BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Modal Sosial Kemampuan komunitas untuk mengatur individunya merupakan modal sosial (social capital) yang mampu membuat individu – individu yang ada didalam komunitas tersebut berbagi (sharing) nilai dan norma. Kemudian menjadikannya pedoman dalam berhubungan satu sama lainnya, sehingga masing – masing anggota yang terikat dalam komunitas bersangkutan merasa percaya dan membangun kepercayaan (trust). Menurut Emile Durkheim, bentuk – bentuk modal sosial pada dasarnya terbentuk dari dua jenis yakni, solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik dapat dipahami sebagai bentuk solidaritas yang mengikat individunya dalam sebuah kelompok sosial. Karena adanya rasa kebersamaan dan adanya aturan untuk berkelompok tanpa memperdulikan status sosial dari individu – individu yang ada dalam komunitas yang bersangkutan. Biasanya solidaritas mekanik berada di daerah pedesaan, Sedangkan solidaritas organik lebih mengacu pada perbedaan individu – individu dengan keahliannya yang terkait sebagai satu kelompok sosial. Karena masing – masing individu – individu memerlukan kemampuan individu lainnya, biasanya terdapat pembagian kerja dan umumnya sebagai ciri masyarakat perkotaan. (Rudito, 2008: 57) Brehm dan Rahn (Bahtiar,1997) memberikan definisi atau pengertian modal sosial sebagai jaringan kerja sama diantara warga masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi (Damsar, 2009: 210).
Universitas Sumatera Utara
Emile Durkheim membayangkan bahwa modal sosial akan muncul dalam sebuah tatanan masyarakat yang harmonis, manakala antarwarga masyarakat itu saling berhubungan dengan baik melalui jaringan dan kesamaan nilai yang tumbuh di masyarakat itu dengan lebih mengedepankan persamaan daripada perbedaaan yang ada. Nilai-nilai itu terus dijaga sebagai kekuatan yang mengikat, sehingga menjadi kekuatan tersendiri yang bermanfaat tidak saja untuk mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan, tetapi juga untuk menangkis berbagai upaya yang mengancam kohesivitas mereka (Rahardjo: 2010). Unsur-unsur Modal Sosial : 1. Partisipasi Dalam Suatu Jaringan Salah satu kunci keberhasilan membangun Modal Sosial terletak pula pada kemampuan sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri dalam suatu jaringan hubungan sosial. Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota - anggota kelompok/masyarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial suatu kelompok. Jaringan yang dibangun didalam komunitas petani kemenyan adalah modal yang penting dalam mempertahankan kelestarian hutan kemenyan (tombak hamijon), dengan setiap tantangan yang muncul dari luar seperti, adanya izin yang diberikan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah kepada PT.TPL untuk mempergunakan tombak hamijon komunitas petani kemenyan di desa Pandumaan. Secara umum, masyarakat memiliki keterbatasan di bidang pendidikan sehingga membuat komunitaas petani kemenyan ini lemah dalam strategi mempertahankan tanahnya. Namun hal – hal yang berlaku dalam masyarakat sejak lama dapat juga digunakan sebagai modal dalam memperjuangkan tanah adat selama 13 generasi. contoh,dalam hal alih kepemilikan tanah masyarakat petani kemenyan memiliki kebiasaan yang kuat yakni tidak mengenal istilah menjual dan membeli, lebih mengutamakan keluarga inti atau saudara dalam alih kepemilikan, tidak boleh mengalihkan kepemilikan secara tertutup dengan kata lain harus diadakan acara adat sebagai bentuk pentingnya nilai – nilai kekeluargaan. Dengan kata lain, jaringan marga ini sebagai modal untuk mempertahankan kepemilikan tombak hamijon sebagai milik penduduk Desa Pandumaan. Jaringan lain dapat dilihat berupa hubungan antara komunitas petani kemenyan Pandumaan dengan lembaga lain diluar lembaga yang ada di Desa Pandumaan yang turut membantu dalam memperjuangkan tombak hamijon. Keberadaan lembaga tersebut memiliki peran yang sangat peting guna memberi pencerahan terhadap komunitas petani kemenyan yang cenderung kurang memniliki pemahaman yang baik mengenai kedudukan tanah adat dimata hukum serta strategi yang dapat digunakan untuk mengembalikan hak mereka terhadap tanah nenek moyang mereka.
Universitas Sumatera Utara
2. Trust (Kepercayaan) Dalam Suharto (2006) kepercayaan adalah harapan yang tumbuh dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya prilaku jujur, teratur, dan kerja – sama berdasarkan norma – norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap penerapan ini adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis. Kepercayaan memiliki peran yang penting dalam membangun modal sosial sebuah masyarakat. Kehidupan mesyarakat yang harmonis dapat dilihat melalui adanya sikap sling percaya seperti adanya sikap mengutamakan kepentingan bersama. Hal ini dapat kita lihat ketika setiap individu memikirkan kepentingan pribadinya saja hal ini merupakan ancaman yang serius dalam masyarakat. Dengan mengatasnamakan kepentingan pribadi maka masyarakat tidak lagi memandang bahwa masalah yang terjadi disekitarnya merupakan beban bersama yang harus bersama – sama pula dicari solusinya. Dengan kata lain, hubungan dalam masyarakat yang dilandasi atas saling percaya dapat menimbulkan kewajiban sosial. Kepercayaan sosial akan berkembang melaui hubungan yang timbal balik. Dengan adanya kepercayaan ini akan memudahkan jalinan kerja sama yang saling menguntungkan
(mutual benefit) sehingga mendorong timbulnya hubungan
reprosikal. Hubungan timbal balik menyebabkan modal sosial dapat melekat kuat dan tahan lama. Karena diantara orang – orang yang terlibat dalam hubungan timbal balik ini mendapatkan keuntunga dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan.
Universitas Sumatera Utara
Disini hubunga telah memenuhi unsur keadilan (fairness) diantara pihak sesama individu. 3. Nilai dan Norma Sosial. Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma ini biasanya terinstusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota rnasyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial. Nilai adalah sesuatu ide yang telah turun - temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat (Soeharto, 2006). Berdasarkan pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain (Soeharto, 2006) 1. Perasaan identitas 2. Perasaaan memiliki atau sebaliknya 3. Sistem kepercayaan dan ideologi 4. Nilai-nilai dan tujuan – tujuan 5. Ketakutan-ketakutan 6. Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat 7. Harapan – harapan yang ingin dicapai dimasa depan 8. Tingkat kepercayaan
Universitas Sumatera Utara
Nilai dan norma dianggap penting dalam pelestarian hutan kerena nilai merupakan harapan bersama masyarakat Desa Pandumaan. Nilai akan menjadi patokan yang akan dicapai sehingga memunculkan beban yang sama dalam masyarakat tersebut. Norma merupakan seperangkat aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut yang berguna untuk mengatur tingkah laku masyarakat sehingga pencapaian tujuan bersama pun akan lebih efektif. Nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat adat Desa Pandumaan ini juga mendukung dalam pelestarian hutan. Nilai dan norma yang mereka miliki merupakan warisan turun – temurun yang masih dijaga hingga saat ini. nilai dan norma ini adalah modal yang kuat untuk menyamakan pemahaman akan pentinganya tombak hamijon sebagai penunjuk identiatas mereka sebagai bangso batak yang memiliki kampung halaman. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa modal sosial merupakan modal yang tumbuh karena adanya interaksi yang berkesinambungan atau dilahirkan dari bawah (bottom-up), bukan hasil inisiatif atau kebijakan dari pemerintah. Modal sosial digunakan untuk mengoptimalkan unsur - unsur modal yang ada di Desa Pandumaan. Pertama, jaringan digunakan untuk membantu masyarakat Desa Pandumaan menjalin kerjasama yang erat dan kokoh. Hubungan antar individu membentuk interaksi dan komunikasi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan antara satu sama lainnya. Kedua, norma dan nilai yang berlaku secara turun temurun berupa teknik penanaman atau pemanenan kemenyan merupakan warisan turun – temurun selama 13 keturunan ataupun nilai yang berlaku dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
membentuk batasan – batasan, peraturan – peraturan yang membatasi masyarakat dalam bertindak guna menjaga kelestarian hutan kemenyan. Ketiga, kepercayaan muncul sebagai bentuk dari prilaku jujur, teratur, dan kerja sama berdasarkan norma – norma yang dianut bersama – sama. Dalam Masyarakat Desa Pandumaan, tingkat kepercayaan tinggi, dapat dilihat melalui dibentuknya lembaga sosial yang kokoh seperti Kelompok Tani Kemenyan. 2.2. Teori Etika Lingkungan Ekosentrisme Ekosentrisme merupakan paham lingkungan yang holistic. Makhluk hidup dan benda – benda abiotik memiliki hubungan yang saling terikat. Tanggung jawab moral berlaku bagi semua realita ekologi. Ekosentrisme juga merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya atau ekosentrism (Susilo, 2009: 105). Dalam Susilo (2008: 113) ekosentrisme memandang hubungan antara alam dan kehidupan sosial dengan pokok gagasan sebagai berikut : 1. Manusia dan kepentingannya bukan lagi ukuran bagi sesuatu yang lain. Ia tidak hanya melihat spesies manusia saja, tetapi juga memandang spesies
Universitas Sumatera Utara
lain. Pernyataan ini menunjukkan bahwa paham ekosentrisme ini merupakan kritik terhadap antroposentrisme. 2. Pandangan tentang lingkungan harus bersifat praktis. Artinya, etika ini menuntut suatu pemahaman baru tentang relasi yang etis dalam alam semesta ( terutama antara manusia dengan makhluk lainnya). Berbeda dengan pandangan antroposentrisme, dari sejarah dan kearifan lokal yang ada menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pandumaan Pandumaan memiliki keterikatan terhadap lingkungan. Mereka menganggap bahwa alam dan manusia merupakan satu – kesatuan yang saling bergantungan. Alam bukanlah sesuatu yang keberadaannya memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga alam memang seharusnya dieksploitasi tanpa memikirkan dampak lingkungan akibat pemanfaatan alam yang tidak seimbang dengan perawatannya. Adanya kesatuan tujuan bahkan nilai- nilai dan tujuan inilah yang membuat massyarakat Desa Pandumaan berusaha untuk menjaga kelestarian hutan kemenyan.
Universitas Sumatera Utara