BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Taman Kanak-Kanak Sebagai Jenjang Prasekolah Awal masa kanak-kanak atau masa prasekolah, juga mendapat sebutan masa bermain. Pada lingkup ini anak masih termasuk dalam masa prasekolah. Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun, yang pada saat itu sebagian dari anak-anak ini sudah masuk pada jenjang pendidikan paling dasar, yakni Taman Kanak-kanak (TK). TK adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Supartini, 2004:2). Masa prasekolah Nikendjaya (2009: 1) mengemukakan bahwa masa prasekolah juga disebut pula masa aesthesis, yaitu masa berkembangnya rasa keindahan, karena pada masa ini, panca indera anak sedang dalam keadaan peka. Pada masa ini pula anak mulai membangkang atau senang, serta sulit diatur, sehingga perilaku tersebut perlu diminimalkan melalui berbagai permainan yang menarik. Anak prasekolah yang masih duduk pada jenjang prasekolah adalah pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan dikembangkan agar pribadi anak berkembang secara optimal. Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensipotensi itu akan mengakibatkan timbulnya masalah. Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai lima tahun (Whaley‟s dan Wong, 2000). Anak prasekolah merupakan pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi ini perlu dirangsang dan dikembangkan agar anak tumbuh menjadi individu yang berkembang secara optimal. Rangsangan dan perkembangan dimaksud, menurut Sudradjat (2009: 3) bertujuan membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang
diperlukan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, termasuk di dalamnya pertumbuhan dan perkembangan kemandirian. Uraian di tersebut menunjukkan bahwa masa anak-anak atau masa prasekolah yang duduk pada jenjang pendidikan prasekolah memiliki ciri dan karaktersitik tertentu. Mereka merupakan pribadi yang mempunyai berbagai macam potensi yang perlu dirangsang dan dikembangkan agar anak tumbuh secara optimal. Rangsangan dan perkembangan dimaksud, menurut Sudradjat (2009: 3) bertujuan membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan anak dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, termasuk di dalamnya pertumbuhan dan perkembangan kemandirian. 2.2
Kemandirian Anak Taman Kanak-kanak Anak merupakan karunia yang tak ternilai, tapi bukan berarti orangtua harus menuruti apa
saja yang diinginkan si kecil. Sebagai orangtua, sudah selayaknya memberikan bekal yang baik bagi anaknya, termasuk bekal pendidikan ketika anak berusia dini dengan harapan anak akan tumbuh dan berkembang menjadi individu yang tangguh. Anak adalah aset dalam keluarga, oleh karena itu aspek pendidikan dan perkembangan anak harus menjadi perhatian setiap orang tua (http://msfmusafir.wordpress.com.online, 25 Nopember 2012). Perkembangan atau pengembangan merupakan suatu istilah yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Istilah tersebut secara hirarki bermakna positif, sehingga seringkali dihubungkan dengan hal-hal yang baik. Misalnya, di lingkungan pendidikan muncul istilah perkembangan kognitif, perkembangan motorik, dan perkembangan perilaku, sedangkan dihubungkan dengan kemandirian muncul istilah pertumbuhan dan perkembangan kemandirian anak.
Istilah „perkembangan‟ itu sendiri menurut Sumantri (2005: 46) adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan kerja organ-organ tubuh ke arah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi. Kartini dan Sumartini, (2000: 11) mengemukakan bahwa perkembangan adalah suatu perubahan fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari fungsi-fungsi pisik maupun mental sebagai hasil keterkaitan dengan pengaruh lingkungan. Perkembangan dapat pula dikatakan sebagai suatu urut-urutan perubahan yang bertahap dalam suatu pola yang teratur. Perkembangan ini dialami oleh setiap anak. Proses perkembangan anak selaku individu meliputi berbagai aspek yang sangat mendasar. Kartini dan Sumartini, (2000: 15) mengemukakan bahwa secara garis besar mencakup tiga aspek dasar perkembangan, yaitu (1) dasar perkembangan biologis (fisiologis); dan (2) dasar perkembangan didaktis. Tahap-tahap perkembangan ini untuk tiap-tiap aspeknya tidaklah sama. Tahap perkembangan biologis, berkaitan dengan perkembangan pisik anak, misalnya keadaan pisik anak yang pendek, tapi gemuk, ataupun langsing (memanjang/ meninggi). Tahap perkembangan berdasarkan didaktis terlihat dari kemungkinan-kemungkinan kebutuhan anak pada pendidikan, di mana pada tahap ini orang tua maupun guru mulai berpikir tentang cara atau metode yang paling efektif untuk diterapkan di dalam mengajar dan mendidik anak pada masamasa tertentu tersebut. Keberhasilan pendidikan anak sampai masa awal kanak-kanak terutamanya ditentukan oleh pihak keluarga, terutama orang tua dari si anak. Hal ini menjadikan orang tua menjadi pihak yang berperan utama dalam pendidikan dan perkembangan anak, sebelum anak tersebut mereka masuk ke sekolah formal, dimulai dari jalur pendidikan TK (http://www.tadikaislam.com.online, 25 Nopember 2012). Tahap perkembangan berdasarkan didaktis ditandai dengan munculnya istilah “Sekolah ibu” ketika anak berusia 0 sampai 6 tahun, „Sekolah bahasa ibu” (Scola
vermacula) ketika anak berusia 6 sampai 12 tahun, “Sekolah bahasa latin” (Scola latina) ketika anak berusia 12 sampai 18 tahun, dan “Akademi” (Academia) ketika anak berusia 18 sampai 24 tahun (Gunawan, 1996: 23). Uraian tersebut mengisyaratkan bahwa perkembangan setiap anak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu biologis dan didaktis, dimana perkembangan secara didaktis lebih mengarah pada perkembangan berbahasa, yang dimulai sejak anak berusia dini, yaitu pada waktu anak berusia 0 sampai 6 tahun, dimana pada saat itu anak masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Apabila seorang anak telah mampu melakukan tugas perkembangan, ia telah memenuhi syarat kemandirian. Tetapi untuk membentuk kemandirian anak usia dini itu gampang-gampang susah. Hal ini tergantung dari orang tua anak dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak. Tentu saja ini merupakan tugas orang tua untuk selalu mendampingi anaknya, sebab orang tua adalah lingkungan yang paling dekat dan bersentuhan langsung dengan anak. Peran orang tua atau lingkungan terhadap tumbuhnya kemandirian pada anak usia dini merupakan satu hal yang penting. Hal ini mengingat bahwa kemandirian pada anak tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Anak perlu dukungan, seperti sikap positif dari orang tua dan latihan-latihan keterampilan menuju kemandiriannya (Simanjuntak, 2009:12). Menurut Padiyama (2007:11) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri atau untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikr dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Kemandirian anak TK berbeda dengan kemandirian remaja ataupun orang dewasa. Jika definisi mandiri untuk remaja dan orang dewasa adalah kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa membebani orang lain, sedangkan untuk anak TK adalah kemampuan yang disesuaikan dengan tugas perkembangan. Adapun tugas-tugas perkembangan untuk anak usia dini adalah belajar berjalan, belajar makan, belajar berbicara, koordinasi tubuh, kontak perasaan dengan lingkungan, pembentukan pengertian, dan belajar moral (Simanjuntak, 2009:12). Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul tiba-tiba, tetapi perlu diajarkan pada anak. Tanpa diajarkan, anak tidak tahu bagaimana harus membantu dirinya sendiri. Kemampuan bantu diri inilah yan dimaksud dengan mandiri. Kemandirian fisik adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri. Sedangkan kemandirian psikologis adalah kemampuan untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah sendiri. Ketidakmandirian fisik bisa berakibat pada ketidakmandirian psikologis. Anak yang selalu dibantu akan selalu tergantung pada orang lain, karena merasa tidak memiliki kemampuan untuk menguru dirinya sendiri. Akibatnya, ketika ia menghadapi masalah ia akan mengharapkan bantuan orang lain untuk mengambil keputusan bagi dirinya dan memcahkan masalahnya (Arbya, 2001: 34). Anak meskipun usia masih muda namun diharuskan memiliki pribadi yang mandiri. Alasan mengapa hal ini diperlukan, karena ketika anak terjun ke lingkungan di luar rumah sudah tidak tergantung pada orang tuanya. Misalnya, ketika anak sudah mulai bersekolah, orang tua tidak mungkin selalu menemani mereka tiap detik. Merka harus belajar mandiri dan mencari teman bermain dan belajar. Pada faktanya semua usaha untuk membuat anak mandiri sangatlah penting agar anak dapat mencapai tahapan kedewasaan sesuai dengan usianya (Solihatul, 2001:45).
Kemandirian anak berawal dari orang tua, serta dipengaruhi pola asuh orang tua yang berperan dalam mengasuh, membimbing, dan membantu mengarahkan untuk menjadi mandiri/ 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak TK Pendidikan dimaknai sebagai proses pembelajaran sekaligus sebagai pemberdayaan kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability) anak dari pendidikan itu. Melalui proses pendidikan anak, termasuk di dalamnya anak Taman Kanak-kanak menjadi obyek dari sebuah proses
tranfer
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
berguna
bagi
dirinya
(http://www.forumpendidikan.com.online, 20 Nopember 2012). Kata education (pendidikan) berasal dari kata bahasa Latin educare, yang berarti “mengeluarkan”, merupakan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar anak secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya (http://www.scribd.com/doc.online, 20 Nopember 2012). Dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa
pendidikan
dan
belajar
mencakup
pengembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh anak, yaitu potensi pisik, potensi nalar, dan potensi
nurani.
Pengembangan
potensi
tersebut
dimaksudkan
agar
anak
mampu
mengaktualisasikan dirinya secara menyeluruh serta berkembang menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan mandiri. Akan tetapi, usaha mewujudkan manusia yang berkualitas dan mandiri tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak, seperti kemauan atau keinginan anak untuk melakukan kegiatan belajar dan bermain secara mandiri, prestasi yang menunjang kemandiriannya, serta kemampuan untuk melakukan aktivitas secara mandiri.
Selain faktor internal, terdapat pula faktor eksternal yang dipandang mempengaruhi kemandirian anak. Berkaitan dengan hal ini, Suryana (2008:4) mengemukakan bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kemandirian anak usia dini, juga anak TK. Faktor-faktor dimaksud meliputi: (1) Faktor orang tua, (2) Faktor guru/pendidik, (3) Media edukasi dan sumber belajar (http://hidayatsoeryana.wordpress.com). Ketiga faktor dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut. 1.
Faktor orang tua Orang tua merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam menumbuhkan
kualitas dan kemandirian anak. Menyadari hal ini, maka peranan orang tua sangatlah dibutuhkan. Setiap orang tua harus menyadari dan memahami makna peran dan tanggung jawabnya dalam keluarga. Dengan demikian para orang tua mampu mengembangkan serta mewujudkan peranan tersebut dalam lingkungan keluarganya sendiri, termasuk kepada anak-anaknya yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak tidak mengemban tanggung jawab utama dalam membina kemampuan skolastik atau akademik anak, seperti membaca dan menulis. Kemampuan skolastik ini menjadi tanggung jawab utama pendidikan Sekolah Dasar. (Sidi, 2000: 14) mengemukakan bahwa yang perlu diperkenalkan kepada anak TK antara lain adalah disiplin dan kemandirian. Sejak dini anak TK perlu diperkenalkan tentang tata tertib atau disiplin, serta dibiasakan mandiri. Contohnya, anak dibiasakan berbaris dengan teratur, serta dibiasakan bermain dan menyelesaikan permasalahan sederhana secara mandiri. Dengan kata lain, anak dibiasakan melayani dirinya sendiri. Muawiah (2008:3) mengemukakan bahwa ”kemandirian antara anak yang terbiasa dilayani dan anak yang melayani dirinya sendiri jelas berbeda. Anak yang terbiasa dilayani selalu
tergantung pada orang lain sedangkan anak yang melayani dirinya sendiri bisa memenuhi kebutuhan dirinya dengan kemampuannya sendiri”. Karenanya, mendidik kemandirian anak sangat penting. Selain lebih bisa menolong diri sendiri, anak juga punya inisiatif jauh lebih baik untuk melakukan sesuatu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ”bila orang tua mengajari dan menyuruh anak untuk menyapu, mengepel, , bertanggung jawab, tolong menolong berarti orang tua sudah mengajarkan sekaligus menumbuhkan kemandirian dalam hidup anak” (http://alatsariyyah.com.online, 25 Nopember 2012). Selanjutnya, dalam buku bunga rampai keberhasilan guru dalam pembelajaran (Depdiknas, 2002:89) dijelaskan bahwa “mandiri atau kemandirian diawali dari konsep yang sederhana, yaitu membawa situasi belajar anak ke dunianya sendiri atau lingkungannya sendiri. Dengan kata lain, apa yang dilakukan anak adalah hal-hal yang ditemukannya sendiri”. Kemandirian adalah sebuah proses yang dijalani oleh seorang anak. Ciri anak yang mandiri adalah apabila seorang anak mampu melakukan beberapa prosedur untuk mencapai suatu tujuan. (Johnson, 2007:171) menyebutkan prosedur tersebut, yakni mampu merencanakan melakukan, mempelajari, dan melaksanakan tindakan atau pemecahan masalah sendiri. Hal ini berarti bahwa kemandirian anak adalah proses yang menitikberatkan kegiatan yang dilakukan oleh anak itu sendiri, mulai dari merencanakan, mengerjakan, mempelajari, dan melaksanakan tindakan atau pemecahan suatu masalah secara mandiri. Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Di dalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Masa anak-anak merupakan masa yang paling penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian sangatlah krusial.
Orang tua merupakan keluarga terdekat dari anak merupakan pilar utama dan pertama dalam pembentukan kemandirian anak (Mu‟tadin dkk, 2002:13). Pendidikan kemandirian anak dalam keluarga merupakan awal dan pusat bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi dewasa yang mandiri, menjadi hak dan kewajiban orang tua sebagai penanggung jawab utama dalam mendidik anaknya. Tugas orang tua adalah melengkapi anak dengan memberikan pengawasan yang dapat membantu anak agar dapat menghadapi kehidupan dengan sukses. Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang berevolusi sepanjang waktu, karena orang tua tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata, contoh-contoh tetapi juga bertidak dan memberi nasihat yang mudah dimengerti oleh anak (Hidayat, 2005:23). Orang tua mempunyai peran dan fungsi yang bermacam-macam dalam keluarga, salah satunya adalah menumbuhkan kemandirian anak. Dalam kaitan dengan hal ini, Gunarsa (2002: 2) mengatakan bahwa peran dan fungsi orang tua dalam menumbuhkan kemandirian anakanaknya diwujudkan dalam berbagai cara antara lain memberikan aturan-aturan, dalam memberikan perhatian dan pengawasan, memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kesehariannya menuju pribadi yang mandiri. Selanjutnya, guna mencapai kemandirian anak, maka beberapa hal perlu diperhatikan oleh orang tua. Hal-hal tersebut menurut Muawiah (2008) adalah: (a) orang tua menjadi model, (b) pendekatan ke anak, (c) pembiasaan/dibiasakan. Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Orangtua menjadi model Selaku orang tua, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah menjadi model bagi anak, yakni dengan melakukan pekerjaan rumah sendiri. Sebagai orang tua tidak mungkin
meminta anak melakukan sesuatu tetapi orang tuanya sendiri malas. Selain itu, jangan minta anak melakukan tugas berat dan sulit. Tugas yang diberikan hendaknya ringan supaya bisa dilakukan anak dengan mudah. b. Pendekatan ke anak Saat meminta anak melakukan tugas tertentu, dekatilah ia dengan persuasif. Terangkan kenapa anak harus melakukan tugas tersebut, misalnya dengan menjelaskan manfaat apa yang akan didapatnya. Sebagai orang tua yang ingin melatih kemandirian anak, lakukan hal ini secara intensif tanpa paksaan ataupun ancaman sampai anak mau melakukannya sendiri. c. Dibiasakan Setelah anak mau melakukannya, orang tua perlu membiasakannya, yaitu dengan memberi tugas rutin, misalnya setiap bangun tidur harus membereskan kamarnya sendiri. Memperhatikan uraian tersebut jelaslah bahwa kemandirian anak merupakan suatu proses yang menitikberatkan kegiatan yang dilakukan oleh anak itu sendiri. Guna mencapai kemandirian anak, maka faktor keluarga terutama orang tua dalam mempengaruhi kemandirian anak menjadi sangat penting mengingat sebagian besar waktu anak adalah bersama orang tua. Keluarga merupakan unsur terpenting dalam perawatan anak mengingat anak bagian dari keluarga. Kehidupan anak menjadi pribadi yang mandiri dapat ditentukan oleh lingkungan keluarga, khususnya orang tua. Dalam hal ini orang tua harus mampu menjadi model bagi anaknya, melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dalam melatih kemandirian anak, serta membiasakan anak melakukan kegiatan secara mandiri. 2.
Faktor pendidik Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) merupakan lembaga atau jenjang pendidikan
prasekolah, mempuyai tugas untuk mempersiapkan anak-anak dengan memperkenalkan berbagai
pengetahuan dasar, sikap dan perilaku, keterampilan dan intelektual agar anak dapat melakukan adaptasi atau penyesuaian dengan kegiatan sesunguhnya di sekolah. Belajar di TK adalah suatu usaha yang positif menuju perubahan-perubahan individu dalam hal kebiasaan, pengetahuan dan perubahan sikap. Hal tersebut menuntut setiap pendidik TK untuk
professional
dalam menyelenggarakan
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini
pendidikan bagi
anak usia dini.
yang dilaksanakan oleh pendidik
telah
dituangkan dalam peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 40 dinyatakan bahwa kewajiban pendidik adalah menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Oleh karena itu seorang pendidik PAUD harus senantiasa berupaya meningkatkan mengembangkan kemampuannya terutama dalam pembelajaran. Profesionalisme diperlukan dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan potensi dasar anak didiknya. dimaksud antara lain mampu mengelola pembelajaran sesuai dengan prinsip dan teori pendidikan anak usia dini yang berorientasi pada pendekatan permainan (bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain). Seorang pendidik TK haruslah memiliki kemampuan-kemampuan tertentu, tertutama kemampuan dalam membelajarkan anak dini usia, serta profesional dalam melaksanakan tugas yang diembannya sebagai pendidik. Dalam hal ini, pendidik TK perlu memiliki latar belakang pendidikan yang memadai atau memiliki kualifikasi sebagai pendidik. Hal ini sebagaimana disebutkan Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 disebutkan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pada Pasal 1 ayat 7 disebutkan ditetapkan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dimana setiap pendidik atau guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada ayat 2 dijelaskan bahwa kualifikasi akademik pendidik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Uraian di atas menunjukkan bahwa seorang pendidik/guru, termasuk pendidik TK dalam melaksanakan kewajiban secara bertanggung jawab dan layak, dimana setiap pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan membelajarkan anak didik dengan mengacu pada konsep pembelajaran anak Taman Kanak-Kanak. Jalal (2011: 46) mengemukakan bahwa di Indonesia, negara dengan jumlah penduduk yang besar pun perkembangan jenjang pendidikan pra sekolah seperti TK meningkat pesat. Namun jumlah tenaga pendidik yang mencapai ratusan ribu, belum semuanya memiliki bekal dan ilmu serta pengalaman yang cukup mengenai konsep pembelajaran di TK. Dalam arti bahwa sebagian besar pendidik TK belum memiliki pengalaman mengajar yang optimal. Oleh karena itu para pengelola dan pengajar TK mengikuti pelatihan intensif, untuk mengembangkan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilannya dalam mengajar. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah motivasi dan komitmen pendidik dalam melaksanakan tugasnya. Pendidik TK hendaknya melakukan perubahan-perubahan individu dalam hal kebiasaan, pengetahuan dan
perubahan sikap anak, serta memiliki motivasi dan kesanggupan dalam
melaksanakan tugas sebagai pendidik TK untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap anak. Dalam hal ini seorang pendidik TK perlu memiliki rasa peduli, empati dan responsif serta mampu memberi dorongan kepada anak didik untuk mengikuti kegiatan belajar dengan baik guna mencapai kemandirian. Menyangkut komitmen guru atau pendidik di Taman Kanak-Kanak TK haruslah seorang yang professional dalam melaksanakan tugas mengajar, baik dalam perencanaan pengajaran, pelaksanaan maupun evaluasi pengajaranbagi anak-anak didiknya. Dalam hal ini pendidik TK harus menguasai menu pembelajaran yang berorientasi perkembangan (fisik, sosial, emosional, kognitif, bahasa dan seni), mampu mengintegrasikan bidang-bidang pengembangan ke dalam tema pembelajaran, serta menguasai pengembangan program yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kemandirian anak. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa faktor pendidik dipandang ikut berpengaruh dalam mengembangkan kemandirian anak Taman Kanak-kanak. Pendidik TK perlu memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu. Kualifikasi dan kemampuan dimaksud antara lain berpendidikan
atau
memiliki
latar
belakang
pendidikan
sebagai
pendidik,
mampu
mengembangkan diri sebagai pendidik yang profesional, memiliki pengalaman mengajar berdasarkan kualifikasi pendidik yang dimiliki, memiliki motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik , serta berkomitmen atau sanggup mewujudkan tujuan pendidikan yang diemban melalui program pendidikan Taman Kanak-kanak. 3.
Faktor media dan sumber belajar Media belajar dan sumber belajar adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk
menyalurkan peran. Gagne (dalam Rahadi, 2003:10) mengartikan media sebagai jenis komponen lingkungan yang dapat merangsang seorang anak untuk dapat belajar. Pendapat yang hampir
sama dikemukakan pula oleh, Briggs (dalam Rahadi 2003:11) bahwa, media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi anak agar terjadi proses belajar. Pembahasan mengenai media pembelajaran secara umum tidak terpisahkan dengan media pendidikan. Secara konseptual, media dan sumber belajar merupakan sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Akan tetapi, media dan sumber belajar bagi anak TK sifatnya lebih khusus dan dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan secara khusus bagi anak usia dini. Peran media dan sumber belajar menurut Rohani (2007:6), antara lain adalah: (1) mengatasi perbedaan pengalaman pribadi anak didik. (2) menumbuhkan kemandirian anak dalam belajar dan bermain. Pada bagian lain disebutkan bahwa peranan media dalam kegiatan anak, antara lain adalah membangkitkan minat dan motivasi untuk mengetahui lebih jauh tentang media yang dimainkannya. Dengan demikian keberadaan dan ketersediaan media bermain sangat penting dalam menunjang kegiatan anak mengembangkan potensi dan kemandiriannnya . Rohani (2007:7), Peran media sebagaimana disebutkan di atas memungkinkan bagi pendidik TK dalam kegiatan belajar mengajar. Keberadaan dan ketersediaan media belajar dan sumber belajar sangat penting dalam menunjang proses belajar dan bermain anak TK. Namun demikian, penggunaan media dan sumber belajar yang efektif selalu berkaitan dengan keterampilan pendidik TK dalam menggunakan media dan sumber belajar tersebut. Keterampilan guru dalam menggunakan media dan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan belajar akan turut membantu dan mempengaruhinya dalam menciptakan kemandirian anak TK dalam belajar dan bermain. Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kemandirian adalah sebuah proses yang dijalani anak dengan beberapa ciri antara lain anak mampu melakukan beberapa prosedur dan kegiatan tertentu secara mandiri. Dalam perkembangan anak TK menuju pribadi mandiri tidak
terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor dimaksud ada yang berasal dari orang tuanya sendiri, dari pendidik, juga dari media belajar bagi anak yang tersedia di tempat anak itu belajar. 2.4
Kajian yang Relevan Setelah peneliti melakukan telaah pustaka terhadap skripsi yang berkenaan dengan
penelitian tentang kemandirian anak, ternyata ada beberapa peneliti yang mengkaji mengenai permasalahan yang mirip dengan permasalahan yang dikaji pada penelitian ini. Kajian dimaksud ada yang dilaksanakan dalam bentuk penelitian deskriptif, eksperimen maupun penelitian tindakan kelas (PTK). Berikut diuraikan hasil kajian berupa skripsi dari beberapa peneliti berkenaan dengan penelitian tentang kemandirian anak. 1.
Aminah Isa. 2009, yang mengkaji tentang: Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan kemandirian anak di TK Mawar II Tuladenggi Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Penelitian tersebut bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan kemandirian anak di TK Mawar II Tuladenggi Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Penelitian jenis kuantitatif tersebut menyimpulkan bahwa bahwa tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat pendidikan orang tua dengan kemandirian anak TK Mawar II Tuladenggi Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo tahun pelajaran 2009/2010. Simpulan tersebut didasarkan pada data kontingensi tingkat tingkat pendidikan orang tua dengan kemandirian 30 orang anak TK Mawar II Tuladenggi Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo tahun pelajaran 2009/2010.
2.
Rosnawati, tahun 2011 dengan judul penelitian: Pentingnya pengasuhan orang tua dalam membentuk kemandirian anak di TK Putra IV Kelurahan Pulubala Kecamatan Kota Tengah
Kota Gorontalo. Penelitian deskriptif tersebut bertujuan untuk memperoleh mengetahui pengasuhan orang tua terhadap kemandirian anak, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian anak. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pengasuhan orang tua terhadap anak di TK tersebut sudah baik, yang terlihat dari sikap orang tua menghargai pendapat anak, memberikan kasih sayang, membimbing, memberikan hal demokrasi anak, serta memberi sanksi/hukuman yang bersifat mendidik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kemandirian anak di TK tersebut sudah baik, yang tampak dari hasrat anak untuk bersaing maju, keberanian, rasa percaya diri, mampu bersosialisasi, menghargai dan mengatur diri, serta mampu memahami prinsip kedisiplinan. Dari beberapa hasil penelitian tersebut ada relevansi antara kajian yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu mengkaji tentang kemandirian anak Taman Kanak-Kanak (TK). Perbedaaannya dengan permasalahan yang dikaji pada penelitian ini, bahwa peneliti hanya mengkaji dan memperoleh gambaran tentang berbagai faktor yang mempengaruhi kemandirian anak kelompok B TK Herlina Tenggela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo.