BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dasi 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini dikatakan prematur kemudian disepakati disebut Low Birth Weigth Infant atau Berat Bayi Lahir Rendah. Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan (Depkes, 2009). Masalah BBLR pada dasarnya berhubungan dengan banyak faktor, diantaranya faktor ibu (riwayat kelahiran prematur, perdarahan antepartum, kurangnya nutrisi pada masa kehamilan ibu, hidramnion, penyakit kronik, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak dua kehamilan terlalu dekat, infeksi, trauma dan paritas); faktor janin (cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, KPD). Selain itu, keadaan sosial ekonomi yang rendah dan kebiasaan (pekerjaan yang melelahkan dan merokok) juga merupakan faktor yang menyebabkan BBLR (Sarwono, 2002). Bayi lahir dengan BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita, juga dapat
7
8
berdampak serius pada kualitas generasi mendatang, yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan anak serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan. Ukuran antropometri ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Penambahan berat badan yang terjadi selama kehamilan disebabkan oleh peningkatan ukuran berbagai jaringan reproduksi, adanya pertumbuhan janin, dan terbentuknya cadangan lemak dalam tubuh ibu. Resiko melahirkan BBLR meningkat pada kenaikan berat badan yang kurang selama kehamilan. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kelahiran bayi BBLR atau di bawah 2500 g. Kadar Hb < 11 gr %. Kadar Hb ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 11 gr/dl. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah (Depkes, 2009). Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai oksigen dan nutrisi pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap pertumbuhan janin. Hasil penelitian Hilli AL. (2009) menyatakan adanya hubungan yang linier antara anemia ibu hamil dengan berat badan bayi lahir. Berat badan bayi lahir rendah di temukan pada ibu hamil dengan anemia berat, sementara berat badan lahir masih dalam batas normal pada ibu hamil dengan anemia ringan dan anemia sedang meskipun lebih rendah dibndingkan dari ibu hamil tidak anemia.
9
2.2 Anemia Pada Ibu Hamil 2.2.1 Definisi Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II (Depkes RI, 2009). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006) Menurut Word Health Organization (WHO), anemia pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar homoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 11,0 g%. Sedangkan menurut Saifuddin (2002), anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11,0 g% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 g% pada trimester II. Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb kurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuatan sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari-hari (Sin-sin, 2010). Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida.
10
Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek antara globin dengan heme (Masrizal, 2007). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah ,artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia gizi besi (Masrizal, 2007). Menurut Evatt dalam Masrizal (2007) anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.
11
Anemia defesiensi zat besi adalah anemia dalam kehamilan yang paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyak zat besi. Anemia Megaloblastik dalam kehamilan adalah anemia yang disebabkan karena defisiensi asam folat. Anemia Hipoplastik pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum dijetahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan. Anemia hemolitik yaitu anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat, jyaitu penyakit malaria (Wiknjosastro, 2005 : Mochtar, 2004). Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Pada ibu hamil terjadi penurunan kadar Hb karena penambahan cairan tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel darah merah. Penurunan ini terjadi sejak usia kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu, sehingga ibu hamil itu mengalami anemia. Selain itu anemia kehamilan juga dapat disebabkan karena berkurangnya cadangan besi untuk kebutuhan janin. Pada usia kehamilan trimester III laju pertumbuhan janin pesat dan kenaikan berat badan ibu juga pesat. Diperkirakan 90% daripada kenaikan itu merupakan
12
kenaikan komponen janin, seperti pertumbuhan janin, plasenta, dan bertambahnya cairan amnion. Terjadinya anemia pada ibu hamil disebabkan karena pengenceran darah menjadi semakin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan terutama pada kehamilan trimester III (Moehji, 2003). Untuk
mendiagnosis anemia pada ibu hamil dapat dilakukan dengan
anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan dengan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil pemeriksaan hemoglobin dengan ahli dapat digolongkan sebagai berikut : a. Hb โฅ 11,0 g% disebut tidak anemia. b. Hb < 11,0 g% disebut Anemia (Depkes RI, 2001) Anemia pada saat hamil dapat mengakibatkan efek buruk baik pada ibu maupun kepada bayi yang akan dilahirkan. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu karena kekurangan kadar Hb untuk mengikat oksigen yang dapat mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan bayi diantaranya kematian bayi, bertambahnya kerentanan ibu terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur. Tingginya anemia pada ibu hamil juga mempunyai kontribusi terhadap tingginya angka BBLR. 2.2.2 Penyebab anemia pada ibu hamil Penyebab anemia umumnya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit-penyakit kronik (Mochtar, 2004).
13
Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabakan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah : penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Dimana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005). Selama hamil volume darah meningkat 50% dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua (Smith et al., 2010). Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet
14
Fe (Jamilus dan Herlina 2008). Kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kurang besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009). Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuian gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak, 2004). 2.2.3 Gejala anemia pada ibu hamil Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofometri merupakan standar (Wiknjosastro, 2005).
15
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20-30 % sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung capat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berunang-kunang, mengantuk, selaput lendir, kelopak mata, dan kuku pucat ( Sin sin, 2008). 2.2.4 Pengaruh anemia terhadap kehamilan Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran prematurs, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahn pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian pada persalinan (Wiknjosastro, 2005: Saifudin, 2006). Pengaruh anemia pada kehamilan. Risiko pada masa antenal: berat badan kurang, plasenta previa , eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa
16
pacanatal dapat terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : Prematur, apgar scor rendah, gawat janin, BBLR. Bahaya pada Trimester II dan Trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer, 2008) Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer, skunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer, 2008). Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi (Smith et al., 2010). Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan : gangguan his-kekuatan mengejan, kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri, kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas mudah terjadi infeksi mammae (Shafa, 2010 : Saifudin, 2006).
17
2.2.5 Pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit mennjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100, dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4, dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sember vitamin C, namun dalam proses pemasukan 50-80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti: fitat, fosfat, tannin (Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007). Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapata menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% perbulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebnyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2x10 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di indonesia, setiap
18
wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro, 2005). Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh pusat kesehatan masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung ๐น๐๐๐4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ยตg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya (Depkes RI, 2009). 2.3 Hubungan Anemia dengan Kejadian BBLR Anemia pada saat hamil dapat mengakibatkan efek buruk baik pada ibu maupun kepada bayi yang akan dilahirkannya. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen yang dapat mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan bayi antara lain kematian bayi, bertambahnya kerentanan ibu terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur (Setyawan, 1996)
19
Pada anemia ringan mengakibtkan terjadinya kelahiran prematur dan BBLR. Sedangkan pada anemia berat selama kehamilan dapat mengakibatkan fisiko morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Selain itu anemia juga dapat mengakibtkan hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, ketuban pecah dini (KPD) (Manuaba, 1998) 2.4 Kerangka Berpikir Gambar 2.1: Kerangka Berpikir Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian BBLR: - Indeks Masa Tubuh - Anemia - Lingkar Lengan Atas - Pertambahan Berat Badan - Paritas
BBLR: - Definisi BBLR - Pengaruh BBLR Anemia: - Definisi - Penyebab anemia pada ibu hamil - Gejala anemia pada ibu hamil - Pengaruh anemia terhadap kehamilan - Pencegahan dan penanganan anemia pada ibu hamil - Hubungan anemia dengan kejadian BBLR
20
Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususunya pada masa perinatal. Berat bayi lahir merupakan cerminan dari status kesehatan dan gizi selama hamil. Gizi ibu yang buruk sebelum kehamilan maupun sedang hamil lebih sering menghasilkan bayi BBLR atau lahir mati dan menyebabkan cacat bawaan (Kusumawati, 2007). Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan dan selama kehamilan akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR). Begitu pun dengan kondisi anemia pada saat hamil dapat mengakibatkan efek buruk baik pada ibu maupun kepada bayi yang akan dilahirkan. Anemia dapat mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu karena kekurangan kadar Hb untuk mengikat oksigen yang dapat mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan bayi diantaranya kematian bayi, bertambahnya kerentanan ibu terhadap infeksi dan kemungkinan bayi lahir prematur. Tingginya anemia pada ibu hamil juga mempunyai kontribusi terhadap tingginya angka BBLR.
21
2.5 Kerangka Konsep Gambar 2.2:Kerangka Konsep
Variabel Independent
Anemia pada Ibu Hamil
Variabel Dependent
Kejadian BBLR
Keterangan: Berpengaruh :
2.6 Hipotesis Hipotesis penelitian : Terdapat Hubungan antara Anemia Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR Hipotesis Statistik : Ho: Tidak ada hubungan antara anemia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di Rumah Sakit Toto Kec. Kabila Kab. Bone Bolango. H1: Ada hubungan antara anemia dengan kejadian berat bayi lahir rendah di Rumah Sakit Toto Kec. Kabila Kab. Bone Bolango