BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori Pada bagian kajian pustaka ini secara berturut-turut akan dikaji tentang: hakikat fisika, pembelajaran fisika, lembar kerja peserta didik (LKPD), IDEAL Problem Solving, kemampuan kognitif, dan sub materi fluida dinamis. 1. Hakikat Fisika Fisika dikenal sebagai ilmu pengetahuan dan telah berkembang sejak awal abad ke-14 yang lalu. Menurut Mundilarto (2005:3) fisika bersama-sama dengan biologi, dan kimia, serta astronomi tercakup dalam kelompok ilmu-ilmu alam (natural sciences) atau secara singkat disebut science. Dalam bahasa Indonesia, istilah science kemudian diterjemahkan menjadi sains atau Ilmu Pengetahuan Alam. Menurut Mundilarto (2002:3) fisika merupakan ilmu yang berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu indah dan dengan rapih dapat dideskripsikan secara matematis. Matematik dalam hal ini berfungsi sebagai bahasa komunikasi sains termasuk Fisika. Sains dan kehidupan manusia selama empat abad terakhir ini menunjukkan kemajuan yang sangat dramatis berkat keberhasilan manusia dalam menganalisis dan mendeskripsikan alam secara matematis.
10
2. Pembelajaran Fisika Istilah belajar, mengajar dan pengajaran yang sering kita jumpai berasal dari kata dasar ajar yang merupakan bentuk kata kerja. Menurut Sutrisno (2006:15) kata belajar ditujukan kepada peserta didik, kata mengajar ditujukan kepada guru yang melaksanakan kegiatan belajar di kelas, dan pengajaran ditujukan kepada proses belajar dan mengajar yang terjadi di dalam kelas. Selama ini sering terjadi dalam proses “belajar dan mengajar” guru aktif dan memang kegiatan “belajar dan mengajar” berpusat pada guru atau “teacher centered”. Metode ceramah yang digunakan oleh guru cukup bahkan lebih mendominasi sedangkan peserta didik pasif, dan pemanfaatan sumber dan lingkungan belajar menjadi rendah. Oleh sebab itu kata pengajaran diganti dengan pembelajaran, sehingga kata proses pengajaran diganti dengan proses pembelajaran. Menurut Sutrisno (2006:16) untuk menciptakan pembelajaran fisika yang baik dan berhasil, guru perlu memahami dengan baik terlebih dahulu materi ajar yang harus disampaikan, peserta didik yang akan mengikuti pelajaran, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan, serta cara mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Jika kita memandang bahwa materi ajar adalah tujuan utama proses pembelajaran, maka semakin lama kurikulum akan semakin tidak terselesaikan karena materi fisika selalu bertambah dengan penemuanpenemuan baru, dan lulusan kita mungkin akan kalah bersaing dalam 11
hal kemampuan berpikir, sikap dan ketampilan proses. Perkembangan kurikulum terus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Proses pembelajaran bergeser dari proses pembelajaran yang mengutamakan pencapaian materi ajar menjadi proses pembelajaran yang juga mengutamakan pencapaian kompetensi minimal, dari proses pembelajaran
yang bersifat
teacher
centered
menjadi
proses
pembelajaran yang bersifat student centered. Menurut Abu Hamid (2011) pendekatan generik merupakan langkah-langkah prosedural dalam pembelajaran fisika yang bersifat teoritis, filosofis, dan aksiomatis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai ialah: tumbuh kembangnya kemampuan umum atau kemampuan generik yang harus dimiliki fisikawan, antara lain kemampuan melakukan pengamatan langsung maupun tak langsung, kemampuan melakukan pengukuran langsung maupun tak langsung, dan kemampuan menggunakan bahasa simbolis matematis. Selain itu kemampuan yang hendak dicapai yaitu mengembangkan logika taat azas dari hukum alam, menggunakan inferensi logis, menemukan dan menggunakan hukum sebab akibat, membangun dan menggunakan model matematis, menggali dan menggunakan informasi ilmiah, berkomunikasi dengan santun, memimpin dirinya dan kelompoknya, serta kemampuan mengelola konflik.
12
3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Menurut
Rusmono
(2012:20)
dalam
mengelola
proses
pembelajaran di kelas, aktivitas guru didahului dengan merencanakan pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Terminologi strategi pembelajaran menyarankan sebuah variasi dalam kegiatan pembelajaran seperti kegiatan kelompok, membaca dengan bebas, melakukan kajian terhadap permasalahan, menggunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), dan seterusnya. Rusmono
(2012:84-85)
memaparkan
untuk
mengetahui
kemampuan pemahaman setiap peserta didik, guru membagikan LKPD kepada peserta didik. Secara bersamaan, peserta didik membaca sekaligus menyelesaikan persoalan dalam LKPD tersebut. Dalam dimensi pengetahuan faktual, hasil belajar yang dicapai peserta didik berupa pemahaman mengenai fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. Dalam dimensi pengetahuan konseptual, hasil belajar yang dicapai peserta didik berupa pemahaman konsep-konsep yang berkaiatan dengan materi yang dipelajari. Dalam dimensi prosedural, hasil belajar yang dicapai peserta
didik
berupa
pemahaman
tentang
langkah-langkah
penyelesaian dari suatu permasalahan. Hasil belajar yang dicapai peserta didik dalam dimensi proses kognitif dapat secara langsung (dirasakan oleh peserta didik) dan secara tidak langsung (peserta didik mulai memahami materi yang dipelajari). 13
Menurut Hendro Darmodjo (1992:40) LKPD mempunyai beberapa manfaat dalam proses pembelajaran yaitu membantu guru mengarahkan peserta didik untuk dapat menemukan konsep-konsep melalui aktivitasnya baik secara individual atau dalam berkelompok, membantu guru untuk mengelola proses pembelajaran, dan mengubah kondisi belajar dari teacher centered menjadi student centered. Selain itu juga dapat mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat belajar peserta didik. Keberhasilan peserta didik dalam mencapai tujuan belajar dapat dipantau oleh guru dengan menggunakan LKPD. Proses penyusunan LKPD yang baik harus memenuhi berbagai persyaratan misalnya syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknis
(Hendro
Darmodjo,
1992:41-45).
Adapun
penjelasan
persyaratan penyusunan LKPD yang baik adalah sebagai berikut. a. Syarat didaktik Merupakan syarat yang harus mengikuti asas-asas belajar mengajar efektif antara lain; memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKPD yang baik itu adalah yang dapat digunakan baik oleh peserta didik yang lamban maupun yang pandai. LKPD sebagai proses menemukan konsep-konsep bukan alat untuk memberi materi, LKPD memberi kesempatan peserta didik untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannya, menggunakan alat, menyentuh benda yang nyata dan sebagainya. 14
LKPD dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri anak, pengalaman belajarnya ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi peserta didik (intelektual, emosional, dan sebagainya) dan bukan ditentukan oleh materi bahan pengajaran. b. Syarat konstruksi Merupakan syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa-kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan agar dapat dimengerti oleh peserta didik. Dalam penggunaan bahasa dan kosa-kata harus sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik dan menggunakan struktur kalimat yang jelas. LKPD yang disusun harus memiliki tata urutan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dan tidak mengacu pada sumber yang diluar kemampuan keterbacaan peserta didik. Kejelasan kalimat dan gambar ilustrasi dalam LKPD juga diperlukan untuk mempermudah peserta didik belajar. Penyusunan LKPD yang baik harus menyediakan identitas misalnya nama, kelas, mata pelajaran, dan sebagainya. c. Syarat teknis 1) Tulisan a) Menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi.
15
b) Menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah. c) Menggunakan tidak lebih dari sepuluh kata dalam satu baris. d) Menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik. e) Mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi. 2) Gambar Gambar yang baik untuk LKPD adalah yang dapat menyampaikan peran atau isi gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKPD. Gambar yang diberikan haruslah mudah untuk dimengerti oleh pengguna LKPD. 3) Penampilan Penampilan suatu LKPD menentukan kesan pertama dari pengguna LKPD sebelum mengetahui isi dari LKPD tersebut. Apabila LKPD ditampilkan penuh dengan kata-kata, kemudian ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, hal ini menimbulkan kesan jenuh sehingga membuat pengguna LKPD menjadi kurang tertarik. Jika LKPD ditampilkan gambar saja, maka kemungkinan maksud dari isi LKPD tidak akan dimengerti. Oleh karena itu perlu kombinasi antara tulisan dan gambar dalam penyusunan LKPD. 16
4. IDEAL Problem Solving Berpikir
adalah
aktivitas
terinternalisasi
terutama
ketika
memecahkan masalah, sehingga pengetahuan dan aktivitas memiliki hubungan timbal balik. Menurut Fisbean (Jonassen, 2003:7) problem solving mengharuskan peserta didik menghasilkan dan mencoba solusi dalam pikiran mereka. Dalam suatu pembelajaran sebaiknya membuat strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan makna strategi menurut Eggen dan Kauchak (2012:6) yaitu pendekatan umum mengajar yang berlaku dalam berbagai bidang materi dan digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan pembelajaran. Problem solving is a major part of our everyday experience. If solving problems is the predominant intellectual skill required by worker and people in nearly every setting in the world, instructional designers should be developing models and methods for helping learners to become more effective problem solver. In order to engage students in problem solving, we do not have to give them the basics before they can solve problems, for two reason. First, we cannot give knowledge. Second, it is wishful thinking to hope that learners can take the basics and learn to solve problem when we have neither taught them nor even given them the opportunity (Jonassen, 2003:18). Menurut Jonassen, problem solving adalah bagian utama dari pengalaman kita sehari-hari. Jika problem solving adalah keterampilan intelektual
yang
dominan,
desainer
instruksional
harus
mengembangkan model dan metode untuk membantu peserta didik untuk menjadi lebih efektif pemecah masalah. Dalam rangka untuk melibatkan peserta didik dalam pemecahan masalah, kita tidak harus memberi mereka dasar-dasar sebelum mereka dapat memecahkan 17
masalah, untuk dua alasan. Pertama, kita tidak bisa memberikan pengetahuan. Kedua, harapan bahwa peserta didik dapat mengambil dasar-dasar dan belajar untuk memecahkan masalah ketika kita telah tidak mengajarkan mereka atau bahkan memberi mereka kesempatan. Problem solving dapat digunakan sebagai suatu strategi pembelajaran. Yamin dan Ansari (2009:81) memaparkan bahwa ciriciri pokok dari problem solving yaitu peserta didik bekerja secara individu atau kelompok, masalah yang memiliki banyak kemungkinan jawaban, peserta didik memakai berbagai pendekatan belajar dan mendiskusikan solusi penyelesaian masalah. Asumsi yang dibuat dengan keterampilan pemecahan masalah, dapat digunakan untuk setiap situasi (konteks). Satu contoh model umum problem solving ini adalah model IDEAL dari Bransford yaitu: 1) Identify the problem 2) Define the problem through thinking about it and sorting out the relevant information 3) Explore solutions through looking at alternatives, brainstorming, and checking out different points of view 4) Act on the strategies 5) Look back and evaluate the effects of your activity (Kirkley, 2003:3). Made Wena (2010:88-89) juga mengemukakan dalam bukunya, IDEAL Problem Solving terdiri dari lima tahap pembelajaran yang sesuai dengan model
IDEAL
dari
Brandford. Tahapan dari
pembelajaran IDEAL adalah sebagai berikut. a. Identifikasi masalah (Identify the problem) Identifikasi masalah merupakan tahap awal dar strategi ini. Dalam tahap ini guru membimbing peserta didik untuk memahami 18
aspek-aspek
permasalahan,
mengembangkan/
seperti
menganalisis
membantu
permasalahan,
untuk
mengajukan
pertanyaan, mengkaji hubungan antardata, memetakan masalah, mengembangkan hipotesis-hipotesis. b. Mendefinisikan masalah (Define the problem) Dalam tahap ini kegiatan guru meliputi membantu dan membimbing peserta didik, melihat hal/data/variabel yang sudah diketahui dan hal yang belum diketahui, mencari berbagai informasi, menyaring berbagai informasi yang ada dan akhirnya merumuskan permasalahan. c. Mencari solusi (Explore solutions) Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membantu dan membimbing peserta didik mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, melakukan brainstorming, melihat alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang dan akhirnya memilih satu alternatif pemecahan masalah yang paling tepat. d. Melaksanakan strategi (Act on the strategies) Melakukan langkah-langkah pemecahan masalah sesuai dengan alternatif yang telah dipilih. Dalam tahap ini peserta didik dibimbing secara tahap demi tahap dalam melakukan pemecahan masalah. e. Mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh (Look back and evaluate the effects) 19
Dalam tahap ini kegiatan guru adalah membimbing peserta didik melihat/mengoreksi kembali cara-cara pemecahan masalah yang telah dilakukan, apakah sudah benar, sudah sempurna, atau sudah lengkap. Di samping itu, peserta didik juga dibimbing untuk melihat pengaruh strategi yang digunakan dalam pemecahan masalah. Menurut Gick (dalam Kirkley, 2003:4) proses pemecahan masalah mengidentifikasi urutan dasar tiga kegiatan kognitif dalam pemecahan masalah, yaitu: a. Mewakili masalah termasuk menyatakan konteks pengetahuan yang tepat, dan mengidentifikasi tujuan dan kondisi awal yang relevan untuk masalah tersebut. b. Pencarian
solusi
termasuk
menyempurnakan
tujuan
dan
mengembangkan rencana aksi untuk mencapai tujuan. c. Menerapkan solusi termasuk melaksanakan rencana aksi dan mengevaluasi hasil. 5. Kemampuan Kognitif Menurut Piaget (Sutrisno, 2006:14) terdapat tiga aspek penting dalam perkembangan anak, yaitu struktur, isi dan fungsi. Struktur atau juga sering disebut sebagai skemata adalah organisasi mental yang terbentuk pada waktu seorang anak atau individu berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang anak yang telah memperoleh skemata, hasil interaksi dengan lingkungannya, dikatakan mengalami perubahan 20
dalam perkembangan intelektualnya. Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tergambar dari respon yang ia berikan terhadap situasi atau masalah yang dihadapi. Fungsi merupakan cara yang digunakan individu untuk membuat kemajuan intelektual. Pendapat penting yang dikemukan oleh Piaget adalah mengenai tahap perkembangan kognitif anak.
Tahap
perkembangan
kognitif
anak
ini
harus
sangat
dipertimbangkan oleh guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Materi pembelajaran (instructional materials) menurut Suyono dan Hariyanto (2014) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Menurut Kunandar (2014:168-170) dalam ranah kompetensi pengetahuan atau kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir yang biasa dikenal sebagai taksonomi Bloom, yakni knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis, dan evaluation. Taksonomi Bloom menjadi sesuatu yang penting dan mempunyai pengaruh yang luas dalam waktu yang lama. Taksonomi Bloom telah digunakan hampir setengah abad sebagai dasar untuk penyusunan tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum di seluruh dunia. Kerangka pikir ini memudahkan guru memahami, menata, dan mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan. Pada tahun 2001 Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl dalam bukunya yang 21
berjudul A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assesing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives membahas tentang revisi pada Taksonomi Bloom. Revisi yang dilakukan pada taksonomi Bloom oleh Krathwohl dan Anderson memecah satu dimensi menjadi dua dimensi. Pengetahuan dalam taksonomi Bloom yang direvisi menjadi dimensi tersendiri karena pengetahuan merupakan hal penting yang harus dimiliki peserta didik. Hal ini sesuai dengan paparan Imam dan Anggarini (2012:25) bahwa setiap kategori dalam taksonomi membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang harus dipelajari oleh peserta didik. Taksonomi revisi memiliki dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi kognitif proses. Imam dan Anggarini (2012) dalam jurnalnya memaparkan konsep-konsep pembelajaran yang berkembang terfokus pada proses aktif, kognitif dan konstruktif dalam pembelajaran yang bermakna. Pembelajar diasumsikan sebagai pelaku yang aktif dalam aktivitas belajar, mereka memilih informasi yang akan mereka pelajari, dan mengonstruksi
makna
berdasarkan
informasi.
Ini
merupakan
perubahan dari pandangan pasif tentang pembelajaran ke pandangan kognitif dan konstruktif yang menekankan apa yang peseta didik ketahui (pengetahuan) dan bagaimana mereka berpikir (proses kognitif) tentang apa yang mereka ketahui ketika aktif dalam pembelajaran. 22
Tiga jenis pertama dalam taksonomi Bloom yang direvisi mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam taksonomi Bloom, yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural.
Anderson dan
Krathwohl
(2013:6)
menambahkan metakognitif dalam dimensi pengetahuan sehingga terdapat empat jenis kategori pengetahuan. a. Pengetahuan faktual Pengetahuan faktual adalah pengetahuan yang dasar untuk disiplin ilmu tertentu. Dimensi ini mengacu pada fakta-fakta penting, terminologi, rincian atau elemen. Peserta didik harus tahu atau akrab dengan pengetahuan faktual untuk memahami disiplin atau memecahkan masalah di dalamnya. b. Pengetahuan konseptual Pengetahuan
konseptual
adalah
pengetahuan
tentang
klasifikasi, prinsip-prinsip, generalisasi, teori yang berkaitan dengan permasalahan tertentu. Selain itu model atau struktur yang berkaitan dengan permasalahan tertentu juga termasuk dalam pengetahuan konseptual. c. Pengetahuan prosedural Pengetahuan prosedural mengacu pada informasi atau pengetahuan yang membantu peserta didik untuk melakukan sesuatu yang spesifik untuk disiplin, subjek, atau bidang studi. Hal
23
ini juga mengacu pada metode penyelidikan, keterampilan khusus atau terbatas, algoritma, teknik, dan metodologi tertentu. d. Pengetahuan metakognitif Pengetahuan metakognitif pada peserta didik merupakan kesadaran atas kognisi sendiri dan proses kognitif dalam aktivitas pembelajaran. Pengetahuan metakognitif berupa pengetahuan diri, pengetahuan strategis atau reflektif tentang bagaimana melakukan pemecahan masalah, serta tugas-tugas kognitif yang meliputi kontekstual dan pengetahuan kondisional. Taksonomi Bloom ranah kognitif yang telah direvisi Anderson dan Krathwohl (Imam dan Anggarini, 2012:26-30) yakni: mengingat (remember), memahami/mengerti (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create). Adapun penjelasan dari taksonomi Bloom yang telah direvisi adalah sebagai berikut. a. Mengingat (Remember) Mengingat
merupakan
usaha
mendapatkan
kembali
pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan
masalah
(problem
solving).
Kemampuan
ini
dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang 24
jauh lebih kompleks. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling). Mengenali berkaitan dengan mengetahui pengetahuan masa lampau yang berkaitan dengan halhal yang konkret, misalnya tanggal lahir, alamat rumah, dan usia, sedangkan memanggil kembali (recalling) adalah proses kognitif yang membutuhkan pengetahuan masa lampau secara cepat dan tepat. b. Memahami/mengerti (Understand) Memahami/mengerti berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami/mengerti berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan
(classification)
dan
membandingkan
(comparing). Mengklasifikasikan akan muncul ketika seorang peserta didik berusaha mengenali pengetahuan yang merupakan anggota dari kategori pengetahuan tertentu. Mengklasifikasikan berawal dari suatu contoh atau informasi yang spesifik kemudian ditemukan konsep dan prinsip umumnya. Membandingkan merujuk pada identifikasi persamaan dan perbedaan dari dua atau lebih
obyek,
kejadian,
ide,
permasalahan,
atau
situasi.
Membandingkan berkaitan dengan proses kognitif menemukan satu persatu ciri-ciri dari obyek yang diperbandingkan.
25
c. Menerapkan (Apply) Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau
mempergunakan
percobaan
atau
suatu
prosedur
menyelesaikan
untuk
permasalahan.
melaksanakan Menerapkan
berkaitan dengan dimensi pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur (executing) dan mengimplementasikan (implementing). Menjalankan prosedur merupakan proses kognitif peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan melaksanakan percobaan di mana peserta didik sudah mengetahui informasi tersebut dan mampu menetapkan dengan pasti prosedur apa saja yang harus dilakukan. Jika peserta didik tidak mengetahui prosedur yang harus dilaksanakan dalam menyelesaikan permasalahan maka peserta didik diperbolehkan melakukan modifikasi dari prosedur baku yang sudah ditetapkan. Mengimplementasikan muncul apabila peserta didik memilih dan menggunakan prosedur untuk hal-hal yang belum diketahui atau masih asing. Karena peserta didik masih merasa asing dengan hal ini maka peserta didik perlu mengenali dan memahami permasalahan terlebih dahulu kemudian baru menetapkan prosedur yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Mengimplementasikan berkaitan erat dengan dimensi proses kognitif yang lain yaitu mengerti dan menciptakan. 26
Menerapkan merupakan proses yang kontinu, dimulai dari peserta didik menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur baku/standar yang sudah diketahui. Kegiatan ini berjalan teratur sehingga peserta didik benar-benar mampu melaksanakan prosedur ini dengan mudah, kemudian berlanjut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang asing bagi peserta didik, sehingga peserta didik dituntut untuk mengenal dengan baik permasalahan tersebut dan memilih prosedur yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan. d. Menganalisis (Analyze) Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Kemampuan menganalisis merupakan jenis kemampuan yang banyak dituntut dari kegiatan pembelajaran di sekolah-sekolah. Berbagai mata pelajaran menuntut peserta didik memiliki kemampuan menganalisis dengan baik. Tuntutan terhadap peserta didik untuk memiliki kemampuan menganalisis sering kali cenderung lebih penting daripada dimensi proses kognitif yang lain seperti mengevaluasi dan menciptakan. Kegiatan pembelajaran sebagian besar mengarahkan peserta didik
untuk
mampu
membedakan 27
fakta
dan
pendapat,
menghasilkan kesimpulan dari suatu informasi pendukung. Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi atribut (attributeing) dan mengorganisasikan (organizing). Memberi atribut
akan
muncul
apabila
peserta
didik
menemukan
permasalahan dan kemudian memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan. Kegiatan mengarahkan peserta didik pada informasi-informasi asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan diciptakan. Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali
bagaimana
unsur-unsur
ini
dapat
menghasilkan
hubungan yang baik. Mengorganisasikan memungkinkan peserta didik membangun hubungan yang sistematis dan koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal pertama yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah mengidentifikasi unsur yang paling penting dan relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari informasi yang telah diberikan. e. Mengevaluasi (Evaluate) Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh peserta didik. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun 28
kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh peserta didik. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan peserta didik dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh peserta didik. Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan dibandingkan dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang dilakukan peserta didik merupakan kegiatan evaluasi. Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi (critiquing). Mengecek mengarah pada kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari suatu operasi atau produk. Jika dikaitkan dengan proses berpikir merencanakan dan mengimplementasikan maka mengecek akan mengarah pada penetapan sejauh mana suatu rencana berjalan dengan baik. Mengkritisi mengarah pada penilaian suatu produk atau operasi berdasarkan pada kriteria dan standar eksternal. Mengkritisi berkaitan erat dengan berpikir kritis. Peserta didik melakukan penilaian dengan melihat sisi positif dan negatif dari suatu hal, kemudian melakukan penilaian dengan standar ini.
29
f. Menciptakan (Create) Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar peserta didik pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan peserta didik untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan peserta didik untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua peserta didik. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis peserta didik bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan peserta didik bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru. Menciptakan meliputi menggeneralisasikan (generating) dan memproduksi
(producing).
Menggeneralisasikan
merupakan
kegiatan merepresentasikan permasalahan dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan. Menggeneralisasikan ini berkaitan dengan berpikir divergen yang merupakan inti dari berpikir kreatif. Memproduksi mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan 30
permasalahan yang diberikan. Memproduksi berkaitan erat dengan dimensi pengetahuan yang lain yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. 6. Fluida Dinamis Fluida (zat alir) adalah zat yang dapat mengalir, baik berbentuk cair maupun gas. Partikel bukan merupakan fluida karena partikel merupakan
zat
yang
tidak
dapat
mengalir.
Fluida
dinamis
menggambarkan tentang sifat fluida yang mengalir, baik pada fluida ideal maupun fluida nyata. Secara umum suatu fluida dikatakan sebagai fluida ideal jika volume fluida dianggap tidak berubah karena perubahan tekanan (incompressible), fluida tidak memiliki kekentalan, aliran fluida di setiap titik tidak berubah, dan massa jenis fluida selalu sama di setiap bagian dalam aliran fluida. a. Debit (Q) Debit merupakan besaran yang menyatakan volume suatu fluida yang bergerak melalui suatu penampang dalam satuan waktu tertentu. Debit didefinisikan dengan persamaan: 𝑄=
𝑉 𝑡
(1-1)
dengan V menyatakan volume fluida yang mengalir dalam waktu t. Satuan SI untuk volume 𝑉 adalah m3 dan untuk selang waktu 𝑡 adalah s (detik), sehingga satuan SI untuk debit adalah m3/s. 31
Gambar 1. Aliran Fluida Jika aliran fluida kecepatan rata-ratanya 𝑣 mengalir dalam suatu pipa dengan besar luas penampang 𝐴 (Gambar 1). Kecepatan di setiap titik dianggap sama, karena diasumsikan bahwa aliran fluida adalah aliran tenang. 𝑄 =𝐴⋅𝑣
(1-2)
Besaran-besaran tersebut merupakan besaran vektor dengan satuan SI untuk luas penampang 𝐴 adalah m2 dan untuk kecepatan 𝑣 adalah m/s. b. Persamaan kontinuitas
Gambar 2. Kontinuitas Aliran Suatu fluida yang tidak termampatkan (incompressible) mengalir dalam suatu pipa dan memenuhi seluruh ruang pipa (Gambar 2). Luas penampang pipa itu di suatu tempat adalah 𝐴1 dan di tempat yang lain adalah 𝐴2 . Karena volume fuida tiap selang waktu di setiap tempat harus sama, maka: 32
𝑄1 = 𝑄2 𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2
(1-3)
Persamaan ini disebut sebagai persamaan kontinuitas, yang hanya berlaku jika volume fluida tidak berubah karena perubahan tekanan (incompressible). c. Hukum Bernoulli Hukum Bernoulli memanfaatkan fluida ideal. Sebuah pipa berisi fluida ideal yang mengalir secara laminar (Gambar 3).
Gambar 3. Aliran Fluida Ideal di Dalam Pipa Sumber: www.tutorvista.com Pipa
diujung
kiri
berketinggian
ℎ1
terhadap
lantai
berpenampang 𝐴1 , kecepatan fluida 𝑣1 pada tekanan 𝑃1 . Selama selang waktu (∆𝑡) fluida mengalir sejauh 𝑣1 ∆𝑡. Pada sisi pipa yang lain, pipa di ujung kanan berketinggian ℎ2 terhadap lantai berpenampang 𝐴2 , kecepatan fluida 𝑣2 pada tekanan 𝑃2 . Selama 33
selang waktu (∆𝑡) fluida ideal di pipa ujung kanan, mengalir sejauh 𝑣2 ∆𝑡. Perpindahan fluida ini memerlukan usaha sebesar selisih usaha pada fluida antara ujung kiri dengan ujung kanan. Persamaan Bernoulli dinyatakan sebagai: 1
1
𝑝1 + 𝜌𝑔ℎ1 + 2 𝜌𝑣1 2 = 𝑝2 + 𝜌𝑔ℎ2 + 2 𝜌𝑣2 2
(1-4)
Keterangan: 𝑝1 = Tekanan fuida pada titik A ℎ1 = Ketinggian aliran fuida pada titik A 𝑣1 = Kecepatan aliran fuida pada titik A 𝑝2 = Tekanan fuida pada titik B ℎ2 = Ketinggian aliran fuida pada titik B 𝑣2 = Kecepatan aliran fuida pada titik B 𝜌 = Massa jenis fluida 𝑔 = percepatan gravitasi
Hukum Bernoulli pada fluida ideal menyatakan bahwa jumlah dari tekanan (𝑝), energi kinetik per satuan volume
1 2
𝜌𝑣 2 ,
dan energi potensial per satuan volume (𝜌𝑔ℎ) memiliki nilai yang sama pada setiap titik sepanjang suatu garis arus. Persamaan Bernoulli merupakan sebuah bentuk hukum kekekalan energi, karena persamaan tersebut diturunkan dari prinsip kerja-energi. 1 𝑝 + 𝜌𝑔ℎ + 𝜌𝑣 2 = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 2 34
Dalam pipa mendatar (horizontal) tidak terdapat perbedaan ketinggian di antara bagian-bagian fluida ℎ1 = ℎ2 . Persamaan untuk pipa mendatar berdasarkan hukum Bernoulli dinyatakan sebagai: 1 1 𝑝1 + 𝜌𝑣1 2 = 𝑝2 + 𝜌𝑣2 2 2 2 1
𝑝1 − 𝑝2 = 2 𝜌 𝑣2 2 − 𝑣1 2
(1-5)
Persamaan tersebut menyatakan jika 𝑣2 > 𝑣1 maka 𝑝2 < 𝑝1 . Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kecepatan fluida maka menyebabkan tekanan semakin kecil. d. Teorema Torricelli Gambar 4 menunjukkan sebuah tangki dengan luas penampang 𝐴1 diisi air sampai kedalaman ℎ. 𝑝1 adalah tekanan udara di atas permukaan air, 𝑝2 adalah tekanan air di keran pembuangan. 𝐴2 adalah luas penampang pada keran pembuangan. Kelajuan aliran air pada tangki adalah 𝑣1 sedangkan 𝑣2 adalah kelajuan aliran alir pada keran pembuangan.
35
Gambar 4. Tangki dengan Keran Pembuangan Tekanan pada keran pembuangan, 𝑝2 hampir sama dengan tekanan atmosfer (udara luar) 𝑝0 sehingga 𝑝2 ≈ 𝑝0 . Acuan ketinggian nol dari dasar tangki (ℎ2 = 0), sehingga ℎ1 = ℎ, dengan demikian persamaan dinyatakan: 1 1 𝑝1 + 𝜌𝑔ℎ1 + 𝜌𝑣1 2 = 𝑝2 + 𝜌𝑔ℎ2 + 𝜌𝑣2 2 2 2 1 1 𝑝1 + 𝜌𝑔ℎ + 𝜌𝑣1 2 = 𝑝0 + 0 + 𝜌𝑣2 2 2 2 1 1 𝑝1 − 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ + 𝜌𝑣1 2 = 𝜌𝑣2 2 2 2 Karena 𝐴2 jauh lebih kecil daripada 𝐴1 , maka 𝑣1 2 sangat kecil dibandingkan dengan 𝑣2 2 sehingga 𝑣1 2 dapat abaikan. Oleh karena persamaan menjadi:
𝑝1 − 𝑝0 + 𝜌𝑔ℎ =
36
1 𝜌𝑣 2 2 2
Karena tangki dalam keadaan terbuka ke atmosfer sehingga tidak ada beda tekanan (𝑝1 − 𝑝0 = 0) maka persamaan menjadi: 1 𝜌𝑔ℎ = 𝜌𝑣2 2 2 𝑣2 =
2𝑔ℎ
(1-6)
Persamaan ini disebut teorema Torricelli. Teorema Torricelli hanya berlaku jika ujung atas wadah terbuka terhadap atmosfer dan luas lubang jauh lebih kecil daripada luas penampang wadah.. Debit fluida yang memancar keluar dari lubang dengan luas 𝐴2 dapat dihitung dari persamaan debit: 𝑄 = 𝐴2 𝑣 𝑄 = 𝐴2 2𝑔ℎ e. Penerapan hukum Bernoulli 1) Penyemprot cairan
Gambar 5. Penyemprot Cairan
37
(1-7)
Tekanan 𝑝1 pada udara yang tertiup dengan laju 𝑣1 tinggi di atas tabung vertikal (Gambar 5), lebih kecil daripada tekanan udara normal (𝑝2 = 𝑝0 ) yang bekerja pada permukaan cairan di dalam wadah tersebut (𝑣2 = 0). Dengan demikian cairan didorong ke atas tabung karena tekanan yang diperkecil di bagian atas tabung (𝑝2 > 𝑝1 ). Semprotan udara berkecepatan tinggi meniup cairan keluar sebagai semburan kabut halus. 2) Gaya angkat pada pesawat terbang Salah satu kegunaan dari hukum Bernoulli adalah untuk menjelaskan dan mendesain sebuah sayap pesawat terbang.
Gambar 6. Gaya Angkat pada Sayap Pesawat Terbang Bagian atas sayap pesawat sebagai titik 2 dan bagian bawah sebagai titik 1 (Gambar 6). Bentuk pesawat didesain sedemikian rupa sehingga 𝑣2 lebih besar dari 𝑣1 . Karena sayap pesawat dianggap tipis ℎ1 = ℎ2 dan kecepatan udara 𝑣1 < 𝑣2 maka melalui persamaan Bernoulli:
38
1 1 𝑝1 + 𝜌𝑣1 2 = 𝑝2 + 𝜌𝑣2 2 2 2 𝑝1 − 𝑝2 =
1 𝜌(𝑣2 2 − 𝑣1 2 ) 2
1 𝐹1 − 𝐹2 = 𝜌𝐴(𝑣2 2 − 𝑣1 2 ) 2 Supaya pesawat dapat terangkat, gaya angkat harus lebih besar daripada berat pesawat. (𝐹1 – 𝐹2 ) > 𝑚 𝑔 Jika pesawat telah berada pada ketinggian tertentu yang tetap (ketinggian konstan) maka posisi sayap dan kelajuan pesawat diatur sedemikian rupa sehingga gaya angkat sama dengan berat pesawat. (𝐹1 – 𝐹2 ) = 𝑚 𝑔 B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Muchayat (2011) dengan judul “Pengembangan
Perangkat
Pembelajaran
Matematika
dengan
Strategi IDEAL Problem Solving Bermuatan Pendidikan Karakter” peserta didik yang mengikuti pembelajaran strategi IDEAL Problem Solving mencapai ketuntasan belajar. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik di kelas yang menggunakan strategi IDEAL Problem Solving lebih baik daripada kelas yang menggunakan pembelajaran ekspositori dengan kelompok belajar konvensional. Aktivitas dan 39
motivasi belajar peserta didik secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik di kelas yang menggunakan strategi IDEAL Problem Solving. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Riyan Cipto Manuhana (2014) dengan judul “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Analisis Siswa SMA Materi Suhu dan Kalor” menyimpulkan bahwa (1) LKS berbasis masalah pada materi suhu dan kalor layak digunakan untuk meningkatkan kemampuan analisis siswa SMA kelas X semester 2 dan (2) penggunaan LKS berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan materi suhu dan kalor dengan kategori sedang. C. Kerangka Berpikir Pembelajaran yang dilakukan di sekolah masih cenderung satu arah karena peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran. Peserta didik cenderung hanya mendengarkan dan menunggu penjelasan rumus yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran. Ketika peserta didik dihadapkan dengan suatu permasalahan, peserta didik mengalami kesulitan dalam mengambil dan menentukan keputusan bagaimana cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. LKPD yang sekarang banyak digunakan belum dapat mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar peserta didik menjadi kurang maksimal. Mayoritas LKPD berisi ringkasan materi dan hanya 40
menekankan pada pengerjaan soal saja sehingga kurang memotivasi peserta didik untuk mengembangkan pengetahuannya. Salah satu metode pembelajaran yang memenuhi kriteria kesesuaian untuk dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan berpusat pada peserta didik adalah problem solving. Melalui problem solving, guru akan berperan sebagai fasilitator dan motivator serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan lebih aktif dalam pembelajaran dan bertanggung jawab dengan keputusan yang diambil. IDEAL problem solving merupakan bentuk metode belajar yang memuat identifikasi masalah, mendefinisikan masalah, mencari solusi, menentukan strategi, dan pengkajian dari solusi permasalahan. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik. Berdasarkan penelitian dari Muchayat (2011) peserta didik yang mengikuti pembelajaran strategi IDEAL Problem Solving mencapai ketuntasan belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Riyan Cipto Manuhana (2014) menunjukkan bahwa LKS berbasis masalah dapat meningkatkan penguasaan materi. Oleh karena itu LKPD berbasis IDEAL Problem Solving dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik. LKPD ini akan ditekankan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
serta
mendorong
peserta
didik
untuk
lebih
aktif
dalam
mengembangkan pengetahuan dengan cara mengidentifikasi suatu permasalahan hingga melakukan pengkajian dari solusi permasalahan.
41