BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan tentang Pembentukan Karakter Peserta Didik a. Pengertian Karakter Karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Maka, orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan berperilaku jelek maka dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 623), karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti
yang
membedakan seseorang dari yang lain. Di sini, karakter juga bisa dipahami sebagai tabiat atau watak. Dengan demikian, orang yang berkarakter adalah orang yang memiliki karakter, mempunyai kepribadian, atau berwatak. Menurut Simon Philips (dalam Fatchul Mu’min., 2011: 160), karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Karakter baik dimanifestasikan dalam kebiasaan baik di kehidupan sehari-hari, seperti pikiran baik, hati baik, dan tingkah laku yang baik. Berkarakter baik berarti mengetahui yang baik dan melakukan yang 11
baik. Sebaliknya, orang yang mempunyai kebiasaan buruk dan sering berperilaku menyimpang maka orang tersebut dikatakan orang dengan karakter buruk. Peterson dan Seligman (dalam Gedhe Raka, dkk., 2011: 37) mengkaitkan secara langsung character strength dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues). Salah satu kriteria utama character strength adalah bahwa karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik, yang bermanfaat bagi dirinya, orang lain, dan bangsanya. Fatchul mu’in (2011: 161-162) mempertegas pengertian karakter dengan memberi ciri-ciri karakter, antara lain sebagai berikut: 1) Karakter adalah “siapakah dan apakah kamu pada saat orang lain sedang melihat kamu” (character is what you are when nobody is looking); 2) Karakter merupakan hasil nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan (character is the result of values and beliefs); 3) Karakter adalah sebuah kebiasaan yang menjadi sifat alamiah kedua (character is a habit that becomes second nature); 4) Karakter bukanlah reputasi atau apa yang dipikirkan oleh orang lain terhadapmu (character is not reputation or what others think about you); 5) Karakter bukanlah seberapa baik kamu daripada orang lain (character is not how much better you are than others); 6) Karakter tidak relative (character is not relative). Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karakter bersifat memancar dari dalam ke luar (inside-out). Artinya, kebiasaan baik tersebut dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan dari orang 12
lain melainkan atas kesadaran dan kemauan sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah kualitas moral seseorang dalam bertindak dan berperilaku sehingga menjadi ciri khas individu dan dapat membedakan dirinya dengan individu lainnya. b. Unsur-unsur Karakter Fatchul Mu’in (2011: 167-182) mengungkapkan bahwa ada beberapa unsur dimensi manusia secara psikologis dan sosiologis yang berkaitan dengan terbentuknya karakter pada diri manusia tersebut. Unsur-unsur ini menunjukan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur tersebut antara lain: 1) Sikap Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan dianggap cerminan karakter seseorang tersebut. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya, biasanya menunjukan bagaimana karakter orang tersebut. Jadi, semakin baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter baik. Dan sebaliknya, semakin tidak baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan karakter yang tidak baik. 2) Emosi Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan proses fisiologis. Tanpa emosi, 13
kehidupan manusia akan terasa hambar karena manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa. Dan emosi identik dengan perasaan yang kuat. 3) Kepercayaan Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting dalam membangun watak dan karakter manusia. Jadi, kepercayaan memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan dengan orang lain. 4) Kebiasaan dan Kemauan Kebiasaan
merupakan
aspek
perilaku
manusia
yang
menetap, berlangsung secara otomatis pada waktu yang lama, tidak direncanakan dan diulangi berkali-kali. Sedangkan kemauan merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang karena
kemauan
berkaitan
erat
dengan
tindakan
yang
mencerminkan perilaku orang tersebut. 5) Konsepsi diri (Self-Conception) Proses konsepsi diri merupakan proses totalitas, baik sadar maupun tidak sadar tentang bagaimana karakter dan diri seseorang sdibentuk. Jadi konsepsi diri adalah bagaimana “saya” harus membangun diri, apa yang “saya” inginkan dari, dan bagaimana “saya” menempatkan diri dalam kehidupan. 14
Unsur-unsur tersebut menyatu dalam diri setiap orang sebagai bentuk kepribadian orang tersebut. Jadi, unsur-unsur ini menunjukan bagaimana karakter seseorang. Selain itu, unsur-unsur tersebut juga dapat dijadikan pedoman dalam mengembangkan dan membentuk karakter seseorang. c. Nilai-nilai Karakter Mohamad Mustari (2011: 1-257) mengatakan bahwa ada beberapa nilai-nilai karakter yang terkandung dalam diri setiap orang. Nilai-nilai karakter tersebut antara lain: 1) Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan Yaitu religius, yang menunjukan bahwa pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya. 2) Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (Personal) a) Jujur Jujur merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. b) Bertanggung jawab Bertanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri 15
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan. c) Bergaya hidup sehat Bergaya hidup sehat dapat diartikan sebagai segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. d) Disiplin Disiplin merupakan tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. e) Kerja keras Kerja keras dapat diartikan sebagai perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan
guna
menyelesaikan
tugas
(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya. f) Berjiwa wirausaha Berjiwa wirausaha adalah sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, memasarkannya, serta mengatur pemodalan operasinya.
16
g) Percaya diri Percaya
diri
merupakan
sikap
yakin
akan
kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapan. h) Berfikir logis, kritis, dan inovatif Berfikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logis untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki. i) Mandiri Mandiri merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. j) Ingin tahu Ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. k) Cinta ilmu Cinta ilmu dapat diartikan sebagai cara berfikir, bersikap
dan
berbuat
yang menunjukan
kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
17
l) Cerdas Cerdas merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan cepat. m) Tangguh Tangguh dapat diartikan sebagai sikap dan Perilaku pantang menyerah atau tidak pernah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehingga mampu mengatasi kesulitan tersebut dalam mencapai tujuan. n) Berani mengambil resiko Berani mengambil resiko dapat diartikan sebagai kesiapan menerima resiko/akibat yang mungkin timbul dari tindakan nyata. o) Berorientasi tindakan Berorientasi tindakan adalah sikap yang membuat hidup lebih bersifat praktis, nyata, dan tidak terjebak ke dalam lamunan dan pemikiran yang tidak-tidak. 3) Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama a) Sadar diri Sadar diri adalah sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain. 18
b) Patuh pada aturan sosial Patuh pada Aturan dapat diartikan sebagai sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepantingan umum. c) Santun Santun adalah sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang. d) Respek Respek merupakan sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagimasyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain. e) Demokratis Demokratis merupakan cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajibandirinya dan orang lain. f) Suka menolong Suka menolong dapat diartikan sebagai sikap dan tindakan yang selalu berupaya membantu orang lain.
19
4) Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan a) Ekologis Ekologis yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. b) Nasionalis Nasionalis merupakan cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya. c) Pluralis Pluralis adalah sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai perbedaan yang ada di masyarakat baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku, dan agama. Dari uraian di atas, nilai-nilai karakter berperan penting dalam kehidupan seseorang untuk bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini dikarenakan nilai-nilai karakter semuanya tercakup dalam diri orang itu sendiri yang dapat menunjukan jati dirinya. Sehingga dapat dikatakan nilai-nilai karakter yang muncul dari seseorang merupakan cerminan atas jati dirinya. 20
d. Karakteristik Peserta Didik Pendidikan Sekolah Dasar merupakan pendidikan yang biasanya diikuti oleh anak-anak yang berusia 7 sampai 12 tahun. Murid Sekolah Dasar adalah mereka yang sedang menjalani tahap perkembangan dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja awal. Setelah selesai dari pendidikan Sekolah Dasar, artinya mereka telah memasuki masa awal remaja dan akan memasuki masa remaja dan menuju jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih tinggi. Masa usia sekolah dasar disebut juga masa intelektual, hal ini karena keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman yang ada. Pada masa ini anak diharapkan memperoleh pengetahuan dasar yang dipandang sangat penting bagi perkembangan mentalnya untuk persiapan dan penyesuaian diri terhadap kehidupan di masa dewasa. Menurut Piaget (John W. Santrock., 2007: 245) ada empat tahap perkembangan kognitif manusia dari lahir sampai dewasa. Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektul baru dimana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks. Tahaptahap tersebut antara lain sebagai berikut: 1) Tahap sensorimotor (sejak lahir hingga usia 2 tahun) Dalam tahapan ini, bayi membentuk pemahaman tentang dunia
dengan
mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman
sensorik (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik, 21
motorik. Oleh karena itu, disebut sensori motor. Pada awal tahapan ini, bayi yang baru lahir hanya memiliki pola perilaku refleks. Pada akhir tahapan sensori motor, anak berusia 2 tahun mampu menghasilkan pola-pola sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol primitif. 2) Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun) Dalam tahapan ini, anak mulai mempresentasikan dunia mereka dengan kata-kata, bayangan dan
gambar-gambar.
Pemikiran-pemikiran simbolik berjalan melampaui koneksikoneksi sederhana dari informasi sensorik dan tindakan fisik. Konsep stabil mulai terbentuk, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme tumbuh, dan keyakinan-keyakinan magis mulai terkonstruksi. 3) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun) Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif asalkan pemikiran tersebut dapat diaplikasikan menjadi contoh-contoh yang konkret atau spesifik. Contohnya, para pemikir operasional konkret tidak dapat membayangkan langkahlangkah penting untuk melengkapi persamaan aljabar, yang terlalu abstrak bagi perkembangan pemikiran tahapan ini. 4) Tahap operasional formal (Usia 11 dan seterusnya) Dalam tahapan ini, individu-individu bergerak melalui pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara 22
yang abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari berpikir abstrak, mereka mengembangkan gambaran-gambaran tentang situasisituasi ideal. Karakteristik peserta didik menurut Degeng, 1991 (dalam Asri Budiningsih.,
2010:
16-18)
adalah
aspek-aspek
atau
kualitas
perseorangan yang telah dimiliki oleh peserta didik. Sedangkan karakteristik anak Sekolah Dasar menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002: 91) sebagai berikut: a) Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis. b) Amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar. c) Menjelang akhir masa ini ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor. d) Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya. e) Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya utnuk dapat bermain bersama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak terikat pada aturan permainan yang tradisional, mereka membuat peraturan sendiri. Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional konkrit. Pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek konkret, dan mampu melakukan konservasi. Jadi, anak akan lebih memahami segala
sesuatu
jika
anak
tersebut
mengalami
atau
pun
mempraktekannya secara langsung. Selain itu, anak pada tahap ini juga perlu contoh nyata dari apa yang harus dilakukan. 23
e. Pembentukan Karakter Peserta Didik Tindakan, perilaku, dan sikap anak saat ini bukanlah sesuatu yang tiba-tiba muncul atau terbentuk atau bahkan “given” dari Yang Maha Kuasa. Ada sebuah proses panjang sebelumnya yang kemudian membuat sikap dan perilaku tersebut melekat pada dirinya. Bahkan, sedikit atau banyak karakter anak sudah mulai terbentuk sejak dia masih berwujud janin dalam kandungan. Sri Narwanti (2011: 5) mengungkapkan bahwa membentuk karakter merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Anakanak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Ada tiga pihak yang memiliki peran penting terhadap pembentukan karakter anak, yaitu: keluarga, sekolah, dan lingkungan. Ketiga pihak tersebut harus ada hubungan yang sinergis. Kunci pembentukan karakter dan fondasi pendidikan sejatinya adalah keluarga. Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama dalam kehidupan anak karena dari keluargalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya serta menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak dikemjudian hari. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, dan moral anak. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya.
24
Akan tetapi, kecenderungan saat ini, pendidikan yang semula menjadi tanggung jawab keluarga sebagian besar diambil alih oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya. Pada tingkat permulaan fungsi ibu sebagian sudah diambil alih oleh pendidikan prasekolah. Begitu pula masyarakat juga mengambil peran yang besar dalam pembentukan karakter. Menurut Sri Narwanti (2011: 27), ada beberapa nilai pembentuk karakter yang utuh yaitu menghargai, berkreasi, memiliki keimanan, memiliki dasar keilmuan, melakukan sintesa dan melakukan sesuai etika. Selain itu, juga ada nilai-nilai pembentuk karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5) Kerja Keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, & (18) Tanggung Jawab. Semua nilai pembentuk karakter tersebut saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya membentuk suatu keterpaduan yang baik. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang paling depan dalam mengembangkan pendidikan karakter. Melalui sekolah proses-proses pembentukan dan pengembangan karakter siswa mudah dilihat dan diukur. Peran sekolah adalah memperkuat proses otonomi siswa. Di 25
sini, karakter dibangun secara konseptual dan pembiasaan dengan menggunakan pilar moral, dan hendaknya memenuhi kaidah-kaidah tertentu. Anis Matta (dalam Sri Narwanti., 2011: 6) menyebutkan ada beberapa kaidah pembentukan karakter, yaitu: 1. Kaidah kebertahapan Proses pembentukan dan pengembangan karakter harus dilakukan secara bertahap. Orang tidak bisa dituntut untuk berubah sesuai yang diinginkan secara tiba-tiba dan instant. Namun, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui dengan sabar dan tidak terburu-buru. Orientasi kegiatan ini adalah pada proses bukan pada hasil. Proses pendidikan adalah lama namun hasilnya paten. 2. Kaidah kesinambungan Seberapa pun kecilnya porsi latihan yang terpenting adalah kesinambungannya. Proses yang berkesinambungan inilah yang nantinya membentuk rasa dan warna berfikir seseorang yang lama-lama akan menjadi kebiasaan dan seterusnya menjadi karakter pribadinya yang khas. 3. Kaidah momentum Pergunakan berbagai momentum peristiwa untuk fungsi pendidikan dan latihan. Misalnya, bulan Ramadhan untuk mengembangkan sifat sabar, kemauan yang kuat, kedermawanan, dan sebagainya. 26
4. Kaidah motivasi instrinsik Karakter yang kuat akan terbentuk sempurna jika dorongan yang menyertainya benar-benar lahir dari dalam diri sendiri. Jadi, proses “merasakan sendiri”, “melakukan sendiri” adalah penting. Hal ini sesuai dengan kaidah umum bahwa mencoba sesuatu akan berbeda hasilnya antara yang dilakukan sendiri dengan yang hanya dilihat atau diperdengarkan saja. Pendidikan harus menanamkan motivasi/keinginan yang kuat dan “lurus” serta melibatkan aksi fisik yang nyata. 5. Kaidah pembimbingan Pembentukan karakter ini tidak bisa dilakukan tanpa seorang guru/pembimbing. Kedudukan seorang guru/pembimbing ini adalah untuk memantau atau mengevaluasi perkembangan seseorang. Guru/pembimbing juga berfungsi sebagai unsure perekat, tempat “curhat” dan sarana tukar pikiran bagi muridnya. Disadari atau tidak, masih banyak pihak yang memandang atau memperlakukan sekolah sebagai sebuah pabrik. Para murid dipandang sebagai bahan baku atau input yang diolah dalam sebuah proses yang dilakukan oleh mesin-mesin bernama guru yang bekerja menurut program produksi bernama kurikulum. Output pabrik ini adalah lulusan yang kualitasnya adalah nilai Ujian Nasional. Cara pandang seperti inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa di sekolahsekolah berkembang suasana belajar yang sangat mekanistik, formal, 27
birokratik, dan hanya berorientasi pada hasil. Pemikiran seperti itu harus ditinggalkan apabila hendak menjadikan sekolah sebagai lingkungan belajar yang memudahkan dan mendorong para peserta didik mengembangkan karakter dan membentuk karakternya menjadi lebih baik. Menurut Facthul Mu’in (2011: 184) menyatakan bahwa konsep pembentukan karakter yang dicerminkan oleh tingkah laku dan ucapan memang tak dapat dilihat tanpa mengkaitkan manusia sebagai suatu bentuk tubuh (dengan kekuatan pikiran, hati, dan jiwanya) dengan lingkungannya (situasi material dan kondisi sosio-ekonomi yang berkembang). Situasi tubuh menyediakan bahan untuk membentuk karakter dan kejiwaan, demikian juga faktor luar yang tak kalah pentingnya, seperti lingkungan, situasi dan kondisi serta orangorang yang ada disekelilingnya. Gede Raka, dkk (2011: 59-60) mengemukakan bahwa proses terbentuknya karakter bisa berawal dari tumbuhnya kesadaran akan pentingnya kebajikan. Kesadaran ini kemudian menguat menjadi keyakinan dan keyakinan ini mempengaruhi perilaku orang yang bersangkutan dalam kehidupan sehari-hari. Terbentuknya kesadaran ini boleh dikatakan merupakan semacam proses pencerahan pada seseorang. Pencerahan ini bisa terjadi atau dipicu oleh berbagai peristiwa atau media, seperti mendengar cerita, membaca buku, berkenalan dengan seseorang, menonton pertunjukan, atau mengalami 28
sebuah peristiwa. Semua ini merupakan proses belajar dari dalam ke luar (inside-out). Sebaliknya, karakter terbentuk dari mendorong atau menganjurkan seseorang melakukan tindakan baik, memupuk tindakan baik ini menjadi kebiasaan baik, dan selanjutnya mengembangkan pemahaman dan keyakinan tentang pentingnya tindakan tersebut dalam membangun kehidupan yang baik. Inilah yang disebut proses dari luar ke dalam (outinside in) dalam pembentukan karakter. 2. Tinjauan tentang Kantin Kejujuran a. Pengertian Kejujuran Merujuk pada sebuah pepatah yang menyatakan “Kejujuran bagaikan emas permata bagi kehidupan”. Maka, menanamkan sikap jujur pada setiap anak atau individu adalah mutlak diperlukan. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun dalam lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Supaya kelak anak tersebut menjadi seseorang yang jujur dalam segala hal. Menurut Mohamad Mustari (2011: 13), jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Jadi apa yang dilakukan dan yang dibicarakan sesuai dengan apa yang terjadi. Artinya tidak dilebihkan atau pun dikurangkan dan kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. 29
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 591), jujur berarti lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, dan ikhlas. Sedangkan Kejujuran itu sendiri merupakan Suatu sikap yang berfikir jujur, berkata jujur, dan bersikap jujur. Artinya, segala sesuatu yang dilakukan tidak berbohong, tidak curang, tulus, dan ikhlas. Akhmad Muhaimin Azzet (2011: 89) mengemukakan bahwa kejujuran adalah hal paling mendasar dalam kepribadian seorang anak manusia. Perilaku kejujuran ini didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik itu dalam perkataan maupun perbuatan; baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Tanpa adanya kejujuran, manusia sudah tidak mempunyai nilai kebaikan di hadapan orang lain. Oleh karena itu, karakter kejujuran ini harus dibangun sejak anak usia dini melalui proses pendidikan. Menurut Azizah Munawaroh (2012: 15) jujur termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Maka dari sifat jujur, tercabang beberapa sifat, seperti: sabar, qana’ah, zuhud, dan ridha. Selain itu, jujur juga terdiri dari tiga bagian, yaitu: kejujuran hati dengan iman secara benar, niat yang benar dalam perbuatan, kata-kata yang benar dalam ucapan. Sri Narwanti (2011: 29) mempertegas bahwa jujur merupakan perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan 30
pekerjaan. Jadi apa pun tindakan seseorang mengenai suatu hal akan benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada. Biasanya masyarakat akan menerima dengan terbuka orang yang berperilaku jujur. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kejujuran memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Karena kejujuran membawa seseorang bersikap berani, kokoh, dan tidak ragu-ragu. Selain itu kejujuran juga membawa pengaruh teguhnya pendirian seseorang, kuatnya hati seseorang, dan jelasnya persoalan yang dihadapi seseorang. b. Kantin Kejujuran Korupsi telah menjadi suatu social epidemic yang menjangkiti mekanisme kerja birokrat dan kehidupan politik serta sosial masyarakat Indonesia, namun demikian tidak berarti pemerintah membiarkan korupsi merajalela. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas bahkan menghentikan social epidemic tersebut. Kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah dalam memberantas korupsi karena korupsi merupakan fenomena multi dimensi yang melibatkan faktor individual dan sistem. Pendidikan
formal
merupakan
salah
satu
jalur
untuk
menanamkan pendidikan anti korupsi. Jalur ini akan lebih efektif, karena pendidikan merupakan proses perubahan sikap mental yang terjadi pada diri seseorang. Dengan perubahan tersebut diharapkan generasi muda secara sadar mampu membangun sistem nilai yang 31
baru yaitu anti korupsi. Dalam hal ini peserta didik dijadikan sebagai target sekaligus diberdayakan sebagai penekan lingkungan agar tidak ”permissive to corruption” dan bersama-sama bangkit melawan korupsi. Peserta didik adalah mereka yang dalam waktu relatif singkat akan segera bersentuhan dengan beberapa aspek pelayanan publik, mereka adalah “student of today and leader tomorrow”. mereka merupakan generasi yang akan mengganti generasi sekarang menduduki berbagai jabatan baik di birokrasi maupun perusahaan dan sebagian diantara mereka akan menjadi pengambil kebijakan. Proses pembinaan pendidikan anti korupsi yang berkelanjutan dimulai dari transfer pengetahuan dan pemahaman, pengembangan sikap dan keteladanan, sampai pada penanaman perilaku atau tindakan anti korupsi. Oleh karena itu, implementasi pembinaannya perlu ditindaklanjuti dengan membangun “kantin kejujuran” di sekolah sebagai praktik moral action yang harus dirancang sesuai dengan muatan sifat edukasi. Hasil yang diharapkan dari intervensi di jalur pendidikan adalah kaum muda, khususnya peserta didik agar dapat lebih memahami tindak pidana korupsi, dan mulai berkata “TIDAK” untuk korupsi, dan pada gilirannya dapat mewarnai, mendorong masyarakat dan lingkungan sekitarnya untuk bersama-sama bangkit melawan korupsi. Kantin kejujuran tak ubahnya seperti kebanyakan kantin lainnya. Perbedaanya terdapat pada pengelolaan dan pola pembayaran yang 32
menitikberatkan pada kesadaran pembeli. Kantin ini dimaksudkan sebagai ajang pembelajaran bagi generasi muda tentang pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri dan lingkungannya, sehingga mereka akan menjadi penerus bangsa yang jujur untuk memajukan bangsa dan negara. Kantin kejujuran dapat mereflesikan perilaku atau tabiat peserta didik yang ada di suatu sekolah. Jika kantin tidak bertahan lama karena bangkrut, maka hampir dipastikan peserta didik di sekolah itu tidak berperilaku jujur. Sebaliknya, kantin akan semakin maju ketika peserta didik memegang tinggi asas kejujuran dalam kesehariaanya. Penerimaan masyarakat terhadap kantin kejujuran menandakan mulai berseminya kesadaran untuk menyelamatkan anak didik dan generasi muda dari jeratan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Lebih dari itu, sekolah dan institusi pendidikan pada umumnya percaya
masyarakat
sebagai
sarana efektif dalam
memberantas budaya buruk tersebut. Hal tersebut dikarenakan peserta didik setiap hari berbaur di dalam masyarakat sehingga masyarakat itu sendiri dapat membawa pengaruh yang cukup besar pada peserta didik. Pada kantin kejujuran, moral kejujuran diharapkan dapat terbangun melalui sistem kantin kejujuran itu sendiri. Maksud dari sistem kantin kejujuran di sini adalah suatu sistem kantin tanpa penjaga. Artinya, Setiap konsumen yang ingin membeli suatu produk, 33
mereka bisa mengambil barang yang ada secara langsung dan bisa membayar di tempat yang telah disediakan. Apabila memerlukan kembalian, konsumen dipersilahkan mencari sendiri di kotak uang yang ada. Sistem kejujuran seperti ini membuat masyarakat di sekitar kantin kejujuran yang menjadi konsumen di latih untuk bertindak jujur. Jujur dalam menghitung jumlah pembelanjaan dan juga jujur dalam membayar serta mengambil kembalian. Dalam hal ini, peserta didik dituntut untuk jujur pada dirinya sendiri. Sri Narwanti (2011: 40) mengemukakan bahwa kantin kejujuran merupakan contoh nyata dari penerapan nilai-nilai karakter yang termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler di satuan pendidikan. Jadi, melalui kegiatan ekstrakurikuler, siswa dapat belajar memahami nilai yang nantinya dapat mempengaruhi bahkan membentuk karakter siswa itu sendiri sesuai dengan nilai yang tersirat pada kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya. Sehingga ekstrakurikuler yang diadakan oleh satuan pendidikan terkesan tidak hanya sebatas ekstrakurikuler biasa tetapi juga ekstrakurikuler yang memiliki makna untuk menerapkan nilai-nilai karakter pada peserta didik. Berdasarkan buku panduan penyelenggaraan kantin kejujuran (2009: 7), ada mekanisme pembayaran pada kantin kejujuran yang dapat melatih siswa untuk berbuat jujur. Mekanismenya adalah sebagai berikut: 1) Pembeli mengambil sendiri barang yang diinginkan; 34
2) Pembeli meletakan sendiri uang pembayaran di kotak uang yangtelah disediakan; 3) Pembeli mengambil sendiri uang kembalian (bila ada); 4) Bila uang yang terdapat dalam kotak uang kembalian tidak mencukupi maka peserta didik menukar di tempat yang telah tersedia; 5) Bila
terdapat
peserta
didik
belum/lupa/tidak
membayar
berdasarkan selisih jumlah barang yang terjual dibandingkan dengan
uang
yang
diterima,
maka
esoknya
pengelola
mencantumkan pengumuman yang berbunyi “Ada peserta didik yang lupa membayar”. Selain itu, dalam buku panduan penyelenggaraan kantin kejujuran (2009: 3) ada beberapa tujuan dan manfaat kantin kejujuran, antara lain sebagai berikut: 1) Tujuan kantin kejujuran a) Melatih peserta didik untuk berperilaku jujur; b) Menanamkan nilai kemandirian kepada peserta didik; c) Melatih peserta didik untuk taat dan patuh terhadap norma, tata tertib dan ketentuan yang berlaku baik di sekolah maupun di masyarakat; d) Melatih peserta didik untuk lebih bertanggung jawab dalam setiap tindakan.
35
2) Manfaat kantin kejujuran a) Bagi peserta Dapat melatih kejujuran dan sikap tanggung jawab yang diberikan, serta sikap kemandirian. b) Bagi guru Sebagai sarana mengaplikasikan nilai-nilai kejujuran yang telah diajarkan di dalam kelas. c) Bagi sekolah Terbentuknya perilaku dan lingkungan yang jujur di sekolah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kantin kejujuran merupakan suatu kantin tanpa penjaga, artinya setiap konsumen yang ingin membeli suatu produk, mereka bisa mengambil barang yang ada secara langsung dan bisa membayar di tempat yang telah
disediakan.
Apabila
memerlukan
kembalian,
konsumen
dipersilahkan mencari sendiri di kotak uang yang ada. Selain itu kantin kejujuran juga merupakan terobosan baru dalam penanaman nilai kejujuran pada peserta didik. Terutama anak pada usia Sekolah Dasar yang dalam pembelajarannya memasuki tahap operasional konkrit. Jadi dengan adanya contoh nyata dari prilaku jujur maka anak akan dengan mudah memahami kejujuran itu sendiri. B. Hasil penelitian yang relevan Hasil penelitian yang relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan adalah hasil penelitian Suko Triyanto (2010) yang berjudul “Peningkatan Pendidikan 36
Kejujuran dan Pembelajaran Anti Korupsi melalui Program Kantin Kejujuran Di SD Negeri 3 Purwodadi Tambak Tahun Pelajaran 2009/2010” dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa kantin kejujuran merupakan sarana yang baik dalam melatih siswa untuk berbuat jujur. Selain itu, kantin kejujuran juga dapat diterapkan sebagai ladang pembelajaran anti korupsi karena sistematika dari kantin kejujuran ini menuntut setiap pembelinya untuk berbuat jujur. Sekalipun tidak ada yang menjadi penjual, maka pembeli lama-lama akan merasa malu pada dirinya sendiri jika tidak jujur dalam bertransaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pendidikan kejujuran dan pembelajaran anti korupsi melalui program kantin kejujuran Di SD Negeri 3 Purwodadi Tambak Tahun Pelajaran 2009/2010. C. Kerangka Berfikir Karakter adalah kualitas moral seseorang dalam bertindak dan berperilaku sehingga menjadi ciri khas seseorang yang dapat membedakan diri orang tersebut dengan orang lain. Jadi, karakter setiap orang tentu berbeda-beda sesuai dengan sikap dan sifat yang menjadi ciri khas orang tersebut. Jika seseorang memiliki sikap dan sifat baik yang dapat diterima dalam masyarakat maka orang tersebut tentu dapat dikatakan memiliki karakter yang baik dengan ciri khas yang dimiliki orang itu sendiri. Dan sebaliknya, jika orang tersebut berperilaku buruk dan menyimpang yang tidak dapat diterima oleh masyarakat maka orang tersebut dapat dikatakan orang dengan karakter buruk sesuai dengan ciri dari sifat dan sikap yang dimilikinya. 37
Karakter muncul pada diri seseorang tidak terlepas dari unsur-unsur karakter yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Unsur-unsur karakter meliputi sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan dan kemauan, serta konsepsi diri. Unsur-unsur tersebut saling berhubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya yang dapat membentuk ciri khas karakter seseorang. Sehingga unsur-unsur karakter yang ada pada diri seseorang dapat mencerminkan seperti apa karakter orang itu sendiri. Karakter yang ada pada diri seseorang juga mengandung nilai-nilai karakter yang dapat digunakan seseorang untuk bersosialisasi. Hal tersebut karena nilai-nilai karakter semuanya tercakup dalam diri orang itu sendiri yang dapat menunjukan jati dirinya. Nilai-nilai karakter yang dimaksud meliputi nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, dan nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan. Jika nilai karakter yang ada pada diri seseorang dapat diaktualisasi dengan baik maka orang tersebut dapat bersosialisasi dengan baik pula. Karakter yang tercermin pada seseorang sebenarnya sudah ada sejak orang itu baru dilahirkan hanya saja dengan berbagai hal yang terjadi pada kehidupannya, karakter yang ada pada diri seseorang kian berubah dan berkembang.
Hal
tersebut
dikarenakan
banyaknya
pengaruh
dari
kehidupannya yang dapat mengubah dan membentuk karakter orang tersebut. Seperti pada jenjang pendidikan yang ditempuh oleh seseorang. Di sini,
38
seseorang mendapat pendidikan dan pengajaran yang dapat mempengaruhi karakter yang sudah ada pada diri seseorang. Pengalaman yang dialami seseorang pada masa kecilnya akan berdampak ketika ia dewasa nanti. Untuk itu, pendidikan mengenai karakter harus ditanamkan sedini mungkin. Terutama pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Pada masa ini peserta didik berada pada tahap operasional konkret. Artinya, anak mampu berfikir logis tetapi terbatas pada objek-objek konkret. Jadi, anak akan lebih memahami segala sesuatu jika anak tersebut mengalami atau mempraktekannya secara langsung. Peserta didik yang berkualitas adalah peserta didik yang tidak hanya berprestasi dalam hal kecerdasan saja tetapi juga mempunyai karekter yang baik. Berbagai cara telah dilakukan guna membentuk karakter peserta didik agar menjadi lebih baik. Pembentukan karakter ini hendaknya dilakukan pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat karena setiap hari anak bersosialisasi dengan ketiga hal tersebut. Dan sebaiknya, antara lingkungan yang satu dengan yang lainnya saling mendukung untuk menghasilkan karakter yang diharapkan. Contoh nyata dari pembentukan karakter itu sendiri salah satunya dengan diselenggarakannya kantin kejujuran pada lembaga pendidikan seperti di sekolah dasar. Adanya kantin kejujuran ini bertujuan untuk membentuk karakter jujur pada peserta didik. Mengingat bahwa kejujuran kian disadari menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan seeorang. Jadi, melalui kantin kejujuran anak belajar mempraktekkan secara langsung 39
berbuat jujur ketika ia bertransaksi di kantin kejujuran karena pada pengoprasiannya kantin kejujuran adalah kantin tanpa penjaga atau pun penjual. Setiap pembeli dapat melayani dirinya sendiri, menjadi pembeli sekaligus penjual. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti menyimpulkan bahwa ada beberapa unsur-unsur nilai kejujuran yang dapat dikembangkan dari kantin kejujuran dalam pembentukan karakter peserta didik, yaitu: 1. Kejujuran yang mandiri 2. Kejujuran yang terbiasa 3. Kejujuran yang “dipaksa” Unsur-unsur nilai tersebut tersirat dalam kantin kejujuran yang dapat membentuk karakter peserta didik menjadi seseorang yang berkarakter jujur. Hal ini dikarenakan setiap hari siswa melakukan transaksi jual beli di kantin kejujuran tanpa ada pengawasan. Mereka dapat mengambil barang yang ada secara langsung dan dapat membayar di tempat yang telah disediakan. Apabila memerlukan kembalian, siswa dipersilahkan mencari sendiri di kotak uang tanpa ada pengawasan. Maka dengan sendirinya siswa dituntut untuk berbuat jujur dalam melakukan transaksi jual beli tanpa ada pengawasan. Inilah yang menimbulkan kejujuran pada diri siswa secara mandiri. Dan apabila hal tersebut dilakukan setiap hari, maka lama-kelamaan siswa akan terbiasa dengan sistematika dari kantin kejujuran. Akan tetapi, di sisi lain kejujuran siswa ini termasuk kejujuran yang “dipaksa”, maksudnya siswa disuruh dan diajari untuk berbuat jujur melalui kantin kejujuran. Hal ini 40
dilakukan
guna
membentuk
karakter
jujur
pada
siswa
melalui
penyelenggaraan kantin kejujuran. D. Pertanyaan Peneliti 1. Bagaimana karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi sebelum diselenggarakan kantin kejujuran? 2. Bagaimana
proses
pembentukan
karakter
peserta
didik
melalui
penyelenggaraan kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi? a. Bagaimana upaya yang dilakukan pihak sekolah untuk membentuk karakter peserta didik? b. Bagaimana kantin kejujuran di SD Negeri 3 Purwodadi? c. Apa kegiatan siswa ketika berlangsungnya proses pembentukan karakter pada siswa itu sendiri melalui penyelenggaraan kantin kejujuran? d. Bagaimana peran guru dalam membentuk karakter peserta didik? 3. Bagaimana karakter peserta didik di SD Negeri 3 Purwodadi setelah diselenggarakannya kantin kejujuran?
41