BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Alat Peraga 2.1.1 Pengertian Alat Peraga Kata “Alat Peraga” diperoleh dari dua kata alat dan peraga. Kata utamanya adalah peraga yang artinya bertugas “meragakan” atau membuat bentuk “raga” atau bentuk “fisik” dari suatu arti/pengertian yang dijelaskan. Bentuk fisik itu dapat berbentuk benda nyatanya atau benda tiruan dalam bentuk model atau dalam bentuk gambar visual/audio visual. Contoh alat peraga wayang dengan tokoh kartun Squidword untuk meragakan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Alat peraga dapat dimasukkan sebagai bahan pembelajaran apabila alat peraga tersebut merupakan desain materi pelajaran yang diperuntukkan sebagai bahan pembelajaran. Misalnya, dalam pembelajaran klasikal, guru menggunakan alat sebagai peraga yang berisi materi yang akan dijelaskan. Jadi alat peraga yang digunakan guru tersebut memang berbentuk desain materi yang akan disajikan dalam pelajaran. Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Estiningsih, 1994:7). Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu
8
menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh, benda-benda konkret disekitar siswa. Dengan adanya alat peraga siswa dapat mengetahui letak bilangan positif dan bilangan negatif. Menurut Sudjana (1989:76) alat peraga adalah suatu alat bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan mudah dimengerti anak didik.
2.1.2 Jenis-jenis Alat Peraga/Media
Menurut para ahli media, bahan pembelajaran dalam bentuk media pembelajaran diklasifikasikan dalam beberapa bentuk. a.
Media grafis, yaitu media yang menyajikan desain materi dalam bentuk simbol-simbol komunikasi visual. Media ini bersifat sederhana, mudah pembuatannya dan relatif murah. Contoh media grafis antara lain: gambar/foto, sketsa, diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan bulletin.
b.
Media audio, yaitu media yang menyajikan desain materi dalam bentuk lambang lambang auditif. Media audio ini terdiri dari: media radio, media rekaman, laboratorium bahasa.
c.
Media Proyeksi diam, yaitu media yang menyajikan desain pesan/materi layaknya media grafis, tetapi penyajiannya dengan teknik diproyeksikan dengan peralatan yang disebut proyektor. Media proyeksi diam, terdiri dari: film bingkai (slide), film rangkai (film strip), media transparansi (overhead projector/transparancy).
d.
Media proyeksi gerak, yaitu media yang menyajikan desain pesan/materi dalam bentuk obyek yang bergerak. Media Proyeksi gerak digunakan melalui
9
proses perekaman dan menggunakan alat perekam gerak (seperti kamera video), atau menyajikan gerakan-gerakan yang ditampilkan langsung oleh pemeran, yang termasuk media ini, terdiri dari: film, televisi, komputer (animasi), dan permainan simulasi. e.
Media cetak, yaitu media yang menyajikan desain pesan/materi (verbal tulis dan gambar) dalam bentuk cetak. Contoh media cetak adalah buku, modul, surat kabar, majalah, LKS dan sebagainya.
f.
Media nyata, yaitu media dalam bentuk benda aslinya, baik dalam bentuk keseluruhan/utuh, maupun dalam bentuk bagian/contoh bagian dari benda tertentu. Media nyata ini, seperti obyek, specimen, mock up, herbarium, insektarium dan sebagainya.
2.1.3 Fungsi Alat Peraga
Menurut Roseffendi (1997:227-228) ada beberapa fungsi penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika, diantaranya sebagai berikut: a.
Dengan adanya alat peraga, anak-anak akan lebih banyak mengikuti pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam mempelajari matematika semakin besar. Anak senang, terangsang, kemudian tertarik dan bersikap positif terhadap pembelajaran matematika.
b.
Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk konkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan lebih mudah memahami dan mengerti.
10
c.
Anak akan menyadari adanya hubungan antara pembelajaran dengan bendabenda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu dengan alam sekitar dan masyarakat.
d.
Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret, yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan obyek penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide baru dan relasi-relasi baru. Dengan demikian, yang dimaksud alat peraga pada penelitian ini adalah
media pengajaran yang diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara terjadinya proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yang berfungsi
untuk
menghilangkan
keabstrakan
konsep
penjumlahan
dan
pengurangan bilangan bulat pada mata pelajaran matematika.
2.2 Pengertian Wayang
Dilihat dari sudut pandang terminologi ada beberapa pendapat mengenai asal kata wayang. Pendapat pertama mengatakan wayang berasal dari kata wayangan atau bayangan yaitu sumber ilham, yang maksudnya yaitu ide dalam menggambar wujud tokoh. Sedangkan pada pendapat kedua mengatakan kata wayang berasal dari Wad dan Hyang, artinya leluhur.1 Dalam Kamus Bahasa Indonesia Wayang berarti sesuatu yang dimainkan ki Dalang berupa gambar pahatan dari kulit binatang, melambangkan watak-watak manusia. Dalam Kamus Bahasa Sunda disebutkan bahwa wayang adalah boneka berbentuk manusia yang dibuat dari kulit atau kayu, dan lebih ditegaskan lagi pengertian wayang sama dengan sandiwara boneka.2
11
Dalam pengertian luas wayang bisa mengandung makna gambar, boneka tiruan manusia yang terbuat dari kulit, kardus, seng, mungkin kaca-serat (fibreglass), atau bahan dwimatra lainnya, dan dari kayu pipih maupun bulat torak tiga dimensi. Dengan demikian, yang dimaksud wayang pada penelitian ini adalah sesuatu yang dimainkan manusia yang diwujudkan dengan tokoh kartun squidword yang dibuat dari kertas kartun untuk menunjukkan letak bilangan bulat beserta cara mengoprasikan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
2.3 Pengertian Belajar
Para ahli pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam mengartikan istilah belajar. Namun perbedaan tersebut masih dalam tahap kewajaran yang justru menjadi pemahaman tentang belajar, berikut ini dikemukakan pendapat beberapa tokoh yang menjelaskan tentang pengertian belajar. Belajar menurut Sudjana (1989:28) adalah proses ditandai dengan adanya perbuahan-perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahamannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek individu. Menurut Hamalik (1991:16) belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat pengalaman dan pelatihan, Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 1997:84) belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu
12
tidakdapat dijelaskan dasar kecenderungan respons pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang. Slameto (1995) (dalam Kurnia, 2008:3) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Sementara Winkel (1989) (dalam Kurnia, 2008:3) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang diperoleh perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada kemajuan yang progresif. Dengan demikian, yang dimaksud belajar pada penelitian ini adalah kegiatan mental dan psikis maupun fisik, yang berlangsung dalam interaksi aktif yang menghasilkan perubahan. Sedangkan perubahan yang diharapkan adalah perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, kecakapan, kebiasaan maupun sikap mental.
2.4 Aktivitas Belajar Belajar adalah aktivitas yaitu mental dan emosional. Aktivitas mental adalah proses berfikir atau konsentrasi mengingat dan penalaran, sedangkan aktivitas emosional adalah merasakan atau menghayati situasi/iklim pembelajaran seperti senang/gembira dengan pembelajaran yang sedang berlangsung, puas karena berhasil merumuskan desfinisi/pengertian suatu konsep, dan lain-lain. Bila
13
ada siswa yang duduk di kelas pada saat pelajaran berlangsung, akan tetapi mental emosionalnya tidak terlibat aktif di dalam situasi pembelajaran itu, maka hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Sarjiman (2000:93) menyatakan bahwa dalam belajar diperlukan aktivitas, sebab pada dasarnya belajar adalah untuk mengubah tingkah laku, melakukan kegiatan, tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Tanpa aktivitas belajar dilakukan sendiri, maka seseorang tidak akan memperoleh kemampuan yang diharapkan. Menurut Winkel (1981:48) aktivitas belajar atau kegiatan belajar adalah segala bentuk kegiatan belajar siswa menghasilkan suatu perbuatan khas yaitu belajar yang tercapai. Aktivitas yang disebut belajar adalah aktivitas mental dan emosional dalam upaya terbentuknya perubahan perilaku yang lebih maju, dari tidak paham menjadi paham, dari tidak terampil menjadi terampil, dan dari tidak sopan menjadi sopan, dan sebagainya. Untuk meningkatkan aktivitas dalam belajar guru harus merancang aktivitas belajar siswa secara mantap. Dengan demikian, yang dimaksud aktivitas belajar pada penelitian ini adalah pelibatan pikiran dan perasaan siswa secara aktif dalam situasi pembelajaran. Tanpa aktivitas belajar dilakukan sendiri, maka seseorang tidak akan memperoleh kemampuan yang diharapkan.
2.5 Hasil Belajar 2.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau
14
perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap, fungsional, positif, dan disadari. Bentuk perubahan tingkah laku harus menyeluruh secara komprehensif sehingga menunjukkan perubahan tingkah laku. Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan pembelajaran menurut Benyamin Bloom (1956) (dalam Anitah W, 2009:2-19) yang dapat menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik. Romizoswki (1982) (dalam Anitah W, 2009:2-19) menyebutkan dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil-hasil belajar yaitu: 1) keterampilan kognitif berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan memecahkan masalah dan berpikir logis; 2) keterampilan psikomotor berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan
perceptual;
3)
keterampilan
reaktif
berkaitan
dengan
sikap,
kebijaksanaan, perasaan, dan self control; 4) keterampilan interaktif berkaitan dengan kemampuan sosial dan kepemimpinan. Sedangkan menurut Dimyati dkk. (2006) (dalam
Lapono, 2010:206)
dikatakan bahwa hasil belajar dibedakan menjadi dua, yaitu dampak pengajaran adalah dampak yang dapat diukur seperti tertuang dalam rapot, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, yang disebut transfer belajar. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winataputra dan Rosita (1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan
untuk menentukan keberhasilan
seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan
15
keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah sebagai berikut: a.
Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan instruksional
yang tercantum dalam
kurikulum yang berlaku. b.
Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.
c.
Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspekaspek tingkat belajar yang diharapkan.
d.
Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar
2.5.2
Tipe Hasil Belajar
Menurut Sudjana (1988:49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Sudjana (1988:50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek pengajaran adalah sebagai berikut.
A. Tipe hasil belajar bidang kognitif Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar : 1) Pengetahuan hafalan (knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
16
2) Pemahaman (conprehention), kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep. 3) Penerapan (aplication), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi
yang baru, misalnya
memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu. 4) Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti. 5) Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas. 6) Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
B. Tipe hasil belajar afektif Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikan oleh guru, tetapi lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah menguasai bidang kognitif tingkat tinggi. Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke yang lebih kompleks yaitu : 1) Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi dan gejala. 2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar .
17
3) Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus. 4) Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam system organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan prioritas yang dimilikinya . 5) Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya
C. Tipe hasil belajar bidang psikomotor Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu : 1) Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar. 2) Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar. 3) Kemampuan perseptual termasuk di dalamnya membedakan visual , adaptif, motorik, dan lain-lain. 4) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan. 5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang kompleks . 6) Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan ekspresif, interpretatif, tetapi terpadu secara utuh yang dapat diukur melalui tes formatif. Dengan demikian yang dimaksud dengan hasil belajar pada penelitian ini adalah perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja. Aspek hasil belajar meliputi kognitif, afektif dan psikomotor.
18
2.6 Hipotesis Tindakan
Bertolak dari latar belakang, identifikasi masalah, dapat diputuskan hipotesis tindakan sebagai berikut. Jika Pembelajaran Matematika Menggunakan Alat Peraga Wayang , maka Aktivitas dan Hasil Belajar Meningkat pada Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Bandar Sakti Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah.