BAB II GURUDAN PEMBELAJARANMENYENANGKAN
A. Guru Dalam lingkungan keluarga, yang mendidik seorang anak adalah orang tua (ayah dan ibu), sedangkan di lingkungan sekolah adalah seorang guru. Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Kehadiran guru mutlak diperlukan di dalamnya. Kalau hanya ada siswa, tetapi guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah. 1 Istilah lain yang lazim digunakan untuk guru adalah pendidik. Kedua istilah tersebut bersesuaian artinya. Bedanya, istilah guru seringkali digunakan di lingkungan pendidikan formal, sedangkan pendidik digunakan di lingkungan formal, informal, maupun non formal. 2 Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didik di lingkungan keluarga adalah orang tua, di lingkungan sekolah adalah guru, di lingkungan masyarakat adalah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan.
1
Mubiar Agustin, Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran: Panduan untuk Guru, Konselor, Psikolog, Orang Tua, dan Tenaga Kependidikan (Bandung: PT Refika Aditama, 2011), hlm. 14. 2 Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. Ke- 1, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 93.
16
17
1. Pengertian Guru Dalam pengertian yang sederhana guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. 3Dalam Kamus Bahasa Indonesia, guru adalah orang
yang
pekerjaannya
(mata
pencahariannya,
profesinya)
mengajar.4Selanjutnya, Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, memberikan pengertianbahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. 5 Jadi guru merupakanjabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus. 2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik. Guru mempunyai kewenangan untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan dapat membangun dirinya, dan membangun bangsa dan negara.6 Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila dikelompokkan terdapat tiga jenis tugas
3
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 29. 4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 469. 5 Undang-undang Guru dan Dosen, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 3. 6 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 36
18
guru, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.7 Tugas guru sebagai profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik adalah tugas guru sebagai profesi. Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada peserta didik. Untuk melaksanakan tugasnya tersebut, diperlukan berbagai kemampuan serta kepribadian. Sebab, guru juga dianggap sebagai contoh oleh siswa sehingga ia harus memiliki kepribadian yang baik sebagai seorang guru. Tugas sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan peserta didik. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Di dalam masyarakat, guru ditempatkan pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila. 7
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Cet. Ke- 13, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 6.
19
Selanjutnya, dari tugas guru muncullah tanggung jawab yang harus dipikul seorang guru. Tanggung jawab seorang guru adalah mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik.Guru diharapkan untuk mengabdikan diri di lembaga pendidikan. Bukan guru yang hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak anak didik. Sementara jiwa dan wataknya tidak dibina. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik adalah suatu perbuatan yang mudah, tetapi untuk membentuk jiwa dan watak anak didik itulah yang sukar, sebab anak didik yang dihadapi adalah makhluk hidup yang memiliki otak dan potensi yang perlu dipengaruhi dengan sejumlah norma hidup sesuai ideologi, falsafah dan bahkan agama. 8 Menjadi tanggung jawab guru untuk memberikan sejumlah norma itu kepada anak didik agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu tidak mesti harus guru berikan ketika di kelas, di luar kelas pun sebaiknya guru contohkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Pendidikan dilakukan tidak semata-mata dengan perkataan, tetapi dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.9 Jadi sosok guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan para gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri di masa yang akan datang.
8 9
Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 34. Ibid., hlm. 36
20
3. Peranan Guru Peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku saling berkaitan yang dilakukan dalam situasi tertentu, serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya. 10 Ini semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan jiwa ingin memberikan yang terbaik kepada anak didiknya. Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai seorang pendidikyang telah menerjunkan diri menjadi seorang guru. Semua peranan yang diharapkan dari guru menurut E. Mulyasa terdapat 19 peran yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerjaan rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.11 Berikut penjelasan ke-19 peran menurut E. Mulyasa: a. Guru sebagai Pendidik Peran guru sebagai pendidik dimaksudkan adalah pendidik mampu menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. b. Guru sebagai Pengajar Peran guru sebagai pengajar dapat diwujudkan ketika guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajarai sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi yang dipelajari. 10
Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit (Jogjakarta: Diva Press, 2009), hlm. 35. E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Cet. Ke-8, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 37. 11
21
Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini seolah mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi. c. Guru sebagai Pembimbing Sebagai pembimbing, guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap proses pembelajaran yang direncanakan dan dilaksanakannya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. d. Guru sebagai Pelatih Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih. Pelaksanaan fungsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang seharusnya diketahui. e. Guru sebagai Penasihat Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua. Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasihat dan menjadi orang kepercayaan. Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan, dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya.
22
f. Guru sebagai Pembaharu (Innovator) Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ke dalam istilah atau bahasa modern yang akan diterima oleh peserta didik. Pada kenyataannya, semua pikiran manusia harus dikemukakan kembali di setiap generasi oleh para guru. g. Guru sebagai Model dan Teladan Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggapnya sebagai guru. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya. h. Guru sebagai Pribadi Sebagai individu yang berkecimpung dalam pendidikan, guru harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah rangsangan yang memancing emosinya. Kestabilan emosi sangat diperlukan. Guru yang mudah marah akan membuat peserta didik takut, dan ketakutan mengakibatkan kurangnya minat untuk mengikuti pembelajaran serta rendahnya konsentrasi, karena ketakutan menimbulkan kekuatiran untuk dimarahi dan hal ini membelokkan konsentrasi peserta didik. Kemarahan guru terungkap dalam kata-kata yang dikeluarkan, dalam raut muka dan mungkin dengan gerakan-gerakan tertentu, bahkan ada yang dilahirkan dalam bentuk memberikan hukuman fisik.
23
i. Guru sebagai Peneliti Pembelajaran merupakan seni, yang dalam pelaksanaannya memerlukan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Untuk itu diperlukan berbagai penelitian yang di dalamnya melibatkan guru. Guru selalu berusaha mencari apa yang belum diketahui untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas. j. Guru sebagai Pendorong kreativitas Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran, dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreativitas tersebut. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu. Peran ini menjadikan guru untuk senantiasa berusaha menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta, sehingga peserta didik akan menilainya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. k. Guru sebagai Pembangkit Pandangan Dalam hal ini, guru dituntut untuk memberikan dan memelihara pandangan tentang keagungan kepada peserta didiknya. Mengemban fungsi ini guru harus terampil dalam berkomunikasi dengan peserta didik di segala umur. l. Guru sebagai Pekerja Rutin Guru sebagai pekerja rutin dimaksudkan bahwa guru bekerja dengan keterampilan, dan kebiasaan tertentu. Misalnya saja dalam setiap kegiatan
24
pembelajaran guru harus membuat persiapan tertulis, hal ini dapat mengefektifkan kegiatan pembelajaran. m. Guru Sebagai Pemindah Kemah Guru sebagai pemindah kemah dimaksudkan bahwa guru harus memahami mana yang tidak bermanfaat atau mungkin yang membahayakan perkembangan peserta didik, dan memahami mana yang bermanfaat. Dalam hal ini, peran guru adalah memberikan kesempatan untuk menjalani kehidupan dan mengajarkan kebenaran bahwa perjalanan lebih penting daripada tujuan dan proses lebih brarti daripada hasil akhir. n. Guru sebagai Pembawa Cerita Guru, dengan menggunakan suaranya, memperbaiki kehidupan melalui puisi dan berbagai cerita tentang manusia. Guru tidak takut menjadi alat untuk menyampaikan cerita-cerita tentang kehidupan, karena guru tahu sepenuhnya bahwa cerita itu sangat bermanfaat bagi manusia, dan dia berharap bisa menjadi pembawa cerita yang baik. Sebagai pendengar, peserta didik dapat mengidentifikasi watak-watak pelaku yang ada dalam cerita, dapat secara objektif menganalisis, menilai manusia, kejadian-kejadian dan pikiran-pikiran. o. Guru sebagai Aktor Sebagai aktor, guru berangkat dengan panggilan jiwa pengabdian dan inspirasi yang dalam yang akan mengarahkan kegiatannya. Sehingga sebagai aktor guru memiliki kemampuan menunjukkan penampilannya di depan kelas.
25
p. Guru Sebagai Emansipator Guru sebagai emansipator dimaksudkan guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan, dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan „budak‟ stagnasi kebudayaan. Guru telah melaksanakan perannya sebagai emansipator ketika peserta didik yang telah menilai dirinya sebagai pribadi yang tak berharga, merasa dicampakkan orang lain atau selalu diuji dengan berbagai kesulitan sehingga hampir putus asa, dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri. q. Guru sebagai Evaluator Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik. Sehingga guru perlu memiliki pengetahuan tentang evaluasi. r. Guru sebagai Pengawet Sebagai pengawet, guru harus berusaha mengawetkan pengetahuan yang telah dimiliki dalam pribadinya, dalam arti guru harus berusaha menguasai materi yang akan disajikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, setiap guru dibekali pengetahuan sesaui dengan bidang yang dipilihnya. s. Guru sebagai Kulminator Guru sebagai kulminator yakni guru yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta
26
didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. 4. Kompetensi Guru Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. 12 Pengertian dasar kompetensi yakni kemampuan atau kecakapan. Menurut Syaiful Sagala kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (daya pisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Dapat juga dikatakan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/ pekerjaannya. 13 Dalam hal kompetensi guru, Pupuh Fathurrohman menjelaskan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak. Kompetensitersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Artinya guru bukan saja harus pintar, tetapi juga harus pandai mentransfer ilmunya kepada peserta didik. 14 Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,pada pasal undang-undang tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 719. 13 Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 23. 14 Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar; Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Konsep Umum & Konsep Islami, Cet. Ke-3, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 44.
27
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. 15 Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah dalam mengelola interaksi pembelajaran bagi peserta didik. Kompetensi ini mencakup pemahaman dan pengembangan potensi peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, serta sistem evaluasi. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik di sekolah yang berupa kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kompetensi kepribadian ini mencakup kemantapan pribadi dan akhlak mulia. Selanjutnya untuk kompetensi profesional merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik di sekolah berupa penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Adapun kompetensi sosial adalah kemampuan yang dimiliki oleh pendidik di sekolah untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua peserta didik, dan masyarakat sekitar.16 5. Sifat-sifat yang seharusnya dimiliki guru Proses pembelajaran akan berjalan secara efektif dan efisien apabila didukung oleh unsur pendidik yang profesional. Menurut Ahmad Surkati yang dikutip Ramayulis, eksistensi pendidik dalam pendidikan adalah orang yang sangat penting. Pendidik harus mampu memainkan peranan dalam mendidik. Oleh sebab itu, pendidik harus merupakan orang yang mempunyai ilmu yang tinggi dan mempunyai akhlak yang baik. Ahmad Surkati yakin bahwa pendidikan akan 15
Undang-undang Guru dan Dosen, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm.9. Arif Rohman, Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Laksbang, 2009), hlm. 152. 16
28
berjalan dengan baik dan diterima masyarakat, hal itu tergantung pada profesionalisme dan kepribadian seorang pendidik. 17 Berkaitan dengan hal tersebut pendidik (guru) dalam menghadapi anak didik sehari-hari memerlukan sifat positif khusus yang sangat penting dan wajib dimiliki oleh setiap pendidik (guru). Sifat-sifat itu adalah:18 a) Rasa tanggung jawab dan dedikasi Rasa tanggung jawab harus dimiliki oleh seorang pendidik, baik itu pendidik kodrati maupun pendidik karena jabatan. Karena hanya rasa tanggung jawab yang dapat memberikan kekuatan kepada pendidik untuk menahan diri, menguasai hawa nafsu, mengorbankan kepentingan diri sendiri, demi untuk mengabdi kepentingan pendidikan anak didiknya. b) Kecintaan, kebijaksanaan dan kesabaran Rasa cinta kepada tugas, kepada anak didik dan disertai rasa tanggung jawab, membentuk kesabaran dan kebijaksanaan dalam bertindak pada pendidik. Kebijaksanaan dan kesabaran penting sekali bagi pendidik. Kecintaan dan kesabaran itu dapat pula membentuk sifat tahan uji dalam segala urusannya, juga dapat menimbulkan sifat tulus ikhlas dalam mengorbankan waktu dan kesenangannya sendiri demi kepentingan anak didiknya, yang ia cintai. Akibat dari adanya rasa cinta, dapat timbul sifat suka menolong anak didik yang mendapatkan rintangan, menumbuhkan sikap optimis dalam mengharapkan hasil pendidikan yang baik.
17
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam; Mengenal Tokoh Pendidikan di Dunia Islam dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hlm. 75. 18 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001),hlm. 248-249
29
Selain itu cinta juga merupakan salah satu hal penting dari tiga syarat dalam proses mendidik dan mengajar. Pertama adalah cinta, kedua kepercayaan, ketiga adalah kewibawaan. Ketiga syarat ini saling pengaruh mempengaruhi dan saling kait-mengait. Cinta akan menimbulkan kepercayaan. Kewibawaan pun akan lahir jika ada kepercayaan. Sehingga pendidik akan diikuti perintahnya oleh peserta didik jika peserta didik menaruh kepercayaan kepada pendidiknya. Sehingga, pendidik melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran harus dengan rasa cinta.19 Menurut Al-Ghazali yang dikutip Ramayulis menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki guru, diantaranyaguru hendaknya memandang anak didik seperti anaknya sendiri, menyayangi dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri, dalam menjalankan tugasnya, guru hendaknya tidak mengharapkan upah atau pujian, tetapi hanya mengharapkan keridaan Allah swt. dan berorientasi untuk mendekatkan diri kepada-Nya, guru hendaknya memanfaatkan setiap peluang untuk memberi nasehat dan bimbingan kepada anak didik, bahwa tujuan menuntut ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah,terhadap anak didik yang berperilaku buruk hendaknya guru menegurnya sebisa mungkin dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang, bukan dengan terus terang dan mencela, sebab teguran yang terakhir dapat membuat anak didik berani membangkang dan sengaja terus menerus bertingkah laku buruk, hendaknya guru tidak fanatik terhadap bidang studi yang diasuhnya, lau mencela bidang studi yang diasuh guru lain. Sebaliknya, hendaknya ia mendorong anak didik agar mencintai semua bidang studi yang diasuh guru lain.
19
Suparlan, Membangun Sekolah Efektif (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2008), hlm. 114.
30
Ini berarti bahwa pendidik diharuskan dapat memandang bahwa apapun bidang studi yang diajarkan dan siapapun yang mengajarkannya mempunyai derajat dan nilai yang sama, hendaknya guru memperhatikan perkembangan berpikir anak didik agar dapat menyampaikan ilmu sesuai dengan kemampuan berpikirnya. Guru memperhatikan peserta didik yang lemah dan memberikannya pelajaran yang mudah dan jelas, tidak menghantuinya dengan hal-hal yang serba sulit dan dapat membuatnya kehilangan kecintaan terhadap pelajaran.Pendidik mengamalkan ilmunya dan tidak sebaliknya, dimana perbuatannya bertentangan dengan ilmu yang diajarkan kepada anak didik. 20 Menurut Abuddin Nata untuk kriteria seorang guru lebih banyak berkaitan dengan kompetensi kepribadian dan sosial. Adapun kompetensi akademik dan paedagogi tampaknya kurang mendapat perhatian. Hal yang demikian terjadi karena kompetensi kepribadian, akhlak dan sosial lebih utama dibandingkan dengan kompetensi lainnya. Kompetensi akademik dan paedagogi berkaitan dengan pembinaan mutu intelektual dan keterampilan anak didik, sedangkan kompetensi kepribadian dan sosial berkaitan dengan pembinaan mutu akhlak dan kepribadian anak didik. Akhlak dan kepribadian yang utama ini tampaknya lebih diutamakan daripada intelektual dan keterampilan.21 Di sisi lain S. Nasution menambahkan beberapa prinsip yang berlaku umum untuk semua ciri-ciri guru yang baik, (1) guru yang baik memahami dan menghormati murid; mengajar adalah suatu hubungan antar-manusia. Guru sebagai manusia menghadapi murid sebagai manusia pula dan bukan sebagai tong kosong 20 21
Ramayulis dan Samsul Nizar, op. cit., hlm. 9 Abuddin Nata,Ilmu Pendidikan Islam(Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 169
31
atau sebagai makhluk yang lebih rendah dari dirinya. Anak itu adalah manusia penuh yang berhak atas perlakuan hormat dari guru, agar kelak menjadi warga negara dewasa yang dihormati dan menghormati orang lain. (2) Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya; Ia harus menguasai bahan itu sepenuhnya jangan hanya mengenal isi buku pelajaran saja, melainkan juga menyukainya serta mengetahui pemakaian dan manfaatnya bagi kehidupan anak dan manusia umumnya. Sedapat mungkin bahan itu berarti dan penting bagi kehidupan anak sekarang dan kemudian hari. (3) Guru yang baik menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran; ada kalanya metode kuliah yang paling sesuai, akan tetapi sering metode itu kurang cocok dan lebih baik dipakai metode mengajar lain seperti metode kerja kelompok, diskusi, tanya jawab, sosio-drama, eksperimen dan sebagainya. (4) Guru yang baik menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu; menyesuaiakan pelajaran dengan kesanggupan individual, berarti bahwa yang harus diperhatikan bukan hanya anak yang lambat, tetapi juga anak-anak yang pandai, sehingga setiap anak berkembang sesuai dengan kecepatan dan bakat masing-masing. (5) Guru yang baik mengaktifkan murid dalam hal belajar; menurut Dewey Learning by doing, Sesuatu lebih berhasil bila kita melakukannya. Hasil pelajaran dengan membaca akan lebih baik lagi kalau didiskusikan. (6) Guru yang baik memberi pengertian dan bukan hanya kata-kata belaka. (7) Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan murid; aktivitas belajar yang sejati tidak ada kalau anak-anak tidak melihat perlunya suatu pelajaran bagi dirinya. Anak itu belajar karena dorongan dari dalam. Ia belajar. Ia belajar, karena yakin akan manfaat yang terkandung dalam bahan pelajaran itu. (9) Guru
32
mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikannya. (10) Guru jangan terikat oleh satu buku pelajaran (text book); guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada murid melainkan senantiasa mengembangkan pribadi anak. 22 Menurut Pupuh Fathurrohman ada beberapa ciri guru yang baik, diantaranya, guru harus bersikap tenang tidak berlebih-lebihan dan dingin dalam menghadapi setiap situasi, tidak boleh kehilangan akal, maras sekali atau menunjukkan kegembiraan yang berlebihan. Guru harus dapat menyukai siswanya secara adil, tidak boleh membenci dan memarahi siswa-siswanya. Guru harus memperlakukan siswa-siswanya secara sama. Guru harus dapat menjawab semua pertanyaan yang disampaikan oleh siswa-siswanya.23 Pupuh Fathurrohman menegaskan bahwa dengan sifat-sifat guru yang demikian baiknya, bukan berarti guru adalah makhluk luar biasa, guru tetap makhluk biasa. Guru sejati bukanlah makhluk yang berbeda dengan siswasiswanya. Ia harus dapat berpartisispasi di dalam semua kegiatan yang dilakukan siswa-siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa persahabatan secara pribadi dengan siswa-siswanya dan tidak perlu merasa kehilangan kehormatan karenanya. Rasa takut dan was-was dalam keadaan tertentu adalah hal biasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak seorangpun dapat menjadi seorang guru yang sejati atau mulia kecuali dia menjadikan dirinya sebagai bagian dari anak didik yang berusaha untuk memahami semua anak didik dan kata-katanya. Guru yang dapat memahami tentang kesulitan lainnya di luar masalah belajar, yang bisa 22
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005),
23
Pupuh Fathurrohman dan Sobry Sutikno, op. cit., hlm. 48
hlm. 8.
33
menghambat aktivitas belajar anak didik. Sebagai teladan, guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kesannya adalah figur yang paripurna. Itulah kesan terhadap guru sebagai sosok yang ideal. Selanjutnya profil guru ideal adalah sosok guru yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, bukan karena tuntutan uang belaka, yang membatasi tugas dan tanggung jawabnya sebatas dinding sekolah. Guru yang ideal selalu ingin bersama anak didik di dalam dan di luar sekolah. Bila melihat anak didiknya menunjukkan sikap bersedih, murung, suka berkelahi, malas belajar, jarang turun ke sekolah, sakit dan sebagainya guru merasa prihatin dan tidak jarang pada waktu tertentu guru harus memikirkan perkembangan pribadi anak didiknya. Dengan kemuliannya, guru rela mengabdikan diri di desa terpencil sekalipun. Dengan segala kekurangan yang ada guru berusaha membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsanyadikemudian hari. Gaji yang kecil, jauh dari memadai tidak membuat guru frustasi meninggalkan tugas dan tanggung jawab sebagai guru. 24 Selain itu guru juga harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui, serta menanam nilai, norma moral, dan sosial serta berperilaku sesuai dengan nilai dan norma tersebut.
24
Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan, Cet. Ke-1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 21.
34
B. Pembelajaran Menyenangkan 1. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran mempunyai definisi proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran seorang pendidik memberikan bantuan kepada peserta didik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran, watak, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. 25 Secara singkat dapat dikatakan bahwa pembelajaran merupakan proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Pembelajaran mempunyai pengertian yang hampir sama dengan pengajaran. Namun sebenarnya pembelajaran mempunyai konotasi yang berbeda dengan pengajaran. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan atau biasa disebut aspek kognitif, juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotorik) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberikan kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik. 26 Menurut Utomo Dananjaya istilah pembelajaran merupakan pergeseran paradigma dari pengajaran. Hal ini dapat dilihat pada Undang-undang Sisdiknas No. 20/2003 Bab 1 pasal 1 (1) yang berbunyi „yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses 25
Komunitas Wikipedia. 2013. “Pembelajaran dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran. Diakses, 20 September. 2013. 26 Ibid.,
Dunia
Pendidikan”
35
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya sendiri‟. Inilah secara teoritis disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa yang diadopsi ke dalam sistem pendidikan nasional. Pengertian ini merupakan perwujudan perubahan mendasar dari pengajaran menjadi pembelajaran pada UU Sisdiknas No. 20/ 2003. Pengajaran merupakan istilah yang mewakili peran dominan guru sebagai pengajar, sedangkan pembelajaran menunjukkan peran siswa aktif sekaligus mengoreksi peran dominan guru. Oleh karena itu, dalam penjelasan PP No. 19/ 2005 dinyatakan bahwa visi pendidikan dalam dalam UU Sisdiknas No. 20/ 2003 merupakan perubahan paradigma pendidikan dari paradigma pengajaran bergeser menjadi paradigma pembelajaran. 27Jadi, istilah pengajaran dan pembelajaran bukan hanya istilah teknis, tetapi istilah yang memangku perubahan paradigma. Pembelajaran berasal dari kata belajar. Jika disebut kata belajar, kesan umum yang berkembang adalah sebuah aktivitas yang serius, tegang, dan menjenuhkan. Kegiatan belajar seolah menjadi sesuatu yang menyiksa dan harus dihindari. Jika ada seorang siswa yang rajin belajar, orang biasanya akan memberikan predikat tertentu, seperti siswa yang serius, kurang gaul, atau hanya siswa tertentu saja yang memiliki semangat semacam ini. Realitas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kurang memiliki totalitas dalam belajar. Salah satu usaha penting yang dapat dilakukan untuk membangkitkan semangat belajar adalah mendesain pembelajaran dalam suasana yang menyenangkan.
27
25.
Utomo Dananjaya, Media Pembelajaran Aktif, Cet. Ke-3, (Bandung; Nuansa, 2012), hlm.
36
2. Pengertian Pembelajaran Menyenangkan Pembelajaran yang menyenangkan berusaha untuk membangun konsepsi baru bahwa belajar bukanlah sebagaimana yang selama ini dibayangkan. Dalam Ngainun Naim, menurut Dave Meier, menyenangkan atau membuat suasana belajar dalam keadaan gembira bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Kegembiraan di sini bagkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atasmateri yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada si pembelajar. Penciptaan kegembiraan ini jauh lebih penting ketimbang segala teknik atau metode yang mungkin dipilih untuk digunakan. 28 3. Komponen Pembangun Pembelajaran Menyenangkan Dari rumusan Meier ini, ada beberapa komponen pembangun suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pertama, bangkitnya minat. Secara sederhana minat sering dipadankan dengan „gairah‟ atau „keinginan yang menggebu-gebu‟. Jadi apabila dikaitkan dengan pembelajaran, maka jelas bahwa siswa akan menjadi gembira karena di dalam dirinya memang ada keinginan mempelajari suatu materi pelajaran. Kedua, adanya keterlibatan penuh si pembelajar dalam mempelajari sesuatu. Komponen kedua ini bergantung pada pada keberadaan komponen pertama. Jika siwa memiliki minat yang tinggi maka merekapun akan terlibat secara penuh. Ketiga, ihwal terciptanya makna. Maksud tersiptanya makna yakni terciptanya sesuatu yang mengesankan. Sesuatu yang mengesankan akan menghadirkan makna. Keempat, tentang pemahaman atas materi yang dipelajari. Apabila minat seorang siswa dapat ditumbuhkan ketika mempelajari sesuatu, 28
Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif; Memberdayakan dan Mengubah Jalan hidup Siswa (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 175.
37
kemudian siswa dapat terlibat secara aktif dan penuh dalam membahas materimateri yang dipelajarinya dan ujung-ujungnya dia terkesan dengan sebuah pembelajaran yang diikutinya, tentulah pemahaman akan materi yang dipelajarinya dapat muncul secara sangat kuat.
Kelima,tentang nilai yang membahagiakan.
Bahagia adalah keadaan yang bebas dari tekanan, kekuatan dan ancaman. Rasa bahagia yang dapat muncul dalam diri siswa sebagai seorang pembelajar bisa saja terjadi karena dia merasa mendapatkan makna ketika mempelajari sesuatu.29 4. Indikator Pembelajaran Menyenangkan Syaiful Sagala memberikan 13 indikator pembelajaran menyenangkan, diantaranya; siswa tidak tertekan, bebas berpendapat, tidak mengantuk, bebas mencari obyek, tidak jemu, berani berpendapat, belajar sambil bermain, banyak ide, santai tapi serius (serius tapi santai), dapat berkomunikasi dengan orang lain, tidak merasa canggung, belajar di alam bebas, dan tidak takut. Selanjutnya, menurut Syaiful Sagala agar pembelajaran berlangsung dengan suasana menyenangkan, guru harus suka memuji hasil karya dan gagasan yang diungkapkan peserta didik, tidak cuek (tetapi tanggap, peduli dan responsif), dan guru tidak mempermalukan peserta didik tetapi memberi penguatan bahwa peserta didik tersebut bisa lebih baik. 30 Pembelajaran yang menyenangkan akan memiliki hasil yang berbeda dengan pembelajaran yang dilaksanakan dengan penuh keterpaksaan, tekanan dan terancam. Pembelajaran yang menyenangkan akan mampu membawa perubahan terhadap diri pembelajar. 29 30
Ibid., hlm. 178 Syaiful Sagala, op. cit., hlm. 177.
38
5. Langkah menciptakan pembelajaran menyenangkan Dalam Ngainun Naim, Rose dan Nicholas memberikan beberapa langkah untuk menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan dan berhasil. Pertama, menciptakan lingkungan tanpa stress (relaks). Kedua, menjamin bahwa subjek pelajaran adalah relevan. Ketiga, menjamin bahwa belajar secara emosional adalah positif. Keempat, melibatkan secara sadar semua indra dan juga pikiran otak kanan dan otak kiri. Kelima, menantang otak para siswa untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi apa yang sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan
yang
relevan
untuk
memahami
subjek
pelajaran.
Keenam,
mengonsolidasikan bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode waspada yang relaks. 31 6. Guru dalam Menciptakan Pembelajaran Menyenangkan Untuk membangun suasana menyenangkan dalam pembelajaran menurut Akhmad Muhaimin Azzet dalam bukunya menjadi guru favorit adalah sebagai berikut32: a. Memahami Kebutuhan Anak Didik Guru yang dicintai oleh murid-muridnya adalah guru yang bisa memahami kebutuhan anak didiknya dengan baik. Orang yang demikian biasanya senantiasa mengedepankan dialog atau keterbukaan. Dalam hal ini, ia berusaha untuk bisa mendengarkan apa yang menjadi kebutuhan anak didiknya berikut alasan atau sebab-sebabnya. Dengan demikian ia bisa memahami apa yang menjadi kebutuhan anak didiknya. 31 32
31.
Ngainun Naim, op. cit., hlm. 179 Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit (Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2013), hlm.
39
Sebaliknya guru yang tidak bisa memahami anak didiknya biasanya bersikap kaku dan tidak mengenal kompromi. Ia merasa sebagai orang yang paling dewasa dari seluruh anak didiknya dan oleh karenanya harus selalu diikuti keinginan, pendapat dan perintahnya. Guru yang semacam ini akan cenderung menjadi otoriter dan sudah barang tentu tidak disenangi oleh anak didiknya. b. Memberikan Penghargaan Seorang guru yang dicintai oleh murid-muridnya adalah yang bisa memberikan penghargaan kepada murid-muridnya. Penghargaan yang dimaksud di sini tidak harus berupa materi atau pemberian hadiah berupa barang. Penghargaan juga bisa diberikan hanya dengan kata-kata yang bermakna positif dan menyenangkan. c. Dapat mengontrol emosi dengan baik Menjadi seorang guru tidak selalu menghadapi murid-murid yang baik, penurut, atau tidak pernah iseng. Ada saja dari murid-murid yang justru sikapnya bisa memancing kemarahan gurunya. Maka, guru yang tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik, terpancing untuk memarahi anak didiknya. Berbeda dengan seorang guru yang bisa mengontrol emosinya dengan baik. jika ada diantara muridnya yang melakukan perbuatan yang melanggar dari aturan sekolah atau kepatutan yang berlaku, ia mencoba untuk memahami mengapa anak tersebut melakukan perbuatan itu. sang guru akan dengan lembut memanggil anak tersebut lantas menanyainya dengan baik-baik. Dengan perhatian guru yang bertanya dengan baik-baik kepada anak yang bermasalah menjadikan mereka berhenti dari perbuatan tidak baiknya.
40
Sikap yang lembut jauh lebih bermanfaat daripada memberikan reaksi spontan dan kemarahan kepada anak didik yang melakukan kesalahan. Anak-anak yang didekati dengan kemarahan biasanya akan sulit benar-benar berhenti dari perbuatan tidak baiknya. Jika memang berhenti, biasanya tidak berangkat dari kesadarannya, tetapi karena dimarahi oleh gurunya. Berbeda sekali dengan anak yang diajak berbicara baik-baik, ia merasakan ada perhatian dari gurunya. Padahal, sudah menjadi sifat dasar setiap manusia jika diperhatikan akan merasa senang hatinya. Di sinilah sesungguhnya menjadi penting bagi seorang guru untuk dapat mengontrol emosi dengan baik agar para muridnya merasa senang shingga proses belajar mengajar pun dapat berjalan dengan baik. d. Tidak Menjaga Jarak dengan Anak Didik Guru yang dicintai oleh anak didik adalah guru yang tidak menjaga jarak dengan mereka. Tidak menjaga jarak yang dimaksudkan di sini adalah sengaja mendekatkan diri dengan anak didiknya untuk membangun keakraban. Sebab, tidak sedikit guru yang dengan alasan menjaga wibawa, tidak mau dekat-dekat dengan anak didiknya. Dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas atau bahkan di luar kelas, seorang guru yang dicintai anak didiknya biasanya tetap bersahaja, tidak angkuh, atau merasa paling pintar. Ia mempunyai kepribadian yang terbuka, bisa menerima saran, atau bahkan kritik. Seorang guru yang demikian biasanya pula tidak pelit untuk mengucapkan mohon maaf dan terimakasih kepada anak didiknya.
41
Tambahan pula menurut Wijaya Kusumah dalam bukunya yang berjudul Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya ada beberapa hal yang dilakukan oleh guru dalam membangun suasana pembelajaran menyenangkan sebagai berikut33: a. Guru harus ikhlas b. Guru haru Senang c. Guru menggunakan strategi dalam penyampaiannya d. Guru harus profesional. e. Guru harus mampu memotivasi f. Guru mengembangkan potensi guru dalam mengajar.
33
hlm. 97.
Wijaya Kusumah, Menjadi Guru Tangguh Berhati Cahaya (Jakarta: PT Indeks, 2012),