BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Ruas Jalan
Perhitungan kinerja ruas jalan meliputi perhitungan terhadap kapasitas (C), derajat kejenuhan (DS), kecepatan (V). Segmen jalan yang menjadi obyek penelitian adalah segmen pada ruas Jalan Raya Puputan Niti Mandala Renon Denpasar. Perhitungan yang akan dilakukan menggunakan perumusan sesuai dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jalan ini merupakan jalan satu arah. Tipe jalan satu arah ini meliputi semua jalan satu arah dengan lebar jalur lalu lintas dari 5,0 meter sampai dengan 10,5 meter. Kondisi dasar tipe jalan ini harus dapat memenuhi kriteria antara lain lebar jalur lalu lintas tujuh meter, tidak ada median, hambatan samping rendah, dan tipe alinyemen datar. 2.1.1 Perhitungan kecepatan arus bebas kendaraan ringan Kecepatan arus bebas (FV) didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata teoretis (km/jam) lalu lintas pada kerapatan sama dengan nol yaitu tidak ada kendaraan yang lewat. Definisi lain mengenai kecepatan arus bebas ini adalah kecepatan kendaraan yang tidak dipengaruhi oleh kendaraan lain, yaitu kecepatan dimana pengendara merasakan perjalanan yang nyaman dalam kondisi geometrik, lingkungan, dan pengaturan lalu lintas yang ada, dan pada segmen jalan tidak ada kendaraan yang lain. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada arus lalu lintas sama dengan nol. Perhitungan kecepatan arus bebas ini menggunakan persamaan sebagai berikut: FV = (FV0 + FVW) x FFVSF x FFVCS………………..……………….. 2.1 7
8
dimana: FV
= kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)
FV0
= kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati (km/jam)
FVW
= faktor penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan
FFVSF = faktor penyesuaian kecepatan untuk hambatan samping FFVCS = faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota Sesuai dengan persamaan diatas, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah penentuan nilai arus bebas dasar. Nilai kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Nilai kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan Tipe jalan
Enam lajur terbagi (6/2 D) atau tiga lajur satu arah (3/1) Empat lajur terbagi (4/2 D) atau dua lajur satu arah (2/1) Empat lajur tak terbagi (4/2 UD) Dua lajur tak terbagi (2/2 UD)
Kecepatan arus LV
HV
MC
61
52
48
Rata-rata semua kendaraan 57
57
50
47
55
53
46
43
51
44
40
40
42
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Setelah nilai kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan diperoleh dengan menggunakan Tabel 2.1 diatas, maka selanjutnya dicari nilai penyesuaian
9
kecepatan arus bebas kendaraan ringan untuk lebar jalur lalu lintas dengan menggunakan tabel berikut: Tabel 2.2 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas Tipe Jalan empat lajur terbagi atau jalan satu arah
empat lajur tak Terbagi
Dua lajur tak terbagi
Lebar jalur lalu lintas efektif (Wc) (m) Per lajur: 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur: 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Total: 5 6 7 8 9 10 11
FVw (km/jam) -4 -2 0 2 4 -4 -2 0 2 4 -9,5 -3 0 3 4 6 7
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Langkah selanjutnya adalah penentuan nilai penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping FFVSF. Karena segmen jalan tempat dilakukannya survei merupakan ruas jalan dengan bahu, maka nilai faktor penyesuaian untuk hambatan samping yang diambil adalah nilai faktor penyesuaian untuk ruas jalan dengan bahu yang dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:
10
Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping Tipe jalan
Kelas hambatan samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu Lebar bahu efektif rata-rata (WS) (m) ≤ 0,5
Empat lajur terbagi 4/2 D
Sangat rendah 1,02 Rendah 0,98 Sedang 0,94 Tinggi 0,89 Sangat tinggi 0,84 Empat lajur Sangat rendah 1,02 tak terbagi Rendah 0,98 (4/2 UD) Sedang 0,93 Tinggi 0,87 Sangat tinggi 0,80 Dua lajur Sangat rendah 1,00 tak terbagi Rendah 0,96 2/2 UD atau Sedang 0,91 jalan satu Tinggi 0,82 arah Sangat tinggi 0,73 Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
1,0
1,5
≥2
1,03 1,00 0,97 0,93 0,88 1,03 1,00 0,96 0,91 0,86 1,01 0,98 0,93 0,86 0,79
1,03 1,02 1,00 0,96 0,92 1,03 1,02 0,99 0,94 0,90 1,01 0,99 0,96 0,90 0,85
1,04 1,03 1,02 0,99 0,96 1,04 1,03 1,02 0,98 0,95 1,01 1,00 0,99 0,95 0,91
Nilai faktor penyesuaian yang terakhir digunakan untuk menghitung nilai kecepatan arus bebas adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota FFVCS. Nilai ini dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut:
11
Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota Ukuran Kota (Juta Penduduk)
Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran Kota
˂ 0.1 0,1-0,5 0,5-1,0 1,0-3,0 ˃ 3,0
0,90 0,93 0,95 1,00 1,03
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa Kota Denpasar dengan jumlah penduduk 788.445 jiwa memiliki nilai penyesuaian kecepatan bebas untuk ukuran kota adalah 0,95. Setelah nilai kecepatan arus bebas dasar dan nilai-nilai untuk faktor penyesuaian didapat, maka selanjutnya adalah memasukkan nilai-nilai tersebut ke dalam persamaan sehingga menghasilkan nilai kecepatan arus bebas kendaraan ringan sesuai dengan persamaan 2.1 diatas. 2.1.2 Perhitungan kapasitas Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada kondisi tertentu (geometrik, distribusi arah dan komposisi lalu lintas). Kapasitas dinyatakan dalam satuan smp/jam. Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas sesuai dengan MKJI adalah sebagai berikut: C = CO x FCW x FCSP x FCSF x FCS……………………………………(2.2) Dimana: C
= Kapasitas (smp/jam)
CO
= Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan
12
FCSP = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi) FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota Dalam perhitungan kinerja ruas jalan ini salah satunya adalah pemilihan segmen jalan yang akan dijadikan lokasi survei. Segmen jalan merupakan panjang jalan yang mempunyai karakteristik yang sama. Pada penelitian ini, segmen jalan yang dipilih merupakan segmen pada ruas jalan perkotaan yang memiliki 3 lajur dan 1 arah. Sesuai dengan rumus diatas, langkah pertama untuk menentukan kapasitas adalah menentukan kapasitas dasar (C0). Nilai C0 didapat dari Tabel 2.5 berikut: Tabel 2.5 Kapasitas dasar jalan perkotaan Tipe jalan
Kapasitas dasar (smp/jam)
Catatan
1650
Per lajur
Empat lajur tak terbagi
1500
Per lajur
Dua lajur tak terbagi
2900
Total dua arah
Empat lajur terbagi atau Jalan satu arah
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Setelah didapat kapasitas dasar (C0), langkah kedua adalah memasukkan data faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas (FCW). Nilai FCW diperoleh dari Tabel 2.6 berikut:
13
Tabel 2.6 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas untuk jalan perkotaan Tipe Jalan
Lebar jalur lalu lintas efektif (WC)
FCW
(m) Empat lajur terbagi atau Jalan satu arah
Empat lajur tak terbagi
Dua lajur tak terbagi
Per lajur 3,03 3,25 3,50 3,75 4,00 Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 Total dua arah 5 6 7 8 9 10 11
0,92 0,96 1,00 1,04 1,05 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Setelah didapat faktor penyesuaian untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas, maka dicari faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCSP). Untuk faktor penyesuaian pemisahan arah ini, ada beberapa hal khusus yang harus diperhatikan antara lain khusus untuk jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian yang digunakan tidak terdapat dalam tabel namun telah ditetapkan nilai 1,00. Untuk tipe jalan yang lain, dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut:
14
Tabel 2.7 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (FCSP) Pemisahan arah SP (%-%) FCSP Dua lajur Empat lajur
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
1,00
0,985
0,97
0,955
0,94
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Selanjutnya adalah mencari nilai faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping (FCSF). Ruas jalan pada area survei adalah jalan dengan bahu jalan sehingga faktor penyesuaiannya adalah sebagai berikut: Tabel 2.8 Faktor penyesuaian kapasitas untuk pengaruh hambatan samping dan lebar bahu (FCSF) pada jalan perkotaan dengan bahu. Tipe jalan
4/2 D
4/2 UD
2/2 UD atau jalan satu arah
Kelas
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu
Hambatan
(FCSF)
Samping
Lebar bahu efektif (Wg)
VL L M H VH VL L M H VH VL L M H VH
≤ 0,5
1,0
1,5
≥ 2,0
0,96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,94 0,92 0,89 0,82 0,73
0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 0,99 0,97 0,95 0,91 0,86 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79
1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85
1,03 1,02 1,00 0,98 0,96 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997
15
Faktor penyesuaian yang terakhir adalah faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS). Masukan diambil berdasarkan Tabel 2.9 berikut: Tabel 2.9 Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota (FCCS) pada jalan perkotaan Ukuran kota (Juta penduduk)
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1
0,86
0,1 – 0,5
0,9
0,5 – 1,0
0,94
1,0 – 3,0
1,00
>3
1,04
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1997 Setelah semua faktor penyesuaian diperoleh barulah bisa didapat hasil perhitungan kapasitas dengan menggunakan Rumus 2.2 (Departemen Pekerjaan Umum, 1997). 2.1.3 Perhitungan derajat kejenuhan (degree of saturation) Derajat kejenuhan merupakan rasio arus terhadap kapasitas, dimana derajat kejenuhan digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja simpang dan segmen jalan. Nilai derajat kejenuhan ini menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak (Departemen Pekerjaan Umum, 1997). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: DS = Q/C ………………………………………………..( 2.3)
16
Dimana: DS
: derajat kejenuhan (degree of saturation)
Q
: arus kendaraan (smp/jam)
C
: kapasitas (smp/jam)
2.1.4 Perhitungan kecepatan Dalam perhitungan kinerja ruas jalan juga menghitung kecepatan kendaraan. Kecepatan ada beberapa jenis, namun klasifikasi utama yang sering digunakan dalam analisis kecepatan adalah: 1. Kecepatan titik/sesaat (spot speed) adalah kecepatan yang diukur pada saat melintasi satu titik di jalan 2. Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara 2 titik pengamatan dibagi dengan lama waktu perjalanan bagi kendaraan yang diamati 3. Kecepatan bergerak (running speed) adalah panjang suatu potongan jalan tertentu dibagi waktu bergerak 4. Kecepatan rata-rata waktu (time mean speed) adalah kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang melintasi suatu titik di jalan selama periode waktu tertentu 5. Kecepatan rata-rata ruang (space mean speed) adalah kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang menempati suatu potongan jalan selama periode waktu tertentu. Kecepatan ini yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan kinerja ruas jalan.
17
Dalam MKJI, analisis kecepatan menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan mudah diukur. Kecepatan tempuh yang dimaksud disini adalah kecepatan rata-rata ruang dari kendaraan ringan (LV) sepanjang segmen jalan yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus: …………………………………………………..…(2.4) Dimana: V
= kecepatan rata-rata ruang LV (km/jam)
L = panjang segmen (km) TT = waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen (jam) 2.1.5 Tingkat Pelayanan Jalan (Level of Service) Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan, yang dimaksud dengan tingkat pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu lintas pada keadaan tertentu. Tingkat pelayanan ini erat kaitannya dengan kapasitas jalan dan volume lalu lintas. Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk menampung volume lalu lintas ideal persatuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang (smp/jam). Sedangkan volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang (smp)/jam. Arus/volume, kepadatan dan kecepatan mempunyai hubungan yang sangat erat yang dapat dilihat pada gambar berikut:
18
Gambar 2.1 Grafik hubungan kepadatan dengan kecepatan Sumber: Tamin, 2003 Hubungan kecepatan dan kepadatan adalah linier yang berarti bahwa semakin tinggi kecepatan lalu lintas dibutuhkan ruang bebas yang lebih besar antar kendaraan yang mengakibatkan jumlah kendaraan perkilometer menjadi lebih kecil (kepadatan semakin kecil).
Gambar 2.2 Grafik hubungan antara arus dengan kecepatan Sumber: Tamin, 2003 Hubungan kecepatan dan arus adalah parabolik yang menunjukkan bahwa semakin besar arus kecepatan akan turun sampai suatu titik yang menjadi puncak parabola tercapai kapasitas setelah itu kecepatan akan semakin rendah lagi dan arus juga akan semakin mengecil.
19
Gambar 2.3 Grafik hubungan antara arus dengan kepadatan Sumber: Tamin, 2003 Hubungan antara arus dengan kepadatan juga parabolik semakin tinggi kepadatan arus akan semakin tinggi sampai suatu titik dimana kapasitas terjadi, setelah itu semakin padat maka arus akan semakin kecil. Tingkat pelayanan pada ruas jalan diklasifikasikan atas: a. tingkat pelayanan A, dengan kondisi: 1. Arus bebas dengan volume lalu lintas rendah dan kecepatan tinggi 2. Kepadatan lalu lintas sangat rendah dengan kecepatan yang dapat dikendalikan oleh pengemudi berdasarkan batasan kecepatan maksimum atau minimum dan kondisi fisik jalan 3. Pengemudi dapat mempertahankan kecepatan yang diinginkannya tanpa atau dengan sedikit tundaan b. tingkat pelayanan B, dengan kondisi: 1. Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas 2. Kepadatan lalu lintas rendah, hambatan internal lalu lintas belum mempengaruhi kecepatan
20
3. Pengemudi masih mempunyai cukup kebebasan untuk memilih kecepatannya dan lajur jalan yang digunakannya c. tingkat pelayanan C, dengan kondisi: 1. Arus
stabil
tetapi
kecepatan
dan
pergerakan
kendaraan
dikendalikan oleh volume lalu lintas yang lebih tinggi 2. Kepadatan lalu lintas sedang karena hambatan internal lalu lintas meningkat 3. Pengemudi memiliki keterbatasan untuk memilih kecepatan, pindah lajur atau mendahului d. tingkat pelayanan D, dengan kondisi: 1. Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan kecepatan masih dapat ditolerir namun sangat terpengaruh oleh perubahan kondisi arus 2. Kepadatan lalu lintas sedang namun fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan temporer dapat menyebabkan penurunan kecepatan yang besar 3. Pengemudi memiliki kebebasan yang sangat terbatas dalam menjalankan kendaraan kenyamanan rendah, tetapi kondisi ini masih dapat ditolerir untuk waktu yang singkat. e. tingkat pelayanan E, dengan kondisi: 1. Arus lebih rendah daripada tingkat pelayanan D dengan volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan dan kecepatan sangat rendah
21
2. Kepadatan lalu lintas tinggi karena hambatan internal lalu lintas lintas 3. Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi pendek f. tingkat pelayanan F, dengan kondisi: 1. Arus tertahan dan terjadi antrian kendaraan yang panjang 2. Kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan volume rendah serta terjadi kemacetan untuk durasi yang cukup lama 3. Dalam keadaan antrian, kecepatan maupun volume turun sampai 0 Dalam bentuk gambar dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 2.4 Grafik hubungan arus dan kecepatan dalam kondisi ideal Sumber: Tranportation Research Board, 1985 Pada saat arus rendah kecepatan lalu lintas kendaraan bebas tidak ada gangguan dari kendaraan lain, semakin banyak kendaraan yang melewati ruas
22
jalan, kecepatan akan semakin turun sampai suatu saat tidak bisa lagi arus/volume lalu lintas bertambah, di sinilah kapasitas maksimum terjadi. Setelah itu arus akan berkurang terus dalam kondisi arus yang dipaksakan sampai suatu saat kondisi macet total, arus tidak bergerak dan kepadatan tinggi. Bila disajikan dalam bentuk grafik dapat dilihat dalam Gambar 2.5 berikut: Kecepatan
DS Gambar 2.5 Tingkat pelayanan jalan Sumber: Tamin, 2000 Berdasarkan peraturan TRB 1985, tingkat pelayanan jalan dapat ditentukan berdasarkan hubungan antara karakteristik arus lalu lintas dan rasio volume terhadap kapasitas yang diklasifikasikan seperti pada Tabel 2.10 sebagai berikut:
23
Tabel. 2.10 Hubungan antara tingkat pelayanan dan karakteristik arus lalu lintas dan rasio volume terhadap kapasitas Tingkat Pelayanan
Karakteristik Operasi Terkait
VCR
A
Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan volume lalu lintas rendah
0,00- 0,19
B
Arus stabil, tetapi kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas Arus stabil tetapi kecepatan dan pergerakan kendaraan dikendalikan
C
0,20- 044 0,45- 0,74
D
Arus mendekati tidak stabil tetapi kecepatan masih dapat dikendalikan
0,75-0,84
E
Arus tidak stabil, terkadang terhenti volume sudah mendekati kapasitas
0,85-1,00
Arus dipaksakan, kecepatan rendah. Volume diatas kapasitas , antrian panjang (macet) Sumber : Transportation Research Board, 1985 F
-
2.2 Sejarah Pelaksanaan Car Free Day Dunia Kualitas lingkungan
yang semakin menurun membuat
segelintir
masyarakat yang peduli lingkungan mengupayakan berbagai macam cara agar dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi. Pada tanggal 14 Oktober 1994 di Toledo (Spanyol), Eric Britton mengemukakan gagasan untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dalam International Accessible Cities Conference. Dua tahun setelah gagasan Eric Britton tersebut, car free day pertama dilaksanakan di Reykjavik (Iceland), Bath (Inggris) dan La Rochelle (Prancis). Gerakan Car Free Day secara nasional pertama kali diresmikan di Inggris pada tahun 1997 dan diikuti oleh Perancis pada tahun 1998. Kedua negara ini menjadi cikal bakal pelaksanaan Car Free Day Eropa yang
24
disponsori oleh European Commission pada tahun 2000. Pada tahun ini juga, gerakan ini meluas keseluruh negara di Eropa. Kegiatan ini terus dilaksanakan sampai sekarang dalam bentuk Minggu Mobilitas Eropa (European Mobility Week). Khusus
di
Inggris,
Environmental
Transport
Association
menyelenggarakan kegiatan Car Free Day secara rutin mulai 11 Juni 1996 melalui acara Green Transport Week dan sejak tahun 2000 kegiatan ini menetapkan tanggal 22 September sebagai World Car Free Day. Kegiatan ini sukses dilaksanakan dan membuat banyak
negara lain tertarik untuk
menerapkannya di negara masing-masing. Pejalan kaki, pesepeda, angkutan umum dan bentuk transportasi lain yang ramah lingkungan saling mendukung untuk mensukseskan acara ini. Masyarakat dapat mulai memperkirakan lingkungan masa depan seperti apa yang hendak diberikan pada keturunannya bila kondisi lingkungan tidak segera diperbaiki. Setelah lebih dari sepuluh tahun pelaksanaan Car Free Day di seluruh dunia, ada berbagai kontroversi yang mengikutinya. Ada yang merespon positif namun ada juga yang menolak pelaksanaannya. Sebenarnya, pelaksanaan hari bebas kendaraan telah ada sejak tahun 1956 di Belanda dan Belgia yang terjadi akibat adanya krisis Suez. Dilaksanakan mulai 25 November 1956 sampai dengan 20 Januari 1957, setiap hari minggu adalah hari bebas kendaraan bermotor antara Belanda dan Belgia. Pada tanggal 22 September 1999 adalah pelaksanaan World Car Free Day yang pertama di Eropa yang dilaksanakan oleh Prancis, Italia dan Swiss. Sebanyak 66 kota di Prancis, 22
25
kota di Italia dan Geneva di Swiss ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini sehingga hari ini disebut sebagai “Pilot Day” dalam pelaksanaan Car Free Day di Eropa. Pada tanggal 22 September 2000, disebut sebagai First World Car Free Day yang disponsori oleh Carbusters yang sekarang lebih di kenal dengan nama World Car Free Network bersama dengan Adbusters Media Foundation. Pada hari ini juga adalah pelaksanaan Car Free Day Eropa yang pertama, yang diikuti oleh 760 kota di Eropa dengan slogan “In Town, Without My Car!”. Pada awalnya slogan ini menggunakan tanda tanya, namun untuk meningkatkan rasa percaya diri, tanda tanya tersebut diganti dengan tanda seru. Pada tahun 2000 juga, tepatnya 14 Oktober 2000, Car Free Day mulai merambah Asia yaitu China. Kota Chengdu di Provinsi Shichuan melaksanakan Car Free Day pertama di China. 29 Oktober 2000, Bogota juga melaksanakan Car Free Day yang pertama kali. 23 November 2000, Car Free Day merambah benua Australia. November 2001, Car Free Day pertama di Amerika Serikat. Tahun 2002, Kanada melaksanakan Car Free Day yang pertama yang diikuti oleh Toronto, Montreal, Kanada, Ottawa dan Winnipeg. Tanggal 22 September 2007, Taiwan melaksanakan Car Free Day pertama di Kota Kaohsiung yang ditandai dengan adanya ribuan sepeda dengan rute Tower of Light menuju ke Singuang Ferry Wharf. Pada tanggal 1 November 2000, diluncurkan program Earth Car Free Day oleh WC/FD Consortium bekerjasama dengan Earth Day Network. Pada tanggal 19 April 2001 dilaksanakan Earth Car Free Day yang pertama yang diikuti oleh lebih dari 300 perkumpulan dan kota di seluruh dunia.
26
Dari pelaksanaan Car Free Day, ada beberapa manfaat yang dapat diambil antara lain: 1. Mendorong penggunaan alat transportasi alternatif selain kendaraan pribadi seperti angkutan umum, sepeda dan fasilitas pejalan kaki 2. Meningkatkan kesadaran dan menginformasikan kepada warga kota bahwa apabila penggunaan kendaraan pribadi tidak bisa dikendalikan baik dari sisi kelancaran pergerakan masyarakat maupun dari segi kualitas udara kota maka akan sangat merugikan dimasa yang akan datang 3. Dapat mensimulasikan suasana dan kondisi kota saat kendaraan pribadi bisa
dikendalikan
sehingga
diharapkan
meningkatkan
semangat
masyarakat untuk meningkatkan upaya dalam mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Saat ini, Car Free Day telah dilaksanakan oleh lebih dari 1500 kota di 40 negara dengan cara menutup satu ruas jalan dan mengisinya dengan berbagai kegiatan misalnya bersepeda, jalan santai, festival jalanan, bazzar, dan lain sebagainya. 2.3 Pelaksanaan Car Free Day di Indonesia Sesuai dengan amanat UU No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, pasal 213 menyebutkan bahwa pemerintah wajib membangun dan mengembangkan sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan yang ramah lingkungan, maka beberapa provinsi di Indonesia telah melaksanakan Car Free Day yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Hari Bebas Kendaraan
27
bermotor (HBKB). HBKB telah diselenggarakan dibeberapa kota antara lain Jakarta, Surabaya, Denpasar dan beberapa kota besar lainnya. Pelaksanaan Car Free Day atau HBKB ini merupakan salah satu wujud pelaksanaan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 tahun 1996 tentang Program Langit Biru. Program Langit Biru adalah suatu program pengendalian pencemaran udara dari kegiatan sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Yang dimaksud sumber bergerak adalah sumber emisi yang tidak tetap pada suatu tempat sedangkan sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat. Pada dasarnya, program langit biru ini bertujuan untuk: 1. Terciptanya mekanisme kerja dalam pengendalian pencemaran udara yang berdaya guna dan berhasil guna 2. Terkendalinya pencemaran udara 3. Tercapainya kualitas udara ambien yang diperlukan untuk kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya 4. Terwujudnya perilaku manusia sadar lingkungan
2.3.1 Pelaksanaan HBKB di Kota Jakarta Sumber utama pencemaran udara di Kota Jakarta berasal dari kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan penduduk Jakarta terhadap penggunaan kendaraan pribadi meskipun jarak yang ditempuh sangat pendek. Melalui pelaksanaan HBKB diharapkan bahwa masyarakat mulai sadar bahwa penggunaan kendaraan pribadi harus dibatasi demi kelancaran pergerakan dan peningkatan kualitas udara.
28
Pemerintah Kota Jakarta mulai melaksanakan HBKB sejak tahun 2007 seiring dengan terbitnya Perda No. 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran
Udara
yang
mewajibkan
pemerintah
provinsi
untuk
menyelenggarakan HBKB sebulan sekali di kawasan-kawasan tertentu di lima wilayah DKI. Kegiatan ini juga sesuai dengan Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 93 tahun 2007 tentang penyelenggaraan HBKB dan menunjuk Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta sebagai koordinator pelaksanaan HBKB dan walikota di tiap wilayah sebagai pelaksana. Untuk pelaksanaan tingkat provinsi dilaksanakan pada ruas jalan Sudirman-Thamrin. Sejauh ini masyarakat sangat antusias dalam pelaksanaan HBKB, dan dari sisi pencemaran udara, pada jalur pelaksanaan HBKB terjadi penurunan kadar CO hingga 67%, PM10 sebanyak 34%, NO sebanyak 80%. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan HBKB ini telah mampu mengurangi tingkat pencemaran yang terjadi dan mampu menyediakan tempat yang nyaman bagi warganya untuk melewati hari libur yang menyenangkan bersama keluarga dengan udara yang sehat, aman dan nyaman. Beberapa foto suasana pelaksanaan HBKB di Kota Jakarta dapat dilihat di Gambar 2 Lampiran A. 2.3.2 Pelaksanaan HTKB di Kota Surabaya Kota
Surabaya
merupakan
kota
pertama
di
Indonesia
yang
menyelenggarakan kegiatan HBKB yaitu pada tahun 2001. Di Kota Surabaya, Kegiatan Car Free Day diterjemahkan menjadi Hari Tanpa kendaraan Bermotor (HTKB). Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye peningkatan kualitas udara dalam peringatan perayaan Hari Bumi dengan tema ”Segar Suroboyoku
29
Rek!”. Kemudian dilanjutkan lagi pada tanggal 24 Agustus 2008 dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup. Kegiatan
HTKB
di
Kota
Surabaya
diadakan
untuk
membantu
meningkatkan pemahaman masyarakat dalam permasalahan lingkungan dalam upaya mengurangi dampak pemanasan global. Kegiatan ini juga menunjukkan kepedulian Pemerintah Kota Surabaya terhadap kelestarian lingkungan dengan berusaha meminimalisir pencemaran udara yang terjadi di wilayahnya. Menurut Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, kegiatan ini mempunyai dua tujuan yaitu: 1. Tujuan jangka pendek adalah untuk membiasakan warga Kota Surabaya berjalan kaki atau naik sepeda, karena fenomena yang terjadi adalah masyarakat menggunakan mobil untuk menempuh jarak hanya 200 m 2. Tujuan jangka panjang adalah untuk membangun karakter masyarakat perkotaan dalam melakukan mobilitas untuk mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi sehingga semakin banyak orang yang memakai kendaraan umum dan pada akhirnya dapat mengurangi tingkat pencemaran udara. Pada tahun 2009, penyelenggaraan HTKB di Kota Surabaya mendapatkan perhatian dari International Council for Local Environmental Initiatives (ICLEI) yaitu sebuah lembaga yang beranggotakan kota-kota di dunia yang melakukan pembangunan di wilayahnya secara berkesinambungan (sustainable development) dengan mengirimkan peneliti Mr. Mahbub Anwar, seorang mahasiswa S2 Universitas Hiroshima Jepang dan mendapatkan kesimpulan bahwa kegiatan
30
HTKB yang diadakan di sepanjang ruas Jalan Darmo mulai pukul 06.00 WIB sampai 10.00 WIB telah mampu mereduksi CO2 sekitar 1,02 kg/orang/hari. Beberapa foto yang menunjukkan suasana pelaksanaan HTKB di Kota Surabaya dapat dilihat pada Gambar 3 Lampiran A. 2.3.3 Pelaksanaan Car Free Day di Kota Denpasar Untuk mengurangi tingkat polusi udara yang semakin parah akibat jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun terus meningkat, Pemerintah Kota Denpasar mulai tanggal 16 Agustus 2009 menerapkan Car Free Day dengan membuat jalur khusus bebas kendaraan bermotor roda empat maupun roda dua. Program ini merupakan hasil diskusi yang telah dilakukan oleh beberapa pihak terkait antara lain dari Dinas Perhubungan, PU, Polantas, Bappeda dan komunitas sepeda yang menamakan diri Samas Denpasar. Pelaksanaan Car Free Day ini mengambil tema “Denpasar Go Green 2009” dengan mengambil rute di kawasan Renon Denpasar. Ruas jalan yang dipakai sebagai area pelaksanaan Car Free Day ini antara lain Jalan Raya Puputan, Cut Nyak Din, Basuki Rahmat dan Jalan Juanda Renon. Waktu pelaksanaan adalah setiap hari Minggu mulai pukul 06.00 WITA sampai pukul 10.00 WITA. Masyarakat sangat antusias dengan kegiatan ini dibuktikan dengan ramainya masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Banyak orang tua mengajak anak bahkan hewan peliharaan (dengan beberapa ketentuan) untuk menikmati suasana nyaman berkendara dengan sepeda, bermain skateboard ataupun hanya sekedar lari-lari pagi untuk menghilangkan kepenatan setelah selama seminggu berkutat dengan rutinitas pekerjaan. Disini masyarakat dapat bersantai sekaligus berolah raga dengan aman dan nyaman tanpa gangguan
31
dari kendaraan bermotor baik bisingnya maupun dari asap kendaraannya. Setelah setahun pelaksanaan Car Free Day di Kota Denpasar ini, pemerintah Kota Denpasar akan terus mengembangkan kegiatan ini dan akan memperbanyak lokasi pelaksanaan Car Free Day dan akan diusahakan agar setiap kecamatan memiliki suatu ruas jalan yang akan digunakan sebagai tempat pelaksanaan Car Free Day tiap minggunya. Beberapa foto yang menunjukkan suasana pelaksanaan Car Free Day di Kota Denpasar dapat dilihat pada Lampiran A. Sedangkan rute Car Free Day Denpasar dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Rute pelaksanaan Car Free Day Kota Denpasar Sumber: Dinas Perhubungan Kota Denpasar 2.4 Pencemaran Udara Setiap kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak sebagai tenaga penggerak pasti akan menghasilkan emisi gas buang sebagai hasil akhir. Emisi gas buang kendaraan ini merupakan kontributor utama pencemaran udara yang terjadi saat ini. Bahan bakar yang berasal dari hasil olahan minyak bumi menghasilkan
32
beberapa macam gas buang yang dapat merugikan manusia baik itu dari kesehatan, kerusakan pada properti dan lain sebagainya. Pencemaran udara dapat di definisikan sebagai kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan atau merusak properti. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi, atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Gas-gas yang terkandung dalam emisi gas buang kendaraan inilah yang membahayakan kesehatan manusia terutama kesehatan saluran pernafasan. Definisi lain menyebutkan bahwa pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia kedalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu sehingga dapat dideteksi (dihitung atau diukur) oleh manusia serta memberikan dampak pada manusia, binatang, maupun tumbuhan (Mukono, 1997). Secara umum, pencemar udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar
yang ditimbulkan
langsung dari
sumber
pencemaran
udara.
Karbonmonoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam kabut fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
33
2.4.1 Sumber pencemaran udara Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999, sumber pencemaran udara dari aktivitas manusia dapat dibedakan kedalam empat kelompok yaitu: 1. Sumber bergerak, yaitu sumber tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor, 2. Sumber bergerak spesifik, yaitu sumber tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal laut, dan kendaraan berat lainnya, 3. Sumber tidak bergerak, yaitu sumber emisi yang tetap pada suatu tempat, 4. Sumber tidak bergerak spesifik, yaitu sumber emisi yang tetap pada suatu tempat yang
berasal dari pembakaran hutan dan pembakaran
sampah.
2.4.2 Efek rumah kaca (Green House Gas) Efek rumah kaca merupakan suatu proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi atau keadaan atmosfernya. Efek rumah kaca terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi gas karbondioksida dan gas-gas lainnya diatmosfer hingga melebihi kemampuan tumbuh-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Efek rumah kaca ini pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada tahun 1924. Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Sebagaimana diketahui bahwa dari keseluruhan energi yang diterima oleh bumi, 25% diantaranya diserap oleh awan, 25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain ke atmosfer, 45% diserap oleh
34
permukaan bumi dan 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diserap oleh permukaan bumi ini dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dan awan dalam bentuk radiasi inframerah. Penyebab utama naiknya temperatur bumi adalah akibat efek rumah kaca yang menurut sebagian ahli disebabkan oleh meningkatnya kandungan gas karbondioksida (CO2) dan partikel polutan lainnya di atmosfer bumi. Diibaratkan selimut, gas-gas tersebut akan menghalangi energi panas yang dipantulkan kembali oleh bumi ke luar angkasa. Efek rumah kaca ini dapat diilustrasikan seperti kondisi pertama kali memasuki sebuah mobil yang diparkir di tempat yang panas. Temperatur di dalam mobil akan terasa lebih panas daripada temperatur di luar, karena energi panas yang masuk ke dalam mobil terperangkap di dalamnya dan tidak bisa keluar. Efek rumah kaca sebenarnya memberikan pengaruh positif bagi bumi karena dengan demikian bumi akan menjadi hangat dan dapat menjadi tempat hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanpa efek rumah kaca, bagian bumi yang tidak terkena sinar matahari akan menjadi sangat dingin seperti di dalam freezer lemari es (-18C) seperti pada waktu zaman es. Sebenarnya efek rumah kaca sudah ada sejak jaman dulu seiring dengan proses terbentuknya bumi. Kondisi akan menjadi tidak baik jika kandungan gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi semakin hari semakin meningkat karena dengan semakin meningkatnya gas-gas rumah kaca, semakin memanas pula bumi dan sebagai akibatnya akan terjadi pencairan es di daerah kutub yang dapat menenggelamkan sebagian daratan tempat manusia dan makhluk-makhluk hidup darat lainnya. Salah satu hal yang dianggap menyebabkan meningkatnya kandungan karbon dioksida dan partikel polutan di atmosfer, adalah akibat
35
pemakaian bahan bakar fosil seperti batubara, gas dan minyak bumi. Ketiga jenis bahan bakar tersebut adalah yang paling murah saat ini jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Pemakaiannya pun dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan industri untuk memenuhi pola konsumsi masyarakat modern yang semakin hari semakin meningkat semakin memperburuk kondisi udara. Namun hal ini juga disangkal oleh sebagian ahli. Menurut mereka, kontribusi dari penggunaan bahan bakar fosil di seluruh dunia dalam menambah jumlah CO2 hanyalah 0,013%. Memang pemanasan global sedang dan terus akan terjadi, demikian juga dengan efek rumah kaca. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Gas-gas yang dianggap sebagai gas rumah kaca antara lain: 1. Karbondioksida dan Karbonmonoksida Gas ini terdiri dari unsur karbon dan oksigen, dengan rumus kimia CO. Gas ini juga tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan sangat mudah terbakar. Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon, sering terjadi pada mesin pembakaran dalam. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Karbon dioksida mudah terbakar dan menghasilkan lidah api berwarna biru. Walaupun ia bersifat racun, CO memainkan peran
36
yang penting dalam teknologi modern, yakni merupakan prekursor banyak senyawa karbon. Karbondioksida atau zat asam arang dianggap sebagai penyebab utama efek rumah kaca karena gas ini menyerap sinar infra merah dengan sangat kuat. Gas ini diperoleh sebagai hasil dari proses pembakaran dengan bahan bakar fosil, disamping itu gas ini juga merupakan hasil sampingan dari proses fermentasi gula pada proses peragian bir, wiski, dan minuman beralkohol lainnya. 2. Belerang dioksida Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan
partikulat
sulfat.
Sifat
iritasi
terhadap
saluran
pernafasan,
menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia.
37
3. Nitrogen dioksida Dikenal sebagai gas tertawa, merupakan senyawa kimia dengan rumus N2O. Pada suhu ruang, ia berwujud gas tak berwarna dan tidak mudah terbakar. Apabila dihirup terasa sedikit manis. Gas ini biasanya dipakai untuk pembiusan (anestesi) dan pematirasaan (analgesik). Sebutan "gas tertawa" karena adanya efek kegirangan (euforia) yang dialami manusia apabila menghirupnya,
sehingga
dulu
pernah digunakan sebagai
halusinogen rekreatif. Sebagai salah satu gas rumah kaca dan pencemar udara, NO2 termasuk gas yang berbahaya karena memiliki 298 kali pengaruh yang lebih kuat per satuan berat daripada CO2 dalam rentang waktu 100 tahun. Di udara, NO2 bereaksi dengan atom oksigen membentuk NO, dan NO kemudian akan memecah ozon. Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus kedalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah. 4. Nitrogen monoksida Senyawa kimia dengan rumus NO yang berfungsi sebagai salah satu molekul sinyal pada mamalia termasuk manusia. Molekul NO sering juga diproduksi oleh polutan dari asap rokok, kendaraan dan lain-lain. Rasio NO yang cukup diperlukan tubuh untuk memelihara hati dari kerusakan
38
iskemik akibat sepsis, namun rasio yang berkesinambungan berakibat pada kondisi keracunan jaringan, dan merupakan indikasi berbagai karsinoma, diabetes, sklerosis multipel, artritis dan lain-lain. 5. Metana Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas dengan rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. 6. Klorofluorokarbon (CFC) Gas klorofluorokarbon ini dikembangkan oleh Dr. Thomas Midgley sebagai pengganti amoniak, sebagai bahan pendingin lemari es, dan beberapa fungsi lain yang sangat penting dalam bidang industri. Namun pada tahun 1974, sebuah riset yang dilakukan oleh Prof. Sherwood Rowland dan Prof. Mario Molina dari University of California menyatakan bahhwa CFC merupakan salah satu penyebab terjadinya penipisan ozon. Gas ini sangat stabil sehingga bisa mencapai stratosfer dalam keadaan utuh yang oleh sinar matahari akan berubah menjadi gas klorin yang dapat merusak ozon. CFC dimanfaatkan oleh masyarakat modern sebagai bahan pendingin dalam kulkas, sprayer, pembuatan busa dan bahan pelarut terutama bagi kilang-kilang elektronik. Masa hidup CFC cukup panjang, 1 molekul yang dibebaskan hari ini bisa ada 50 hingga 100 tahun dalam atmosfer sebelum dapat diuraikan. Dalam waktu kira-kira 5 tahun, CFC bergerak naik dengan perlahan ke dalam stratosfer (10-50 km). Di atas
39
lapisan ozon utama, pertengahan ketinggian 20-25 km, sinar UV diserap oleh ozon. Molekul CFC terurai setelah bercampur dengan UV, dan membebaskan atom klorin. Atom klorin ini menyebabkan penipisan ozon dan akhirnya menjadikan lubang ozon. Lubang ozon di Antartika disebabkan oleh penipisan lapisan ozon antara ketinggian tertentu diseluruh Antartika pada musim semi. Pembentukan “lubang” tersebut terjadi setiap bulan September dan pulih ke keadaan normal pada lewat musim semi atau awal musim panas. Dalam bulan Oktober 1987, 1989, 1990 dan 1991, lubang ozon yang luas telah dilacak di seluruh Antartika dengan peningkatan 60% dengan permukaan lubang pra-ozon. Pada bulan Oktober 1991, permukaan terendah atmosfer ozon yang pernah dicatat telah terjadi di seluruh Antartika. Prosentase emisi gas rumah kaca dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.
Gambar 2.7 Prosentase emisi gas rumah kaca Sumber: World Science, 2009
40
Secara umum emisi gas rumah kaca berasal dari dua sumber utama yaitu penggunaan lahan baru dan emisi dari pembakaran bahan bakar. Sejak tahun 1800, 140 Gt (Giga ton) karbon di hasilkan akibat penggunaan lahan dan 260 Gt dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Dari jumlah itu hanya 110 Gt yang berhasil diserap kembali oleh alam melalui siklus unsur, 115 Gt diserap oleh air laut dan sisanya 180 Gt terakumulasi di atmosfer dan memicu pemanasan global. Dari 260 Gt ekivalen gas rumah kaca tersebut, 24% bersumber untuk penyediaan listrik, 14% dari transportasi, 14% dari industri, 8 persen dari perumahan, dan 5% untuk penggunaan lainnya. Sedangkan untuk non emisi berasal dari penggunaan lahan, 14% dari pertanian, 18% dari pemanfaatan lahan, dan 3% dari limbah. 2.4.3 Pengaruh kandungan timbal dalam emisi gas buang kendaraan Gas yang terkandung dalam emisi gas buang kendaraan antara lain karbonmonoksida, oksida nitrogen, oksida sulfur, CFC, hidrokarbon, ozon dan timbal. Untuk karbonmonoksida, oksida nitrogen, oksida sulfur, dan CFC telah dibahas sebelumnya, yang akan dibahas disini adalah sebuah unsur yang terkandung dalam emisi gas buang kendaraan yang memberikan pengaruh cukup penting pada lingkungan yaitu timbal (plumbum). Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia.Timbal juga dapat dihasilkan dari aktivitas manusia dan jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah alami yang ada di bumi. Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau
41
tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01μm. Partikelpartikel ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada knalpot. Karena daya penguapan kedua senyawa tersebut lebih rendah dibandingkan dengan unsurunsur lain dalam bensin, maka penguapan bensin akan cenderung memekatkan kadar Pb-tetraetil dan Pb-tetrametil. Kedua senyawa ini akan terdekomposisi pada titik didihnya dengan adanya sinar matahari dan senyawa kimia lain di udara seperti senyawa halogen asam atau oksidator. Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin yang menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan estimasi skitar 80–90% Pb di udara ambien berasal dari pembakaran bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada kepadatan kendaraan bermotor dan upaya untuk mereduksi kandungan Pb pada bensin.
42
Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80μg/100 ml dan kelompok anak > 40 μg/100 ml. Saat ini, bensin yang digunakan di Indonesia mengandung 0,013 gr/liter untuk premium tanpa timbal dan 0,3 gr/liter untuk bensin bertimbal. Timbal (Tetra Ethyl Lead) dalam bensin digunakan sebagai zat aditif dalam bahan bakar minyak untuk meningkatkan nilai oktan. Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi. Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa terbakar secara spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi knocking atau ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga sebisa mungkin harus kita hindari. Untuk meningkatkan kinerja mesin, maka diperlukan bahan bakar dengan nilai oktan tinggi, karena nilai oktan menunjukkan kemampuan daya bakar bensin. Timbal digunakan untuk meningkatkan nilai oktan ini. Namun, bila terlalu banyak kandungan timbalnya maka pencemaran yang diakibatkan oleh timbal akan semakin membahayakan, sedangkan bila tidak
43
ditabahkan timbal maka bahan bakar akan menjadi sangat mahal karena menggunakan bensin murni. 2.5 Penentuan Kualitas Udara Polusi udara dari kendaraan bermotor menurut data Kementerian Lingkungan Hidup menyumbang 70% karbon monoksida (CO), 100% plumbum (Pb), 60%
hidrokarbon (HC), dan 60% oksida nitrogen (NOx). Pengukuran
kualitas udara oleh Kementerian Lingkungan Hidup menunjukkan kualitas udara enam kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, dan Pekan Baru hanya menunjukkan kondisi baik selama 22-62 hari setahun. Kualitas udara ditentukan dalam standar ISPU (Indeks Standar Pencemaran Udara), disebutkan kategori “baik” jika tingkat kualitas udara tidak memberikan efek buruk bagi kesehatan manusia serta tidak berpengaruh pada tumbuhan dan nilai estetika bangunan. Dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 tahun 1997 terdapat pengaruh Indeks Standar Pencemar Udara untuk setiap parameter pencemar yaitu sebagai berikut
Tabel 2.11 Pengaruh ISPU Untuk Setiap Parameter Pencemar
NO2 Kategori
Rentang
CO
O3
Baik
0 -50
Tidak ada efek
Sedikit berbau
Sedang
51 – 100
Berbau
Tidak Sehat
101 – 199
Perubahan kimia darah tapi tidak terdeteksi Peningkatan pada kardiovaskular pada perokok yang sakit jantung
Sangat tidak sehat
200 – 299
Meningkatnya kardiovaskular pada orang bukan perokok yang berpenyakit jantung dan akan tampak beberapa kelemahan yang terlihat secara nyata
Meningkatnya sensitivitas pasien yang berpenyakit asma dan bronchitis
Bau dan kehilangan warna. Peningkatan reaktivitas pembuluh tenggorokan pada penderita asma
Sumber: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1997
45
Luka pada beberapa spesies tumbuhan akibat kombinasi dengan SO2 (selama 4 jam) Luka pada beberapa spesies tumbuhan Penurunan kemampuan pada atlet yang berlatih keras
Luka spesie kombi (selam Luka spesie Bau, kerusa
Olah raga ringan mengakibatkan pengaruh pernafasan pada pasien yang berpenyakit paru-paru kronis
Menin sensit berpen bronc
46
Jenis bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan juga berpengaruh terhadap emisi gas buang yang dihasilkan. Berikut disajikan tabel mengenai prosentase masing-masing gas yang dihasilkan oleh bahan bakar minyak yang digunakan. Tabel 2.12 Prosentase gas yang dihasilkan berdasarkan jenis BBM yang digunakan
Jenis gas buang
Kontribusi berdasarkan jenis BBM Bensin (%) 89
Solar (%) 11
Hidrokarbon (HC)
73
27
Nitrogen Dioksida (NO x )
61
39
Sulfur Dioksida (SO 2 )
15
85
Karbon Dioksida (CO 2 )
53
47
Timah Hitam (Pb)
100
0
1
99
Karbonmonoksida (CO)
Asap
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2003 2.6 Dampak Emisi Gas Buang Kendaraan Terhadap Kesehatan Senyawa-senyawa berbahaya yang merupakan
gas buang kendaraan
terbentuk sebagai hasil dari produksi energi yang diperlukan oleh kendaraan untuk dapat bergerak yaitu pada proses pembakaran bahan bakar yang merupakan hasil olahan minyak bumi baik itu bensin maupun solar didalam mesin kendaraan. Senyawa-senyawa ini sangat berbahaya bila sampai masuk kedalam tubuh manusia dalam kadar tertentu. Senyawa-senyawa ini antara lain berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon, hidrokarbon, logam berat tertentu, dan partikulat.
47
Jika dibandingkan dengan pengelolaan gas buang pada industri, proses pembakaran pada kendaraan bermotor tidak sesempurna seperti pada industri sehingga senyawa yang dihasilkan juga memiliki kadar yang lebih tinggi terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Selain itu gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang sangat
dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari
cerobong industri yang tinggi sehingga tidak langsung mengganggu kesehatan. Hal ini menyebabkan masyarakat yang seringkali beraktivitas langsung di jalan raya seperti polisi, pedagang, dan lain sebagainya seringkali mengalami gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh senyawa-senyawa hasil gas buang kendaraan tersebut dengan kadar yang cukup tinggi. Penyakit yang dapat ditimbulkan akibat terpajan senyawa-senyawa ini antara lain kanker pada paruparu atau organ tubuh lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan, hingga gangguan pada sistem saraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh banyak senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan senyawa mana atau kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan pengaruh membahayakan terhadap kesehatan. Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksisitas (daya racun) masingmasing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan oleh senyawa-senyawa ini. Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :
48
1. Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan yang termasuk dalam golongan ini adalah oksida sulfur, partikulat, oksida nitrogen, ozon dan oksida lainnya. 2. Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik, seperti hidrokarbon monoksida dan timbal/timah hitam. 3. Bahan-bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker seperti hidrokarbon. 4. Kondisi yang mengganggu kenyamanan seperti kebisingan, debu jalanan, dan lain sebagainya 2.7 Kondisi Udara di Kota Denpasar Kota Denpasar adalah sebuah kota kecil dengan aktivitas yang sangat padat. Kota ini terus bergerak sepanjang hari, selain sebagai pusat pemerintahan, Kota Denpasar juga merupakan pusat perdagangan, kesehatan dan pendidikan. Kota Denpasar memiliki luas 127,78 km2 dengan empat kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan, dan Kecamatan Denpasar Utara. Menurut Status Lingkungan Hidup Kota Denpasar, pencemaran udara di Kota Denpasar sebagian besar bersumber dari sarana transportasi darat antara lain: 1. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dari hari ke hari tidak seimbang dengan pertambahan panjang jalan dan perbaikan kondisi jalan, sehingga terjadi peningkatan jumlah dan kepadatan total kendaraan bermotor pada suatu area tertentu,
49
2. Meningkatnya laju emisi pencemar dari setiap kendaraan bermotor untuk setiap kilometer jalan yang ditempuh karena macetnya jalanan, 3. Tingginya biaya pemeliharaan dan perawatan kendaraan bermotor sehingga kendaraan tidak dirawat secara teratur, 4. Pembakaran bahan bakar minyak yang tidak sempurna karena mesinmesin kendaraan bermotor yang sudah tua, 5. Kurangnya jalur hijau dengan tanaman yang dapat mengabsorbsi bahan pencemar, 6.
Terbatasnya dana untuk melakukan upaya pengawasan, pemantauan, pengujian kualitas udara dan sosialisasi kepada masyarakat,
7. Pengaturan parkir kendaraan yang kurang optimal Bila dilihat dari sumber pencemarnya, maka pencemaran udara di Kota Denpasar sebagian besar disebabkan oleh kendaraan bermotor, dimana kendaraan bermotor terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, jumlah kendaraan bermotor di Kota Denpasar sebanyak 345.332 dan terus bertambah hingga mencapai 481.086 unit pada tahun 2007. Pada tahun 2008, dilakukan pemantauan kualitas udara di Kota Denpasar pada tiga lokasi yang berbeda yaitu pada ruas Jalan By Pass Sanur, Jalan Mahendradatta, dan Jalan Raya Sesetan. Hasil yang didapat seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2.13 berikut:
50
Tabel 2.13 Kandungan Gas Pencemar di Kota Denpasar
NO
DAERAH STUDI NO2
1 2 3 4
Sanur Mahendradatta Sesetan BMUA
KANDUNGAN GAS SO2 CO
HC
(μg/m3)
(μg/m3)
(μg/m3)
(μg/m3)
21 30 25 400
27 26 24 900
426 747 426 30000
2.99 160
Sumber: Pemerintah Kota Denpasar, 2008 Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa tingkat pencemaran untuk gas NO2, SO2, CO, dan HC memang masih berada jauh di bawah Baku Mutu Udara Ambien yang diijinkan yaitu untuk NO2 adalah sebesar 400 μg/m3, untuk SO2 μg/m3 adalah sebesar 900 μg/m3, untuk CO adalah sebesar 30.000 μg/m3 dan untuk
HC adalah sebesar 160 μg/m3. Tapi perkembangan transportasi terus terjadi dan tingkat pencemaranpun menjadi semakin tinggi, karena itu dipandang perlu untuk mengetahui konsentrasi masing-masing gas ini pada saat sekarang agar dapat mengantisipasi penurunan kualitas udara yang terjadi agar tidak menjadi lebih buruk dari yang sebelumnya.
2.8 Dasar Hukum Pelaksanaan Car Free Day Ada beberapa peraturan yang dibuat oleh Pemerintah yang dapat digunakan sebagai dasar hukum pelaksanaan Car Free Day, antara lain: 1. Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang ini terdapat prinsip-prinsip dasar seperti misalnya hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan
51
hidup yang sehat, hak untuk memperoleh informasi lingkungan hidup, kewajiban dari setiap orang untuk melindungi lingkungan hidup, kewajiban untuk mengelola lingkungan hidup sesuai dengan kebijakan terpadu untuk pengelolaan lingkungan hidup, serta larangan terhadap setiap orang atau kegiatan untuk melampaui baku mutu lingkungan. 2. Undang Undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Undang-undang ini menjadi dasar hukum yang sangat penting bagi penyediaan bahan bakar yang lebih bersih. Salah satu aspek dari undang-undang ini yang terkait dengan pengendalian pencemaran udara adalah tugas pemerintah dalam penyusunan spesifikasi bahan bakar dan terbukanya bisnis bahan bakar untuk perusahaan di luar Pertamina untuk memproduksi dan mendistribusikan bahan bakar. Terbukanya pasar ini dan dikombinasikan dengan penentuan spesifikasi bahan bakar dapat mempercepat penyediaan bahan bakar yang lebih bersih, sehingga penggunaan teknologi kendaraan yang lebih modern yang dapat menurunkan emisi kendaraan dengan sangat signifikan dapat dilakukan. 3. Undang Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Dalam Undang Undang ini pada pasal 209 menyebutkan bahwa untuk menjamin kelestarian lingkungan, dalam setiap kegiatan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan harus dilakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan hidup untuk memenuhi
52
ketentuan baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah ini secara khusus mengatur tentang perlindungan kualitas udara berdasarkan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi untuk kegiatan industri dan kendaraan, serta indeks standar pencemaran udara (ISPU). 5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan. 6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15 tahun 1996 tentang Program Langit Biru 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan 8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara 2.9 Indeks Standar Pencemar Udara Dalam perhitungan tingkat pencemaran udara, dikenal istilah Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yaitu angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan pada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.
53
Indeks Standar Pencemar Udara ditetapkan dengan cara mengubah kadar pencemar udara yang terukur menjadi suatu angka yang tidak berdimensi. Indeks Standar Pencemar Udara ini dapat digunakan sebagai: 1. Bahan informasi pada masyarakat tentang kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu 2. Bahan pertimbangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara. Data Indeks Standar Pencemar Udara diperoleh dari pengoperasian Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien Otomatis dengan parameter yang terkandung didalamnya adalah partikulat (PM10), Karbon monoksida (CO), Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), dan Ozon (O3). Dalam Indeks Standar Pencemar Udara terdapat rentang yang menunjukkan nilai pencemar dan dampak yang ditimbulkan, dapat dilihat pada Tabel 2.14.
54
Tabel 2.14 Indeks Standar Pencemar Udara Kategori Baik
Rentang (µg/m3) 0-50
Penjelasan Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan, ataupun nilai estetika
Sedang
51-100
Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif, dan nilai estetika
Tidak sehat
101-199
Tingkat kualitas udara yang berifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika
Sangat tidak 200-299
Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan
sehat
pada sejumlah segmen populasi yang terpapar
Berbahaya
300-lebih
Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 1997
Untuk masing-masing kategori tersebut diatas dalam pelaporannya diwakili dengan menggunakan warna dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Kategori baik dengan rentang 0 sampai 50 diwakili oleh warna hijau 2. Kategori sedang dengan rentang 51 sanpai 100 dengan warna biru 3. Kategori tidak sehat dengan rentang 101 sampai 199 dengan warna kuning 4. Kategori sangat tidak sehat dengan rentang 200 sampai 299 dengan warna merah, dan 5. Kategori berbahaya dengan rentang 300 sampai 500 dengan warna hitam
55
ISPU ini sebenarnya wajib disampaikan kepada masyarakat setiap 24 jam sekali dan hanya berlaku selama 24 jam. Dalam pengukuran tingkat pencemaran udara ini, data terakhir harus diambil sebelum pukul 15.00 WIB. Data yang didapat dari hasil survei memiliki satuan μg/m3 sedangkan dalam ISPU, data yang ditampilkan memiliki satuan SI yang nilainya dapat dilihat pada Tabel 2.15. Jadi, hasil yang didapat harus dirubah dulu kedalam satuan SI dengan rumus berikut:
(
)
…………………………(2.5)
Dimana: I
= ISPU terhitung
Ia
= ISPU batas atas
Ib
= ISPU batas bawah
Xa
= ambien batas atas
Xb
= ambien batas bawah
Xx
= kadar ambien nyata hasil pengukuran Tabel 2.15 Batas Indeks Standar Pencemar Udara
Indeks Standar Pencemar
24 jam
24 jam
8 jam
1 jam
1 jam
Udara
PM10
SO2
CO
O3
NO2
(μg/m3)
(μg/m3)
(μg/m3)
(μg/m3)
(μg/m3)
50
50
80
5
120
100
150
365
10
235
200
350
800
17
400
1130
300
420
1600
34
800
2260
400
500
2100
46
1000
3000
500
600
2620
57,5
1200
3750
Sumber: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1997
56
Peraturan Pemerintah tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfer yang berada dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur lingkungan hidup lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Lebih lengkap mengenai Baku Mutu Udara Ambien dapat dilihat pada Tabel 2.16 berikut:
57
Tabel 2.16 Baku Mutu Udara Ambien No.
Parameter
Waktu
Baku Mutu
Metode Analisis
Peralatan
900 ug/Nm3
Pararosanilin
Spektrofotometer
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofotometer
Chemiluminescent
Spektrofotometer
Pengukuran 1
2
SO2 (Sulfur Dioksida) CO (Karbon Monoksida)
3
4 5
NO2 (Nitrogen Dioksida)
1 Jam
3
24 Jam
365 ug/Nm
1 Thn
60 ug/Nm3
1 Jam
30.000 ug/Nm3
24 Jam 1 Thn
10.000 ug/Nm -
1 Jam
400 ug/Nm3
3
3
24 Jam
150 ug/Nm
1 Thn
100 ug/Nm3
O3 (Oksidan)
1 Jam
235 ug/Nm3
1 Thn
50 ug/Nm
HC
3 Jam
160 ug/Nm3
3
Flame Ionization
(Hidro Karbon) 6
7
PM10 (Partikel < 10 um )
24 Jam
150 ug/Nm3
Gravimetric
Hi - Vol
PM2,5 (*) (Partikel < 2,5 um )
24 Jam
65 ug/Nm3
Gravimetric
Hi - Vol
3
Gravimetric
Hi - Vol
Gravimetric
Hi - Vol
Gravimetric
Hi – Vol
TSP (Debu)
8
Pb (Timah Hitam)
9
Gas Chromatogarfi
Dustfall
1 Thn 24 Jam
15 ug/Nm
230 ug/Nm
3
1 Thn
90 ug/Nm
24 Jam
2 ug/Nm3
1 Thn
1 ug/Nm
3
3
Ekstraktif Pengabuan
AAS
Gravimetric
Cannister
Colourimetric
Limed Filter
Spesific Ion
Impinger atau
Electrode
Countinous Analyzer Lead
30 hari 10 Ton/km2/Bulan
(Debu Jatuh )
(Pemukiman) 20 Ton/km2/Bulan (Industri) 11 Fluor Indeks
30 hari
12 Khlorine &
24 Jam
40 u g/100 cm2 dari kertas limed 150 filter ug/Nm3
Khlorine Dioksida 13 Sulphat Indeks
30 hari
1 mg SO3/100
Colourimetric
3
cm Dari Lead Peroksida
Sumber: Sekretariat Kabinet RI, 1999
Peroxida Candle
58
2.10 Uji Petik Kendaraan Bermotor Selain Car Free Day, ada satu kegiatan lagi yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan yaitu dengan mengadakan uji emisi terhadap gas buang kendaraan. Dalam uji emisi ini, yang dijadikan patokan pelaksanaan adalah nilai ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama yang beroperasi di jalan. Untuk kendaraan beban, uji emisi ini dilakukan rutin setiap dua kali setahun, namun tidak untuk kendaraan ringan pribadi. Untuk itu, dianggap perlu untuk melakukan pengecekan terhadap kendaraan lain selain kendaraan beban dengan melakukan uji petik emisi (spot check) terhadap setiap kendaraan bermotor lama. Dalam uji petik ini, yang dicari adalah nilai gas pencemar yang dikeluarkan langsung oleh kendaraan dari pipa gas buang kendaraan bermotor lama. Yang dimaksud dengan kendaraan bermotor lama adalah kendaraan yang sudah diproduksi, dirakit atau diimport dan beroperasi di wilayah Republik Indonesia. Dam uji emisi ini, ada dua parameter yang dijadikan bahan uji yaitu karbonmonoksida (CO) dan hidrokarbon (HC), dimana pengukuran dilakukan pada saat kendaraan diukur pada saat tanpa beban (idle). Dalam uji petik ini juga dilakukan pengukuran terhadap kandungan asap pada saat kondisi percepatan bebas (free accelaration). Kendaraan bermotor lama yang diuji pada saat uji petik antara lain kendaran ringan dan kendaran berat dengan bahan bakar bensin dan solar serta sepeda motor. Dalam uji petik ini, yang dijadikan patokan adalah ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama yang dapat dilihat pada Tabel 2.17 berikut:
59
Tabel 2.17 Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI L Katagori
Tahun Pembuatan
Parameter CO HC (%) (ppm)
Metode uji
Sepeda motor 2 langkah
˂ 2010
4.5
12000
Idle
Sepeda motor 4 langkah Sepeda motor (2 dan 4 langkah)
˂ 2010
5.5
2400
Idle
≥ 2010
4.5
2000
Idle
KENDARAAN BERMOTOR KATEGORI M,N, DAN O Kategori berpenggerak motor bakar pencetus api (bensin) berpenggerak motor bakar penyalaan kompresi (diesel) ● GVW ≤ 3.5 ton ● GVW ˃ 3.5 ton
Tahun Pembuatan ˂ 2007 ≥ 2007
Parameter CO (%) 4.5 1.5
Metoda Uji
HC (ppm) Opasitas (%) 1200 200
idle
percepatan bebas ˂ 2010 ≥ 2010 ˂ 2010 ≥ 2010
70 40 70 50
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2006 Dalam Tabel 2.19 terdapat istilah-istilah mengenai kategori kendaraan yaitu: a. Kategori M adalah kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan orang b. Kategori N adalah kendaraan bermotor beroda empat atau lebih dan digunakan untuk angkutan barang c. Kategori O adalah kendaraan bermotor penarik untuk gandengan atau tempel
60
d. Kategori L adalah kendaraan bermotor beroda kurang dari empat 2.11 Kebisingan Yang dimaksud dengan kebisingan disini adalah sama dengan polusi suara. Kebisingan secara sederhana di definisikan sebagai suara yang tidak diinginkan (Watkins, 1991) namun, ada juga yang mendefinisikan kebisingan sebagai gangguan pada lingkungan yang disebabkan oleh bunyi atau suara yang mengakibatkan ketidaktentraman bagi makhluk hidup disekitarnya. Biasanya diakibatkan oleh suara-suara bervolume tinggi yang membuat daerah sekitarnya menjadi tidak menyenangkan. Bunyi berupa rangsangan yang diterima oleh syaraf pendengaran yang berasal dari suatu sumber bunyi dan apabila syaraf pendengaran tidak menghendaki rangsangan tersebut maka bunyi tersebut dapat dinamakan sebagai suatu kebisingan. Suatu bunyi dapat dianggap sebagai kebisingan tergantung pada kekerasan bunyi (loudness), frekuensi, kontinuitas, waktu terjadinya, isi informasi, dan aspek subjektif dari penerima. Manusia dapat mendengar suara dengan frekuensi 20 hingga 20.000 hertz, atau setara dengan rentang hingga 140 decibel. Lebih dari rentang tersebut pastilah akan menimbulkan kerusakan pada sistem pendengaran manusia. Ambang batas maksimum bagi telinga manusia adalah 80 decibel. Bagi orang-orang yang bekerja diatas frekuensi tersebut disarankan untuk melakukan pemeriksaan secara berkala untuk mencegah Noise Induced Hearing Lose atau ketulian akibat kebisingan. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, yang dimaksud dengan kebisingan adalah
61
bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Sedangkan baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku Tingkat Kebisingan yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 2.18 Baku Tingkat Kebisingan Peruntukan kawasan/
a.
b.
Lingkungan Kesehatan Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan Permukiman 2. Perdagangan dan Jasa 3. Perkantoran dan Perdagangan 4. Ruang terbuka Hijau 5. Industri 6. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 7. Rekreasi 8. Khusus - bandar udara - stasiun kereta api - pelabuhan laut - cagar budaya Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup,1999
Tingkat Kebisingan dB (A) 55 70 65 50 70 60 70
60 70
55 55 55
62
2.11.1 Jenis-jenis Kebisingan Menurut asal sumber, kebisingan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara terus menerus, akan tetapi sepotong-sepotong. Misalnya kebisingan yang datang dari suara palu yang dipukulkan, kebisingan yang datang dari mesin pemasang tiang pancang. 2. Kebisingan kontinu, yaitu kebisingan yang datang secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama. Misalnya kebisingan yang datang dari suara mesin yang dihidupkan seperti mesin genset atau mesin pemotong rumput. 3. Kebisingan semi kontinu, yaitu kebisingan kontinu yang hanya sekejap, kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi. Misalnya suara mobil atau pesawat yang sedang lewat (Gabriel, 1996). Kebisingan merupakan polusi yang tidak terlihat, perancangan kota yang kurang mengikuti kaedah-kaedah perancangan kota ekologis akan memberikan efek bising yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas dan perubahan gaya hidup urban (Suarna, 2009). 2.11.2 Perhitungan tingkat kebisingan Analisis data untuk tingkat kebisingan dilakukan dengan metode tingkat kebisingan sinambung setara (Leq). Metode tingkat kebisingan sinambung setara (Leq) berperan dalam penentuan nilai tingkat kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif) dan terjadi dalam suatu interval waktu tertentu (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996).
63
∑
………………………….( 2.6)
Dimana: Leq
= Equivalent Continuous Level atau Tingkat Kebisingan Sinambung Setara (dBA)
nt
= jumlah data total
nk
= jumlah data tingkat interval tertentu
lk
= nilai tengah
2.12 Negara-Negara Yang Telah Berhasil Menerapkan Energi Ramah Lingkungan 2.12.1 Jerman Mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor bukanlah suatu hal yang mustahil. Sebagai contoh, ada sebuah wilayah di Jerman bernama Vauban, Freiburg dimana 70% warganya tidak memiliki kendaraan pribadi. Mereka lebih memilih melakukan perjalanan dengan menggunakan sepeda, berjalan kai ataupun menggunakan kendaraan umum yaitu tram. Sistem transportasi di wilayah ini ditata sedemikian rupa sehingga masyarakat nyaman dan tidak merasa dipersulit dalam memanfaatkan fasilitas umum yang telah disiapkan oleh pemerintah. Bangunan yang adapun mengunakan konsep ramah lingkungan dengan menggunakan sistem pemanas menggunakan energi matahari. Pemerintah pusatpun tidak segan-segan mengalokasikan dana dalam jumlah besar untuk menjadikan Vauban sebagai “sustainable model district” dengan tingkat pencemaran udara yang sangat rendah.
64
Gambar 2.8 Vaubhan, Jerman Sumber: University of Texas, 2010 2.12.2 Belanda Sementara negara lain berlomba meningkatkan penggunaan teknologi canggih di berbagai bidang, desa kecil yang terletak di Provinsi Overijssel, Belanda ini berusaha melepaskan diri dari segala ketergantungan tersebut. Desa kecil yang bernama Giethoorn ini tidak mengijinkan kendaraan bermotor memasuki wilayahnya. Kendaraan bermotor di letakkan dipinggir desa sedangkan untuk berkeliling didesa ini ada 2 alternatif moda yang ditawarkan selain berjalan kaki yaitu bersepeda atau menaiki perahu kecil melewati kanal-kanal sepanjang 4 km yang digunakan sebagai akses utama menuju tempat-tempat penting di desa ini. Sama sekali tidak ada jalan raya di desa ini, yang ada hanya jalan setapak kecil untuk dilalui oleh pejalan kaki dan pesepeda. Desa berpenduduk 2.620 orang ini pada awalnya dibangun oleh sekelompok buronan dari Laut Mediterania. Namun setelah pemandangan asri desa ini muncul dalam sebuah produksi film, banyak orang mulai mengenal dan mendatangi Giethoorn.
65
Gambar 2.9 Desa Giethoorn, Belanda Sumber: Puspasari, 2012 2.12.3 Bogota, Kolumbia Sebagai salah satu negara berkembang di wilayah Amerika Selatan, Kolumbia memiliki masalah yang hampir sama dengan Indonesia yaitu penggunaan kendaraan pribadi yang sangat tinggi. Pemerintah Kota Bogota melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki sistem transportasi di kota mereka dengan
melakukan
berbagai
upaya
yang
terencana,
terpadu
dan
berkesinambungan, antara lain dengan meningkatan penggunaan Trans Milenio yaitu angkutan umum massal berupa bus yang mampu melayani berbagai rute dengan tingkat kenyamanan, keamanan dan efisiensi yang tinggi. Disamping itu juga dengan memberlakukan pajak yang tinggi bagi kepemilikan mobil pribadi, membangun taman-taman kota, jalur sepeda yang aman dan nyaman, serta melaksanakan Car Free Day. Namun Car Free Day yang dilakukan di Bogota sedikit berbeda dengan di negara lain. Car Free Day dilakukan selama 13 jam mulai dari pukul 06.30 pagi sampai pukul 07.30 malam. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 24 Februari 2000 dengan slogan “Without My Car in Bogota? Let us imagine a new city”. Jika biasanya Car Free Day dilakukan di satu ruas jalan,
66
maka di Bogota, kegiatan ini dilakukan di seluruh kota. Pergerakan kendaraan pribadi benar-benar dihentikan selama 13 jam disatu kota. Hari itu, warga kota Bogota tidak diijinkan menggunakan kendaraan pribadi, namun
harus
memanfaatkan fasilitas kendaraan umum, berjalan kaki atau bersepeda. Karena kondisi kota yang telah dipersiapkan untuk mendukung program ini maka tidak ada kesulitan bagi warga kota untuk melakukan pergerakan. Lajur sepeda di perbanyak, dibuat sangat aman dan nyaman, taman-taman kota juga di perbaiki dan diperbanyak sehingga masyarakat tertarik untuk memanfaatkan fasilitas ini sebagai tempat bersantai setelah bersepeda ataupun sekedar untuk berolah raga. Hasil yang dicapai antara lain 9% penurunan Nitrogen oksida, 28% karbon monoksida dan 10% penurunan kebisingan. Disamping itu, pada hari pelaksanaan Car Free Day tersebut merupakan hari pertama dimana tidak ada laporan kecelakaan lalu lintas fatal yang terjadi dan masyarakat menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pergerakan dan akan selalu mendukung apabila kegiatan tersebut akan dilakukan lagi. Sebuah langkah besar yang patut ditiru dan ditindaklanjuti.
Gambar 2.10 Bogota, Kolumbia Sumber: Ochoa, 2008
67
2.12.4 Norwegia Norwegia merupakan negara monarki konstitusional Skandinavia yang wilayahnya meliputi semenanjung barat Skandinavia, Jan Mayen, Kepulauan Arktik, Svalbard dan sub antartik Pulau Bouvet. Di Negara ini terdapat pabrik produksi panel surya terbesar di dunia. Norwegia juga memiliki penjara yang didesain dengan konsep ramah lingkungan pertama di dunia. Penjara ini dikenal dengan nama Bastoy Prison. Di samping itu Norwegia sudah merencanakan untuk membuat inovasi berupa mengubah gas karbon menjadi netral. Rencana ini akan direalisasikan pada tahun 2030 mendatang. Sehingga dapat mewujudkan keinginannya menjadi negara bebas karbon.
Gambar 2.11 Norwegia Sumber: Jumariah, 2013 2.12.5 Swedia Sebuah konferensi dunia menyatakan bahwa semua negara di seluruh dunia sepakat untuk tidak lagi menggunakan bahan bakar fosil mulai tahun 2010. Namun ternyata Swedia telah lama mengurangi pemakaian bahan bakar fosil sejak beberapa tahun sebelum keputusan konferensi tersebut dibuat. Swedia memanfaatkan tenaga nuklir dan air sebagai sumber energi di negaranya. Negara ini sudah tidak menggunakan bensin sebagai bahan bakar mobil, tetapi
68
menggunakan etanol dan kotoran hewan. Saat ini Swedia sedang berupaya untuk mengembangkan tenaga gelombang atau yang biasa disebut wave power. Mereka meneliti bahwa wave power mampu menghasilkan energi listrik empat kali lebih besar daripada energi yang berasal dari tenaga surya. Itulah beberapa negara yang patut dijadikan contoh dalam upaya mengurangi pencemaran udara maupun suara. Sebetulnya dari ranah lokalpun tidak ketinggalan. Selain program Car Free Day yang dilakukan di Lapangan Renon, kini juga telah dilakukan dibeberapa wilayah lain di Provinsi Bali misalnya di Gianyar. Beberapa waktu yang lalu di Kabupaten Gianyar, diselenggarakan kegiatan Gianyar Car Free Night. Kegiatan ini diberlakukan di seputaran Taman Kota Ciung Wanara Gianyar. Kegiatan ini dilangsungkan dalam rangka perayaan Hari Kasih Sayang (Valentine Day) pada tanggal 15 Februari 2014. Kegiatan ini diisi dengan berbagai kegiatan seperti fragmentary, juggling bottle, fashion show, fire dance dan olah vokal dari penyanyi lokal Bali. Hampir sama dengan kegiatan Car Free Day, kegiatan ini tidak mengijinkan kendaraan bermotor memasuki area penyelenggaraan kegiatan ini. 2.13 Analisis Regresi Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan peramalan, dimana dalam model tersebut ada sebuah variabel yang bersifat dependen (tergantung) dan variable yang bersifat indepeden (bebas). Analisis regresi dapat dibedakan menjadi analisis regresi sederhana dan analisis regresi berganda. Disebut sebagai regresi sederhana (simple regression) jika hanya ada satu variabel independen dan disebut sebagai regresi berganda (multiple regression) jika ada lebih dari satu
69
variabel independen (Santoso, 2009). Regresi berganda ini dapat digunakan untuk meramalkan pengaruh dua variabel atau lebih yang bersifat independen terhadap satu variabel yang bersifat dependen atau untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsional antara dua atau lebih variabel bebas (X) dengan sebuah variabel terikat (Y). Analisis regresi berganda ini dapat dihitung dengan cara manual dengan tabel penolong, kalkulator dan komputer. Secara matematis, rumus persamaan garis regresi ganda dapat ditulis sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + …. + bnXn………………………..……...(2.9) Dalam tesis ini selanjutnya akan digunakan regresi berganda untuk menganalisis hasil penelitian (Usman, 2006). Dengan konstanta a dan koefisien-koefisien b1, b2, b3…………..,bn dapat ditaksir berdasarkan n buah pasang data X1 ,X2, X3……,Xn. dan Y (Nurgiantoro, 2004). Rumus persamaan regresi tersebut dapat disederhanakan ke dalam metode skor deviasi, yaitu (y = Y Y ), (x1 = X 1 X 1 ) , (x2 = X 2 X 2 ) , (xn = X n X n ). Dengan metode tersebut persamaan (2.9) dapat dituliskan sebagai berikut: y = b1x1 + b2x2 + b3x3 ……+ bnxn……………………..……….….(2.10) Y = b1( X 1 X 1 ) + b2 ( X 2 X 2 ) + bn ( Xn Xn ) + Y ……(2.11) b1, b2, b 3, bn dapat dihitung dari :
x y b x x
1 1
b2 x2 x1 b3 x3 x1 ....bn xn x1 ….(2.12)
x y b x x
b2 x2 x2 b3 x3 x2 ....bn xn x2 ...(2.13)
x y b x x
b2 x2 x3 b3 x3 x3 ...bn xn x3 ... ..(2.14)
1
2
3
1
1
1
1 2
1 3
70
x y b x x n
1
1 n
b2 x2 xn b3 x3 xn ...bn xn xn ....(2.15)
Nilai skor-skor deviasi dapat dihitung sebagai berikut : X
2 1
X
X
2 n
X
2
x
2 1
………………...……………...…(2.16)
1
N
2
x
2 n
n
N
Y y Y N
……………...………………...…(2.17)
2
2
2
x x X 1 2
1X 2
x y X Y 1
1
…………………………………….(2.18)
X X …………….…………(2.19) 1
2
N
X Y ……………...…………….(2.20) 1
N
2.14 Signifikansi Test Signifikansi test digunakan untuk mengetahui apakah regresi yang digunakan dalam penelitian adalah benar linier atau tidak. Jika linier, data observasi tepat berada disekitar garis tersebut. Apabila dari hasil tes yang telah dilakukan diperoleh hasil yang tidak signifikan, maka kurang tepat bila regresi linier digunakan dalam penelitian untuk menarik kesimpulan. Signifikansi tes ini digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi (hubungan antara variabel bebasnya) dan persamaan regresi Y = a + b. x benar secara statistik atau tidak. Tingkat signifikan merupakan suatu nilai kemungkinan tertentu yang dilambangkan dengan α. Nilai α ini menyebabkan suatu nilai Ho ditolak dan Ha diterima apabila nilai kemungkinan yang berkaitan dengan kemunculan harga tertentu dari tes statistik sama dengan atau lebih kecil dari α. Hipotesa nol
71
merupakan hipotesa yang umumnya diformulasikan untuk ditolak, yang mana penolakan terhadap hipotesa nol berarti penerimaan hipotesis alternatif atau hipotesis kerja (Ha). Hipotesa alternatif atau hipotesis kerja merupakan hipotesis penelitian yang diprediksikan dari teori yang sedang diuji. Untuk menyelidiki baiknya penaksiran kita, maka dapat menyusun suatu null hypothesis sebagai berikut: H0 : B = 0…………………………………………..……………(2.21) Dengan hipotesa alternatifnya: Ha : B ≠ 0………………..………………………………………(2.22) Jika B = 0, maka dapat dikatakan bahwa H0 diterima yang artinya tidak ada hubungan linier yang berarti antara X dan Y yang kita selidiki. Uji signifikansi ini dapat dilakukan dua macam tes yaitu: 2.14.1 t-test Distribusi t di perkenalkan oleh W.S Gosset pada tahun 1908 yang kemudian dikenal dengan nama Student test atau distribusi t. Distribusi t ini digunakan
untuk
data
dengan
distribusi
tidak
normal
yaitu
dengan
membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel. Distribusi t ini dapat digunakan antara lain untuk uji hipotesis, uji kesamaan dua rata-rata, dan untuk uji signifikansi koefisien korelasi (Usman, 2006). Ada beberapa karakteristik utama dari distribusi t, antara lain: 1. Merupakan distribusi yang kontinu 2. Berbentuk lonceng dan simetris
72
3. Terdapat suatu keluarga distribusi t dimana setiap kali derajat kebebasan berubah, sebuah distribusi baru diciptakan 4. Ketika angka derajat kebebasan bertambah, bentuk distribusi t mendekati bentuk distribusi normal standar 5. Distribusi t lebih pipih atau lebih tersebar jika dibandingkan dengan distribusi normal standar Untuk mengetahui signifikansi pencemaran udara dan kebisingan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan HBKB Denpasar akan menggunakan distribusi t untuk uji hipotesis dua sampel dimana kedua sampel saling terikat. Kedua sampel dikatakan saling terikat karena merupakan suatu pengukuran yang diikuti oleh semacam intervensi serta pengukuran lainnya. Ini bisa disebut sebagai sebuah studi “sebelum” dan “sesudah”. Kegunaan dari menggunakan sampel yang terikat adalah dapat mengurangi variasi dalam distribusi penarikan sampel (Lind, 2007). Rumus-rumus yang dipergunakan antara lain: ……………………………..…………….. (2.23) √
∑(
√
)
……………………………………..….... (2.24)
dimana: d
= rata-rata selisih antara pengamatan yang berpasangan
sd
= standar deviasi dari selisih antara pengamatan yang berpasangan
n
= jumlah pengamatan yang berpasangan (n-1) dipakai bila n ≤ 30
73
Tujuan pengujian hipotesis t adalah untuk menguji signifikansi nilai koefisien korelasi (r) dan untuk menguji signifikansi koefisien regresi (Tamin, 2003). Sebagai pembanding dalam pengujian hipotesis t adalah harga statistik pengujian (tbi ) dan daerah kritis pengujian (Tt). Harga statistik pengujian dihitung dengan rumus:
Y Yˆ / n k 1 ……………….……...........………(2.25) X X 2
sbi =
t bi =
2
bi sbi
bi
2 Y Yˆ / n k 1
……………………………..(2.26)
X X
2
Dimana: t
= statistik pengujian untuk koefisien regresi
bi
= koefisien regresi
sbi
= kesalahan taksir standar deviasi koefisien regresi
Y
= Nilai variabel terikat
Ŷ
= Nilai Y yang ditaksir dengan model regresi
n-k-1 = derajat kebebasan Sedangkan daerah kritis pengujian diperoleh dengan bantuan tabel distribusi t. Penentuan daerah kritis tergantung pada jenis pengujian yang digunakan, apakah pengujian kuat atau lemah. Untuk pengujian kuat digunakan taraf signifikan (α) sebesar 0,01 dimana hubungan variabel bebas dan tak bebas diyakini 99%. Untuk pengujian lemah maka digunakan taraf signifikan (α) sebesar 0,05 dengan keyakinan sebesar
74
95%, yang berarti 5 dari setiap 100 kesimpulan untuk menolak suatu hipotesis yang seharusnya diterima, dengan kata lain penelitian mungkin salah dengan peluang 0,05. 2.14.2 F-tes Tujuan pengujian hipotesis F adalah memilih model peramalan yang terbaik dengan membuat keputusan apakah persamaan tersebut layak dipergunakan atau tidak. Distribusi F adalah rasio dari dua variansi pada persamaan berikut ini (Sulaiman, 2004):
~
(Yˆ Y ) / k F= (Y Y~) (Yˆ Y~) / N k 1 ……........……..(2.27) 2
2
2
F = Rata-rata Kuadrat Regresi Rata-rata Kuadrat Residu Dimana: Y = Nilai variabel terikat Yˆ = Nilai Y yang ditaksir dengan model regresi
~ Y = Nilai rata-rata variabel terikat
N = jumlah sampel K = Jumlah variabel bebas dalam model Setelah diperoleh nilai F rasio maka kemudian dilakukan perbandingan antara nilai F rasio dengan F tabel. Apabila F rasio lebih besar dari F tabel dan tidak sama dengan nol, maka secara statistik adalah significance. Artinya persamaan regresi adalah benar dan dapat digunakan
75
dengan tepat untuk peramalan dengan bentuk Y = a + b.x. Sebaliknya bila F rasio mempunyai nilai yang lebih kecil atau sama dengan F tabel, maka secara statistik koefisien korelasi tidak signifikan. Sehingga tidaklah tepat untuk menggunakan persamaan regresi sederhana Y = a + b.x dalam penyusunan data yang dilakukan. 2.15 Metode Pengolahan Data dengan Program SPSS 17.0 For Windows SPSS menyediakan berbagai metode perhitungan persamaan regresi berganda dengan banyak variabel seperti Backward Elimination, Forward Elimination, dan Stepwise Method, Enter, Remove (Budi, 2006). a) Backward Elimination Metode Backward Elimination adalah metode regresi dari belakang, dimana semua variabel bebas awalnya dianggap berpengaruh, kemudian dilakukan analisis dan variabel yang tidak layak dalam regresi dikeluarkan satu persatu. Dengan demikian, setelah melewati beberapa tahap, variabel yang layak dimasukkan dalam model regresi. b) Forward Elimination Metode analisis dari depan, semua variabel bebas awalnya dianggap tidak berpengaruh. Selanjutnya, secara bertahap dimasukkan variabel-variabel yang berpengaruh. c) Stepwise Method Stepwise Method adalah salah satu metode yang sering dipakai dalam analisis regresi. Metode ini hampir sama dengan Forward, hanya disini variabel yang telah dimasukkan dalam model regresi dapat dikeluarkan
76
lagi dari model. Metode ini dimulai dengan memasukkan variabel bebas yang memiliki variasi paling kuat dengan variabel tak bebas. Kemudian setiap kali pemasukan variabel bebas yang lain, dilakukan pengujian untuk tetap memasukkan variabel bebas atau mengeluarkan. Selanjutnya metode ini yang akan digunakan dalam analisis data. d) Enter Method Enter Method adalah metode regresi dengan memasukkan semua variabel bebas ke dalam model dan mengabaikan besar kecil pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terikat. e) Remove Method Remove Method adalah metode regresi dengan membuang variabel bebas yang tidak berpengaruh.