1
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Benign Prostat Hiperplasia 2.1.1 Insiden & Epidemiologi BPH merupakantumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkatdari 20% pada laki berusia41-50 tahun,50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhanobstruksi juga berhubungandengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada saat berkemih. Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar,selama tahun 2013 terdapat103 penderitadengan BPH yang menjalanioperasi,dari total 1161 penderita urologi yang menjalani operasi. Faktor-faktorresiko terjadinyaBPH masih belumjelas, beberapa penelitianmengarah pada predisposisi genetik atau perbedaan ras. Kira-kira50% laki-lakiberusiadibawah60 tahunyang menjalanioperasi BPH memiliki faktor keturunanyang kemungkinanbesar bersifat
2
autosomal dominan, dimana penderita yang memiliki orangtua menderita BPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal.
2.1.2 Anatomi Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak inferiordari buli-buli,di depan rectumdan membungkusuretraposterior.Berbentuk seperti buah kemiridengan ukuran4x3x2,5 cm dan berat kuranglebih 20 gram. Kelenjarini terdiriatas jaringanfibromuskulardan glandular yang terbagidalam beberapadaerahatau zona, yaituzona perifer,zona sentral,zona transitional,zona preprostatikdan zona anterior(Mc Neal, 1970). Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma terdiri atas otot polos, fibrobals, pembuluhdarah, saraf dan jaringan interstitialyang lain. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairanini dialirkanmelaluiduktus sekretoriusdan bermuaradi uretra posterior untuk kemudiandikeluarkanbersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan25% dari seluruhvolumeejakulat.Prostat mendapatkaninervasiotonomik simpatis dan parasimpatisdariplexus prostatikus.Pleksus prostatikus
3
menerimamasukanserabutparasimpatisdari corda spinalis S2-4 dan simpatis dari nervus hipogastrikus T10-L2. Stimulasi parasimpatis meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatis menyebabkanpengeluarancairan prostat ke dalam uretra posterior seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatis memberikaninervasipada otot polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Pada tempat tersebut banyak terdapat
reseptor
adrenergic
α.
Rangsangan
simpatis
mempertahankan tonus otot polos tersebut. Jika kelenjar ini mengalamihiperplasiajinakatau berubahmenjaditumorganas, dapat terjadi penekanan uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
2.1.3 Etiologi EtiologiBPH belumsepenuhnyadimengerti,tampaknyabersifat multifaktordan berhubungandengan endokrin. Prostat terdiri dari elemen epithelialdan stromal dimanapada salah satu atau keduanya dapat muncul nodul hiperplastikdengan gejala yang berhubungan dengan BPH. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
4
1) Teori Dihidrotestosteron Dihidrotestosteronatau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhansel-sel kelenjarprostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh 5α-reduktase dengan bantuankoenzimNADPH. DHT yang telah terbentukberikatandengan reseptor androgen (RA) membentukkompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. 2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkankadarestrogen relativetetap sehingga perbandinganantara estrogen : progesteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan didalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjarprostat dengan cara meningkatkansensitivitas sel-sel prostat terhadaprangsanganhormonandrogen,meningkatkanjumlah reseptor androgen dan menurunkanjumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsanganterbentuknyasel-sel baru akibat rangsangantestosterone menurun,tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyaiumuryang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 3) Interaksi stromal-epitel
5
Cunha
(1973)
membuktikan bahwa
diferensasi
dan
pertumbuhansel epitel prostat secara tidak langsung dikontrololeh sel-sel stroma, mendapatkanstimulasi dari DHT dan estradiol,sel-sel stroma
mensintesis
suatu
growth factor
yang
selanjutnya
mempengaruhisel-sel stroma itu sendirisecara intrakrinatau autokrin serta mempengaruhisel-sel epitel secara parakrin.Stimulasiitu sendiri menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 4) Berkurangnya kematian sel prostat Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasisel dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhanprostat sampai pada prostat dewasa, penambahanjumlahsel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnyajumlah sel-sel prostat yang mengalamiapoptosis menyebabkanjumlahsel-sel prostat secara keseluruhanmenjadimeningkatsehingga menyebabkan pertambahan masa prostat. 5) Teori Sel Stem Untukmenggantisel-sel yang telah mengalamiapoptosis, selalu dibentuksel-sel baru. Didalamkelenjarprostat dikenalsuatu sel stem yaitu sel yang mempunyaikemampuanberproliferasisangat ektensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen sehingga jika hormoneini kadarnyamenurunseperti yang
6
terjadi pada kastrasi, menyebabkanapoptosis. Terjadinyaproliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikansebagai ketidaktepatnyaaktivitassel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihanpada sel stroma maupun sel epitel. Observasidan penelitianpada laki-lakijelas mendemontrasikan bahwa BPH dikendalikanoleh sistem endokrin,di mana kastrasi mengakibatkan regresi pada BPH dan perbaikan keluhan. Pada penelitianlebih lanjuttampak korelasipositif antarakadartestosteron bebas dan estrogen dengan volume pada BPH. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan estrogen
pada
proses
penuaan yang
mengakibatkan induksi dari reseptor androgen yang menjadikan prostat lebih sensitif pada testosteron bebas. Namun belum ada penelitian yang mendemontrasikanpeningkatan reseptor estrogen level pada penderita BPH. 6) Teori Inflamasi Sejak tahun 1937, terdapat hipotesa bahwa BPH merupakan peyakit inflamasi yang dimediasi oleh proses imunologi. Uji klinis terbarujuga menunjukkanadanya hubunganantara proses inflamasi pada prostat dengan LUTS. Di Silverio mendapatkan43% gambaran inflamasipada histopatologidari3942 penderitaBPH (De Nunzio,dkk. 2011).
7
Pada prostat terdapat sel-sel inflamasi (leukosit) yang bertambahseiringbertambahnyausia. Sel-sel ini terdiridari limfosit B dan T, makrofag, dan sel mast. Penyebab adanya infltrasi dari sel inflamasipada jaringanprostat masih belum jelas. Beberapahipotesa telah dikemukakan,di antaranyaadalah infeksi bakteri,infeksi virus, refluks urin dengan inflamasi kimiawi, faktor makanan, hormone, respon autoimun,dan kombinasi dari beberapa faktor tersebut (De Nunzio, dkk. 2011). Telah ditemukanpenyebabinfeksi seperti E. coli (bakterigram negatif), beberapa jenis virus seperti Human Papilloma Virus (HPV), virusherpessimpleks tipe 2, dan sitomegalovirus,juga organismeyang menyebar secara seksual seperti Neisseria gonorrhoea, Chlamydia trachomatis, Treponema pallidum, and Trichomonas vaginalis. Selain infeksi,refluks urinjuga bisa menyebabkaninflamasi dengan adanya kristal asam urat yang mengaktifkan makrofag dan mencetuskan pengeluaran sitokin. Penyebab lain yang mungkin adalah respon autoimun. Dengan adanya trauma pada prostat akibat beberapa etiologi yang telah disebutkan, lapisan epitel yang rusak akan melepaskan antigen yang mencetuskan terjadinyaproses autoimun. Estrogen secara umum telah dipertimbangkansebagai hormon pro inflamasi,diperkirakanmenginduksiinflamasi dengan mempengaruhi
8
produksiInterferon-γ (IFN-γ)pada limfosit. Estrogenjuga menstimulasi Interleukin4 (IL-4) yang aka menjadigrowth factor-β (TGF-β). Faktor makanan yang berpengaruhdalam proses ini adalah makanan yang tinggi lemak,di mana pada percobaanbinatangterbuktimeningkatkan distribusi dan aktivitas sel mast dan makrofag pada prostat (De Nunzio, dkk. 2011). Data penelitianmenunjukkan bahwapenderitadenganinflamasi kronikpada prostat memilikirisiko lebih tinggi terhadapprogresifitas BPH dan terjadinyaretensiurin.Pada penderitadenganvolumeprostat yang kecil, hanya yang disertai dengan proses inflamasi yang mengalamigejala obstruksi. Inflamasi prostat juga dikaitkandengan pembesaranvolumeprostat, semakinberat derajatinflamasi,semakin besar volume prostat dan semakin tinggi nilai IPSS. Sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan efek inflamasi terhadap LUTS (De Nunzio, dkk. 2011). Proses inflamasipada prostat mencetuskanpelepasan sitokin. Sitokindan faktorpertumbuhantidak hanyaberinteraksidegan efektor imunologi,namun juga dengan sel epitel dan stroma dari prostat. Kramer dkk. pertama kali mengkonfirmasi bahwa jaringan BPH mengandunglimfosit T, limfosit B, makrofag yang teraktivasisecara kronis dan menyebabkan pelepasan sitokin, yang menyebabkan
9
pertumbuhanfibromuskularpada BPH. Sitokin pro inflamasi yang terlibatdi antaranyaadalahInterleukin-6 (IL-6),IL-8,dan IL-5. Pada saat sel T mencapaibatas tertentu,sel-sel di sekitarnyamenjaditarget dan dihancurkan, meninggalkan ruang yang digantikan oleh nodul fibromuskuler (De Nunzio, dkk. 2011). Penna dkk bahwa sel stroma pada prostat dapat menjadi antigenyang mengaktivasialloantigen CD4 untukmemproduksiIFN-γ dan IL-17. IFN-γdan IL-17 akan mencetuskanproduksiIL-6 dan IL-8,di mana IL-6 merupakanfaktor pertumbuhanautokrindan IL-8 adalah inductor parakrindari fibroblast growth factor 2 (FGF-2). Keduanya merupakankunci dari pertumbuhansel epitel dan stroma prostat. Selain itu, pro inflamasiTGF-β telah tebuktimeregulasiproliferasidan diferensiasi stroma pada BPH. Sumber lain dari mediator inflamasi adalah adanya hipoksia lokal yang terjadi, di mana mencetuskan adanya
neovaskularisasi dan
diferensiasi fibroblas
menjadi
myofibroblas (De Nunzio, dkk. 2011).
2.1.4 Patologi BPH terbentuk pada zona transisional. Merupakan proses hiperplasi akibat dari peningkatan jumlah sel. Secara mikroskopik tampak pola pertumbuhanyang berbentuknoduler yang terdiridari
10
jaringanstromaldan ephitelial,stroma terdiridarijaringankolagendan otot polos. (Cooperberg, 2013). Penampilankomponen-komponen BPH secara histologis yang beragam menjelaskanpotensial respon terhadappengobatan. Terapi dengan α-blokermemberikanrespons yang baik pada penderitaBPH dengankomponendominanotot polos, sementarabila komponenyang dominanadalah ephitel,memberikanrespons yang baik terhadap5-α reduktaseinhibitor.PenderitaBPH dengankomponendominankolagen kurang
respon
terhadap
medikamentosa.
Gambar 2.1Penampang Anatomis Prostat (Cooperberg, 2013) Pembesaran nodul pada zona transitionalmenekan zona luar pada prostat yang mengakibatkanterbentuknyasurgical capsule. Kapsul ini memisahkan zona transisional dengan zona perifer, dan juga merupakan batas dilakukannya prostatektomi terbuka.
11
2.1.5 Patofisiologi Keluhan dari BPH diakibatkan oleh adanya obstruksi dan sekunder akibat dari respon kandung kemih. Komponen obstruksi dapat dibagi menjadiobstruksimekanikdan dinamik.Pada hiperplasi prostat, obstruksi mekanikterjadi akibat penekananterhadap lumen uretraatau leher buli, yang mengakibatkanresistensi bladder outlet. Sebelumpembagianzona klasifikasi dariprostat,ahliurologimembagi menjadi 3 lobus yaitu 2 lobus lateral dan 1 lobus medial. Ukuran prostat pada pemeriksaanrectal toucher (RT) memilikikorelasi yang kurangterhadaptimbulnyagejala, karenapada RT lobus medialkurang atau tidak teraba. Komponenobstruksidinamikmenjelaskanberbagaijenis keluhan penderita. Stroma prostat terdiridari otot polos dan kolagen, yang dipersyara fi oleh saraf adrenergik.Tonus uretrapars prostatikadiatur secara autonom,sehingga penggunaanα-blockermenurunkan tonus ini dan menimbulkan disobstruksi. Keluhanpada saat berkemihpada penderitaBPH akibat dari respons sekunder kandung kemih. Obstruksi pada kandung kemih mengakibatkanhipertro fi dan hyperplasiadari otot detrusor disertai penimbunankolagen, pada inspeksi tampak penebalanotot detrusor
12
berbetuk sebagai trabekulasi,apabila berkelanjutanmengakibatkan terjadinyaherniamukosa diantaraotot detrusoryang mengakibatkan terbentuknya divertikel. Cooperberg ( , 2013).
2.1.6 Gejala Klinis Gejala BPH terbagi menjadigejala obstruktifdan iritatif.Gejala obstruksiberupahesistansi,penurunanpancaranurin,rasa tidaktuntas saat berkemih, double voiding, mengejan saat berkemih dan urin menetes setelah berkemih.Gejala iritatifberupaurgensi,frekuensidan nokturia. Cooperberg ( , 2013) Terdapatbeberapametode kuisioneryang tersedia saat ini bagi para klinisi untuk mengukur tingkat gejala saluran kemih bagian bawah.
Metode
tersebut
di
antaranya adalah
Boyarsky,
Madsen–Iversen,Maine Medical Assessment Program(MMAP), Danish symptom score (DAN-PSS-1), AUA symptom score, IPSS, Bolognese instrument. (Donovan dkk., 1996).
2.1.7 IPSS InternationalProstate Symptom Score (IPSS), yang dikembangkan
13
oleh AmericanUrologicalAssociation,merupakankuisioneryang paling sering digunakan.Telah dilaporkanbahwa IPSS merupakanmetode yang dapat dipercayadan cukupsederhana,di mana tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosial demogra fi. (Ozturk dkk., 2011) IPSS
dibuat sedemikian rupa sehingga penderita dapat
melengkapinyasendiri, dengan hasil yang lebih baik bila disertai dengan bantuan dari petugas kesehatan. Ozturk, dkk membuktikan bahwa nilai dari IPSS yang dilengkapioleh penderitasendiri dengan nilai IPSS yang dilengkapi oleh penderita dengan bantuan petugas kesehatan tidak berbeda secara signifikan. IPSS saat ini telah divalidasidan diterjemahkanke dalam bahasa yang berbeda-bedadi banyak negara. Pedoman
dari
American
Urological Association
(AUA)
menyatakanbahwa IPSS merupakankuisioneryang telah tervalidasi untuk digunakandalam menilai tiga gejala penampungan(frekuensi, nokturia,dan urgensi),dan empat gejala pengosonganbuli (rasa tidak tuntas, intermiten,mengedan, dan pancaranyang lemah). IPSS juga menilaitingkatdarigangguanyang dirasakan,dengansatu pertanyaan tambahan mengenai kualitas hidup. (McVary dkk., 2010) IPSS berisi tujuh penilaian dimana penderita dapat menilai keluhansecara kuantitatifdalam skala 0-5. Nilai maksimal dari IPSS
14
adalah 35. Derajatgejala salurankemihbagian bawah dikelompokkan menjaditiga, nilai 0-8 derajat ringan,9-19 derajat sedang, dan 20 ke atas derajatberat.IPSS hanyadigunakanuntukmenilaiberatnyagejala, dan bukan merupakanfaktor diagnostik untuk menegakkanadanya BPH. Anamnesa yang lengkap dan mendalam dilakukan untuk menyingkirkanetiologi penyebab yang lain seperti ISK, neurogenik bladder, stricture urethra dan kanker prostat.
15
Gambar2.2 KuesionerIPSS menurutAmerican Urology Association (AUA Guidelines)
16
2.1.8 Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan fisik berupa RT dan pemeriksaan neurologic dilakukanpada semua penderita. Yang dinilai pada rectal toucher adalahukurandan konsistensiprostat. Pada penderitaBPH, umumnya prostat teraba licin dan kenyal. Apabila didapatkan indurasi pada perabaan,waspada adanya proses keganasan, sehingga memerlukan evaluasi yang lebih lanjut berupa Prostat Spesific Antigen (PSA) dan transrectal ultrasound dan biopsi. C ( ooperberg, 2013).
2.1.9 Pemeriksaan Laboratorium Dilakukanpemeriksaanurinalisis untuk menyingkirkaninfeksi dan hematuria.Serum kreatinindiperiksauntukevaluasi fungsi ginjal. Insufisiensi renal didapatkandari 10% penderitadengan prostatism dan dibutuhkanpemeriksaansaluran kemih bagian atas. Penderita dengan insufisiensi renalmemilikiresiko lebihtinggi untukmengalami komplikasipasca operasi.PemeriksaanPSA serumbiasanyadilakukan pada awal terapi namun hal ini masih kontroversi. Cooperberg ( , 2013). Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi saluran kemih. Dalam keadaan normal, urin bersifat steril. Saluran kemihterdiridari ginjal,system pengaliran(kaliks,pyelum,dan ureter), dan kandungkemih (penyimpananurin).Pada wanita,urinkeluardari
17
kandung kemih melalui uretra yang bermuaradekat dengan vagina. Pada pria,urinkeluardari kandungkemihke uretramelewatijaringan prostat. (Shoskes, 2011).
2.1.10 Pencitraan Pencitraansalurankemihbagian atas (IVP dan USG) dianjurkan apabila didapatkankelainan penyerta dan atau terdapat komplikasi misalnya hematuria,ISK, insufisiensi renal dan riwayat batu ginjal. Sistoskopi tidak direkomendasikanuntuk dianostik tetapi digunakan untuk terapi invasif. Pemeriksaantambahan berupa cystometrogram dan profil urodinamikdilakukanpada penderitayang dicurigaimemiliki kelainan neurologis. Pemeriksaan flow rate dan residu post miksi merupakan pemeriksaan tambahan. Cooperberg ( , 2013).
2.1.11 Diagnosa Banding Obstruksi saluran kemih bagian bawah lain seperti striktur uretra,kontrakturpada leher buli, batu buli atau keganasan prostat. Riwayat instrumentasiuretra,uretritis atau trauma harus dieksklusi untuk menyingkirkanstriktur uretra atau kontraktur leher buli. Hematuria dan nyeri umunya berhubungandengan batu buli-buli, keganasan prostat dapat terdeteksi pada rectal toucher dan
18
peningkatan PSA. Infeksi saluran kemih dapat menyerupaigejala iritatifdari BPH. Dapat diidentifikasi dari urinalisisdan kultur,walaupuninfeksi saluran kemih ini dapat merupakan komplikasi dari BPH. Keluhaniritatif juga dapat berhubungandengan keganasan kandung kemihterutamakarsinomain situ, di mana pada urinalisisdidapatkan hematuria.Riwayatkelainanneurologis,stroke, DM dan cidera tulang belakang dapat mengarah ke neurogenic bladder.
Umumnya
didapatkan penurunansensibilitas pada perineum dan ekstremitas inferiordan penurunantonus sphincterani dan reflekbulbokavernosus, mungkin didapatkan perubahan pola defekasi. Cooperberg ( , 2013).
2.1.12 Penatalaksanaan Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga tindakanoperasi pada penderitadengan gejala berat. Indikasi absolut untuk pembedahanberupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksisalurankemihyang rekuren,gross hematuriarekuren,batu buli akibat BPH, insu fisiensi renal dan divertikel buli. Cooperberg ( , 2013). 1. Watchful waiting Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu
19
mengalamiprogresikeluhan,beberapamengalamiperbaikanspontan. Watchfulwaitingmerupakanpenatalaksanaanterbaikuntukpenderita BPH dengan nilaiIPSS 0-7. Penderitadengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan observasi atas kehendak penderita. 2. Medikamentosa Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangiresistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker) dan mengurangivolume prostat sebagai komponenstatik dengan cara
menurunkan
kadar
hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.Selainkeduacara diatas, sekarangbanyakdipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas
20
Gambar2.3 Rekomendasi Medikamentosapada Kasus BPH (Cooperberg, 2013) 3. Operatif Tindakanoperatif dilakukanapabila penderitamengalami retensiurinyang menetapatau berulang,inkontinensiaoverflow, ISK berulang,adanya batu buli atau divertikel,dilatasi saluran kemih bagian atas akibat obstruksi dengan atau tanpa insufisiensi ginjal, dan adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang menetap setelah terapi medikamentosa. (EAU Guideline, 2012). a. TURP (Transurethral Resection of the Prostate ) Pertama
kali
dilakukan pada
1920
–
1930an,
21
disempurnakan pada tahun 1970an oleh Hopkins dengan penemuanfiber optic lighting system. 95% terapi operatif dari penderita BPH dapat dilakukan cara endoskopi, di mana tindakan ini menggunakan pembiusan spinal dan lama perawatan yang relatif singkat. TURP dikatakan merupakan pilihan yang lebih baik baik dibandingkandengan minimal invasiveyang lain (McConnel et al, 1994). TURP dapat dilakukan dengan pembiusan lokal, spinal maupun bius umum bergantung masing – masing kasus (McGowanet al, 1980). Pemberianantibiotikapre operatifyang dianjurkanadalah sephalosporin generasi 1 dikombinasikan dengan gentamycin. TURP dengan menggunakanmonopolardan bipolartidak memilikiperbedaanyang signifikan, meskipunpada pemilihan dengan penggunaanbipolarmemilikiresiko sindromaTUR dan clot pasca operatifyang lebihrendah(Mamoulakiset al 2009). Bipolar TURP memang merupakanterobosan baru yang lebih baik, tetapi hingga saat ini belum didapatkandasar penelitian yang baik untuk menjadi pedoman.
22
Gambar2.4 TehnikOperasipada TURP Tahap Pertama Dimulai dari Bladder Neck di Arah Jam 12 (Hinman, 2012)
Gambar2.5 Tehnik Operasi pada TURP Tahap Kedua pada Porsi Tengah Dimulaidari Arah Jam 12 Menuju Arah Jam 9(Hinman, 2012)
23
Gambar2.6 TehnikOperasi pada TURP Tahap Ketiga pada Sisi Kiri Dimulaidari Arah Jam 12 MenujuArah Jam 3 (Hinman, 2012)
Gambar2.7 TehnikOperasipada TURP Tahap Keempatpada Porsi Tengah Dimulaidari Arah Jam 9 Menuju Arah Jam 6(Hinman, 2012) Perdarahan saat dan pasca operasi bergantung pada ukuranprostat, durasi prosedur dan keahliandari ahli bedah.
24
Perdarahanarteri dikendalikandengan menggunakanelektro kauterdan dilakukanbersamadengantindakanreseksi sebelum melangkah ke tahap berikutnya.Bila hemostasis dilakukan dengan baik maka saat insersi kateter di akhirprosedur,warna cairan yang keluar adalah merah muda. SindromaTUR terjadipada 2% darikasus TURP (Mebust et al, 1989), gejala dari sindroma ini adalah kebingungan,mual, muntah, hipertensi, bradikardi dan gangguan visus. Gejala tersebut baru timbul apabila kadar natrium mencapai 125 mEq/dL, resiko akan lebih tinggi pada prostat dengan ukuran lebih dari 45 gram dan durante operasi lebih dari 90 menit. Sindroma ini dapat diatasi dengan pemberian larutan NaCl 3%.
Keluhanpasca operasi TURP lebih baik bila dibandingkan metode minimal invasif lainnya dengan angka kepuasan penderitapasca operasi mencapai85% (McConnellet al, 1994). Resiko pasca operasi atau komplikasi dari TURP antara lain ejakulasiretrogradesekitar75%, impotensi5-10%, inkontinensia 1%, dan komplikasi lain berupa perdarahan,striktur uretra, kontrakturleherbuli,perforasidari kapsul prostat, dan sindrom TURP.
25
b. Transurethral Incicion of the Prostat Penderita dengan LUTS sedang atau berat dan prostat yang kecil seringkali memiliki hiperplasia dari komisura posterior(elevasi leherbuli),di mana hal ini merupakanindikasi untuk insisi prostat. Keuntungannyaberupa tindakan lebih cepat, morbiditas lebih rendah dengan resiko ejakulasi retrograde lebih rendah (25%). c. Prostatektomi terbuka Diindikasikan pada prostat yang terlalu besar untuk dilakukan tindakan endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita dengan divertikulumbuli atau didapatkannyabatu buli. Open protatectomidibagi menjadi2 cara pendekatanyaitu suprapubikMillin ( procedure ) dan retropubikFreyer ( procedure ). 4. TerapiMinimal Invasive Terapi laser ( TULIP), TransurethralElectrovaporizationof the Prostat, MicrowaveHypertermia , TransurethralNeedle Ablation of the Prostat, High Intencity Focused Ultrasound dan Stent Intraurethral .
26
2.2 Prostatitis Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjarprostat yang dapat disebabkanoleh bakterimaupunnon bakteri.Prevalensidi dunia bervariasiberkisarantara2% hingga 13% (Bartoletti2007; Ejike 2008; Ferris2010; Krieger2008; Liang 2009; Mehik2000; Nickel 2001; Rizzo 2003; Wallner 2009).
Prostatitis merupakan penyebab infeksi
terbanyakpada pria usia di bawah 50 tahunyang datang ke poliklinik urologi (Thumbikatet al, 2010). Di AmerikaSerikat pada tahun 1992 hingga 2000, didapatkan17,98 juta kunjunganpenderitayang berusia 50
tahun, 8.021.396
diantaranya adalah penderita prostatitis
(McNaughton-Collins2007; Pontari 2007). Nyeri kronis pada pelvis merupakankeluhan yang paling sering didapatkan pada penderita denganprostatitis. Di AmerikaSerikatbiayatotal untukdiagnostikdan manajemenmenghabiskan84 juta dollardenganper penderitaberkisar antara 3017 dollar hingga 6534 dollar (Clemens, 2009). Untuk menentukanetiologi prostatitis hingga saat ini belum didapatkanpemerikasaanyang merupakanstandar emas (Lan et al, 2011). Etiologiprostatitis dapat ditegakkanmelaluipemeriksaanurine 4 tabung, kultur jaringan dan yang terbaru adalah pemeriksaan polychainmerase reaction (Lee et al, 2012). Pemeriksaan urine 4 tabungterdiridarisample urinedan getah kelenjarprostat melaluiuji 4
27
tabung yang pertama kali dilakukan oleh Meares (Meares, 1976). Uji 4 tabung terdiri atas : 1. 10 cc pertama, contoh urine yang dikemihkanpertama kali (VB1) yang dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa uretra. 2. Urine porsi tengah (VB2), yang dimaksudkan untuk menilai mukosa kandung kemih. 3. Getah prostat yang dikeluarkanmelalui masase prostat atau expressed prostatic secretion (EPS), yang dimaksud untuk menilai keadaan kelenjar prostat. 4. Terakhir, urine yang dikemihkan setelah masase prostat. Keempatcontoh itu dianalisissecara mikroskopikdan dilakukankultur untuk mencari kuman penyebab infeksi.
2.2.1 Klasifikasi National Institute of
Health memperkenalkan klasifikasi
prostatitis dalam 4 kategori yaitu (Krieger, 2008) : 1. Kategori I, prostatitis bakterial akut 2. Kategori II, prostatitis bakterial kronis 3. KategoriIII,prostatitisnon bakterialkronisatau sindromapelvik kronis. Pada kategori ini terdapat keluhannyeridan perasaan tidak nyaman pada daerah pelvis yang telah berlangsung
28
selama 3 bulan.Kategoriini didapatkan2 subkategoriyaitu,IIIA yaitu sindroma pelvik kronis dengan inflamasi dan IIIB yaitu sindroma pelvik kronis tanpa inflamasi. 4. Kategori IV, prostatitis inflamasi asimtomatik
Gambar 2.8Klassifikasi Prostatitis Menurut NIH (NIH Guidelines)
2.2.1.1 Prostatitis Bakterial Akut Bakterimasuk ke dalam prostat diduga melaluibeberapacara, antara lain : a. Ascending dari uretra b. Refluks urine yang terinfeksi ke dalam duktus prostatikus c. Langsung secara limfogen dari organ yang berada di sekitarnya d. Penyebaran secara hematogen
Gambaran klinis : Penderita yang menderita prostatitis bakterial akut tampak sakit, demam, menggigil,rasa sakit di daerah perinealdan mengeluh
29
adanya gangguan miksi. Pada pemeriksaan fisis colok dubur didapatkan prostat teraba membengkak, hangat dan nyeri. Pada keadaanini tidak boleh dilakukanmasase prostat untukmengeluarkan getah karenaakan menimbulkanrasa sakit dan bakteriemia.Jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan abses prostat hingga urosepsis. Kuman penyebab paling sering adalah kuman E. coli, Proteus, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter dan Serratia. Terapi: Dipilihantibiotikayang sensitif terhadapkumanpenyebabinfeksi dan bila perlupenderitaharusdirawatdi rumahsakit guna pemberianobat secara
parenteral. Antibiotika yang dipilih adalah golongan
fluroquinolone, trimetoprim –
sulfametoksazol dan
golongan
aminoglikosida. Setelah keadaan membaik antibiotika per oral diteruskan hingga 30 hari. Jika terjadi gangguan miksi sehingga menimbulkanretensi urine sebaiknya dilakukanpemasangan kateter suprapubikkarena dalam keadaaninitindakanpemasangankatetertransuretrakadang– kadang sulit dan akan menimbulkan infeksi.
2.2.1.2 Prostatitis bakterial kronis
30
Prostatitis bakterialkronismenurutNationalInstitueof Health– National Institue of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIH-NIDDK)adalah infeksi saluran kemih yang sering kambuh atau berulangyang disebabkanoleh organismeyang sama (palingsering E. coli,
atau
bakteri
Gram-negatif
(Klebsiella
spp.,Proteus
spp.,Pseudomonas spp.) atau Enterococcus faecalis) (Krieger,2008). Penyebab lain yang juga diketahui adalah Staphylococcus aureus (Naber 2008; BritishNationalGuidelines:www.bashh.org/guidelines). Gejala yang sering dikeluhkan penderita adalah disuri, urgensi frekuensi,nyeriperinealdan kadang– kadangnyerisaat ejakulasiatau hematospermi. Pada pemeriksaan colok dubur mungkin teraba krepitasi yang merupakan tanda dari suatu kalkulosa prostat. Uji 4 tabung tampak pada EPS dan VB3 didapatkankumanyang lebih banyak daripada VB1 dan VB2, di samping itu pada pemeriksaan mikroskopik pada EPS tampak oval fat body. Terapi: Pada prostatitis bakterial akut, hampir semua antibiotika dapat menembus barrierplasma epiteliumdan masuk ke dalam sel – sel kelenjar prostat, tetapi pada infeksi kronis tidak banyak jenis antibiotikayang dapat menembus barrieritu. Jenis antimikrobayang dapat
menembusnya adalah trimetoprim –
sulfametoksasol,
31
doksisiklin, minosiklin, karbenisilin dan fluoroquinolone. Antimikrobadiberikandalam jangka lama hingga pemeriksaankultur ulangan tidak menunjukkan adanya kuman.
2.2.1.3 Prostatitis non bakterial Prostatitis non bakterialadalahreaksiinflamasikelenjarprostat yang belum diketahuipenyebabnya.Sesuai dengan klassifikasi dari NIH, kategori III dibagi menjadi 2 subkategori, yaitu IIIA dan IIIB. Mayoritas dari penderita prostatitits (lebih dari 90% kasus) adalah kategoriini (Lipsky2010; McNaughton-Collins2007), pada kategoriini keluhanpenderitaadalah nyeripada perineum,prostat, rectum,penis, testis dan abdomen. Penderitajuga mengeluhdisuria(nyerisaat berkemih),dengan keluhan obstruksi (hesitansi, pancaran yang lemah atau terputus – putus) dan juga dengan disfungsi seksual (Mehik 2001). Keluhan prostatitis bakterial kronis dan prostatitis non bakterial seringkali tumpangtindihdan karenatidakadanyapemeriksaanbakuemas untuk prostatitis non bakterial maka diagnosa ini ditegakkan dengan menyingkirkan prostatitis bakterialkronis(McNaughton-Collins2007). Apabila prostatitis non bakterial telah ditegakkan maka terapi antibiotik tidak efektif pada penderita tersebut (Cohen 2012).
32
Pada
subkategori IIIA tidak tampak adanya kelainan
pemeriksaanfisik dan pada uji4 tabungtidakdidapatkanpertumbuhan kuman, hanya pada EPS terlihat banyak leukosis dan oval fat body.
2.3 KulturUrin Dalam keadaannormal,urinbersifat steril. Salurankemihterdiri dariginjal,system pengaliran(kaliks,pyelum,dan ureter),dan kandung kemih(penyimpananurin).Pada wanita,urinkeluadarikandungkemih melalui uretra yang bermuaradekat dengan vagina. Pada pria, urin keluar dari kandung kemih ke uretra melewati jaringan prostat. Ada beberapaistilah penting dalam membahas Infeksi Saluran Kemih (ISK). Kontaminasiadalah adanya organisme yang ada akibat proses pengambilan sampel atau pada saat proses berkemih. Kolonisasi adalah adanya organisme dalam urin, namun tidak menyebabkan gejala (bekteriuriaasimptomatik). Dikatakan infeksi saluran kemih bila terdapat reaksi atau respon dari tubuh terhadap kuman patogen pada saluran kemih. ISK tanpa komplikasi terjadi pada penderita dengan saluran kemih yang normal. Dikatakanterkomplikasiapabila terdapat infeksi dengan kondisi yang memungkinkanterjadinyapeningkatanbakteri dan penurunanefektivitas terapi, di mana terdapat salah satu dari
33
kondisi berikut: a. saluran kemih yang abnormal(BPH, batu, neurogenic bladder, dan sebagainya) b. gangguan kekebalan tubuh c. bakterimulti-drug resistant Sebagian besar ISK disebabkanoleh naiknyabakteridari area periuretra.TerjadinyaISK akibat penyebaranhematogenjarangterjadi, biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus
aureus, Candida sp,
dan Mycobacterium tuberculosis, dan lebih sering terjadi pada penderita dengan gangguan kekebalan dan pada neonatus. Faktor resiko terjadi ISK : a. Aliranurinyang menurun,dapat terjadikarenaadanyaobstruksi (BPH, ca prostat, striktur uretra, batu), neurogenic bladder, asupan cairan yang kurang b. Kolonisasi, akibat aktivitas seksual, spermisida, penurunan kadar estrogen, obat antimikroba c. Peningkatankuman,akibat kateterisasi,inkontinensiaurin,urin residu
34
Gambar 2.9Mikroorganisme pada Saluran Kemih (Cooperberg, 2013)
Pengambilan sampel urin penting dalam membedakan kontaminasi dengan infeksi yang sebenarnya. Terdapat beberapa metode dalam pengambilan sampel urin: a. Urinmidstream – sebaiknyadiambilurinpertama di pagi hari. Area sekitar muarauretraeksterna dibersihkandengan air dan sabun dan dikeringkan.Pada wanitalabia dibuka,pada priakulit ditarik. Biarkan urin keluar beberapa mililiter,tampung urin setelahnya. b. Kateterisasi in and out – area sekitar muara uretra eksterna
35
dibersihkan dengan air dan sabun dan dikeringkan,insersi kateter sampai ke kandungkemih. Biarkan15 ml urinpertama, tampung urin setelahnya. c. Kateterisasi menetap – sampel urin diaspirasi dari kateter dengan menggunakanjarumdan syring,dan bukandiambildari kantongurin.Pengambilansampel urindari kantongurindapat memberikanhasil koloni kuman yang meningkatkarena telah terpapar pada suhu kamar dalam waktu yang lama. d. Urinsuprapubik– diambildengan memasukkanjarummelalui kulit langsung ke kandung kemih. e. Urin sistoskopi – urin dalam kandung kemih diambil melalui sistoskop. f. Urin nefrostomi – urin yang diambil dari ginjal. Transpor dan penanganan sampel urin : a. Pada suhu kamar,urinharus segera diproses paling lambat 2 jam setelah pengambilan sampel. b. Sampel urin dapat disimpan sampai 24 jam pada suhu 4ºC. Pemeriksaan kultur urin menggunakan media agar, dengan masa inkubasi 18-24 jam. Pemeriksaan dengan pewarnaan gram dilakukanatas indikasikhusus. Perludiperhatikanpulabanyaknyajenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri yang terisolasi, maka
36
kemungkinanbesar bahan urin yang diperiksa telah terkontaminasi (Kumalawati, 1993). Secara umum, adanya koloni kuman di atas 100.000/ml merupakandiagnostikuntukISK. Namunhal tersebutbergantungpada metode pengambilansampel yang digunakan.Jumlah koloni kuman yang lebih rendahpada pengambilansampel urinmelaluikateter urin steril atau melalui aspirasi suprapubikdapat pula menggambarkan adanya ISK. Faktor yang dapat mempengaruhijumlahkumanadalah kondisi hidrasi penderita, frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya (Pippas et al, 1991).
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) 2.4.1 Sejarah Kleppe pada tahun 1971 menerbitkanartikel pada Journal of Molecular Biology mengenai penggunaan enzimatik assay untuk mereplikasi template DNA secara in vitro. (Kleppe, 1971). PCR (Polymerase Chain Reaction) pertama kali dipopulerkanoleh Kary Mullis pada tahun 1983. Mullis mendeskripsikankaryanyadegan : “Memulaipagi dengan satu molekul genetik DNA, polymerase chain reaction (PCR) dapat mereplikasikan100 Juta molekul genetik DNA yang sama pada sore harinya,hanya dengan menggunakantabung
37
reaksi, reagen dan sumber panas”. (Mullis, 1990).
Gambar 2.10Siklus Polymerase Chain Reaction(Mullis, 1990) Polymerase chain reaction (PCR) memilikibanyak kegunaan, seperti mendiagnosis kelainanbawaan, tes paternitas,sidik forensik dan mendeteksiserta mendiagnosis penyakitinfeksi. (Stirling,2003). Kary Mullis bersama dengan Michael Smith memperolehnobel pada tahun 1993 dengan karya tersebut. (Mullis, 1993).
2.4.2 Prinsip Polymerase chain reaction (PCR) dapat memperbanyakbagian spesifik darirantaiDNA, Fragmenyang dapat diperbanyakadalahyang berukuran0,1 hingga10 kilo base pairs. (Higuchiet al, 1994). Beberapa
38
komponen yang mempengaruhiserta menghambat reaksi adalah (Slesarev et al, 2004) : a. DNA template, yang akan diperbanyak.Memilikikomponen sense dan anti sense. b. Taq polymerasedengan temperatur berkisar 70 °C. c. Deoxynucleosidetriphosphatessebagai susunanutama pada rantai DNA yang baru. d. Buffer solution, menjaga suasana yang optimal untukaktivitasdan stabilitas dari polymerase DNA. e. Bivalent cations, magnesium, utamanyaMg2+ tetapi Mn2+ dapat pula digunakan sebagai mediator mutagenesis DNA. f. Monovalent cation,ion potassium. Reaksi polymerase chain reaction (PCR) dilakukan dengan volume10–200 μl dengan menggunakantabung reaksi kecil (volume 0.2–0.5 ml) dengan bantuanthermalcycler. Thermalcycler mengubah suhu panas dan dingin untuk mencapai suhu yang optimal untuk dilakukannya reaksi denganfenomenaPeltier yang memutarbalikarus listrik.
2.4.3 Prosedur
39
Polymerase chain reaction PCR mengalami 20 – 40 kali perubahan suhu, 1 siklus perubahan suhu terdiri dari 2 – 3 kali peningkatansuhu. Siklus ini bergantung pada beberapa parameter, yaitu (Rhoads et al, 1990) : a. Enzim yang digunakan untuk sintesa DNA b. Konsentrasi dari ion divalent c. Deoxynucleoside triphosphates d. Titik leleh dari DNA primer Prosedurpolymerase chain reaction (PCR) terdiri dari : a. Initializationstep, terjadi peningkatansuhu hingga 94 – 96 °C, dipertahankan selama 1 – 9 menit. b. Denaturationstep, terjadi peningkatansuhu hingga 94 – 98 °C selama 20 – 30 detik. Pada tahap ini DNA primerteruraidengan hancurnya ikatan hidrogen. c. Annealingstep, pada tahap ini terjadipenurunansuhu hingga 50 – 65 °C selama 20 – 40 detik untukmembantuterjadinyahibridisasi rantaiprimer.Suhu harus dijaga untukmemastikanreplikasiterjadi secara sempurna. d. Extension/elongationstep, pada tahap ini suhu bergantungpada jenis DNA polymerase yang digunakan.
40
Gambar2.11 Tahap – Tahap Prosedur Polymerase Chain Reaction (Rhoads, 1990) PCR adalahsuatu teknikyang melibatkanbeberapatahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadiduplikasijumlahtarget DNA untai ganda. Untai ganda DNA templat (unamplified DNA) dipisahkandengan denaturasi termal dan kemudian didinginkanhingga mencapai suatu suhu tertentu untuk memberi waktu pada primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA. Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers) dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang sesuai.
41
Umumnyakeadaanini dilakukanantara20 – 40 siklus. Target DNA yang diinginkan(short ”target”product) akan meningkatsecara eksponensial setelah siklus keempat dan DNA non-target (long prod- uct) akan meningkatsecara linierseperti tampakpada bagan di atas (Newtonand Graham, 1994). Jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus: Y=(2n –2n)X Y : jumlah amplicon n : jumlah siklus X : jumlah molekul DNA templat semula Jika X = 1 dan jumlahsiklus yang digunakanadalah 30, maka jumlah ampliconyang diperolehpada akhirproses PCR adalah1.074 x 109. Dari fenomena ini dapat terlihat bahwa dengan menggunakanteknik PCR dimungkinkanuntuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan (amplicon) secara eksponensial dalam waktu relatif singkat. Umumnyajumlahsiklus yang digunakanpada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan meningkatkanjumlah amplicon secara bermaknadan memungkinkan peningkatan jumlah produk yang non-target. Perlu diingat bahwa di dalam proses PCR effisiensi amplifikasi tidak terjadi100 %, hal ini disebabkanoleh target templat terlampaubanyak, jumlah polimerase DNA terbatas dan kemungkinan terjadinya
42
reannealinguntai target.
2.4.4 OptimasiPolymerase chain reaction (PCR) Untukmendapatkanhasil polymerasechain reaction(PCR) yang optimal perlu dilakukan optimasi proses polymerase chain reaction (PCR). Secara umum optimasi dapat dilakukandengan cara memvariasikan kondisi yang digunakan pada proses tersebut. Optimasi kondisi berkaitanerat dengan faktor-faktorseperti jenis polimeraseDNA; suhu; konsentrasi,dalam hal ini berkaitandengan dNTPs, MgCl2 dan DNA polimerase; buffer polymerase chain reaction (PCR) dan waktu. 1. Jenis polimerase DNA Kemampuan mengkatalisis reaksi polimerasi DNA pada proses polymerasechain reaction(PCR) yang terjadipada tahap ekstensi untuk DNA rantai panjang akan berbeda dengan untuk DNA rantai pendek. Penggunaanjenis DNA polimerasetergantungpada panjangDNA target yang akan diamplifikasi. Untukpanjang fragmen DNA lebih besar dari tiga kilobasa akan memerlukan jenis polimerase dengan aktivitas tinggi. 2. Konsentrasi dNTPs, MgCl2; polimerase DNA Konsentrasioptimal dNTPs ditentukanoleh panjang target DNA yang diamplifikasi. Untuk panjang target DNA kurang dari satu kilobasa biasanya digunakankonsentrasidNTPs sebanyak 100 uM, sedangkan
43
untuk panjang target DNA lebih besar dari satu kilobasa diperlukan konsentrasi dNTPs sebanyak 200 uM. Umumnyakonsentrasioptimal MgCl2 berkisarantara 1,0 – 1,5 mM. Konsentrasi MgCl2 yang terlalu rendah akan menurunkanperolehan PCR. Sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan akumulasi produk non target yang disebabkan oleh terjadinya mispriming. Jumlah polimerase DNA yang digunakan tergantung pada panjang fragmen DNA yang akan diamplifikasi. Untuk panjang fragmen DNA kurangdari dua kilobasa diperlukan1,25 – 2 unit per 50 uL campuran reaksi, sedangkan untuk panjang fragmen DNA lebih besar dari dua kilobasa diperlukan 3 – unit per 50 uL campuran reaksi. 3. Suhu Pemilihansuhu pada proses polymerase chain reaction (PCR) sangat penting karena suhu merupakansalah satu faktor yang menentukan keberhasilansuatu polymerasechain reaction(PCR). Dalamhal ini suhu berkaitan dengan proses denaturasi DNA templat, annealing dan ekstensi primer.Suhu denaturasiDNA templat berkisar antara 93 – 95oC, ini semua tergantungpada panjangDNA templat yang digunakan dan juga pada panjang fragmen DNA target. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi akan menurunkanaktivitas polimerase DNA yang akan
44
berdampakpada efisiensi polymerase chain reaction (PCR). Selain itu juga dapat merusakDNA templat,sedangkan suhu yang terlalurendah dapat menyebabkanproses denaturasiDNA templat tidak sempurna. oC. 94 Pada umumnya suhu denaturasi yang digunakan adalah
Secara umumsuhu annealingyang digunakanberkisarantara37 - 60oC. Pemilihansuhu annealingberkaitandengan Tm primeryang digunakan untuk proses polymerase chain reaction (PCR). Suhu annealing yang digunakandapat dihitungberdasarkan(Tm – 5)oC sampai dengan (Tm + 5)oC. Dalam menentukan suhu annealing yang digunakan perlu diperhatikanadanyamisprimingpada daerahtarget dan non-target,dan keberhasilan suatu proses polymerase chain reaction (PCR) akan ditentukan oleh eksperimen. Proses ekstensi primerpada proses polymerase chain reaction (PCR) selalu dilakukanpada suhu 72oC karenasuhu tersebutmerupakansuhu optimum polimerase DNA yang biasa digunakan untuk proses polymerase chain reaction (PCR). 4. Bufferpolymerase chain reaction (PCR) Buffer polymerase chain reaction (PCR) yang digunakan berkaitan denganpH dan kapasitas buffernya. Dalam perdaganganada dua jenis bufferpolymerasechain reaction (PCR) yaitu“Low-saltbuffer” (pH 8,75 dan kapasitas buffer rendah) dan “High-salt buffer” (pH 9,2 dan
45
kapasitas buffer tinggi). Umumnyabuffer polymerase chain reaction (PCR) tersedia sesuai dengan jenis polimeraseDNA nya. Penggunaan jenis buffer ini tergantungpada DNA target yang akan diamplifikasi. Untuk panjang DNA target antara 0 – 5 kilobasa biasanya diperlukan “low-salt buffer” sedangkan untukpanjangDNA target lebih besar dari lima kilobasa digunakanhigh-salt “ buffer”. 5. Waktu Pemilihanwaktu yang digunakanberkaitandengan proses denaturasi DNA templat, annealing dan ekstensi primer.Untuk denaturasi DNA templat umumnya dilakukan selama 30 – 90 detik, ini semua tergantungpada DNA templat yang digunakan.Waktudenaturasiyang terlalu lama akan merusak templat DNA dan sekaligus dapat menurunkanaktivitas polimerase DNA. Sedangkan waktu denaturasi yang terlalu pendek akan menyebabkan proses denaturasi tidak sempurna. Penentuan waktu untuk proses annealing berkaitandengan panjang primer.Untuk panjang primer18 – 22 basa cukup dengan 30 detik, sedangkan untuk panjang primerlebih besar dari 22 basa diperlukan waktuannealing60 detik. Pemilihan waktu ekstensi primer tergantung pada panjang fragmen DNA yang akan diamplifikasi. Secara umum untuk mengamplifikasi
46
setiap satu kilo basa DNA diperlukan waktu 30 – 60 detik. Pada setiap melakukan polymerase chain reaction (PCR) harus dilakukan juga kontrol positif, ini diperlukan untuk memudahkan pemecahanmasalah apabilaterjadihal yang tidak diinginkan.Selain itu juga harus dilakukan terhadap kontrol negatif untuk menghindari kesalahan positif semu.
2.4.5 Polymerase chain reaction (PCR) sebagai Sarana Diagnosa Polymerase chain reaction (PCR)
digunakan untuk mengenali
translokasispesifik kelainanDNA,sehingga memilikikemampuanlebih spesifik dalam mendeteksi penyakit infeksi oleh karena bakteri maupun virus dibandingkanmetode yang lain. Polymerase chain reaction(PCR) juga dapat mengidentifikasi mikroorganismeyang tidak dapat dibiakkanatau lambat tumbuhpada kulturjaringan.(Prescott, 2014). ViralDNA juga dapat dideteksidenganpenggunaanpolymerase chain reaction (PCR). Sensitivitas yang tinggi dari polymerase chain reaction (PCR) dapat membantu mendiagnosis virus sebelum timbulnya gejala dari penyakit. (Salis, 2009).