalam tema dan tokoh, namun belum mampu mengembangkan alur dan latar dengan baik. Dari uraian di atas, tampak bahwa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat perbedaan. Penelitian di atas berorientasi pada kemampuan peserta didik menulis cerpen berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya, sedangkan penelitian ini berorientasi pada pengaruh metode latihan terbimbing terhadap prestasi hasil belajar di kelas X di SMA 1 Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.
2.2 Hakikat Menulis 2.2.1 Pengertian Menulis Dilihat dari segi kemampuan berbahasa, menulis adalah mengungkapkan ide, gagasan dalam pikiran dan rasa melalui bahasa (Kurniawan dan Sutardi, 2012:12). Mudrajad (2009:25) menyatakan bahwa hasil kegiatan menulis adalah suatu tulisan atau karya tulis yang terdiri atas bentuk dan isi. Bentuk adalah paparan ujaran, penyampaian gagasan melalui susunan kata dan kalimat. Isi adalah gagasan, pendapat, keinginan usul, yang dikemukakan lewat tulisan. Lubis (1997:36) menyatakan bahwa pengarang menulis tentang apa saja yang menimbulkan keharuan batinnya, dan mendorongnya untuk berpikir, mencernakan dan mensublimasikan apa yang dilihat, didengar, dirasakannya, dialaminya dan akhirnya dia mencipta. Menulis memerlukan kreativitas, karena kreativitas tiada lain adalah daya cipta (Lubis,1997:51). Kreativitas selain tumbuh dari bakat namun, sebagian besar yang berpengaruh dalam hidup seseorang adalah kerja keras dengan cara berlatih terus menerus sehingga selain menjadi terampil menulis, dapat juga tumbuh sifat kreativ pada individu tersebut. Selanjutnya, Kurniawan dan Sutardi (2012:15) menyatakan bahwa modal dasar menulis adalah ide, gagasan, inspirasi, atau ilham dan sebagainya yang menjadi hal yang akan dikembangkan menjadi cerita, puisi, ataupun novel. Nursisto (2000:9) mengemukakan bahwa modal dasar mengarang (menulis) yaitu, menguasai struktur kalimat, mampu menentukan pilihan kata, menguasai ejaan, menguasai pungtuasi. Jadi, bila ditarik benang merah dari kedua pernyataan di atas yakni pada penyataan pertama menitikberatkan pada hal yang paling mendasar bagi
seorang penulis pemula yaitu harus memiliki ide, sedangkan pada pernyataan kedua yakni pengetahuan ketika penulis pemula mulai menulis karyanya. 2.2.2 Manfaat Menulis Nursisto (2000:6) mengungkapkan 6 manfaat menulis yaitu: (1) Sarana untuk Pengungkapan diri, (2) Sarana untuk memahami sesuatu, (3) Sarana untuk mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, dan rasa harga diri, (4) Sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan sekeliling, (5) Sarana untuk melibatkan diri dengan penuh semangat, (6) Sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan mempergunakan bahasa. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan sebagai berikut ini. a. Sarana untuk pengungkapan diri Seseorang dapat begitu tersentuh bila mengalami kejadian tertentu akan mengungkapkan gejolak yang ada pada dirinya dengan ekspresi bermacam-macam. Misalnya, menulis puisi, cerpen, menciptakan lagu. b. Sarana untuk memahami sesuatu Saat menulis, seseorang mengungkapkan gagasannya dan menyempurnakan penangkapannya terhadap sesuatu sehingga akhirnya ia dapat memperoleh pemahaman yang baru atau yang lebih mendalam tentang hal yang sedang ditulisnya. c. Sarana untuk mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, dan rasa harga diri Rasa bangga, puas, dan harga diri merupakan imbalan dari keberhasilan seseorang melahirkan suatu karya tulis. Selanjutnya perasaan itu akan membangkitkan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri untuk terus menciptakan karya-karya tulis lainnya.
a.
Sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan
sekeliling Dengan sering menulis, seseorang dapat mempertinggi kesiagaan indranya dan mengembangkan daya serapnya pada tingkat jasmani, perasaan, maupun kerohanian. b.
Sarana untuk melibatkan diri dengan penuh semangat Dengan jalan menulis, seseorang dapat mengungkapkan gagasan, menciptakan
sesuatu, dan secara giat melibatkan diri dengan hasil ciptaannya. f. Sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan mempergunakan bahasa Tujuan paling umum peserta didik masuk sekolah adalah untuk mencapai kemampuan membaca, mengerti apa yang ditulis orang lain, serta kemampuan memaknai kata-kata dalam tulisan untuk menyampaikan kepada orang lain. Begitupun dengan menulis menjadikan seseorang paham serta menambah kemampuan mempergunakan bahasa. Secara tidak langsung manfaat menulis begitu penting bagi seseorang selain mengasah dan meningkatkan kemampuan berbahasanya melalui menulis juga dapat memberikan kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Pennebaker mengungkapkan 5 manfaat
menulis yaitu: (1) Menulis
menjernihkan pikiran, (2) Menulis mengatasi trauma yang menghalangi penyelesaian tugas-tugas penting, (3) Menulis membantu dalam mendapatkan dan mengingat informasi baru, (4) Menulis membantu memecahkan masalah, (5) Menulis membantu kita ketika terpaksa harus menulis (http://satriadharma.com/2012/13/manfaat menulis).
Selanjutnya akan dipaparkan secara detailnya di bawah ini: 1) Menulis Menjernihkan Pikiran Saat memulai sebuah tugas yang rumit cobalah untuk menuliskan pikiran dan perasaan. Para ahli hipnotis profesional sering menggunakan teknik ini untuk mempercepat hipnotis. Pada dasarnya, mereka meminta klien mereka untuk menuliskan pikiran dan perasaan mereka pada saat itu. Saat klien mereka selesai menulis ahli hipnotis ini meminta untuk merobek kertas yang mereka pakai dan membuangnya. Hal ini merupakan sebuah tindakan simbolis penjernihan pikiran. 2) Menulis Mengatasi Trauma yang Menghalangi Penyelesaian Tugas–tugas Penting Sesudah terjadinya sebuah kemelut yang besar, orang-orang cenderung disertai kejadian itu. Dalam memikirkan trauma itu orang- orang akan menggunakan kapasitas pikirannya yang terbesar. Oleh sebab itu, mereka akan menjadi pelupa dan tidak dapat memusatkan perhatian mereka pada pekerjaan. Menulis tentang trauma akan membantu dalam mengelolah trauma, dan dengan demikian membebaskan pikiran untuk menangani tugas-tugas lain. 3) Menulis Membantu Dalam Mendapatkan dan Mengingat Informasi Baru Seperti yang ditujukan oleh penelitian tentang kegiatan mencatat, menulis catatan yang penuh pemikiran, atau dalam kasus peserta didik, coretan-coretan, membantu orang-orang untuk mendapatkan dan mengingat kembali gagasan-gagasan baru. Menulis dapat membantu memberikan suatu kerangka yang bisa dipakai untuk memahami perspektif baru dan unik dari orang lain. Bahkan menulis tentang hal tersebut akan membuat gagasan semakin jelas dan mudah diingat.
4) Menulis Membantu Memecahkan Masalah Menulis mendorong proses integrasi informasi. Oleh karena itu, menulis dapat membantu memecahkan masalah- masalah yang rumit. Jika seseorang menulis dengan bebas tentang sebuah masalah yang rumit yang sedang ia hadapi, ia akan lebih mudah untuk mendapatkan pemecahannya. Ada beberapa alasan untuk hal ini. Salah satunya adalah bahwa menulis memaksa orang-orang untuk memusatkan perhatian mereka lebih panjang pada satu topik tertentu daripada mereka hanya memikirkannya. 5) Menulis Membantu Kita Ketika Terpaksa Harus Menulis Menulis dengan bebas pikiran dan perasaan sebelum menulis secara formal dapat membebaskan kemampuan menulis seseorang. Penulisan bebas dapat berguna sebagai landasan bagi sebuah rancangan kasar sebuah tulisan formal. Menulis dapat menjadi sebuah kemampuan yang berharga dalam mempelajari dan menghadapi dunia. Dari kedua pendapat di atas terdapat perbedaan dan persamaan. Persamaannya yakni menulis dapat mengungkapkan gagasan si penulis juga dapat membantu memecahkan masalah dari hasil tulisannya. Perbedaannya pada pendapat pertama berorientasi pada manfaat menulis secara umum bagi setiap orang sedangkan pada pendapat kedua berorientasi pada manfaat menulis sebagai suatu terapi bagi seseorang mengatasi masalah yang pernah dialami.
2.2.3 Tujuan Menulis Menurut Hugo Hartig (dalam Tarigan, 2008:25) tujuan menulis adalah sebagai berikut ini: a. Assignment purpose (Tujuan Penugasan) Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri. b. Altruistic puprpose (Tujuan Altruistik) Bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu. c.
Persuasive purpose (Tujuan Persuasif) Bertujuan untuk meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagagsan yang
diutarakan. d.
Informasional purpose (Tujuan Informasional) Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada para pembaca.
e.
Self-expressive purpose (Tujuan Pernyataan Diri ) Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri pengarang kepada
sang pembaca. f.
Creative purpose (Tujuan Kreatif) Tujuan ini erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan
kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan
norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan ini yang bertujuan mencapai nilai-nilai kesenian. g.
Problem-solving purpose (Tujuan Pemecahan Masalah) Tujuannya ialah ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi dan meneliti
secara cermat pikiran–pikiran dan gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca. Dari beberapa tujuan di atas peneliti memilih kreatif purpose karena berkaitan dengan menulis karya sastra sebagai tulisan yang mencapai nilai-nilai kesenian. 2.2.4 Jenis – jenis Tulisan Romli (dalam Mudrajad, 2009:25) membagi jenis tulisan yakni : a) Fiksi yaitu tulisan berdasarkan imajinasi, khayalan, namun tetap berpijak kepada gagasan nyata, yang meliputi prosa (cerpen, novel, roman), puisi (sajak, lirik, nyanyian). b)Non fiksi yaitu tulisan berdasarkan data dan fakta. Tulisan disampaikan dalam bahasa lugas tidak menggunakan gaya bahasa sastra. Contohnya, resume, makalah, artikel, laporan penelitian (tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi). Menurut Adelstein dan Pival (dalam Tarigan, 2008:30) membagi tulisan ke dalam enam jenis berdasarkan nada yaitu : 1) Tulisan bernada akrab Salah satu manfaat tulisan yakni penemuan diri yang berkaitan dengan dengan tulisan bernada akrab yang membuahkan tulisan pribadi. Contohnya, buku harian (diary), catatan harian, cerita tidak resmi, surat dan puisi.
2) Tulisan bernada penerangan Biasanya nada tulisan yang seperti ini bersifat informatif, bernada memberi penerangan kepada orang lain. Nada informasi seperti ini menghasilkan tulisan deskriptif. Tulisan bernada penerangan terbagi atas dua yakni pemerian faktual dan pemerian pribadi. 3) Tulisan bernada penjelasan Tulisan yang bernada penjelasan (the explanatory voice) biasanya disebut tulisan penyingkapan (expository writing). Bentuk tulisan penyingkapan terbagi atas klasifikasi, defenisi, analisis, dan opini. 4) Tulisan bernada mendebat Bila seorang pengarang mempergunakan nada mendebat atau nada argumentatif, hasilnya adalah tulisan yang bersifat meyakinkan atau persuasif. 5) Tulisan bernada mengkritik Tulisan yang bernada mengkritik menghasilkan mengenai sastra. Agar dapat menghasilkan tulisan yang bernada mengeritik dengan baik, maka seseorang harus terlebih dahulu membaca karya sastra yang akan dianalisis secara kritis. 6) Tulisan bernada otoritatif Tulisan yang bernada otoritatif menghasilkan karya ilmiah (the research paper). Dari dua pendapat di atas maka peneliti berkesimpulan mengambil pendapat pertama karena memudahkan penulis memberikan klasifikasi pada jenis tulisan.
2.3 Hakikat Cerpen 2.3.1 Pengertian Cerpen Cerpen merupakan genre fiksi yang bentuknya ada dua, yaitu (1) cerita fiksi yang rangkaian peristiwanya panjang dan menghadirkan banyak konflik dan persoalan yang disebut dengan novel, sedangkan (2) yang rangkaian peristiwanya pendek dan menghadirkan satu konflik dalam satu persoalan yang disebut cerpen. Cerita pendek adalah prosa naratif bersifat fiksi yang umumnya terdiri dari 2000 sampai 10.000 kata. Nurgiyantoro (dalam Damaianti, 2011:51) mengartikan bahwa cerpen merupakan cerita yang pendek, pendek dalam arti cerita ini dapat dibaca dalam sekali duduk dalam waktu antara setengah sampai dua jam. Senada dengan pernyataan di atas Edgar Allan Poe (dalam Tuloli, 2000 : 17) menyatakan bahwa cerita pendek sebagai ragam khusus, yang dapat dibaca dari satu sampai dua jam, serta hanya mempunyai efek khusus atau efek tunggal. Dapat disimpulkan bahwa, cerita pendek adalah jenis prosa fiksi yang memiliki konflik tunggal serta selesai dibaca dalam sekali duduk. Kurniawan dan Sutardi (2012:60) mengklasifikasikan pada tiga jenis cerita pendek yakni cerita dewasa (sering disebut juga sastra serius), cerita remaja (populer), dan cerita anak-anak. 2.3.2 Ciri –ciri Cerpen Hamid (dalam Tuloli, 2000:17) membagi beberapa ciri cerpen sebagai berikut ini. a.
Dapat dibaca dalam sekali duduk; isinya padat dan tidak ada digresi.
b. Jumlah perkataanya antara 500 sampai 20.000 perkataan. Dari ukuran kata-kata ini, orang mengembangkan cerita pendek yang pendek, cerita pendek yang menengah, dan cerita pendek yang panjang. c. Hanya mempunyai satu plot, sehingga peristiwa dan konflik pun tunggal. d. Hanya berpusat pada satu atau dua watak, demikian pula gambaran tentang jati diri tokoh sangat terbatas hanya yang penting saja. e. Peristiwa yang diceritakan hanya tunggal, tidak dari awal sampai akhir sang tokoh. f. Efek (kesan) yang ditimbulkan dan pesannya hanya tunggal, tidak ada pesan sampingan, dan pesan atau message itu selesai pada saat berakhir cerita. g. Latar sangat terbatas, hanya garis besar saja dan implisit. 2.3.3 Karakter Cerpen Karakter utama dalam fiksi (cerpen) adalah pada peristiwa, yaitu suatu kejadian yang di dalamnya ada peristiwa, yaitu ada hubungan antara tokoh, alur, dan setting. Hakikat ketiganya adalah pembangun cerita yang konkret. Ketiga hakikat itu disebut fakta dalam cerita dan melalui fakta tersebut maka tema, amanat, pesan, tujuan, suasana, dan sudut pandang diaktualisasikan. Peristiwa dalam cerpen menunjukkan dua pola, yaitu peristiwa monologis dan dialogis. Baik peristiwa dialog dan monolog selalu ada dalam sebuah cerita. 2.4 Unsur- unsur Intrinsik Cerpen 2.4.1 Tokoh Seperti telah dipaparkan di atas bahwa ada tiga unsur hakikat yang membangun cerpen dari dalam yakni salah satunya adalah tokoh. Tokoh merupakan
pelaku yang diceritakan. Lewat tokoh inilah penulis menyampaikan gagasangagasannya. Namun, tokoh harus dibiarkan bertindak sesuai dengan konteks yang ada tanpa ada paksaan mengikuti pikiran penulis. Berdasarkan perannya, tokoh dibagi dua yakni tokoh protagonis yaitu tokoh yang baik, biasanya disebut sebagai tokoh utama. Sedangkan tokoh antagonis yakni tokoh yang bersebrangan dengan tokoh protagonis yaitu tokoh yang memiliki sifat buruk atau jahat. Sifat-sifat pelaku ada dua macam yakni, sifat-sifat lahir (rupa, bentuk) dan sifat-sifat dalam (watak, pribadi). Tokoh fiksi dapat dikelompokkan atas: a. Tokoh utama; tokoh pusat (central character)
yaitu tokoh yang terlibat dan
umumnya dikuasai oleh serangkaian peristiwa tempat mereka muncul baik sebagai pemenang atau kalah menjadi lebih arif bijaksana serta orang yang mengagumkan sekalipun dalam kekalahan. b. Tokoh penunjang (supporting character) yaitu tokoh yang memainkan peranan yang kurang penting, dapat muncul dalam seluruh adegan ataupun menghilang sesudah berperan dalam satu adegan. c. Tokoh latar belakang (background character) yaitu tokoh yang memberikan bayangan dunia nyata dapat berperan dalam pencapaian beberapa maksud pada beberapa adegan, tetapi fungsi utamanya adalah untuk menunjang latar karya tersebut, melengkapi keserasian tempat dan suasana. Berdasarkan cara penampilannya tokoh-tokoh dapat dibedakan tokoh pipih (sederhana) dikenal dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Sedikit sekali berubah atau sama sekali tidak berubah. Dari awal sampai akhir cerita sifatnya tetap. 2) Hanya mempunyai satu sifat, sehingga mudah dikenal, sebab itu disebut dengan tokoh yang sederhana. Tokoh bulat (kompleks) memperlihatkan ciri-ciri penampilan sebagi berikut. a) Selalu mengalami perubahan, dan ditampilkan berangsur-angsur dan bergantiganti . b) Sukar digambarkan karena memiliki tabiat dan motivasi yang kompleks, dan banyak menimbulkan kejutan. c) Mempunyai sifat yang berbeda-beda (bervariasi) beberapa sifat itu bertentangan atau berkontradiksi. Untuk memudahkan peserta didik menyusun cerita pendek maka dibatasi pada tokoh yang sederhana atau pipih karena peserta didik baru sampai pada taraf penulis pemula. 2.4.2 Latar Menurut Stanton (dalam Kurniawan dan Sutardi, 2012:66) bahwa latar cerita adalah lingkungan yaitu dunia cerita sebagai tempat terjadinya peristiwa. Latar terbagi atas dua tipe yaitu yang pertama, latar yang diceritakan secara detail dan kedua latar yang tidak menjadi fokus utama. Latar dalam cerita biasanya menyangkut tiga hal yakni (1) latar tempat, (2) latar waktu, (3) latar sosial.
a.
Latar tempat, yaitu gambaran tentang di mana peristiwa fiksi terjadi. Dalam cerpen biasanya latar tempat dapat saja terjadi pada satu tempat, bisa juga beberapa tempat berpindah-pindah.
b. Latar waktu, merupakan unsur yang menggambarkan kapan, masa dan saat tertentu terjadinya peristiwa dalam karya fiksi itu. Latar waktu dapat dihubungkan dengan keadaan yang berlaku setiap hari misalnya, pada siang hari, sore hari atau malam hari. c. Latar sosial, berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat. Latar sosial biasanya dihubungkan dengan status sosial tokoh., adat istiadat, budaya serta agama yang memiliki kaitan erat dengan sang tokoh. 2.4.3 Alur Alur merupakan rangkaian dari sebuah cerita dalam cerpen. Menurut Stanton (dalam Kurniawan dan Sutardi, 2012:69), alur dalam prosa fiksi itu memiliki tiga bagian : awal, tengah, dan akhir. Awal cerita merupakan proses pengenalan tokoh, lingkungan dan situasinya. Tengah cerita menghadirkan konflik dan klimaks cerita, dan pada bagian akhir cerita adanya kejutan (surprise), merupakan peristiwa- peristiwa yang berisi kejutan dalam cerita, yang peristiwanya biasa saja di luar dugaan pembaca. Tarigan ( 2008:157) menguraikan alur dalam prosa fiksi terdiri atas : a.
Exposition: pengenalan para tokoh, pembukaan hubungan- hubungan, menata adegan, menciptakan suasana, penyajian sudut pandangan.
b.
Complication: peristiwa permulaan yang menimbulkan beberapa masalah, pertentangan, kesukaran, atau perubahan.
c.
Rising
action:
mempertinggi
perhatian
kegembiraan,
kehebohan,
atau
keterlibatan pada saat bertambahnya kesukaran. d.
Turning point: klimaks, titik emosi, dan perhatian yang paling besar serta mendebarkan, apabila kesukaran dihadapi dan diselesaikan.
e.
Ending: penjelasan peristiwa-peristiwa, bagaimana caranya para tokoh itu dipengaruhi, dan apa yang terjadi atas diri mereka masing-masing. Dari pendapat kedua pakar tersebut penulis mengambil pendapat pertama karena
pembagian alur masih bersifat sederhana sehingga mudah dipahami. 2.4.4 Tema Tema adalah ide sebuah cerita. Tema merupakan ide pokok atau permasalahan yang mendasari jalan cerita pada cerpen. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang akan dikatakan bisa masalah kehidupan, pandangan hidupnya, ataupun komentar terhadap kehidupan ini. 2.4.5 Point of View ( Sudut Pandang) Point of view pada dasarnya adalah visi pengarang, artinya sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Lubis (1996:96) membagi sudut pandang menjadi: a. Pengarang berdiri di luar cerita sama sekali. Memakai nama orang, dia (orang ketiga). Meskipun berada di luar cerita, dia mengetahui dan melihat apa yang dirasa dan dipikirkan oleh pelaku-pelakunya. b.
Pengarang ikut dalam cerita: 1. Sebagai pelaku utama
2. Sebagai pelaku yang tidak utama c.
Pengarang peninjau yaitu pengarang berlaku seakan-akan sama sekali tidak
mengetahui apa yang dirasa dan dipikir oleh pelaku-pelakunya. 2.4.6 Amanat Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang secara tersirat dengan membaca keseluruhan cerita. 2.5 Unsur Ekstrinsik Cerpen Adapun unsur ekstrinsik cerpen meliputi: Latar belakang penciptaan, sejarah dan biografi pengarang yang akan dipaparkan sebagai berikut: a. Latar Belakang Penciptaan Suatu karya sastra misalnya prosa fiksi biasanya berkaitan dengan latar belakang penciptaan misalnya, pengarang ingin menyampaikan kepada pembaca akan pesan yang diungkapkan lewat tulisannya, atau adanya kejadian yang dialami yang ingin diketahui oleh pembaca. b. Sejarah Karya sastra terlahir karena berhubungan dengan sejarah di mana tempat kejadian maupun peristiwanya diceritakan. Misalnya terjadinya demonstrasi besarbesaran pada masa pemerintahan orde baru protes akan kebijakan pemerintah kemudian dikisahkan lalu dibalut dengan imajinasi pengarang pada ceritanya. c. Biografi Pengarang Cerita seperti novel maupun cerpen tidak lepas dari biografi pengarang. Misalnya, pengarang yang berlatar belakang memiliki pendidikan seperti guru tentu cerita yang dikisahkan akan bernuansa pendidikan maupun kisah guru. Begitupun, pengarang
yang memiliki latar belakang lahir di daerah Gorontalo tentunya ia akan menceritakan latar daerah Gorontalo sampai kebudayaan daerahnya. 2.6 Langkah-langkah Menulis cerpen Untuk memudahkan peserta didik menulis cerpen maka ada beberapa langkah yang akan dilakukan yaitu: a. Pencarian Ide Ide dalam menulis cerpen adalah masalah yang bersumber dari peristiwa atau benda. Ide akan hadir jika bertepatan seseorang mengalami kejadian. Hal itu dikembangkan menjadi sumber cerita. Mencari ide dapat didapatkan di mana saja. Dari ide yang sederhana akan berbentuk cerpen berdasarkan imanjinasi seseorang. b. Pengendapan dan Pengolahan Ide Langkah selanjutnya, ialah segera merumuskan logika cerita dan jawabannya sebelum dituliskan. Logika jawaban dapat diperoleh dengan pengetahuan dan imajinasi. Proses pengendapan ide dapat dilakukan dengan dua teknik yakni, (1) teknik tulis yaitu, menuliskan rangkaian cerita yang akan menjadi jawaban atas ide cerita. (2) teknik renung yaitu hanya merenungkan dan mengotemplasikan kemungkinan rangkaian peristiwa dalam pikiran dan perasaan sebelum dituliskan. c. Penulisan Jika rangkaian cerita telah disusun maka langkah selanjutnya menulis cerita secara pelan-pelan sampai selesai. Bagi para pemula memang sulit namun, jika berusaha dan berlatih sungguh-sungguh maka cerpen itu akan selesai.
d.
Editing dan Revisi Editing berkaitan dengan perbaikan aspek kebahasaan dan penulisan, sedangkan
revisi berkaitan dengan isi, misalnya alur yang tidak kronologis, anakronisme, kesalahan bercerita, konflik yang datar dan tidak dramatik. 2.7 Metode Latihan Terbimbing Secara sederhana istilah pembelajaran (intstruction) bermakna sebagai upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode, dan pendekatan ke arah pencapaian tujuan yang telah direncanakan (Majid, 2012:109). Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut yakni menggunakan metode latihan terbimbing pada kegiatan menulis cerpen. Dengan latihan terbimbing, diharapkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan peserta didik
menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang
baru. Bimbingan dan latihan dilakukan secara bertahap dengan melihat kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk kemudian ditingkatkan perlahan-lahan. Bimbingan dapat berupa lisan, latihan, dan keterampilan (Majid, 2012 :139). Metode latihan merupakan suatu cara untuk memperoleh ketangkasan atau keterampilan (Surakhmad, 1980:106). Selanjutnya Surya (dalam Majid, 2012:138) menyatakan bahwa bimbingan lebih merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode latihan terbimbing adalah suatu cara untuk memperoleh ketangkasan melalui suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus secara sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapi agar tercapai keterampilan untuk menerima dirinya, mengarahkan dirinya, dan keterampilan untuk merealisasikan dirinya. 2.7.1 Kelebihan Metode Latihan Terbimbing Adapun kelebihan metode latihan terbimbing menurut Djamarah dan Zain (2002: 108) yaitu: a. untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, katakata atau kalimat, membuat alat-alat, menggunakan alat-alat (mesin permainan dan atletik), dan terampil menggunakan peralatan olah raga. b. Untuk memperoleh kecakapan mental seperti dalam perkalian, menjumlah, pengurangan, pembagian, tanda-tanda (simbol), dan sebagainya. c. Untuk memperoleh kecakapan dalam bentuk asosiasi yang dibuat, seperti hubungan huruf-huruf dalam ejaan, penggunaan simbol, membaca peta, dan sebagainya. d. Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan. e. Pemanfaatan kebiasaan-kebiasaan yang tidak memerlukan konsentrasi dalam pelaksanaannya. f. Pembentukan kebiasaan-kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, menjadi lebih otomatis.
2.7.2 Kekurangan Metode latihan Terbimbing Adapun kekurangan metode latihan terbimbing menurut Djamarah dan Zain (2002: 109) yaitu: a. Menghambat bakat dan inisiatif peserta didik, karena peserta didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan di arahkan jauh dari pengertian. b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan. c. Kadang-kadang latihan yang dilaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton, mudah membosankan. d. Membentuk kebiasaan yang kaku, karena sifat otomatis. e. Dapat menimbulkan verbalisme. 2.7.3 Langkah-langkah Penerapan Metode Latihan Terbimbing Adapun langkah-langkah mengajar dengan menggunakan metode latihan terbimbing yaitu: a.
Tahap persiapan 1) Pada langkah awal, guru menentukan kegiatan yang akan diberikan, yaitu memberikan materi mengenai pengertian cerpen, unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen, serta cara penulisan cerpen. 2) Guru menetapkan tema yang ingin dikembangkan melalui menulis cerpen.
b. Tahap pelaksanaan 1) Guru membentuk kelompok agar memudahkan proses latihan terbimbing. 2) Peserta didik secara individual mulai menulis cerpen. 3) Guru membimbing dan mengawasi peserta didik selama kegiatan berlangsung.
4) Guru memberikan bimbingan secara terus menerus. c. Tahap penyelesaian 1) Peserta didik secara individual atau kelompok menyerahkan hasil latihan kepada guru. 2) Guru memilih salah satu dari hasil kerja peserta didik untuk disampaikan dan dibahas di dalam kelas. 3) Guru memberikan penilaian terhadap hasil pelatihan menulis cerpen.