BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Hakikat Peranan Guru 2.1.1 Pengertian Peranan Guru Dunia pendidikan, guru merupakan faktor penting dan utama, karena guru adalah orang yang bertanggungjawab terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, terutama di sekolah, untuk mencapai kedewasaan peserta didik sehingga ia menjadi manusia yang paripurna dan mengetahui tugas-tugasnya sebagai manusia. Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru terletak tanggung jawab untuk membawa siswanya kearah kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka itu guru tidak semata-mata sebagai “pendidik” yang transfer of knowledge, tapi juga seorang “pendidik” yang transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa ketaraf yang dicitacitakan. Untuk memperkuat kajian tentang peranan guru, perlu ditelaah juga tentang pengertian peranan. Soekanto (2001:48) mengemukakan bahwa peranan adalah sesuatu yang jadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa). Peranan juga dikatakan perilaku atau
lembaga yang punya arti penting bagi struktur sosial. Dalam hal ini maka, kata peranan lebih banyak mengacu pada penyesuain diri pada suatu proses. Friedman (2003:286) struktur peran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) peran formal (peran yang nampak jelas) yaitu sejumlah perilaku yang bersifat homogen. Peran formal yang standar terdapat dalam keluarga. (b) Peran Informal (peran tertutup) yaitu suatu peran yang bersifat implisit (emosional) biasanya tidak tampak ke permukaan dan dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional individu dan untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa peran adalah suatu bentuk tindakan dalam kehidupan sosial yang diharapkan untuk menerangkan apa yang akan dilakukan dalam suatu kondisi tertentu. Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. “Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan ”Syaiful (dalam Catarts, 2012:1). Disekolah guru adalah orang tua kedua bagi anak didik. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai anak didik bukan menganggapnya sebagai “peserta didik”. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen No 14 Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Djamarah (2010:43) yang mengemukakan bahwa banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, atau siapa saja yang telah menerjunkan diri menjadi guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru seperti diuraikan di bawah ini. 1) Guru sebagai Pendidik dan Pembimbing Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” suatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seorang yang memegang memiliki “kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain bahwa untuk menjadi pendidik atau guru, seorang harus berpribadi. Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai ”pendidik”. Guru memang seorang “pendidik” sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. “Mendidik” sikap mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu bisa dididikan dengan guru sebagai idolanya. Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dari nilai yang akan ditransfer. Mendidik adalah mengantarkan anak didk agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of
value. Ia bukan saja membawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh bagi seorang pribadi manusia. Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing”. Bimbingan adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik bearti sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan. Misalnya bimbingan belajar, bimbingan tentang sasuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik, mengajar dan bimbingan” sebagai suatu yang tidak dapat dipisahkan. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik dari pada siswa, baik perkembangan fisik maupun mental dalam hubungannya dengan hasil dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. 2) Guru sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai Demonstrator, lecturer atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh anak didik. Salah satu yang harus diperhatikan oleh guru bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar terus menerus. Dengan cara yang demikian ia akan memperkaya dirinya denganberbagai ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh anak didik. Juga seorang guru hendaknya mampu dan terampil dalam merumuskan TPK, memahami kurikulum, dan dia sendiri sebagai sumber belajar terampil dalam membrikan informasi kepada kelas. Sebgai pengajar ia pun harus membantu perkembangan anak didik untuk dapat menerima memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk itu guru hendaknya dapat mencari cela untuk menggabungkan antara pendidikan moral dan mata pelajaran lainnya untuk membentuk manusia yang bermoral. 3) Guru sebagai Pengelola Kelas Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Kualitas dan kuantitas belajar siswa didalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain adalah guru, hubungan pribadi antara siswa didalam kelas, serta kondisi umum dan suasana didalam kelas. Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacammacam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. 4) Guru sebagai Mediator Suru sebagai mediator dapat diartikan sebagia penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa. Mediator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasi penggunaan media. 5) Guru sebagai Inspirator Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang
penting bukan teorinya, tapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi oleh anak didik. 6) Guru sebagai Informator Sebagai
informator,
guru
harus
dapat
memberikan
informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncinya, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik, informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik. 7) Guru sebagai Motivator Menurut Sujiono (2008:5.30) mengemukakan bahwa guru sebagai motivator artinya guru harus mampu menjadi motivator anak dalam membangun pengetahuan. Dalam hal ini guru harus mampu memotivasi anak dalam melakukan kegiatan, agar anak tidak mudah menyerah. Sama halnya yang dikemukakan oleh Djamarah (2010:45) sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. 8) Guru sebagai Fasilitator
Menurut Djamarah (2010:46) mengemukakan sebagai fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik. Sama halnya yang dikemukakan oleh Sujiono (2008:5.32) bahwa guru sebagai fasilitator artinya guru mampu memfasilitasi seluruh kebutuhan anak pada saat kegiatan belajar dan bermain langsung. (Catarts, 2012:5) mengemukakan bahwa dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: (a) menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis, (b) mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan (c) memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. UU ini memberikan kepercayaan penuh kepada pendidik agar dapat menciptakan pendidikan yang mempunyai makna, menyenangkan, kreatif dan dinamis bagi peserta didik.Guru merupakan faktor penentu dalam proses penyelenggaraan pendidikan, karena hakekat guru adalah untuk mendidik, yakni mengupayakan seluruh potensi anak didik, baik potensi psikomotor, kognitif maupun potensi afektif. Di samping itu, tanggungjawab perkembangan peserta didik yang paling utama adalah peran
orang tua dalam keluarga baik perkembangan jasmaninya maupun perkembangan rohaninya. (Catarts, 2012:7) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan operasional mendidik, seorang guru melakukan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan. Batasan ini memberi arti bahwa tugas guru bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang, tetapi pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Pelaksanaan hakekat guru membutuhkan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan demikian tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai seorang guru. Keahlian sebagai guru profesional harus menguasai seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Memahami konsep ini, pendidik juga dituntut mempunyai profesi atau keahlian yang prodesional handal dalam semua komponen pendidikan. Komponen pendidikan yang dimaksud adalah mulai dari perangkat tujuan pendidikan sampai kepada pelaksanaan pendidikan dalam proses belajar mengajar. 2.1.2. Fungsi Guru Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Seorang guru menjadi pendidik yang
sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental. Satori (2011:1.20) mengemukakan bahwa ada beberapa fungsi dari seorang guru antara lain : 1.
Guru sebagai manager Guru mengelola lingkungan pembelajaran secara keseluruhan. Kegiatan
ini melibatkan siswa sebagai individu dan sebagai kelompok, program pembelajaran, lingkungan dan sumber-sumber pembelajaran. 2. Guru sebagai observer Kemampuan guru untuk meneliti secara cermat peserta didik, tindakan mereka, reaksi dan interaksi mereka.
3. Guru sebagai diagnostician Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap peserta didik termasuk merencanakan program bagi peserta didik. 4. Guru sebagai educator Kegiatan ini melibatkan pembuatan tujuan dan sasaran sekolah, sifat dan isi dari kurikulum dan program pembelajaran. 5. Guru sebagai organizer Kemampuan guru untuk mengorganisir program pembelajaran. Sebagai organizer adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan guru, dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan, kegiatan akademik dan sebagainya. Semua diorganisasikan sehingga seperti mencapai efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada siswa. 6. Guru sebagai decision-maker Memilih bahan/ materi pembelajaran yang sesuai, memutuskan topik dan proyek yang akan dilaksanakan serta membuat program pribadi. 7. Guru sebagai presenter Guru sebagai pembuka, narator, penanya, penjelas dan peneliti dari setiap diskusi. 8. Guru sebagai communicator Kemampuan guru untuk berkomunikasi dengan peserta didik maupun rekan kerja.
9. Guru sebagai mediator Guru berfungsi sebagai mediator antara peserta didik/ kelas dan masalahmasalah yang timbul. Seorang pengajar/guru berperan sebagai mediator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Tugas guru sebagai seorang mediator antara lain:
menyediakan
pengalaman
belajar
yang
memungkinkan
murid
bertanggungjawab dalam mebuat rancangan, proses, dan penelitian.
Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide mereka.
Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran si anak didik berjalan atau tidak.
Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang suddah mereka ketahui dan pikirkan.
Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.
Guru perlu mempunyai pemikiran yang lebih fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa.
10. Guru sebagai motivator Guru memberikan motivasi kepada peserta didik. Sebagai motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. 11. Guru sebagai counsellor
Guru sebagai konselor bagi siswa dibidang pendidikan, personal, sosial dan emosional. 12. Guru sebagai evaluatorn Guru mengevaluasiikm , menilai, mencatat kemampuan, pencapaian dan kemajuan siswa. Guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik, kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum, dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Dengan penialaian guru dapat mengklasifikasikan apakah seorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang atau cukup baik dikelasnya jika dibandingkan dengan teman-temanya. Oleh karena itu, guru seharusnya terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai siswa dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh merupakan feedback terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan dijadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dilihat dari dirinya sendiri, seorang guru harus berperan sebagai berikut : 1. Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan masyarakat.
Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat
guru senantiasa
merupakan petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi didalamnya. 2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
3. Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga, guru berperan sebagai orang tua bagi siswanya. 4. Pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik untuk siswa. Guru menjadi ukuran bagi norma-norma tingkah laku. 5. Pemberi keamanan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi siswa. Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa untuk memperoleh rasa aman dan puas di dalamnya. 2.2. Hakikat Media Audio visual Apabila dilihat dari etimologi “kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar, maksudnya sebagai perantara atau alat menyampaikan sesuatu. Terkait dengan hal tersebut, Djamarah dan Zain (2010:120) mengemukakan bahwa kata media berasal dari bahasa latin, medius,yang secara harfiah berarti “tengah”,”perantara”,atau “pengantar”. Dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Daryanto (2010:4) mengemukakan bahwa kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang dapat didefinisikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima”. Djamarah dan Zain (2010:120) mengemukan media secara terminologi berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari’’medium’’Yang berarti perantara, dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur
pesan. Pernyataan ini nampaknya tidak hanya sekedar memberi arti dan fungsi, tetapi lebih dikhususkan pada pengertian media mengajar ataupun media pendidikan. Slameto (2010:73) mengemukakan pengertian media pendidikan itu yaitu media dalam arti umum adalah semua bentuk perantaraannya dipakai orang menyebarkan ide, sehingga gagasan itu sampai pada penerima. Lebih lanjut Djamarah dan Zain (2010:121) menambahkan bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat disajikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Gagne (dalam Nunuk Suryani, 2012:135) lebih mengartikan media sebagai berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Pernyataan tersebut di tambahkan kembali oleh Gerlach (dalam Azhar Arsyad, 2011:3) menyatakan bahwa media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dari beberapa definisi para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa media merupakan perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan terdiri atas buku, tape recorder, kaset, video kamera, video recorder, film, slide (gambar), foto, gambar, grafik, televisi dan komputer yang berisi kejadian yang membangun kondisi agar siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap sehingga tujuan pengajaran dapat tercapai dengan sempurna.
Zul dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia (2008:859) mendefinisikan bahwa media audio visual adalah dapat dilihat dan didengar, dapat dinikmati dengan indera penglihatan dan indera pendengaran. Media audio visual adalah merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. 1. Meningkatkan keterampilan kognitif, maksudnya adalah kemampuan anak dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. 2. Melatih kemampuan nalar. 3. Meningkatkan keterampilan sosial. Suprijanto
(2005:171) menambahkan
bahwa media
audio
visual
merupakan sebuah alat bantu audiovisual yang berarti bahan atau alat yang dipergunakan dalam situasi belajar untuk membantu tulisan dan kata yang diucapkan dalam menularkan pengetahuan, sikap, dan ide. Djamarah dan Zain (2010:124) mengemukakan bahwa media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Selain itu media ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan peran dan tugas guru. Dalam hal ini guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi. Penyaji materi dapat digantikan oleh media. Peran guru beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memudahkan bagi para siswa untuk belajar. Contoh dari media audio visual diantaranya program vidio/ televisi pendidikan, vidio/ televisi instruksional, dan program slide suara (suodslide) dan pembelajaran dengan komputer.
Berbicara mengenai bentuk media, disini media memiliki bentuk yang bervariasi sebagaiman dikemukakan oleh tokoh pendidikan, baik dari segi penggunaan, sifat bendanya, pengalaman belajar siswa, dan daya jangkauannya, maupun dilihat dari segi bentuk dan jenisnya. Dalam pembahasan ini akan dipaparkan sebagian dari bentuk media audio visual yang dapat diklasifikasikan oleh Nurbiana Dhieni (2009:11.31) menjadi delapan kelas yaitu: 1. Media audio visual gerak contoh, televisi, video tape, film dan media audio pada umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya. 2. Media audio visual diam contoh, filmastip bersuara, slide bersuara, komik dengan suara. 3. Media audio semi gerak contoh, telewriter, mose, dan media board. 4. Media visual gerak contoh, film bisu 5. Media visual diam contoh microfon, gambar, dan grafis, peta globe, bagan, dan sebagainya 6. Media seni gerak 7. Media audio contoh, radio, telepon, tape, disk dan sebagainya 8. Media cetak contoh, televisi. Hal tersebut di atas adalah merupakan gambaran media sebagai sumber belajar, memberikan suatu alternatif dalam memilih dan mengguanakan media pengajar sesuai dengan karakteristik siswa. Media sebagai alat bantu mengajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual dan audio visual. Ketiga jenis sumber belajar ini tidak sembarangan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kriteria pemilihan media pengajaran antara lain “tujuan pengajaran yang diingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak, mutu teknis, dan biaya” (Basyiruddin, 2002: 15). Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan sesuai dengan pendapat lain yang mengemukakan bahwa pertimbangan pemilihan media pengajaran sebagai berikut: 1. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan atau dipertunjukkan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik dan pemikiran prinsip-prinsip seperti sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan tugas-tuigas yang melibatkan pemikiran tingkat yang lebih tinggi. 2. Tepat untuk mendukung sis pelajaran yang yang sifatnya fakta, konsep, prinsip yang generalisasi agar dapat membantu proses pengajaran secara efektif, media harus selaras dan menunjang tujuan pengajaran yangt telah ditetapkan serta sesuai dengan kebutuhan tugas pengajaran dan kemampuan mental siswa. 3. Aspek materi yang menjadi pertimbangan dianggap penting dalam memilih media sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan atau berdampak pada hasil pengajaran siswa.
4. Ketersediaan media disekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan seorang guru. 5. Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kerlompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecilatau perorangan. Ada media yang tepat untuk kelompoik besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan. 6. Mutu teknis pengembangan visual, baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persaratan teknis tertentu misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen yang berupa latar belakang (Arsyad, 2011 : 72 Dengan adanya gambaran di atas, kriteria pemilihan media audio visual memiliki kriteria yang merupakan sifat-sifat yang harus dipraktekan oleh pemakai media, kriteria tersebut antara lain: 1. Ketersediaan sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, maka harus dibeli atau dibuat sendiri. 2. Efektifitas biaya, tujuan serta suatu teknis media pengajaran. 3. Harus luwes, keperaktisan, dan ketahan lamaan media yang bersangkutan untuki waktu yang lama, artinya bisa digunakan dimanapun dengan peralatan yang ada disekitarnya dan kapanpun serta mudah dijinjing dan dipindahkan (Sardiman, 2001:84) Adapun Kelemahan Alat Peraga Pembelajaran Jenis Audiovisual
1)
Harga lebih mahal
2)
Membutuhkan persiapan lebih matang
Sedangkan Kelebihan Alat Peraga Pembelajaran Jenis Audiovisual 1)
Berkesan Menarik
2)
Mudah dioperasikan
3)
Bisa digunakan untuk presentasi dalam jumlah audiens yang banyak.
2.3 Peranan Guru Dalam Menggunakan Media Audio Visual Pada awalnya guru hanya menganggap media sebagai alat bentu mengajar (teching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, berupa gambar, model, objek, dan lainnya yang dapat memberikan pengalaman konkrit dan motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio sekitar abad ke-20, berupa alat bantu visual yang digunakan dan dilengkapi dengan alat audio yang kemudian dikenal debgan alat audio visual, mulai mempengaruhi penggunaan alat-alat dalam proses pembelajaran Perkembangan teori belajar dan ilmu psikologi berimplikasi pula pada cara dan strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Banyak sekali diklat pemanfaatan teknologi pendidikan dilaksanakan baik oleh lembaga pendidikan maupun asosiasi pendidikan. Itu semua dalam rangka menyadarkan dan membekali guru kompetensi pedagogi yang pada gilirannya akan memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal. Meskipun guru sudah mengetahui akan pentingnya pemakaian atau pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran, masih benyak yang enggan menggunakan media dalam proses
belajar mengajar. Ada beberapa alasan guru tidak menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan, antara lain menggnakan media repot, media itu canggih dan mahal, tidak bisa menggunakan media, anggapan bahwa media itu hiburan sedangkan belajar serius, tidak tersedia media, dan kebiasaan menikmati bicara saat mengajar. Guru adalah pekerjaan profesional. Oleh karena itu diperlukan kemampuan dan kewenangan. Kemampuan itu dapat dilihat pada kesanggupannya menjalankan perannya sebagaipengajar, pendidik, pembimbing, mediator dan sebagainya.salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah penguasaan metodologi media pengajaran di sekolah untuk kepentingan anak didiknya sehingga memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Dalam kaitannya dengan penguasaan metodologi media ini, setiap pengajar akan berhadapan dengan lima tantangan menurut Satori (2011:6.14) yaitu: 1. Pengajar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pengajaran Media pengajaran merupakan salah satu penunjang dalam pencapaian tujuan pengajaran. Oleh karena itu, pengajar dalam hal ini guru diharapkan mengetahui dan memahami kesesuaian antara penggunaan media dengan materi yang diajarkan.
2. Pengajar memiliki keterampilan memilih dan cara menggunakan media dalam proses belajar mengajar Guru melalui media yang telah disediakan, diharapkan mampu menggunakan dan mengoperasikan media dengan baik sehingga siswa mampu memahami materi yang diajarkan 3. Pengajar memilki kemampuan membuat sendiri media pengajaran yang dibutuhkan Dalam hal ini, guru sebagai pengajar bisa memanfaatkan apa saja yang ada di lingkungan untuk dijadikan sebagai media pengajaran yang efektif dan cepat dipahami oleh siswa. 4. Pengajar mampu melakukan evaluasi terhadap media yang akan atau telah digunakan Setelah
melaksanakan
pembelajaran
dengan
menggunakan
media
pengajaran, guru mampu mengevaluasi teknik penggunaan media dengan kemampuan siswa memahami dan menggunakan media dengan baik 5.
Pengajar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang administrasi media pengajaran Administrasi sangat penting untuk mengatur sistem yang berjalan. Begitu pula dengan media pengajaran, guru harus terampil dalam membuat administrasi media pengajaran sehingga media tersebut awet dan terencana penggunaannya. Seperti kata Alfin Toffler, bahwa abad ini adalah abad informasi. Media sebagai alat penyalur informasi sudah memasuki lembaga pendidikan sejak pertengahan abad ini. Pemanfaatan media tersebut telah diupayakan oleh setiap
lembaga pendidikan melalui penataran dan pelatihan. Berdasarlan hal tersebut ada tiga tipe guru dalam kaitannya dengan media, yaitu: 1. Guru yang hanya tahu akan nama-nama media 2. Guru mengetahui nama-nama media, kegunaanmedia, dan alasan mengapa media itu digunakan 3. Guru yang mengetahu nama-nama media, kegunaan, alasan, dan trampil dalam menggunakan media. Hal ini dapat ditempuh dengan syarat guru harus tahu spesifikasi alat/media pengajaran, bersikap modern dan inovatif kreatif, dan dapat menempatkan dirinya sebagai siswa yang belajar. Setiap pengajar dituntut memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran, meliputi: 1. Media sebagai alat komunikasi yang dapat digunakan untuk lebih mengefektifkan proses belajar. 2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan 3. Situasi proses belajar 4. Hubungan antara metode dan media pembelajaran 5. Nilai atau manfaat media pembelajaran dalam pendidikan 6. Memilih dan menggunakan media pembelajaran 7. Berbagai jenis alat dan teknik media pembelajaran 8. Usaha inovasi media pembelajaran, dll Selain itu, guru harus memiliki pula kemampuan untuk memehami jenis media dan sumber belajar, yaitu:
1. Mengenal, memilih, dan menggunakn media serta sumber belajar secara tepat, 2. Membuat alat-alat bantu pembelajaran sederhana 3. Menggunakan alat-alat konvensional untuk media pembelajaran 4. Menggunakan, mengelola, dan mengembangkan laboratorium sebagai media pembelajaran 5. Menggunakan perpustakaan dalam pembelajaran 6. Menggunakan mecro-teeching dalam program pengalaman lapangan 7. Menggunakan fenomena ala dan realitas lingkungan sebagai media pembelajaran 8. Perilaku dan penampilan yang baik di depan kelas sebagai media pembelajaran. 2.4 Kajian Yang Relevan Penelitian Silfia Fatiha Yusuf (2011) dengan judul : “Penerapan media audio visual dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep daur air melalui di kelas V SDN 2 Tohupo Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo, dapat diambil kesimpulan bahwa : Berdasarkan analisis data dapat dijelaskan : 1) Penerapan media audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep daur air melalui di kelas V SDN 2 Tohupo Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo melalui angket yang disebar pada sejumlah responden. 2) Guru semakin mudah menanamkan konsep daur air melalui hasil wawancara yang dilakukan. 3) Siswa semakin termotivasi dengan pembelajaran menggunakan media Audio Visual karena menurut mereka media ini menampilkan secara detail siklus air
dengan unik. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan media audio visual sangat baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang konsep daur air di kelas V. Adapun hubungan penelitian Silfia Fatiha Yusuf dengan penelitian ini adalah memiliki persamaan pada salah satu variabel yakni media audio visual, akan tetapi antara penelitian tersebut dengan penelitian ini memiliki perbedaan pada konteks variabel lainnya dan kelas yang menjadi obyek penelitian.