BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH
II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih dalam tahun 1930-an[1]. Pada saat ini, gelombang berjalan telah diselidiki pada: a. Kawat tunggal, b. Kawat majemuk, dan c. Kecepatan majemuk dari gelombang berjalan. Bagian terbesar dari studi mengenai gangguan pada sistem transmisi ialah teori gelombang berjalan yang membahas mengenai sumber gelombang, karakteristik gelombang serta keadaan pada titik peralihan dari kawat transmisi. Untuk kebutuhan sehari-hari, teori kawat tunggal yang memandang hanya satu kawat dan tanah sebagai jalan balik telah memadai.
II.1.2 Sumber-sumber Gelombang Berjalan Sampai saat ini sebab-sebab gelombang berjalan yang diketahui ialah: a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat, b. Sambaran tidak langsung pada kawat (induksi), c. Operasi pemutusan (switching operations), d. Busur tanah (arching ground),
e. Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai-bagai kesalahan, dan f. Tegangan mantap pada sistem. Dari sudut energi, dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan oleh penyuntikan energi secara tiba-tiba pada kawat. Energi ini merambat pada kawat, sama halnya seperti kita melemparkan batu pada air tenang dalam sebuah kolam. Energi yang merambat ini terdiri dari arus dan tegangan. Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari konstantakonstanta kawat. Pada kawat di udara, kecepatan merambat ini kira-kira 300 meter per mikrodetik jadi sama dengan kecepatan cahaya. Pada kabel tanah kira-kira 150 meter per mikrodetik. Bila gelombang mencapai titik peralihan atau diskontinuitas akan terjadi perubahan pada gelombang tersebut sehingga terdapat sedikit perbedaan dengan gelombang asal.
II.1.3 Impedansi Surja Untuk hantaran udara: Z=E/I = 1/Cv = vL Z=/ = 60 ln 2h/r ohm
(2.1)
Sedangkan untuk kabel: Z=
√ℇ /
ohm
(2.2)
Besar impedansi surja untuk kawat udara = 400 - 600 Ohm, dan untuk kabel = 50 - 60 Ohm[1].
II.1.4 Bentuk dan Spesifikasi Gelombang Berjalan Bentuk umum suatu gelombang berjalan digambarkan sebagai berikut, Gambar 2.1.
(a) bentuk umum gelombang impuls
(b) bentuk gelombang impuls Standar IEC (1,2/50µs)
Gambar 2.1 : Spesifikasi gelombang berjalan.
Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan: a. Puncak (crest) gelombang, E (kV), yaitu amplitude maksimum dari gelombang. b. Muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam praktek ini diambil dari 10 % E sampai 90% E, lihat gambar 2.1b. c. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak. Panjang gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu daripermulaan sampai titik 50% E pada ekor. d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negative. Suatu gelombang berjalan (surja) dinyatakan sebagai: E, t1 x t2
Jadi suatu gelombang dengan polaritas positif, puncak 1000 kV, muka 1,2 mikrodetik dan panjang 50 mikrodetik dinyatakan sebagai: + 1000, 1,2 x 50.
II.1.5 Ekspresi Matematis Gelombang Berjalan Ekspresi dasar dari gelombang berjalan secara sistematis dinyatakan dengan persamaan di bawah ini: E (t) = E ( − )
(2.3)
Di mana E, a, b adalah konstanta.
E e -at E
Ee
-at
-
Ee
-bt
0
Waktu
-E -E e-bt
Gambar 2.2 Gelombang kilat tipikal Untuk bentuk gelombang surja standard IEC 1.2/50 µs koefisien a = 1,426 x 104 /s, dan b = 4,877 x 106 /s.
II.2 PEMANTULAN GELOMBANG BERJALAN Bila gelombang berjalan menemui titik peralihan, misalnya: hubungan terbuka, hubungan singkat atau perubahan impedansi, maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke bagian lain titik tersebut. Pada titik peralihan itu sendiri, besar tegangan dan arus dapat dari 0 sampai 2x besar tegangan gelombang yang datang. Gelombang yang datang dinamakan gelombang datang atau “incident wave”, dan kedua gelombang lain yang timbul karena titik peralihan itu dinamakan gelombang pantulan atau “reflected wave” dan gelombang terusan atau “transmitted wave”, seperti yang terlihat pada gambar 2.3[1].
e1 z1
e1'
e1" z2
Gambar 2.3 Gelombang berjalan pada perubahan impedansi
Dimana: e1 = gelombang datang atau “incident wave” e2 = gelombang pantulan atau “reflected wave” e1” = gelombang terusan atau “transmitted wave”
II.3 PARAMETER KAWAT TANAH Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) adalah kawat-kawat pada saluran transmisi yang ditempatkan di atas kawat-kawat fasa. Pada awalnya kawat tanah ini dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran induksi kilat di
sekitar kawat transmisi, jadi sambaran kilat tidak langsung. Akan tetapi kemudian ternyata dari hasil-hasil pengalaman maupun teori, sebab utama yang menimbulkan gangguan pada saluran transmisi tegangan tinggi 70 kV atau lebih adalah sambaran kilat langsung. Jadi pada saluran transmisi tegangan tinggi 70 kV dan lebih tinggi hanya akibat dari sambaran kilat langsung yang diperhatikan. Pada saluran udara tegangan menengah sampai 34,5 kV, justru sambaran tidak langsung ini yang menyebabkan lebih banyak gangguan. Efisiensi perlindungan bertambah tinggi bila kawat tanah semakin dekat dengan kawat fasa. Untuk sambaran langsung kawat tanah melindungi kawat fasa, dan untuk memperoleh perisaian yang baik kedudukan kawat tanah harus memenuhi beberapa persyaratan yang penting : a. Jarak kawat tanah di atas kawat fasa diatur sedemikian rupa agar dapat mencegah sambaran langsung pada kawat-kawat fasa. b. Pada tengah gawang (mid span) kawat tanah harus memiliki jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api samping (side flashover) selama waktu yang diperlukan untuk gelombang pantulan negatif dari menara kembali ke tengah gawang, dan ini akan mengurangi tegangan pada tengah gawang. c. Tahanan kaki menara harus cukup rendah untuk membatasi tegangan pada isolator agar tidak terjadi lompatan api pada isolator. d. Pada perisaian terhadap gardu induk kawat tanah harus cukup panjang sehingga surja yang masuk dapat diredam sampai harga yang tidak berbahaya sewaktu mencapai gardu induk.
Sebagaimana dikatakan di atas, pada sistem tegangan tinggi 70 kV dan lebih sambaran langsung merupakan sebab utama dari gangguan yang disebabkan oleh kilat, akan tetapi untuk tegangan sistem menengah, sampai 34,5 kV, sambaran tidak langsung adalah penyebab yang paling banyak dari gangguan.
II.4 IMPEDANSI SURJA KAWAT TANAH DAN MENARA II.4.1 Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah Perhitungan impedansi surja kawat tanah dibedakan dalam dua keadaan, yaitu keadaan bila tidak ada korona dan yang kedua bila terjadi korona. Untuk SUTT biasanya digunakan rumus-rumus tanpa korona sedang intik SUTET dan SUTUT selalu dianggap terjadi korona. 1. Bila tidak terjadi korona : Zg = 60 ln Zg = 60 ln
√
untuk satu kawat tanah
(2.4)
untuk dua kawat tanah
(2.5)
2. Bila terjadi korona : Zg = 60 ln Zg =
ln
untuk satu kawat tanah
untuk dua kawat tanah
Di mana, Z11 = impedansi surja sendiri dari satu kawat tanah, Persamaan Z12 = impedansi surja bersama antara dua kawat tanah = 60 ln (b11/a12) r = radius amplop korona dari kawat tanah, meter
(2.6) (2.7)
R = radius kawat tanpa korona, meter ht = tinggi kawat tanah pada menara untuk SUTET dan SUTUT = tinggi rata-rata kawat tanah untuk SUTT
II.4.2 Menghitung Impedansi Surja Menara Menurut Sargent dan Daveniza, impedansi surja menara dihitung berdasarkan penampang menara transmisi[1].
(a) Jenis A
(b) Jenis B
(c) Jenis C
Gambar 2.4 Penampang menara transmisi
Menara jenis A :
(
)
2 h2 + r 2 Z t = 30 ln r2
(2.8)
Menara jenis B :
Z t = 1 (Z s + Z m ) 2 h r Z s = 60 ln + 90 − 60 r h
(2.9)
h b Z m = 60 ln + 90 − 60 b h Dimana, Zs = Impedansi dengan ketebalan menara Zs = Impedansi dengan jarak antar kaki menara Zt = Impedansi total menara r = Jarak kawat antar menara Menara jenis C : 2h Z t = ln 2 −1 r
II.5
(2.10)
IMPEDANSI SURJA ELEKTRODA PEMBUMIAN
Impedansi surja pembumian didefenisikan sebagai besarnya tegangan v(t ) surja/impuls dibagi dengan arus impuls petir Z (t ) = . i (t ) Rangkaian ekivalen satu elektroda batang dibuat dengan elemen rangkaian terkonsentrasi
seperti Gambar 2.5. Model tersebut didasarkan kenyataan bahwa
impedansi pentanahan tidak bersifat sebagai tahanan murni tetapi juga berperilaku sebagai induktansi dan kapasitansi. Tahanan murni lebih banyak disebabkan karena adanya sifat resistivitas tanah dimana sistem pentanahan tersebut ditanam. Induktansi lebih dipengaruhi oleh panjang konduktor yang ditanam dan sifat permeabilitas tanah. Seperti halnya sifat induktansi yang lain, maka makin panjang konduktor yang ditanam maka makin besar induktansi sistem pembumianya. Komponen kapasitor
dari sistem pembumian dapat diterangkan dari konduktor yang saat ini diinjeksi arus berarti konduktor tersebut bertegangan. Beda tegangan antara konduktor dengan titik nol referensi menyebabkan sifat kapasitansi dari sistem tersebut dengan media tanah yang mempunyai permitivitas ε. Dengan demikian impedansi pembumian dapat dibuat rangkaian ekivalennya seperti Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen impedansi surja pembumian satu elektroda batang Permitivitas tanah harganya bermacam-macam tergantung pada komposisi tanah dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permitivitas tanah antara lain kandungan garam mineral, kandungan air, besar butiran tanah, dan suhu tanah. Pengelompokan tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah pada kedalaman tertentu bergantung pada beberapa hal antara lain pengaruh temperatur, pengaruh kelembaban, pengaruh kandungan kimia dan sebagainya. Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) tahanan jenis dari bermacam-macam jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1[2].
Tabel 2.1 Tahanan Jenis Tanah Jenis Tanah
Tahanan Jenis Tanah (Ω-m)
Tanah Rawa
30
Tanah Liat dan Tanah Ladang 100 Pasir Basah
200
Kerikil Basah
500
Pasir dan Kerikil kering
1000
Tanah Berbatu
3000
Untuk empat batang elektrode pembumian yang diparalel masing-masing elektroda mempunyai panjang l dan radius r ditanam tegak lurus pada tanah yang mempunyai resistivitas tanah ρ homogen, maka elektroda bersama tanah akan mempunyai tahanan, induktansi dan kapasitansi yang besarnya adalah[3]:
Ohm 1 3 2 2 .s .r
(2.11)
l 16l 3 L = ln × 10 −7 Henry 3 2 r.s1 .s 2
(2.12)
R=
C=
ρ ln 2πl 4
2l
ε r .l 2l 9 ln 1 4 3 2 2 .s .r
× 10 −9 Farad
dimana: l
= panjang pengetanahan, meter.
r
= radius batang, meter.
(2.13)
s
= jarak antar batang elektroda, meter.
ρ
= tahanan jenis tanah, Ohm-meter.
εr = permitivitas relatif tanah.
Misalkan arus surja yang mengalir pada rangkaian seperti Gambar 2.5: i = i R + ic
(2.14)
1 ic dt = i R .R c∫ iC = RC.
diR dt
dengan Transformasi Laplace didapatkan : i R ( p) =
i( p ) pRC + 1
V(t ) = RiR ( p) + L
=
i( p) RC ( p + 1
(2.15) RC
)
di dt
1 V(p) = i( p ) + Lp C( p + 1 ) RC
= i(
1 1 1 − ) + Lp p + a p + b C( p + 1 ) RC
1 1 Lp Lp = i − +( − ) p+a p+b C ( p + a )( p + 1 ) C ( p + b)( p + 1 ) RC RC (2.16)
e − at − e −t RC be −bt − ae −at e −bt − e −t RC V(t) = i − + L(b − a ) b−a C( 1 − a) C ( 1 − b) RC RC
R(e − at − e −t RC ) R(e −bt − e −t RC ) − + L(be −bt − ae − at ) = 1 − bRC 1 − aRC t −at −bt − −bt −at 2 2 RC R ( e − e ) + R C ( ae − be ) + R Ce (b − a) + = (1− aRC)(1− bRC) L(be−bt − ae−αt )
(2.17)
Ketika arus impuls diinjeksikan ke sistem pembumian, impedansi impulsnya didefenisikan sebagai perbandingan tegangan yang dibangkitkan terhadap nilai arus pada suatu titik injeksi. Z (t ) =
V (t ) i (t )
Ohm.
t − 2 −bt − at RC R R C (ae − be ) + e .(b − a) + + (1 − aRC)(1 − bRC)(e −at − e −bt ) Ω (2.18) Z (t ) = (1 − aRC)(1 − bRC) L(be −bt − ae −at ) − at −bt e −e
II.6 MENURUNKAN TAHANAN JENIS TANAH DENGAN PENABURAN GARAM PADA TANAH (KIMIAWI) Garam-garam tersebut adalah seperti; CuSO4, MgSO4, NaCl atau CaCl2[4]. Garam tersebut dikombinasikan dengan kelembaban, garam akan bercampur ke dalam tanah untuk mengurangi tahanan jenis tanah.. Salah satu dari metode yang diajukan adalah menuangkan air ke dalam tabung elektroda yang berisi garam, tabung tersebut terbuat dari tembaga atau kuningan yang memilki lubang di kedua sisinya. Jenis elektroda ini dinamakan elektroda pembumian kimiawi (chemical earth electrode), seperti yang terdapat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Elektroda pembumian kimiawi (chemical earth electrode)