BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Tata Bahasa (grammar) Definisi tata bahasa (grammar) menurut versi kamus John M. Echols: Grammar: (kb) 1. Tata bahasa, 2. Buku tata bahasa. Sedangkan pengertian grammar menurut Oxford Learner’s Pocket Dictionary adalah: book that describes the rules for forming words and making sentences. Merujuk pada definisi di atas, grammar adalah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa. Kumpulan kaidah ini lazim dikenal sebagai tata bahasa (grammar). Coghill and Stacy (2003:26) mendefinisikan grammar sebagai berikut: “The grammar of a language is the set of rules that govern its structure. Grammar determines how words are arranged to form meaningful units.” (Grammar sebuah bahasa adalah satu kumpulan aturan yang menata bagian susunannya. Grammar menentukan bagaimana kata - kata itu disusun dalam bentuk unit - unit bahasa yang bermakna). Sama halnya dengan definisi di atas, Swan (2005:19), ahli bahasa yang lebih cenderung
memperhatikan
Bahasa
Inggris
asli
Inggris
(British
English)
mendefinisikan grammar seperti dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
“The rules that show how words are combined, arranged or changed to show certain kinds of meaning.” (Grammar adalah aturan yang menerangkan bagaimana kata digabungkan, disusun atau diubah untuk menunjukkan beberapa jenis makna). Menurut Harmer (2003:142), tata bahasa merupakan penjelasan cara bagaimana kata – kata diubah dan digabungkan pada kalimat di dalam suatu bahasa (grammar is the description of the ways in which words can change their forms and can be combined into sentences in that language). Tata bahasa adalah salah satu aspek yang paling penting dalam penerjemahan Selain definisi yang umum seperti di atas, ada beberapa pakar bahasa yang mendefinisikan grammar dengan gaya yang berbeda seperti Greenbaum dan Leech. Leech dkk (1982:3) mendefinisikan grammar sebagai: “Reference to the mechanism according to which language works when it is used to communicate with other people. Grammar is a mechanism for putting words together, but we have said little about sound of meaning.” (Makna Grammar adalah referensi mekanisme menurut fungsi bahasa ketika digunakan dalam komunikasi dengan orang lain. Grammar adalah aturan untuk penggabungan kata, tetapi kami telah menjelakan sedikit tentang bunyi suatu makna). Lebih ekstrim lagi, pakar kenamaan tentang grammar Greenbaum (1996:25) mengartikan grammar seperti di bawah ini: “In the concrete sense of the word grammar, a grammar is a book of one or more volumes. We of course also use grammar for the contents of the book. When we
Universitas Sumatera Utara
compare grammars for their coverage and accuracy, we are referring to the contents of the book: a grammar is a book on grammar, just as a history is a book on history.” (Menurut makna konkrit kata grammar, grammar adalah sebuah buku yang berisi satu volume atau lebih. Kita juga tentu mengartikan grammar sebagai isi sebuah buku. Ketika kita membandingkan grammar dengan bahasan dan kebebenarannya, kita tentu mengacu pada isi dari sebuah buku: jadi grammar adalah sebuah buku tentang grammar, seperti halnya sejarah adalah sebuah buku tentang sejarah). Menurut Hartanto dkk (2003:9), tata bahasa dalam bahasa Inggris terdiri dari delapan bagian yang lazim disebut dengan the eight parts of speech, yaitu:
Noun (kata benda)
Pronoun (kata ganti diri)
Adjectives (kata sifat)
Verb (kata kerja)
Adverbs (kata keterangan)
Preposition (kata depan)
Conjunction (kata penghubung)
Interjection (kata seru)
2.2. Pengertian Kolokasi Kata kolokasi disebut juga sanding kata. Kata kolokasi dibedakan dengan idiom, kata majemuk,
dan
frasa
karena
sanding
kata
dilihat
dar i
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang sama atau perasosiasian yang tetap antara kata dan kata-kata tertentu (Harimurti Kridalaksana, 1982). Kata kolokasi berasal dari bahasa Inggris collocation yang verbanya adalah collocate. Menurut kamus Collins English Dictionary (Hanks [Ed], 1979:298), kata kerja collocate ini berasal dari bahasa Latin collocāre, yang berasal dari dua kata com 'together' dan locāre 'to place', dan kata yang terakhir ini berasal dari kata locus 'place'. Kridalaksana (2008:127) memberikan definisi kolokasi sebagai "asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat; misalnya antara kata buku dan tebal dalam Buku tebal ini mahal, dan antara keras dan kepala dalam Kami sulit meyakinkan orang keras kepala itu". Dalam korpus linguistik, kolokasi didefinisikan sebagai urutan kata atau istilah co-occur yang lebih sering dari pada yang diharapkan secara kebetulan. Dalam phraseology, kolokasi adalah jenis sub-phraseme. Contoh dari kolokasi yang berhubungan dengan penyusunan kata (Halliday 1966: 57-67) adalah ekspresi strong tea. Sedangkan arti yang sama bisa disampaikan secara ekivalen dengan ungkapan powerful tea. Ungkapan ini dianggap tidak benar oleh penutur bahasa Inggris. Sebaliknya, ekspresi yang sesuai untuk komputer, powerful computers lebih disukai dari pada strong computers. Kolokasi yang berhubungan dengan penyusunan kata tidak harus dibingungkan dengan idiom, dari mana makna berasal, sedangkan kolokasi sebagian besar adalah komposisi (karangan).
Universitas Sumatera Utara
Dalam tradisi linguistik Barat, terdapat sejumlah istilah yang merujuk kepada konsep kolokasi sebagaimana yang dikemukakan Su`ad Awab (1999), yaitu: composite elements; idioms; gambit; multi-word lexemes; lexical phrases; fixed expressions; set phrases and compounds; recurrent word combination dan multiword units. Menurut Su`ad Awab (1999:42), multi-word units merupakan istilah generik yang mencakupi kolokasi. Pendapat Su`ad Awab, sejalan dengan istilah Moentaha (2006:10) yang memberinya nama rangkaian kata-kata yang mencakupi word-group, word-combination, dan collocation. Biasanya para linguis beranggapan bahwa J.R. Firth ([1951] 1957) adalah yang pertama kali membicarakan konsep kolokasi dengan jargonnya yang terkenal "You shall know a word by the company it keeps". Namun, menurut Robins (1967:21) dan Gitsaki (1999:10), 2300 tahun lalu para ahli falsafah Yunani telah mengkaji kolokasi sebagai fenomena linguistik dalam hubungannya dengan semantik leksikal. Robins (1967:21) menyatakan bahwa para ahli falsafah Yunani menolak persamaan "one word, one meaning" dan mereka mengusulkan aspek penting dari struktur semantik bahasa. Mereka percaya bahwa"word meaning do not exist in isolation, and they may differ according to the collocation in which they are used". Ide kolokasi mulai diperkenalkan oleh Palmer (1938:4) yang mendefinisikan kolokasi sebagai "successions of two or more words the meaning of which can hardly be deduced from a knowledge of their component words. Contoh-contoh yang ia berikan seperti at last, give up, let alone, go without, carry on, as matter of fact, all at once, to say the least of it, give somebody up for lost, throw away, how do you do,
Universitas Sumatera Utara
dan let alone. Ia menekankan bahwa setiap gabungan kata tersebut harus dipelajari sama seperti mempelajari satu kata. Kemudian, Firth (1957:194) lebih jauh mengartikan kata kolokasi sebagai istilah teknis, sehingga makna dengan kolokasi (meaning by collocation) menjadi lebih baik sebagai salah satu dari mode makna (modes of meaning). Firth (1968:182) memberikan contoh kolokasi dengan dua buah kata dark dan night sebagai kolokasi adjektiva + nomina. Ia menegaskan bahwa salah satu makna night adalah kebolehannya berkolokasi dengan dark, dan salah satu makna dark adalah kebolehannya berkolokasi dengan night. Dengan kata lain, pemberian sebuah makna yang lengkap harus mencakupi kata lainnya yang berkolokasi. Firth (1968:182) kemudian mendefinisikan kolokasi sebagai "the company that words keep". Ia menyatakan bahwa betapa pentingnya mengenal kata - kata yang selalu menyertai kata yang hendak diketahui maknanya. Menurut Benson, M (1985), ada beberapa tipe kolokasi yang berbeda. Kolokasi bisa berupa adjective + adverb, noun + noun, verb + noun dan sebagainya. Berikut in adalah tipe – tipe utama kolokasi dalam contoh kalimat. 1. adverb + adjective
Invading that country was an utterly stupid thing to do.
We entered a richly decorated room.
Are you fully aware of the implications of your action?
2. adjective + noun
The doctor ordered him to take regular exercise.
Universitas Sumatera Utara
The Titanic sank on its maiden voyage.
He was writhing on the ground in excruciating pain.
3. noun + noun
Let's give Mr Jones a round of applause.
The ceasefire agreement came into effect at 11am.
I'd like to buy two bars of soap please.
4. noun + verb
The lion started to roar when it heard the dog barking.
Snow was falling as our plane took off.
The bomb went off when he started the car engine.
5. verb + noun
The prisoner was hanged for committing murder.
I always try to do my homework in the morning, after making my bed.
He has been asked to give a presentation about his work.
6. verb + expression with preposition
We had to return home because we had run out of money.
At first her eyes filled with horror, and then she burst into tears.
Their behaviour was enough to drive anybody to crime.
7. verb + adverb
She placed her keys gently on the table and sat down.
Mary whispered softly in John's ear.
I vaguely remember that it was growing dark when we left.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah contoh – contoh kolokasi dengan menggunakan 'll: I'll give you a call.
I'll be in touch.
I'll be back in a minute.
I'll see what I can do.
I'll get back to you as soon as I can.
Kolokasi dengan verb + preposition/noun : 1. to burst into laughter 2. to bear witness to (something) 3. to carry something too far 4. to cast an eye over (something) ( = to examine something briefly) 5. come on 6. do the washing up etc.
2.3. Pengertian Terjemahan Terjemahan menurut Munday (2001:5) adalah peralihan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk teks tulis. ....as changing of an original written text in the original verbal language into a written text in a different verbal language. Terkait dengan perihal ekivalensi yang ditetapkan sebagai suatu kata kunci, Catford
(1965:
20-21).
mendefinisikan
penerjemahan
sebagai
penempatan
(replacement) teks bahasa sumber dengan teks yang ekivalen dalam bahasa sasaran.
Universitas Sumatera Utara
The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL) and the term equivalent is a clearly a key term Meskipun sangat jarang terdapat padanan suatu kata dalam bahasa sumber yang sama dengan arti dalam bahasa sasaran, namun keduanya dapat berfungsi secara ekivalen pada saat keduanya dapat saling dipertukarkan (interchangeable). Berdasarkan ketiga definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan adalah suatu pekerjaan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang menekankan suatu kesamaan yakni adanya ekivalensi. Dalam penerjemahan, yang kemudian terjadi adalah transfer makna dari bahasa sumber (source language) ke bahasa sasaran (sasaran language) dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan produk (Nababan 2010). Pandangan para ahli yang lain mengungkapkan Translation is made possibly by an equivalence of thought that lies behind its different verbal expressions. (Savory, 1969:13) (Terjemahan itu mungkin dibuat dengan kesamaan ide yang ada dibalik ungkapan verbalnya yang berbeda). Translation consists of reproducing in the receptor language the closest natural equivalence of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. (Nida and Taber, 1982) (Terjemahan menghasilkan padanan natural yang paling dekat dari pesan bahasa sumber ke dalam bahasa penerima, pertama dari segi makna dan kedua dari segi gaya).
Universitas Sumatera Utara
Translation is a process of finding a TL equivalent for a SL utterance. (Pinchuck, 1977:38) (Terjemahan adalah sebuah proses untuk menemukan padanan bahasa sasaran dengan pernyataan bahasa sumber). Translation is the rendering of a source language (SL) text into the target language (TL) so as to ensure that (1) the surface meaning of the two will be approximately similar and (2) the structure of the SL will be preserved as closely as possible, but not so closely that the TL structures will be seriously distorted (Mc.Guire,1980:2). (Terjemahan adalah mengartikan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan tujuan untuk (1) meyakinkan bahwa makna luar dari kedua bahasa sama dan (2) menyakinkan bahwa susunan dari bahasa sumber dipertahankan sedekat mungkin, namun tidak terlalu dekat hingga menjadikan susunan bahasa sasaran menjadi sangat tidak jelas). Translation is a craft consisting in the attempt to replace a written message and/or statement in one language by the same message and/or statement in another language. (Newmark, 1981:7) (Terjemahan yaitu suatu keahlian yang meliputi usaha mengganti pesan atau pernyataan tertulis dalam suatu bahasa dengan pesan atau pernyataan yang sama dalam bahasa lain). Bell (1993:5), translating the definition of translation according to Dubois, states that Translation is the expression in another language (or target language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences. (Bell 1993:5), menerjemahkan pengertian terjemahan menurut Dubois, menyatakan bahwa terjemahan adalah ekspresi dari bahasa sumber dari apa yang
Universitas Sumatera Utara
diekspresikan dari bahasa sasaran, dengan mempertahankan kesepadanan semantik dan stylistiknya). Translation is the general term referring to the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another (target), whether the languages are in written or oral form; whether the languages have established orthographies or do not have such standardization or whether one or both languages is based on signs, as with sign languages of the deaf (Brislin, 1976) (Terjemahan adalah istilah umum yang mengacu pada pengalihan pikiran dan ide dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, baik bahasa tulis atau lisan; baik salah satu atau keduanya membentuk ortografi atau tidak mempunyai standar seperti itu; atau baik salah satu atau keduanya berbentuk tanda seperti bahasa orang tuli). Translation is a transfer process which aims at the transformation of a written SL text into an optimally equivalent TL text, and which requires the syntactic, the systematic and the pragmatic understanding and analytical processing of the SL (Wilss and Noss, 1982) (Terjemahan adalah proses pengalihan yang bertujuan mengubah teks tertulis bahasa sumber menjadi teks bahasa sasaran yang sepadan, yang membutuhkan pemahaman sintaksis, sistematis, dan pragmatis serta pengolahan analisa bahasa sumber). I see translation as the attempt to produce a text so transparent that it does not seem to be translated. (Venuti, 1991:1) (Saya memahami terjemahan sebagai sebuah usaha untuk menghasilkan suatu teks yang transparan sehingga teks tersebut tidak kelihatan sebagai terjemahan).
Universitas Sumatera Utara
Demikian beberapa penjelasan mengenai definisi terjemahan menurut para ahli yang dipandang dari perspektif yang agak berbeda namun masih relevan dengan translasi sebagai penggunaan interpretatif bahasa (interpretative use of language), Ernst dan Gutt memberi pengertian penerjemahan sebagai suatu upaya yang dimaksudkan untuk pernyataan ulang (restate) apa yang telah dinyatakan atau dituliskan oleh seseorang dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lainnya. The translation is intended to restate in one language what someone else said or wrote in another language. (Ernst & Gutt dalam Hickey, 1998:46). Terkait dengan perihal makna, Larson (1984:3) mendefinisikan penerjemahan sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran melalui tiga langkah pendekatan, yakni: 1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi, dan konteks budaya dari teks bahasa sumber; 2) menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya; dan 3) mengungkapkan kembali makna yang sama dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran. Adakah keterkaitan antara penerjemahan dengan seni? Dalam hal ini Bell juga mengemukakan suatu pandangan mengenai status proses penerjemahan sebagai suatu ilmu pengetahuan atau suatu seni. Keduanya mengarah pada dua hal berbeda; di mana ilmu pengetahuan (science) adalah identik dengan objektivitas, sementara seni (art) cenderung merujuk pada sesuatu yang tidak objektif (not amenable to objective). Terlepas dari nilai seni dan ilmu pengetahuan, Bell menegaskan pengertian penerjemahan yang hampir sama dengan Catford, yakni penerjemahan sebagai suatu
Universitas Sumatera Utara
bentuk pengungkapan suatu bahasa dalam bahasa lainnya sebagai bahasa sasaran, dengan mengedepankan semantik dan ekivalensi. Translation is the expression in another language (or sasaran language) of what has been expressed in another, source language, preserving semantic and stylistic equivalences. (Bell, 1991:4-5). Berdasarkan beberapa definisi mengenai penerjemahan tersebut di atas, terlihat adanya kesepakatan bahwa penerjemahan merupakan suatu kegiatan yang menyangkut keterkaitan antara dua bahasa atau lebih (multy-language) yang kemudian adanya transfer makna dari bahasa sumber (SL) ke bahasa sasaran (TL) dengan keakuratan pesan, keterbacaan, dan keberterimaan yang akan bermuara pada produk terjemahan yang baik, sebagaimana dikemukakan Halliday dalam Steiner (2001:17) bahwa terjemahan yang baik adalah suatu teks yang merupakan terjemahan ekivalen terkait dengan fitur-fitur linguistik yang bernilai dalam konteks penerjemahan. A good translation is a text which is a translation (i.e.is equivalent) in respect of those linguistic feautures which are most valued in the given transalation.
2.3.1. Jenis-jenis Terjemahan Pada dasarnya terjemahan dapat dibedakan ke dalam tiga jenis: (1) terjemahan intralingual atau rewording, yakni interpretasi tanda verbal dengan menggunakan tanda lain dalam bahasa yang sama; (2) terjemahan interlingual atau translation proper, merupakan interpretasi tanda verbal dengan menggunakan bahasa (bahasa-bahasa) lain; dan
Universitas Sumatera Utara
(3) terjemahan intersemiotik atau transmutation, yakni interpretasi tanda verbal dengan tanda dalam sistem tanda non-verbal (Jakobson dalam Venuti, 1995). Tipe
penerjemahan
pertama
atau
intralingual
menyangkut
proses
menginterpretasikan tanda verbal dengan tanda lain dalam bahasa yang sama. Dalam penerjemahan tipe yang kedua (interlingual translation) tidak hanya menyangkut mencocokkan/membandingkan simbol, tetapi juga padanan kedua simbol dan tata aturannya atau dengan kata lain mengetahui makna dari keseluruhan ujaran. Terjemahan tipe ketiga yakni transmutation, menyangkut pengalihan suatu pesan dari suatu jenis sistem simbol ke dalam sistem simbol yang lain seperti lazimnya dalam Angkatan Laut Amerika suatu pesan verbal bisa dikirimkan melalui pesan bendera dengan menaikkan bendera yang sesuai dalam urutan yang benar (Nida, 1964:4). Jenis terjemahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah terjemahan interlingual atau translation proper. Sementara Larson dalam Choliluddin (2005:22) mengklasifikasi terjemahan dalam dua tipe utama, yakni : 1. terjemahan berdasarkan bentuk (Form-based translation) 2. terjemahan berdasarkan makna (Meaning-based translation). Terjemahan berdasarkan bentuk, cenderung mengikuti bentuk bahasa sumber yang dikenal dengan terjemahan harfiah, sementara terjemahan berdasarkan makna cenderung mengkomunikasikan makna teks bahasa sumber dalam bahasa sasaran secara alami. Terjemahan tersebut dikenal dengan terjemahan idiomatik.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Kesepadanan (Ekivalensi) dalam Penerjemahan Bentuk satu bahasa dengan bahasa lainnya tidaklah selalu sama. Oleh sebab itulah, seorang penerjemah harus dapat mencari kesepadanan (ekivalensi) dalam penerjemahan. Catford menyatakan “the central problem of translation is that of finding translation equivalence”. Menurut Catford, permasalahan utama yang ditemui penerjemah dalam proses penerjemahan adalah untuk mencari kesepadanan bahasa sumber dengan bahasa sasaran. Yusuf, seorang ahli bahasa dari Indonesia yang sependapat dengan Catford, mengemukakan bahwa kesepadanan (equivalence) harus diartikan secara luas. Kesepadanan tidak hanya menyangkut padanan formal bahasa berupa padanan kata per kata, frase per frase, ataupun kalimat per kalimat, melainkan juga padanan makna, baik makna denotatif, makna konotatif, atau makna kiasan (figurative meaning). Hal yang paling penting untuk diingat adalah bahwa kesepadanan bukanlah kesamaan. Seorang penerjemah seringkali melakukan banyak ubahan bentuk dengan tetap menjaga agar maknanya sepadan. Makna yang
disampaikan dalam teks bahasa
sumber harus sepadan dengan makna yang disampaikan dalam bahasa sasaran, seperti yang diungkapkan Nida dan Taber (1969:24) : “dynamic equivalence is therefore to be defined in terms of the degree to which the receptors of the message in the receptor language respond to it in substantially the same manner as the receptors in the source language”.
Universitas Sumatera Utara
Pada kutipan di atas Nida dan Taber mengungkapkan bahwa teks dapat disebut sepadan apabila pembaca bahasa sasaran dapat menangkap maksud yang sama dengan pembaca teks bahasa sumber. Untuk dapat mencapai kesepadanan, seorang penerjemah harus memahami apa maksud pengarang saat menulis teks tersebut, bagaimana gaya penulis dan budaya yang diikuti penulis. Dengan demikian, penerjemah dapat mencari kesepadanan dalam menerjemahkan teks bahasa sumber ke bahasa sasaran. Lebih jauh lagi mengenai kesepadanan ini, Catford (1969:49) menyatakan “the source language and target language items rarely have ‘the same meaning’ in the linguistic sense; but they can function in the same situation”. Dari pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa meskipun kata-kata dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran memiliki ‘arti’ yang berbeda dalam linguistik, tapi kata-kata tersebut bisa menjadi sepadan dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, dalam penerjemahan banyak dilakukan penyesuaian - penyesuaian untuk kesepadanan. Penerjemah terkadang harus banyak melakukan perubahan bentuk untuk tetap menjaga agar maknanya sepadan.
2.4. Pengertian Error Kesalahan (error) adalah istilah yang digunakan dalam tata bahasa preskriptif untuk sebuah contoh dari salah penggunaan yang tidak konvensional, atau kontroversial, seperti sambatan koma atau pengubah salah tempat. Kontras tata bahasa kesalahan dengan kebenaran.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Corder (1967: 971, 961) cited by Ellis (2008), a ‘mistake’ is a deviation in learner language that occurs when learners fail to perform their competence. It is a lapse that reflects processing problems. An error, on the other hand, is a deviation in learner language which results from lack of knowledge of the correct rule. Menurut Brown (2004:216), “a mistake refers to a performance error in that it is a failure to utilize a known system correctly; while an error is a noticeable deviation from the adult grammar of a native speaker, reflecting the inter language competence of the learner.” In translation there are two kinds of errors, they are; global errors vs local errors. Global errors are errors that affect overall sentence organization (for example, wrong word order). They are likely to have a marked effect on comprehension (Ellis, 2008:964). Local errors are errors that affect single elements in a sentence (for example, errors in the use of inflections or grammatical functors (Ellis, 2008:970). West (2008:29-36) memberikan penjelasan tentang kesalahan - kesalahan gramatikal dalam menulis sebuah kalimat. Berikut adalah penjelasan secara singkat, jelas, dan transparan. Menurut West, setidaknya ada 6 kesalahan umum yang dilakukan seseorang dalam menulis sebuah kalimat, 6 kesalahan Grammar Bahasa Inggris dalam menulis kalimat diantaranya adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Verbs not agreeing with subjects Aturannya sederhana: Kata Kerja sesuai dengan Subyek (The verb agrees with the subject)
Singular subject, singular verb
Subyek tunggal harus ditemani kata kerja ‘tunggal’, contoh: The cat sits on the mat
Plural subject, plural verb
Subyek jamak harus ditemani kata kerja ‘jamak’, contoh: The cats sit on the mat
Two singular subject, plural verb
Dua subyek tunggal harus ditemani kata kerja ‘jamak’, contoh: The cat and the dog sit on the mat
Keterangan: Aturan-aturan di atas masih sebatas aturan umum, ada beberapa pengecualian dalam aturan tersebut, misalnya kata kerja tak beraturan (irregular verb) yang berupa ‘to be’ (You are my love dan You are my students). Contoh pertama (you are my love) menunjukkan subyek tunggal (kamu) sedang contoh kedua (you are my students) menunjukkan subyek jamak (kalian); meskipun begitu, kata kerja yang berupa ‘to be’ tetap menggunakan ‘are’. Oleh karena itulah pemahaman tentang kata kerja (verb) sangat mempengaruhi dalam menulis sebuah kalimat.
Universitas Sumatera Utara
Selain ‘to be’, subyek yang berupa ‘collective noun’ juga sangat mempengaruhi kata kerja, bandingkan contoh berikut: 1. The team is working on it 2. The team are working on it Kedua contoh diatas sama-sama benar. Contoh pertama mengacu pada suatu tim dalam satu kesatuan sehingga kata kerjanya berupa ‘is’, sedang contoh kedua mengacu pada orang-orang yang ada dalam tim (the people of the team) sehingga kata kerjanya berupa “are”. Kategori kesalahan grammatikal di atas tampak mudah jika kita sangat memahami tentang ‘Subject-Verb Agreement’. 2. Split infinitives Infinitives (lebih dikenal dengan to infinitive) sewajarnya berbentuk to + verb murni. Split infinitives ini berarti terpisahnya to dengan verb murninya. Memang jika terpisahnya ‘kedua pasangan’ ini tidak terlalu jauh, maka bolehboleh saja. Namun jika jaraknya terlalu panjang maka akan terlihat kaku, contoh: He began to slowly but surely turn the company round Contoh di atas terlihat tidak wajar karena memisahkan to dengan verb murninya terlalu jauh. Kalimat diatas seharusnya: He began to turn the company round, slowly but surely. Atau Slowly but surely, he began to turn the company round.
Universitas Sumatera Utara
3. Dangling Participles Participle disini adalah participle hasil dari omitting ataupun reducing clause, bukan participle yang difungsikan sebagai adjective. Berbeda dengan dua contoh di atas karena hanya kemampuan memahami grammar yang dibutuhkan, Dangling Participles, dikenal juga dengan istilah misrelated participle (participle yang tak serasi dengan subyek), membutuhkan kemampuan dalam segi makna untuk memahaminya, contoh: Cycling along a path used by Dr Livingstone, a leopard leapt out and attacked me. Contoh di atas sebenarnya adalah sebuah adverbial clause yang sub-clausenya menghilangkan (omitting) subyek dan conjunction after. Karena dalam syarat omitting, subyek yang dihilangkan harus sama dengan yang ada di main clause, maka participle ‘cycling’ diatas tidaklah benar. Seharusnya ‘cycling’ pada ‘omitting’ pada contoh tadi mengacu pada subyek manusia karena kegiatan bersepeda umumnya dilakukan oleh manusia; akan tetapi subyek pada main clause berupa binatang ‘leopard’ sehingga makna kedua clausenya menjadi rancu.
Contoh kalimat di atas jika dijabarkan maka akan menjadi seperti ini: After I had cycled along a path used by Dr Livingstone, a leopard leapt out and attacked me.
Universitas Sumatera Utara
Untuk membenarkan kalimat di atas, maka seharusnya subyek pada main clause harus diubah menjadi I, sehingga menjadi: After I had cycled along a path used by Dr Livingstone, I was attacked by a leopard. Jika sub-Conjunction dan subyeknya dihilangkan (omitted), maka kalimatnya menjadi: Cycling along a path used by Dr Livingstone, I was attacked by a leopard.
4. Unbalanced Sentences Jika menggunakan correlative conjunction, seperti either….or… atau not only….but also… kita harus memahami bahwa kalimat tersebut memiliki kesejajaran dalam bentuk dan fungsi. Contoh: Shelly is not only beautiful but also smart Kata - kata setelah not only dan but also diatas (beautiful dan smart) jelas memiliki bentuk dan fungsi yang sama yaitu sama - sama adjective dan samasama berfungsi sebagai subjective complement. Namun hal yang paling penting adalah bentuk harus sama, jika tidak maka kalimat tersebut menjadi tidak seimbang. Contoh: Shelly is not only a student but also smart
Universitas Sumatera Utara
Kalimat tersebut salah karena tidak seimbangnya antara a student dan smartnya (student sebagai noun dan sedangkan smart sebagai adjective). Menurut nalar semantik (pengetahuan akan makna) juga pasti terlihat rancu.
5. ‘I’ or ‘me’? Dalam percakapan sehari-hari, kalimat It’s me, terdengar wajar - wajar saja, namun dalam menulis bahasa Inggris yang baik, tentu kalimat tersebut jelas salah. Mengapa? Karena me hanya digunakan sebagai object pronoun yang hanya bisa diletakkan setelah transitive verb. Sedangkan is (to be) dikategorikan sebagai intransitive verb (kata kerja yang tidak membutuhkan object). Oleh karena itu sangat tidak wajar jika kita menulis kalimat berikut ini: It was me who suggest the rise in fees Kalimat diatas seharusnya: It was I who suggest the rise in fees
6. ‘Who’ or ‘whom’? Di dalam pelajaran adjective clause, kita mengenal kata who dan whom. Kesalahan ini sebenarnya tidak menjadi masalah untuk sekarang ini, mengingat kata who dan whom terkadang sudah tidak mempunyai perbedaan satupun. Meskipun dalam grammar kedua kata tersebut memiliki perbedaan yang sangat signifikan.
Universitas Sumatera Utara
Contoh: The man whom I mentioned yesterday is Andi. The man who came yesterday is Andi. Jika dilihat perbedaan kedua kalimat diatas: setelah who menggunakan verb, sedangkan setelah whom menggunakan subject = noun / pronoun.
2.4.1. Error vs Mistake Sinonim adalah dua kata atau lebih yang berbeda yang menanggung arti yang sama atau mirip. Namun, ada cara yang tepat untuk menggunakan kata-kata, dan ini sering akan tergantung pada konteks. 'Error' dan 'Mistake' adalah dua kata yang berarti: "Sebuah tindakan yang salah disebabkan penilaian buruk, atau ketidaktahuan, atau kekurangan perhatian". Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konteks akan menentukan penggunaan yang tepat. 'Error' dan 'Mistake' memiliki kategori yang sama. Banyak yang mengatakan bahwa 'error' lebih parah. Hal ini karena penilaian salah perhitungan dan salah, bahwa "mistake", di sisi lain, adalah kurang dalam gravitasi, sebagaimana orang - orang biasanya membuat kesalahan. Namun, banyak juga orang yang akan bertentangan dalam hal ini. Hal ini sangat bisa diterima untuk menggunakan 'error' dalam konteks formal atau teknis. Dalam istilah ilmiah atau teknis yang sangat, 'error' adalah lebih cocok. Dalam dunia komputasi dan pemrograman, 'error' adalah istilah yang lebih pas untuk menunjukkan kesalahan, atau 'error', terutama di coding dan proses. 'error system'
Universitas Sumatera Utara
terdengar lebih baik dari pada 'Mistake System'. 'Error' juga digunakan dalam percakapan bahasa Inggris lebih kasual. Meskipun “mistake” masih dapat digunakan dalam uang, sering kali akan terdengar tidak alami, atau teknis. Hal ini akan menjadi canggung untuk mengatakan sesuatu seperti : "It’s my error. I am sorry! ". Pernyataan yang terdengar lebih alami akan menjadi: “It’s my mistake. I am sorry!” Dari segi etimologi, kata 'error' berasal dari 'errorem' kata latin atau 'errare', yang berarti 'mengembara atau menyimpang'. Kata Norse tua, 'mistaka', yang berarti 'salah' (salah) dan 'taka' (mengambil). Secara keseluruhan, itu berarti “salah ambil”. Secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sebagian orang mungkin menganggap 'error' akan jauh lebih parah dari "mistake". 2. 'Error' adalah istilah yang lebih cocok untuk konteks yang lebih formal, sedangkan 'mistake' digunakan lebih luas dalam percakapan santai. 3. Etimologi menunjukkan bahwa 'error' berasal dari kata latin yang berarti 'mengembara atau menyimpang', sedangkan 'mistake' adalah dari kata norse tua yang berarti 'salah mengambil'.
2.5. Pengertian Ungkapan (Phrase) Frase menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Frase adalah satuan konstruksi yang terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Ramlan, frase adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, masih bisa disebut frasa. Contoh: 1. rumah bersalin itu 2. yang akan datang 3. sedang memasak 4. cantik sekali 5. minggu depan Jika contoh itu diletakkan dalam kalimat, kedudukannya tetap pada satu jabatan saja. 1. Rumah bersalin itu luas S P 2. Beliau yang akan datang besok. S P Ket 3. Bapak sedang memasak nasi goreng. S P O 4. Gadis itu cantik sekali. S P 5. Ibu guru berdiri di depan. S P Ket
2.6. Pengertian Klausa (Clause) Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurangkurangnya terdiri atas subjek (S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk
Universitas Sumatera Utara
menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Macam – macam Clauses Dalam bahasa Inggris ada 2 macam Clauses, yaitu: 1. Main Clauses (Klausa Utama) 2. Subordinate Clauses (Anak Kalimat) 1. Klausa Utama (Main Clause) Main Clause (induk kalimat) disebut juga dengan Independent Clauses adalah serangkaian kata yang mengandung subjek dan predikat yang telah mempunyai pengertian sempurna (jelas), dan dapat berdiri sendiri, artinya tidak tergantung pada Clause yang lain. Contoh: · We study English. · English is an international language. · She has finished working. 2. Anak Kalimat (Subordinate Clause) Anak Kalimat (Subordinate Clause) disebut juga dengan Dependent Clause, adalah serangkaian kata yang mengandung subjek dan predikat tetapi belum mempunyai
Universitas Sumatera Utara
pengertian yang sempurna, dan tidak dapat berdiri sendiri, artinya tergantung pada induk kalimat (Main Clause). Contoh: 1. I will go if you go. 2. She won't come unless you invite her. 3. I enjoy my job although I work long hours. Berdasarkan fungsi (penggunaannya), Clauses diklasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu: 1. NOUN CLAUSE 2. ADJECTIVE CLAUSE 3. ADVERBIAL CLAUSE
2.7. Pemilihan Kata (Diksi) Definisi diksi (diction) adalah pemilihan kata dan metode penggunaannya dalam
tulisan
atau
pembicaraan,
serta
kemampuan
untuk
menyampaikan
maksud/ide/keinginan dalam bentuk kata-kata dengan jelas.
“Diction will be effective only when the words you choose are appropriate for the audience and purpose, when they convey your message accurately and comfortably. The idea of comfort may seem out of place in connection with diction, but, in fact, words can sometimes cause the reader to feel uncomfortable. You’ve probably experienced such feelings yourself as a listener–hearing a speaker whose
Universitas Sumatera Utara
words
for
one
reason
or
another
strike
you
as
inappropriate.”
(Martha Kolln, Rhetorical Grammar. Allyn and Bacon, 1999).
Diksi sangat penting dalam komunikasi karena pada dasarnya, setiap orang memiliki tingkatan yang berbeda dalam berbahasa. Mencoba menunjukkan ketidak setujuan kita pada dosen dengan berucap “penjelasan bapak kaya sampah” jauh lebih mengesankan kita sebagai orang tidak terdidik bagi si dosen, sementara pesan tentang pendapat kita yang berbeda justru akan tersamarkan.
Memilih kata yang tepat yang dapat mewakili pesan yang ingin kita sampaikan, yang tepat bagi audiens, dan yang dapat membawa tujuan dari komunikasi yang kita lakukan, itu lah diksi. Dan diksi itu, semacam skill. Kemampuan. Bakat, namun juga dapat dikembangkan melalui latihan.
Manurut Keraf (2006:24), pengertian diksi adalah :
Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai
untuk
mencapai
suatu
gagasan,
bagaimana
membentuk
pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.
Jadi semakin banyak vocabulary kita, serta semakin dalam pemahaman kita terhadap nuansa makna (efek mental) dari suatu kata, maka semakin bagus diksi kita. Cara melatihnya tentu saja, banyak membaca, mendengar, memperhatikan reaksi orang-orang ketika membaca/mendengar kata-kata tertentu, banyak membuka kamus.
2.8. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Berikut diberikan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul kajian tesis ini yaitu; 1. Abbasi (2011) dalam artikelnya yang berjudul An Analysis of Grammatical Errors among Iranian Translation Students: Insights From Interlanguage Theory. Dalam tulisannya ia menjelaskan bahwa Error Analysis pada terjemahan mahasiswa Iran menjelaskan adanya kesalahan yang signifikan dalam grammar bahasa Inggris mereka. Temuan – temuan tersebut menunjukkan 98% mahasiswa memiliki masalah dalam sisi tata bahasa (grammar) dan sebagian besar kesalahan yang dilakukan para mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
adalah kesalahan interlingual (antar bahasa), yang menunjukkan pengaruh bahasa ibu mereka. 2. Siubelan (2009) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dalam tesisnya yang berjudul Analisis Kesalahan Preposisi Lokatif Bahasa Jerman. Dari hasil penelitiannya diperoleh preposisi “in” paling banyak digunakan untuk menyatakan keberadaan preposisi “in” untuk menyatakan keberadaan. Preposisi yang menjadi permasalahan dalam penggunaannya adalah prefosisi auf dan in. Dari analisis kesalahan bahwa jenis interferensi yang terjadi pada kasus ini adalah interferensi grammatikal berjenis penghilangan kategori grammatical wajib. 3. Zhang (2008) dalam artikelnya yang berjudul Grammar Comparison Study for Translation Equivalence Modeling and Statistical machine Translation. Dalam jurnalnya ia menjelaskan mengenai studi perbandingan grammar Translation Equivalence Modeling (TEM) dan Statistical Machine Translation (SMT). Di sini dapat dibandingkan kemampuan ekspresif berbagai grammar melalui bentuk terjemahan yang sebenarnya pada corpora bilingual bahasa Cina – Inggris. Hasil percobaan menunjukkan bahwa model tersebut lebih mampu menjelaskan data parallel corpora dari pada grammar yang lain. Studi tersebut menunjukkan perbedaan struktur yang lebih kompleks dari pada yang dianjurkan dalam literatur yang menghadapi tantangan besar terhadap model basis transformasi sintatis.
Universitas Sumatera Utara
4. Yang (2010) dalam artikelnya yang berjudul A Tentative Analysis of Error in Language Learning and Use. Dalam jurnalnya disebutkan: Para analis Analysis of Error menyatakan bahwa kesalahan – kesalahan pembelajar di dalam skala yang besar tidak disebabkan oleh pengaruh bahasa pertama mereka namun pada strategi pembelajaran yang lazim. Error Analysis menjelaskan hal – hal beraturan dalam proses pembelajaran bahasa asing melalui studi kesalahan – kesalahan pembelajar. Studi ini akan memberikan kontribusi yang besar dalam pengajaran bahasa asing. Para guru harus lebih sensitif terhadap kesalahan – kesalahan siswa mereka dan menyimpulkan jenis kesalahan apa yang sering terjadi pada periode tertentu dan kemudian memodifikasi bahan ajar untuk beradaptasi dengan kebutuhan siswa. 5. Pym (1992) dalam artikelnya yang berjudul Translation Error Analysis and The
Interface
with
Language
Teaching.
Dalam
artikelnya,
penulis
menyebutkan bahwa evaluasi secara empiris terhadap pengajaran dan pembelajaran terjemahan pada umumnya terhambat disebabkan karena adanya kompleksitas bidang – bidang tertentu yang terlibat, subjektivitas metode – metode penilaian yang digunakan dan kesulitan mendapatkan contoh yang tepat. Faktor – faktor ini cenderung membatasi hasil – hasil yang jelas pada tingkat bahasa yang paling mendasar.
Secara umum, sebagian besar kesalahan yang diperoleh dari artikel penelitian di atas dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah masalah
Universitas Sumatera Utara
kesalahan tata bahasa (grammar) namun setiap peneliti menggunakan metode dan bahan analisis yang berbeda. Kesalahan tata bahasa (grammar) yang dilakukan disebabkan karena latar belakang obyek penelitian adalah orang atau bahan yang bukan berasal dari negara – negara yang menggunakan bahasa Inggris sehingga kesalahan tata bahasa (grammar) sangat sering terjadi.
Universitas Sumatera Utara