BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Pendapatan Asli Daerah 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah : ”Pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Menurut Mardiasmo (2002:132) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Sektor Publik mendefinisikan Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut : “Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang bersumber dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Bab V, PAD bersumber dari : 1) Pajak daerah, 2) Retribusi daerah,
10
11
3) Bagian laba usaha daerah, 4) Lain-lain PAD yang sah. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan yang berasal dari sumber ekonomi daerah yang digunakan untuk membiayai keperluan daerah dalam pelaksanaan roda pemerintahan. 2. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri 13/ 2006 adalah terdiri dari : Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk
12
lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/ cicilan penjualan.
B. Pajak Daerah 1. Pengertian Pajak Daerah Menurut Prakoso (2003 : 1) dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Retribusi Daerah mendefinisikan pajak daerah sebagai berikut : “ Pengertian Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing Peraturan Daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya “. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan UU No. 34 Tahun 2000, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah sebagai berikut: Pajak daerah ialah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan
yang
berlaku
yang
digunakan
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
untuk
membiayai
13
Dari pengertian pajak daerah tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut: a) Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah. b) Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang c) Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undangundang dan/atau peraturan hukum lainnya. d) Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa pajak daerah merupakan pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. 2. Jenis-jenis Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi
14
provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Dan berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten /kota, sebagaimana tampak dalam tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Pajak Propinsi dan Kabupaten/Kota Pajak Provinsi
Tarif pajak
Pajak Kota/Kabupaten 1) Pajak hotel 2) Pajak restoran 3) Pajak hiburan 4) Pajak reklame 5) Pajak penerangan jalan 6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C 7) Pajak Parkir
1) 5% 1) Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air. 2) 10% 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air. 3) 5% 3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 4) 20% 4) Pajak pengambila n dan pemanfaata n air bawah tanah dan air permukaan Sumber : Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000
Tarif pajak 1) 10% 2) 10% 3) 35% 4) 25% 5) 10%
6) 20%
7) 20%
15
2.1.
Jenis-Jenis Pajak Kabupaten / Kota Berdasarkan
Undang-Undang
Nomor
34
Tahun
2000
diklasifikasikan jenis-jenis Pajak Kabupaten/Kota sebagai berikut : a) Pajak Hotel Pajak atas pelayanan hotel, yaitu bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan/atau yang fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. b) Pajak Restoran Pajak atas pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di restoran ,yaitu adalah tempat yang disediakan untuk menyantap makanan dan minuman dengan dipungut bayaran termasuk kedai nasi, kedai mie, kedai kopi, warung tempat jual makanan / minuman, usaha jasa katering dan usaha jasa boga. c) Pajak Hiburan Pajak atas penyelenggaraan hiburan, yaitu semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan/atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton
16
atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. d) Pajak Reklame Pajak atas penyelenggaraan reklame, yaitu benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susuanan dan corak ragamnya untuk tujuan komersil, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang, atuapun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. e) Pajak Penerangan Jalan Pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. g) Pajak Parkir Pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
17
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat
penitipan
kendaraan
bermotor
dan
garansi
kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
2.2.
Kriteria Pemungutan Pajak Kabupaten / Kota Pajak Kabupaten / Kota Lainnya, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 memberikan peluang kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat, selain ketujuh jenis pajak kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar spesifik dan potensial di daerah tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah kabupaten/kota dalam mengantisispasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Marihot (2005 : 45) dalam bukunya yang berjudul Pajak dan Retribusi Daerah mengatakan bahwa pemungutan pajak kabupaten/kota lainnya tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah berdasarkan kriteria di bawah ini : a) Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian yang ditentukan dalam definisi pajak daerah.
18
b) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota
yang
bersangkutan
dan
mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. c) Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya , pertahanan, dan keamanan. d) Objek pajak bukan merupakan objek pajak pajak provinsi dan atau objek pajak pusat. e) Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. f) Tidak
memberikan
dampak
ekonomi
yang
negatif,
maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidakmengganggu alokasi
sumber-sumber
ekonomi
efisien
dan
tidak
merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan ekspor impor.
19
g) Memperhatikan
aspek
keadilan
dan
kemampuan
masyarakat. Kriteria aspek keadilan, antara lain objek pajak dan subjek pajak harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya,
jumlah
pembayaran
pajak
dapat
diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan, dan tarif pajak ditetapkan dengan memerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya, kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak. h) Menjaga kelestarian lingkungan, maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat”. 2.3.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Kabupaten/ Kota Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia nomor 28 tahun
2009
tentang
Pajak
Daerah
dan
Retribusi
Daerah
mengklasifikasikan subjek pajak dan wajib pajak kabupaten/ kota sebagai berikut :
20
a) Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Wajib pajaknya adalah pengusaha hotel. b) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan restoran. Wajib pajaknya adalah pengusaha restoran. c) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan . Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. d) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelengarakan atau memesan reklame . Wajib pajaknya
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan reklame. e) Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik dari PLN atau tenaga listrik bukan PLN. Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna tenaga listrik. f) Subjek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Wajib pajaknya adalah orang pribadi
21
atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian gol C. g) Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan melakukan pembayaran atas tempat parkir Wajib pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. 2.4.
Objek Pajak Kabupaten / Kota Marihot (2005 : 55) mengatakan bahwa, ”Untuk dapat mengenakan pajak, satu syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah adanya objek pajak yang dimiliki atau dinikmati oleh wajib pajak. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata)”. Yang menjadi objek pajak dari pajak kabupaten/kota adalah sebagai berikut: 1) Objek pajak hotel adalah pembayaran yang disediakan hotel dengan pembayaran termasuk: a) fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. b) pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan.
22
c) fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum, dan d) jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di Hotel. 2) Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. 3) Objek pajak hiburan yakni penyelenggara hiburan yang dipungut bayaran. 4) Objek pajak reklame yakni semua penyelenggara reklame. 5) Objek pajak penerangan jalan yakni penggunaan tenaga listrik di wilayah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. 6) Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C yakni kegiatan pengambilan bahan golongan C. 7) Objek pajak parkir yakni penyelenggara tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. 2.5.
Tarif Pajak Kabupaten/ Kota Menurut pasal 3 UU 34 tahun 2000, tarif untuk tiap jenis pajak
daerah ditetapkan paling tinggi sebesar :
23
a) Pajak Hotel 10%; b) Pajak Restoran 10%; c) Pajak Hiburan 35%; d) Pajak Reklame 25%; e) Pajak Penerangan Jalan 10%; f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%; g) Pajak Parkir 20%; Tarif tersebut merupakan tarif tertinggi atau tarif maksimal yang dapat ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota dalam melakukan pemungutan pajak daerah untuk kabupaten / kota di wilayah masing-masing.
C. Retribusi Daerah 1. Pengertian Retribusi Daerah Menurut Yani (2002 : 55) dalam bukunya yang berjudul Hubungan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat Dan Daerah di Indonesia mengatakan bahwa, ”Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”. Berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
24
“Retribusi daerah didefenisikan sebagai pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. Keunggulan retribusi daerah dibandingkan dengan pajak daerah adalah pungutan retribusi daerah yang didasari oleh kontraprestasi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, dimana tidak ditentukan secara limitatif seperti pada pajak daerah. Hal utama yang membatasai pengenaan retribusi daerah oleh Pemerintah Daerah terletak pada tersedia atau tidaknya suatu jasa layanan oleh Pemerintah Daerah. 2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah Sesuai dengan Undang Undang No 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 18 ayat 2, retribusi daerah digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu: a)
Retribusi Jasa Umum Merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah kepada
masyarakat atas pelayanan yang diberikan.Pelayanan yang digolongkan sebagai jasa usaha tersebut tergolong quasy goods dan pelayanan tersebut cukup besar sehingga layak di bebankan pada masyarakat. Jenis-jenis retribusi jasa umum adalah sebagai berikut : Retribusi pelayanan kesehatan,
retribusi
pelayanan
persampahan/kebersihan,
retribusi
penggantian biaya cetak kartu penduduk dan akte catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat, retribusi parkir di tepi jalan
25
umum, retribusi pasar, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi penggantian biaya cetak peta dan retribusi pengujian kapal perikanan. b)
Retribusi Jasa Usaha Merupakan pungutan yang dikenakan oleh daerah berkaitan dengan
penyediaan layanan yang belum memadai disediakan oleh swasta dan atau penyewaan aset/kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan. Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah: retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi pasar grosir dan atau pertokoan, retribusi tempat pelelangan, retribusi terminal,
retribusi
tempat
khusus
parkir,
retribusi
tempat
penginapan/pesanggrahan/villa, retribusi penyedotan kakus, retribusi rumah potong hewan, retribusi pelayanan pelabuhan kapal, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, retribusi penyebrangan diatas air, retribusi pengolahan limbah cair, retribusi penjualan produksi usaha daerah. c)
Retribusi Perijinan Tertentu Merupakan pungutan yang dikenakan sebagai pembayaran atas
pemberian ijin untuk melakukan kegiatan tertentu yang perlu dikendalikan oleh daerah seperti: retribusi pembentukan penggunaan tanah, retribusi ijin mendirikan bangunan, retribusi ijin pengambilan hasil hutan ikutan, retribusi pengelolaan hutan, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek dan retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol. Retribusi LainLain Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam Undang-
26
Undang Nomor 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4 menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa yang akan datang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memerhatikan aspirasi dari masyarakat dan kesederhanaan jenis retribusi daerah serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. 3. Subjek Retribusi Daerah dan Wajib Retribusi Daerah a) Subjek retribusi umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan. Subjek Retribusi Jasa Umum ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Umum. b) Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan Wajib Retribusi Jasa Usaha.
27
c) Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu. 4. Objek Retribusi Daerah Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 Pasal 18 ayat 1 menentukan bahwa objek retribusi adalah jenis – jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial- ekonomi layak dijadikan sebagai objek retribusi. Adapun objek retribusi daerah menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah: a) Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan b) Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. c) Objek retribusi perizinan tertentu yakni kegiatan tertentu yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau
28
fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. 5. Tarif Retribusi Daerah Menurut Kurniawan (2005 : 177) dalam bukunya yang berjudul Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Indonesia mengatakan bahwa, “Tarif retribusi adalah nilai rupiah atau persentase tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang terutang”. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan sasaran tarif tertentu, sebagai contoh dibawah ini: a) Pembedaan retribusi tempat rekreasi antara anak dan dewasa, b) Retribusi parkir antara sepeda motor dan mobil, c) Retribusi sampah antara rumah tangga dan industri. Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan. Dengan ketentuan ini, daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan prinsip dan sasaran yang dicapai dalam menetapkan tarif retribusi jasa umum sebagai cara untuk menutupi sebagian atau sama dengan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dan membantu golongan masyarakat kurang mampu sesuai dengan jasa pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh, tarif retribusi persampahan untuk golongan masyarakat mampu dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat menutupi
29
biaya pengumpulan, transportasi, dan pembuangan sampah, sedangkan, untuk golongan masyarakat yang kurang mampu tarif ditetapkan lebih rendah. Penetapan tarif retribusi jasa usaha ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh keuntungan yang layak, seperti keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan dengan tujuan untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Tarif retribusi perizinan tertentu ditetapkan sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh perkiraan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan dapat tertutupi.
D. Dana Alokasi Umum Menurut UU No. 25 tahun 1999, DAU = 25% x PDN adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU ditetapkan minimal 25% dari penerimaan Dalam Negeri. 10% untuk DAU daerah provinsi, 90% untuk DAU daerah kabupaten/kota. DAU Provinsi = jml DAU seluruh provinsi x bobot daerah provinsi yang bersangkutan bobot seluruh daerah provinsi DAU Kab/Kota = jml DAU seluruh kab/kota x bobot daerah kab/kota yang bersangkutan bobot seluruh daerah kab/kota
Menurut UU No. 32 tahun 2004, DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang
30
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
E. Dana Alokasi Khusus Dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai tujuan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Menurut UU No. 25 Tahun 1999, DAK dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN. Dana perimbangan masih merupakan sumber penerimaan terbesar daerah. Sekitar 80% DAU yang dikelola daerah digunakan untuk belanja rutin, terutama gaji pegawai pemda. Oleh sebab itu, sumber utama daerah untuk membangun sarana dan prasarana fisik adalah dari DAK. Apabila DAK yang khusus digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana fisik ini dikelola dengan baik, dana ini dapat digunakan untuk memperbaiki mutu pendidikan, meningkatkan pelayanan kesehatan, dan paling tidak mengurangi kerusakan infrastruktur. Hal ini sangat penting untuk menanggulangi kemiskinan dan membangun perekonomian nasional yang lebih berdaya saing. DAK digunakan untuk menutup kesenjangan pelayanan publik antar daerah
dengan
memberi
prioritas
pada
bidang
pendidikan,
kesehatan,
infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah,
31
dan lingkungan hidup. Apabila dikelola dengan baik, DAK yang secara khusus digunakan untuk pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana fisik ini dapat membantu menanggulangi kemiskinan dan secara umum dapat digunakan untuk membangun perekonomian nasional. Perolehan dan pemanfaatan DAK oleh daerah harus mengikuti ramburambu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah-daerah tertentu dalam rangka mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan termasuk dalam program prioritas nasional. Daerah dapat menerima DAK apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu: a. kriteria umum berdasarkan indeks fiskal neto. b. kriteria
khusus
berdasarkan
peraturan
perundangan
dan
karakteristik daerah. c. kriteria teknis berdasarkan indeks teknis bidang terkait. Meskipun DAK termasuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dalam pemanfaatannya pemda harus mengikuti berbagai regulasi pusat, seperti UU, PP, Keputusan Presiden, Peraturan/Keputusan Menteri, Surat Edaran Direktur Jenderal, dan Surat Edaran Direktur Departemen. Dengan banyaknya regulasi pusat tersebut, sangat sedikit daerah yang mengeluarkan regulasi untukmemerinci kebijakan pengelolaan DAK. Dalam kaitan dengan berbagai peraturan perundangan tersebut, banyak pihak di daerah menilai bahwa regulasi tentang DAK yang dikeluarkan Pemerintah Pusat sering kali terlambat dan tidak cocok dengan jadwal
32
perencanaan dan penganggaran di daerah. Ketika isi regulasi pusat yang terbit terlambat itu ternyata berbeda dengan apa yang diperkirakan daerah sewaktu menyusun APBD, beberapa hal dalam APBD terpaksa harus diubah dan dimusyawarahkan lagi dengan DPRD. Proses seperti ini, selain menyita waktu aparatur pemerintah daerah, juga menghabiskan cukup banyak dana, padahal kemampuan keuangan daerah pada umumnya terbatas. DAK sangat penting bagi pembangunan pendidikan karena pemerintah daerah lebih memprioritaskan belanja APBDnya untuk kebutuhan pegawai. Adanya DAK pendidikan menambah nilai dan porsi anggaran pendidikan terhadap keseluruhan belanja di daerah. DAK untuk belanja pembangunan pendidikan sangat memengaruhi naiknya anggaran pembangunan pendidikan di daerah. Untuk ke depan, pengelolaan DAK pendidikan sangat memerlukan perbaikan yang terarah. Bertambahnya kucuran DAK ke daerah setiap tahun semestinya disertai rancangan lebih terarah dan pemanfaatannya benar-benar untuk kepentingan rakyat dan bukan rancangan yang memberi peluang terjadinya kebocoran anggaran.
F. Belanja Daerah 1. Pengertian Belanja Daerah Selain melaksanakan hak-haknya, daerah juga memiliki kewajibankewajiban yang harus dipenuhinya kepada publik. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah sebagai pelayan kebutuhan dan kepentingan publik. Kewajiban-kewajiban tersebut dapat berupa pembangunan berbagai fasilitas publik dan peningkatan
33
kualitas pelayanan terhadap publik. Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut diperluakan pengeluaran-pengeluaran daerah. Pengeluaran-pengeluaran daerah tersebut mempunyai kaitan terhadap kewajiban-kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Menurut Bastian dan Soepriyanto (2002:85) dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi Sektor Publik mengemukakan bahwa, “Belanja Daerah adalah penurunan manfaat ekonomis masa depan atau jasa potensial selama periode pelaporan dalam bentuk arus kas keluar, atau konsumsi aktiva atau terjadinya kewajiban yang ditimbulkan karena pengurangan dalam aktiva/ekuitas neto, selain dari yang berhubungan dengan distribusi ke entitas ekonomi itu sendiri”. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menyatakan pengertian belanja daerah sebagai berikut : “Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih”. Dari pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan berdasarkan pengertian yang telah dikemukan oleh para pakar bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran yang berupa arus aktiva keluar atau timbulnya utang yang bukan disebabkan oleh pembagian kepada pemilik ekuitas dana (rakyat). Adapun belanja-belanja tersebut adalah belanja aparatur/pegawai dan belanja pelayanan publik. Belanja aparatur daerah adalah belanja yang berupa belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau
34
digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik), sedangkan belanja pelayanan publik adalah belanja yang berupa belanja dministrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik). 2. Karakteristik Belanja Daerah Biaya (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomis masa depan atau jasa potensial selama periode pelaporan dalam bentuk arus kas keluar, aktiva atau terjadinya kewajiban yang ditimbulkan karena pengurangan dalam aktiva/ekuitas netto, selain dari yang berhubungan dengan distribusi ke entitas ekonomi itu sendiri. Menurut Bastian dan Soepriyanto (2002:85) dalam bukunya yang berjudul Sistem Akuntansi Sektor Publik, dinyatakan bahwa: ”Biaya dapat dikategorikan sebagai belanja dan beban. Belanja adalah jenis biaya yang timbulnya berdampak langsung kepada berkurangnya saldo kas maupun uang entitas yang berada di bank. Beban dapat berarti pengakuan biaya-biaya non-kas baik karena penyusutan, amortisasi, penyisihan atau cadangan, penyisihan per persediaan maupun pemanfaatan per persediaan itu sendiri. Berdasarkan manfatnya, biaya yang telah terjadi pada suatu periode dapat diklasifikasikan sebagai operasi dan nonoperasi”. Selain itu, Bastian (2002:53-54) menyatakan bahwa Belanja atau biaya diklasifikasikan
menurut
penggunaan
belanja/biaya
dan
pusat
pertanggungjawaban. Penggunaan belanja/biaya dirinci berdasarkan kelompok dan jenis belanja/biaya, sedangkan pusat pertanggungjawaban dirinci berdasarkan
35
bagian atau fungsi dan unit organisasi pemerintah daerah. Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan mengenai karakteristik belanja daerah yaitu: 1) Adanya penurunan manfaat ekonomis yang berdampak terhadap penurunan saldo kas maupun uang entitas yang ada di bank. 2) Dalam tahun anggaran tertentu 3) Belanja daerah diklasifikasikan menurut penggunaan belanja/biaya dan pusat pertanggungjawaban. 3. Klasifikasi Belanja Daerah Belanja daerah menurut kelompok belanja berdasarkan Permendagri 13/ 2006 terdiri atas: “ Belanja tidak langsung dan belanja langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bentuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal”.
36
Menurut Halim (2004 : 18) dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Keuangan Daerah menyatakan bahwa belanja daerah digolongkan menjadi 4, yakni: “ Belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal”.
Menurut Halim (2004 : 18) klasifikasi belanja daerah sebagai berikut : a) Belanja Administrasi Umum Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik dan bersifat periodik. kelompok belanja administrasi umum terdiri atas 4 jenis belanja, yaitu 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan.” 1) Belanja Pegawai / Personalia Jenis belanja pegawai/ personalia merupakan belanja pemerintah daerah untuk orang/personel yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap
37
pegawai. Jenis belanja pegawai/ personalia untuk belanja aparatur daerah meliputi objek belanja : (a) Gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah (b) Gaji dan tunjangan pegawai (c) Biaya perawatan dan pengobatan (d) Biaya pengembangan sumber daya manusia Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi objek belanja : (a) Belanja tetap dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD (b) Gaji dan tunjangan kepala daerah/ wakil kepala daerah (c) Gaji dan tunjangan pegawai daerah (d) Biaya perawatan dan pengobatan (e) Biaya pengembangan sumber daya manusia 2) Belanja Barang dan Jasa Jenis belanja barang dan jasa merupakan belanja pemerintah daerah untuk penyediaan barang dan jasa. Jenis belanja barang dan jasa untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas objek belanja berikut: (a) Biaya bahan pakai habis kantor (b) Biaya jasa kantor (c) Biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor (d) Biaya sewa kantor (e) Biaya makanan dan minuman kantor
38
(f) Biaya pakaian dinas (g) Biaya bunga utang (h) Biaya depresiasi gedung (operasional) (i) Biaya depresiasi alat angkutan (operasional) (j) Biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga (k) Biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional) Jenis belanja ini untuk bagian belanja pelayanan publik terdiri atas objek belanja berikut ini : (a) Biaya bahan pakai habis kantor (b) Biaya jasa kantor (c) Biaya cetak dan penggandaan keperluan kantor (d) Biaya sewa kantor (e) Biaya makanan dan minuman kantor (f) Biaya pakaian dinas (g) Biaya bunga utang (h) Biaya depresiasi gedung (operasional) (i) Biaya depresiasi alat-alat besar (operasional) (j) Biaya depresiasi alat angkutan (operasional) (k) Biaya depresiasi alat bengkel dan alat ukur (operasional) (l) Biaya depresiasi alat pertanian (operasional) (m) Biaya depresiasi alat kantor dan rumah tangga (n) Biaya depresiasi alat studio dan alat komunikasi (operasional)
39
(o) Biaya depresiasi alat-alat kedokteran (operasional) (p) Biaya depresiasi alat-alat laboratorium (operasional) 3) Belanja Perjalanan Dinas Belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan, objek belanja dari jenis belanja ini untuk bagian belanja aparatur daerah meliputi biaya perjalanan dinas, sedangkan untuk bagian belanja pelayanan publik meliputi biaya perjalanan dinas, biaya perjalanan pindah, dan biaya pemulangan pegawai yang gugur dan dipensiunkan. 4) Belanja Pemeliharaan Belanja pemeliharaan merupakan belanja pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah. Objek belanja dari jenis belanja pemeliharaan untuk bagian belanja aparatur daerah terdiri atas : (a) Biaya pemeliharaan bangunan gedung (b) Biaya pemeliharaan alat-alat angkutan (c) Biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga (d) Biaya pemeliharaan alat-alat studio dan alat komunikasi (e) Biaya pemeliharaan buku perpustakaan (f) Biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan
Objek Belanja untuk Jenis Belanja Pemeliharaan untuk Bagian Belanja Pelayanan Publik terdiri atas : (a) Biaya pemeliharaan jalan dan jembatan
40
(b) Biaya pemeliharaan bangunan air (irigasi) (c) Biaya pemeliharaan instalasi (d) Biaya pemeliharaan jaringan (e) Biaya pemeliharaan bangunan gedung (f) Biaya pemeliharaan monumen (g) Biaya pemeliharaan alat-alat besar (h) Biaya pemeliharaan alat-alat angkutan (i) Biaya pemeliharaan alat-alat bengkel (j) Biaya pemeliharaan alat-alat pertanian (k) Biaya pemeliharaan alat-alat kantor dan rumah tangga (l) Biaya pemeliharaan alat-alat laboratorium (m) Biaya pemeliharaan buku perpustakaan (n) Biaya pemeliharaan barang bercorak kesenian, kebudayaan (o) Biaya pemeliharaan hewan, ternak, serta tanaman (p) Biaya pemeliharaan alat-alat persenjataan b) Belanja Operasi dan Pemeliharaan Belanja operasi dan pemeliharaan merupakan semua belanja pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi jenis belanja : 1) belanja pegawai/ personalia, 2) belanja barang dan jasa, 3) belanja perjalanan dinas, 4) belanja pemeliharaan. Jenis belanja pegawai/ personalia untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja
41
berikut 1) honorarium/ upah, 2) uang lembur, 3) insentif. Jenis belanja barang dan jasa baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik meliputi objek belanja : (a) Biaya bahan/ material (b) Biaya jasa pihak ketiga (c) Biaya cetak dan penggandaan (d) Biaya sewa (e) Biaya makanan dan minuman (f) Biaya bunga utang (g) Biaya pakaian kerja Jenis belanja perjalanan dinas dan jenis belanja pemeliharaan memiliki klasifikasi yang sama dengan klasifikasi jenis belanja ini pada kelompok belanja administrasi umum, baik untuk bagian belanja aparatur daerah maupun pelayanan publik. c) Belanja Modal Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Kelompok belanja ini mencakup jenis belanja berikut, baik untuk bagian aparatur daerah maupun pelayanan publik : (a) Belanja modal tanah
42
(b) Belanja modal jalan dan jembatan (c) Belanja modal bangunan air (irigasi) (d) Belanja modal instalasi (e) Belanja modal jaringan (f) Belanja modal bangunan gedung (g) Belanja modal monument (h) Belanja modal alat-alat besar (i) Belanja modal alat-alat angkutan (j) Belanja modal alat-alat bengkel (k) Belanja modal alat-alat pertanian (l) Belanja modal alat-alat kantor dan rumah tangga (m) Belanja modal alat-alat studio dan alat-alat komunikasi (n) Belanja modal alat-alat kedokteran (o) Belanja modal alat-alat laboratorium (p) Belanja modal buku/ perpustakaan (q) Belanja modal barang bercorak kesenian, kebudayaan (r) Belanja modal hewan, ternak, serta tanaman (s) Belanja modal alat-alat persenjataan/ keamanan. d) Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan berbentuk kegiatan pengalihan uang dan atau barang dari Pemerintah Daerah. Kelompok belanja
bagi
hasil
dan
bantuan
keuangan
terkhusus
bagi
43
kabupaten/kota terdiri atas jenis belanja berikut (hanya untuk bagian belanja pelayanan publik) : (a) Belanja bagi hasil retribusi kepada Pemerintah Desa (b) Belanja bantuan keuangan kepada Pemerintah Desa/ Kelurahan (c) Belanja bantuan keuangan kepada organisasi kemasyarakatan (d) Belanja bantuan keuangan kepada organisasi profesi e) Belanja Tidak Tersangka Kelompok belanja tidak tersangka adalah belanja Pemerintah Daerah untuk pelayanan publik dalam rangka mengatasi bencana alam dan atau bencana sosial. Kelompok belanja ini terdiri atas jenis belanja tidak tersangka.
G. Penelitian Terdahulu Penelitian
sebelumnya
mengenai
pengalokasian
belanja
modal,
diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007) dengan judul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal.
Sampel
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
yaitu
Kabupaten/Kota di Jawa-Bali dari tahun 2004-2005 dengan alasan ketersediaan data. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.
44
Harianto dan Adi (2007) meneliti tentang Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Per Kapita. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota se-Jawa Bali. Hasil penelitian yang diperoleh adalah DAU sangat berpengaruh terhadap belanja modal, belanja modal berpengaruh negatif terhadap pendapatan per kapita, belanja modal berpengaruh positif dalam hubungan tidak langsung melalui PAD, PAD berpengaruh terhadap pendapatan per kapita, dan DAU berpengaruh signifikan terhadap PAD. Prawira (2009) yang meneliti tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap pengelolaan anggaran belanja modal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti faktor fundamental yaitu pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU terhadap anggaran belanja modal dalam APBD Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh secara signifikan terhadap variabel belanja modal. Selain itu, PAD dan DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal dalam APBD. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal. Agustina (2009) meneliti pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dana transfer terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
45
PDRB tidak berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal, PAD dan dana transfer berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal . H. Kerangka Pemikiran Belanja daerah yang seringkali lebih diperhatikan adalah pengalokasian terhadap belanja operasi. Padahal untuk pengalokasian belanja modal merupakan hal yang penting karena belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk menambah aset daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik. Variabel-variabel dari APBD yang berhubungan dengan pengalokasian belanja modal diantaranya adalah dari sektor pendapatan asli daerah yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Alasan pengambilan 2 variabel ini adalah karena pajak daerah dan retribusi daerah merupakan 2 variabel yang sangat berpengaruh besar terhadap penerimaan yang didapatkan daerah. Sedangkan dari sektor dana perimbangan, variabel yang berpengaruh adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Penelitian ini menggunakan empat variabel bebas yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus serta satu variabel terikat yaitu Belanja Modal.
46
Adapun yang menjadi kerangka pemikiran dari penelitian ini nampak dalam gambar 2.1 dibawah ini: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
PAJAK DAERAH X1 RETRIBUSI DAERAH X2 BELANJA MODAL DANA ALOKASI UMUM
(Y)
X3 DANA ALOKASI KHUSUS X4
Sumber : Peneliti (2013) I. Hipotesis Penelitian Salah satu sumber pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
47
Dari beberapa komponen PAD tersebut, pajak dan retribusi daerah mempunyai kontribusi terbesar dalam memberikan pendapatan bagi daerah. Pajak daerah merupakan PAD yang tarifnya ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Pajak daerah dapat berupa pajak hotel, pajak restoran, pajak tempat hiburan, pajak reklame, pajak galian golongan C, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan. Menurut Sianturi (2009), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar pula PAD. Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut : H1 : Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal Peningkatan pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan apabila pendapatan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah juga memadai. Meskipun Pemerintah Daerah mendapatkan bantuan dana dari Pemerintah Pusat, namun Pemerintah Daerah juga tetap harus dapat mengoptimalkan potensi daerahnya untuk dapat meningkatkan PAD. Dengan meningkatnya PAD maka daerah tersebut akan menjadi daerah yang mandiri sesuai dengan tujuan otonomi daerah. Kemandirian daerah dapat diwujudkan dengan salah satu cara yaitu dengan meningkatkan PAD dari sektor retribusi daerah. Jika retribusi daerah meningkat, maka PAD juga akan meningkat sehingga dapat meningkatkan
48
pengalokasian
belanja
modal
untuk
meningkatkan
pelayanan
kepada
masyarakat. Dalam Harianto (2007) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah yang semakin tinggi akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik. Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis sebagai berikut : H2 : Retribusi Daerah berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal. Sumber pendapatan daerah yang memiliki peran penting dalam memberikan pendapatan bagi daerah selain PAD adalah dana perimbangan. Dana perimbangan meliputi Dana Bagi Hasil Pajak/Non-Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima Pemerintah Daerah dapat dialokasikan untuk belanja modal. Penelitian Holtz-Eakin et. Al. (1985) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah. Meskipun otonomi daerah telah diberlakukan sejak lama, namun kenyataannya masih terdapat beberapa Kab/Kota yang masih menggantungkan sumber pendanaan pemerintahan daerahnya pada dana perimbangan (dana transfer dari Pemerintah Pusat). H3 : Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal Sumber dana perimbangan yang kedua adalah dana lokasi khusus. Dengan adanya DAK, maka membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang
49
ditanggung oleh Pemerintah Daerah. Lembaga penelitian SMERU (2008), mengungkapkan bahwa sumber pendanaan untuk belanja modal salah satunya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Landasan teori tersebut menghasilkan hipotesis sebagai berikut: H4 : Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif terhadap alokasi belanja modal