BAB II IMPEDANSI SURJA KAWAT TANAH DAN MENARA
II.1
UMUM Saluran transmisi lebih tinggi dibandingkan objek di sekelilingnya, karena itu saluran
transmisi memiliki resiko besar untuk terkena sambaran petir. Untuk mengatasi hal tersebut maka saluran transmisi dilengkapi dengan kawat tanah yang diletakkan di atas kawat penghantar dan dihubungkan langsung ke bumi melalui elektroda pembumian yang terpasang pada kaki-kaki menara.. Pada saluran transmisi, kawat-kawat penghantar didukung oleh menara yang bentuknya disesuaikan dengan konfigurasi saluran transmisi tersebut. Jenis-jenis bangunan penopang saluran transmisi yang dikenal adalah menara baja, tiang baja, tiang beton bertulang dan tiang kayu. Tiang baja atau tiang beton bertulang maupun tiang kayu biasanya digunakan pada saluran yang tegangannya relatif rendah yaitu di bawah 70 kV, sedangkan untuk saluran tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi digunakan menara baja. Menara baja terbuat dari baja yang bagian-bagian kakinya mempunyai pondasi sendiri-sendiri, sedang tiang baja mempunyai satu pondasi untuk semua bagian kakinya. Pada Gambar 2.1 ditunjukkan beberapa bentuk menara baja dan konfigurasi penghantar saluran transmisi.
13 Universitas Sumatera Utara
R
T1
S R
S
S1
S
T R
T T
R1
S R
S
(a)
R
T1
T
R1
S1
T
(b)
(a) Konfigurasi horizontal
R S
T
(c)
(b) Konfigurasi delta
(c) Saluran ganda
Gambar 2.1 Bentuk menara dan konfigurasi penghantar transmisi hantaran udara II.2
Teori Gelombang Berjalan Jika konduktor dihubungkan dengan sumber tegangan, maka seluruh konduktor tersebut
tidak langsung bertegangan. Masih diperlukan beberapa saat untuk dapat merasakan tegangan ini pada suatu titik dalam sistem yang mempunyai jarak tertentu dari sumber tegangan tersebut. Proses ini sama dengan peluncuran sebuah gelombang tegangan yang merambat sepanjang konduktor dengan kecepatan tertentu yang disebut juga dengan gelombang berjalan. Gelombang ini akan mengalami perubahan bila mencapai titik peralihan, sehingga terdapat perbedaan dengan gelombang asal. II.2.1
Gelombang Berjalan pada Titik Peralihan Bila gelombang berjalan menemui titik peralihan, misalnya: hubungan terbuka, hubungan
singkat dan perubahan impedansi, maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan dan sebagian lain akan diteruskan ke bagian lain dari titik tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 1.(1)
(1) Hutauruk, T.S., “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja”, Erlangga, Jakarta, 1991
14 Universitas Sumatera Utara
Pada titik peralihan itu sendiri, besar tegangan dan arus bervariasi dari nol sampai dua kali besar tegangan gelombang yang datang.
e1"
e1 z1
e1'
z2
Gambar 2.2. Perbedaan impedansi pada titik peralihan dimana : e1
= gelombang datang
e1’
= gelombang pantulan
e1”
= gelombang terusan
Misalkan sebuah gelombang datang e1 merambat pada saluran dengan impedansi surja z1 dan menemui titik peralihan T seperti pada gambar 2. Bila gelombang datang e1 mencapai titik peralihan, sebagian akan dipantulkan yaitu e1’, dan sebagian lagi akan diteruskan, yaitu e2’’,...,ek’’,...,en’’ pada kawat z2,...,zk,...,zn. e'’n
Z n( e1
Z1(p)
e0 z1
e1'
p)
e
Zn-1(p)
Zk (p )
T J
e'’n-1
e'’k
)
(p Z2
Zg(p)
e'’2
Z(p) Z0(p)
Gambar 2.3 Titik peralihan
15 Universitas Sumatera Utara
Dimana: e
= tegangan pada titik sambungan J
e0
= tegangan pada titik peralihan T
Zk(p) = impedansi seri pada saluran k Z(p)
= impedansi di belakang titik sambungan J
Z0(p) = impedansi di belakang titik peralihan T zk
= impedansi surja saluran k
Misalkan titik peralihan itu sebagai pusat koordinat, dan dimisalkan pula semua kawat ideal, maka terdapat hubungan-hubungan : - gelombang datang :
e1 = z1 i1
(2.1)
- gelombang pantulan :
e1 ' = − z1 i1 '
(2.2)
- gelombang terusan :
ek " = zk ik "
(2.3)
Jumlah gelombang tegangan dan arus pada titik peralihan : i 0 = i1 + i 1
'
e 0 = e1 + e1 ' = Z 0 (p) i 0
(2.4) (2.5)
Substitusi Persamaan (2.1) dan (2.2) ke Persamaan (2.4) dan (2.5) diperoleh : i 0 = i1 + i1 ' =
e1 e1 ' − z1 z1
e 0 = e1 + e1 ' = Z 0 i 0 16 Universitas Sumatera Utara
= Z0 (
e1 + e1 ' =
Jadi,
Z0 (e1 − e1 ' ) z1
e1 ' =
Z 0 − z1 e1 Z 0 + z1
e 0 = e1 + e1 ' diperoleh
e 0 = e1 +
Gelombang pantulan :
Dari
e1 e1 ' − ) z1 z1
Jadi tegangan total
:
e0 = 2
(2.6) Z 0 − z1 e1 Z 0 + z1
Z0 e1 Z 0 + z1
(2.7)
Untuk arus pantulan : i1 ' = −
Z − z 1 e1 e1 ' e menurut hukum ohm, i1 = 1 , maka : =− 0 ⋅ z1 Z 0 + z1 z1 z1
i1 ' = −
Z 0 − z1 i1 Z 0 + z1
(2.8)
i0 = 2
z1 i1 Z 0 + z1
(2.9)
Maka arus total :
Persamaan-persamaan (2.6) sampai dengan (2.9) disebut sebagai persamaan umum untuk gelombang pantulan dan gelombang terusan. Dalam hal ini diperoleh : Z 0 − z1 = koefisien pantulan untuk tegangan Z 0 + z1 −
Z 0 − z1 = koefisien pantulan untuk arus Z 0 + z1
17 Universitas Sumatera Utara
2
Z0 = koefisien terusan atau transmisi untuk tegangan Z 0 + z1
2
z1 = koefisien terusan atau transmisi untuk arus Z 0 + z1
II.2.2
Bentuk dan Spesifikasi Gelombang
Bentuk gelombang berjalan digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3 bentuk gelombang impuls Standar IEC (1,2/ 50μs) Spesifikasi dari gelombang berjalan : a.
Puncak gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari gelombang.
b.
Muka Gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam hal ini diambil dari 30% E sampai 90% E, seperti yang ditunjukkan Gambar 3b.
c.
Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak. Panjang gelombang , t2 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai titik 50% E pada ekor gelombang.
d.
Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negatif.
Suatu gelombang berjalan (surja) dinyatakan sebagai: E, t1/t2
18 Universitas Sumatera Utara
Rumus Umum bentuk gelombang berjalan secara sistematis dinyatakan dengan persamaan e (t) = E (e-at – e-bt) dimana: E, a dan b adalah konstanta.
E e-at E e-at - E e-bt waktu
E e-bt
Gambar 2.4. Bentuk Gelombang Petir Untuk bentuk gelombang surja standard IEC 1.2/50 μs koefisien a = 1,426 x 104 /s, dan b = 4,877 x 106 /s .
II.3
Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah. Perhitungan impedansi surja kawat tanah dibedakan dalam dua keadaan yaitu bila tidak
ada korona dan yang kedua bila terjadi korona. Pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) sampai 230 kV biasanya digunakan rumus – rumus tanpa korona sedangkan untuk Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), 345 kV sampai 765 kV, dan pada Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi (SUTUT), di atas 765 kV selalu dianggap terjadi korona.
(1).
Bila tidak terjadi korona :
2h Z g = 60 ln t untuk satu kawat tanah r
(2.10)
19 Universitas Sumatera Utara
2ht untuk dua kawat tanah Z g = 60 ln a r 12
(2).
(2.11)
Bila terjadi korona : Z g = 60 ln
Zg =
2ht 2h . ln t untuk satu kawat tanah r R
Z 11 + Z 12 untuk dua kawat tanah 2
(2.12) (2.13)
dimana, Z11
= impedansi surja sendiri dari satu kawat tanah
Z12
= impedansi surja bersama antara kedua kawat tanah
b = 60 ln 12 (lihat Gambar 2.5) a12 R
= radius amplop korona dari kawat tanah, meter.
r
= radius kawat tanah tanpa korona, meter.
ht
= tinggi rata-rata untuk kawat tanah, meter. Kawat tanah
a12
1
2
a2
a1
Kawat fasa
ht b12 Bidang referensi
a'2
a'1
Kawat-kawat bayangan 1'
2'
Gambar 2.5. Gambar potongan saluran transmisi
20 Universitas Sumatera Utara
II.4
Efek Peredaman (Damping Effect) pada Kawat Tanah Setiap Gelombang yang merambat akan mengalami peredaman yang disebabkan oleh
tahanan konduktor yang dilaluinya. Besar efek peredaman (damping effect ) dapat diturunkan sebagai berikut (2). v2 Rugi Panas = i 2 Rdx + dx = ∆p r
Dimana dx = panjang konduktor Pada kawat tanah akan mengalir daya surja sebesar
Daya Surja = P = i 2 Z 0 ∆P = 2 i Z 0 di Besar daya surja yang hilang pada kawat tanah adalah
Daya Surja Yang Hilang = - 2 i Z 0 di Dan dapat diasumsikan bahwa daya surja yang hilang berubah menjadi panas
Rugi Panas = Rugi Daya Surja 2 v2 i R + dx = −2iZ 0 di r Z2 i 2 R + 0 dx = −2iZ 0 di r
di 1 R Z0 dx = − + i r 2 Z0
(2) Jha, R.S., ”High Voltage Engineering”,Dhanphat Rai & Sons,1976 (hal 78-80).
21 Universitas Sumatera Utara
1 R Z0 x + A + ln i = − r 2 Z0
(2.14)
Dimana A = konstanta integrasi Untuk
x =0 ,maka i = i0 dan A = ln i0
1 R Z0 x + ln i0 + ln i = − 2 Z0 r
1 R Z0 x i = i0 exp− + Z r 2 0 Sama halnya dengan
1 R Z0 x v = v0 exp− + Z r 2 0
(2.15)
Dari persamaan ( 2.11 ) dapat disimpulkan bahwa tegangan surja petir akan selalu teredam sebesar
1 R Z µ = exp− + 0 x r 2 Z0
(2.16)
Oleh Karena r nilainya mendekati tak hingga, maka persamaan menjadi
1 R µ = exp− x 2 Z0
(2.17)
22 Universitas Sumatera Utara
II.5
Impedansi Surja Menara Menurut Sargent dan Daveniza, impedansi surja menara dihitung berdasarkan penampang
menara transmisi.
(a) Jenis A
(b) Jenis B
(c) Jenis C
Gambar 2.6 Penampang menara transmisi Menara jenis A :
(
)
2 h2 + r 2 Z t = 30 ln r2
(2.18)
Menara jenis B : Zt = 1
2
(Z s + Z m )
(2.19)
h r Z s = 60 ln + 90 − 60 r h h b Z m = 60 ln + 90 − 60 b h
Menara jenis C : 2h Z t = ln 2 − 1 r
(2.20)
23 Universitas Sumatera Utara