BAB II GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN MORAL
A. Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam Secara umum, guru adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensinya, baik afektif, kognitif, maupun psikomotorik. Guru juga diartikan sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, serta mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan makhluk individu yang mandiri. Dalam Undang-undang RI No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan bahwa “Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen”. Kemudian menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1, mengenai ketentuan umum butir 6, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa guru adalah pendidik. 20
21
Sedangkan dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan dalam literatur Islam, guru biasa disebut dengan ustadz, mua’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu’addib, yang artinya orang yang memberikan ilmu pengetahuan dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian baik. Kata ustadz biasa digunakan seorang profesor, ini mengandung makna bahwa guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seorang dikatakan profesional bila pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu, proses dan hasil kerja, serta sikap selalu berusaha memperbaiki dan memperbarui strategi atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan jaman, yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas yang menyiapkan generasi penerus yang akan hidup di jamannya di masa depan. Kata Mu’allim berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu, dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah. Ini mengandung arti bahwa guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakekat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, serta
22
menjelaskan
dimensi
teoritis
dan
prakteknya
serta
berusaha
membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya. Kata Murabbiy berasal dari kata dasar rab, Tuham adalah sebagai rabbi al-alamin dan rabbi al-anas, yang menciptakan, mengatur dan memelihra alam seisinya termasuk manusia. Dari pengertian ini, maka tugas guru adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mampu memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam sekitarnya. Kata Mursyid biasa digunakan untuk guru dalam thariqah (tasawuf), yang dalam ajarannya yaitu bahwa untuk memperkuat ingatan diperlukan upaya untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Hal ini mengandung arti bahwa guru selain dirinya dituntut untuk untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat, juga dituntut mendidik peserta didik untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Kata Mudarris berasal dari akar kata darasa, yadrusu, darsan, yang berarti menghapus, melatih, mempelajari. Dari pengertian ini, maka tugas
guru
adalah
berusaha
mencerdaskan
peserta
didiknya,
menghilangkan ketidaktahuan dan menghapuskan kebodohannya, serta melatih mereka sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Sedangkan kata Mu’addib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika. Dari pengertian ini, maka tugas guru adalah mendidik peserta didiknya agar memiliki moral yang baik sehingga mampu menjalankan perannya sebagai khalifah Allah dengan baik. Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang dewasa yang memberikan ilmu pengetahuan
23
dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian baik. Sedangkan guru Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha dari orang dewasa dalam memberikan bimbingan dan asuhan kepada anak didik agar kelak setelah selesai pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam Islam secara keseluruhan, dapat menghayati makna dan maksud tujuannya, dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran Islam sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak. 2. Syarat-syarat Guru Pendidikan Agama Islam Sebagai guru yang baik, harus memenuhi syarat-syarat yang di dalam Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, pada pasal 15 dinyatakan tentang guru sebagai berikut: “Syarat utama untuk menjadi guru, selain ijazah dan syarat-syarat yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberi pendidikan dan pengajaran seperti yang dimaksud dalam pasal 3, pasal 4, pasal 5 Undangundang ini”. Dari pasal tersebut, maka syarat-syarat untuk menjadi guru dapat disimpulkan antara lain berijazah, sehat jasmani dan rohani, takwa kapada Tuhan YME dan berkelakuan baik, bertanggung jawab, berjiwa Nasional. Selain itu, untuk menjadi seorang guru juga harus memiliki kompetensi sebagai syarat mutlak yaitu antara lain: a.
Kompetensi Paedagogik
24
Adapun yang dimaksud dengan kompetensi ini adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Artinya, guru harus mampu mengelola kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan,
melaksanakan,
dan
mengevaluasi
kegiatan
pembelajaran. b.
Kompetensi Personal Adapun yang dimaksud dengan kompetensi ini adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Artinya, guru memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa.
c.
Kompetensi Profesional Adapun yang dimaksud dengan kompetensi ini adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Artinya, guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi atau subjek matter yang akan diajarkan serta penguasaan didaktik metodik dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi, dan metode yang tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran.
25
d.
Kompetensi Sosial Sedangkan
yang
kemampuan
guru
dimaksud sebagai
dengan bagian
kompetensi dari
ini
adalah
masyarakat
untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Artinya, ia menunjukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, bahkan dengan masyarakat luas. Apabila guru telah memiliki ke empat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki hak profesional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat berikut: a. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya. b. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat. c. Menikmati teknis kepemimpinan dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari. d. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usahausaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya. e. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional. Dalam usaha membangun manusia Indonesia seutuhnya, guru merupakan
ujung
tombak
atau
pelaksana
yang
terdepan.
Bila
26
diumpamakan bidang kedokteran, teknik, politik, ekonomi, pertanian, industri, dan lain-lain adalah untuk kepentingan manusia, maka guru bertugas untuk membangun manusianya itu sendiri. Hal ini tentu memerlukan persyaratan khusus untuk dapat melaksanakan tugas tersebut di atas, yaitu guru sebagai suatu profesi, sebagai perpaduan antara panggilan, ilmu, teknologi, dan seni, yang bertumpu pada landasan pengabdian dan sikap kepribadian yang mulia. 3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Islam, tugas dan tanggung jawab seorang guru dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Posisi ini menyebabkan mengapa Islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajanya bila dibanding dengan manusia lainnya. Hal ini sebagaimana firman Allah :
…. … Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (QS. al-Mujadalah: 11) Secara
umum,
tugas
guru
adalah
mendidik.
Dalam
operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan
dorongan,
memuji,
menghukum,
memberi
contoh,
membiasakan, dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas guru bukan hanya sekedar mengajar sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Di samping itu, guru juga bertugas sebagai motivator dan
27
fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik dan dinamis. Dalam pendidikan Islam, tugas seorang guru adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan atau kekurangannya. Sementara dalam bahasa Latin, tugas dan tanggung jawab giri dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran yaitu : a.
Sebagai pengajar (instruksional) yang bertujuan merencanakan program pengajaran, melaksanakan program yang disusun, dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program tersebut dilaksanakan.
b.
Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan kepribadian sempurna (insan kamil) , seiring dengan tujuan penciptaan-Nya.
c.
Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri (baik diri sendiri, peserta didik, maupun masyarakat), upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, dan partisipasi atas program yang dilakukan. Berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab guru ini, Imam al-
Ghazali mengemukakan bahwa: “Tugas guru yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk
28
taqarrub ila Allah. Para guru hendaknya mengarahkan peserta didik untuk mengenal Allah lebih dekat mengenai seluruh ciptaannya. Para guru dituntut untuk dapat mensucikan jiwa para peserta didiknya. Hanya dengan melalui jiwa-jiwa yang suci manusia akan dekat dengan Khaliqnya”. Berkenaan dengan konsep ini, selain bertujuan mengalihkan berbagai pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta didik, tugas utama yang
perlu
dilakukan
guru
adalah
tazkiyat
an-nafs,
yaitu
mengembangkan, membersihkan, mengangkat jiwa peserta didik kepada Tuhannya, menjauhkannya dari kejahatan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrah-Nya yang hanif. Untuk itu, dalam tugasnya sebagai pendidik, seorang guru dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa: a. Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memperhatikan kesediaan, kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik. b. Membangkitkan gairah peserta didik. c. Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik. d. Mengatur proses belajar mengajar yang baik. e. Memperhatikan
perubahan-perubahan
kecenderungan
yang
mempengaruhi proses mengajar. f. Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tugas dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam adalah sebagai pengajar, pendidik, dan pemimpin, serta mampu mengarahkan peserta didik untuk
29
mengenal Allah lebih dekat mengenai seluruh ciptaan-Nya, dapat mensucikan jiwa para peserta didiknya, mengembangkan, membersihkan, mengangkat jiwa peserta didik kepada Tuhannya, menjauhkannya dari kejahatan, dan menjaganya agar tetap berada pada fitrah-Nya yang hanif.
4. Peran Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Sehubungan dengan peranan guru sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing, juga masih ada berbagai peranan guru lainnya. Peranan guru ini senantiasa akan menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, guru maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang guru sebagai sentral bagi peranannya. Disadari atau tidak, bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswanya. Secara lengkap, peran guru Pendidikan Agama Islam di sekolah antara lain sebagai berikut: a. Korektor Sebagai korektor, guru Pendidikan Agama Islam harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan yang buruk. Kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila
guru
membiarkannya,
berarti
guru
telah
mengabaikan
peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi
30
semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. b. Inspirator Sebagai inspirator, guru Pendidikan Agama Islam harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Adapun hal yang penting adalah bukan teorinya, akan tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik. c. Informator Sebagai informator, guru Pendidikan Agama Islam harus bisa memberikan
informasi
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncin, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik. d. Organisator
31
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru Pendidikan Agama Islam. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Semua diorganisasikan sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik. e. Motivator Sebagai motivator, guru Pendidikan Agama Islam hendaklah dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada di antara anak didik yang malas belajar dan sebagainya. Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik. Penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri. Guru sebagai motivator hendaknya dapat mendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, guru harus menciptakan
32
kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar, baik
kegiatan
individual
maupun
kelompok.
Stimulasi
atau
rangsangan belajar para siswa bisa ditumbuhkan dari dalam diri siswa dan bisa ditumbuhkan dari luar diri siswa. f. Inisiator Dalam peranannya sebagai inisiator, guru Pendidikan Agama Islam harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu. Bukan mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran. g. Fasilitator Sebagai fasilitator, guru Pendidikan Agama Islam hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena itu, menjadi tugas guru
33
bagaimana menyediakan fasilitas,
sehingga
akan
tercipta
lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik. h. Pembimbing Peranan guru Pendidikan Agama Islam yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing. Peranan yang harus lebih dipentingkan karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri). i. Pengelola Kelas Sebagai pengelola kelas, guru Pendidikan Agama Islam hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan anak didik,
34
pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya unteraksi edukatif yang optimal. Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Berdasarkan kondisi demikian sangat diperlukan motivasi dari guru. j. Evaluator Sebagai evaluator, guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Oleh karena itu, guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Jadi penilaian pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila dan cakap. Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan. 5. Langkah-langkah Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pembinaan Moral Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang berkesadaran dan bertujuan bahwa Allah telah menyusun landasan yang jelas bagi seluruh manusia melalui syariat Islam dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak/moral adalah jiwa pendidikan Islam. Artinya, tujuan Pendidikan Agama Islam adalah mengarahkan
35
manusia agar berakhak mulia sehingga ia tidak menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya. Untuk itu, beberapa upaya yang harus dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak yaitu antara lain: a. Melalui proses pendidikan Pada dasarnya, pendidikan akhlak di sekolah mempunyai arti memberikan pengetahuan kepada peserta didik dan mengarahkan serta membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah-nya melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal, karena pendidikan yang ditujukan adalah pembentukan akhlak. Adapun upaya-upaya yang harus dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam membina akhlak peserta didik melalui proses pendidikan yaitu antara lain: 1) Penanaman nilai-nilai keimanan Dalam penanaman nilai-nilai keimanan ini tidak terlepas dari nilainilai yang terdapat dalam rukun iman yaitu iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari kiamat, dan iman kepada qadha dan qadar-Nya. Keenam dasar tersebut merupakan dasar spektural yang ditetapkan oleh agama untuk membentuk dan membina kepribadian Muslim yang berakhlak mulia. 2) Penanaman nilai-nilai ibadah Hubungan antara iman dan ibadah adalah ibarat buah dengan dahannya. Amalan ibadah yang baik pastilah berasal dari pohon
36
keimanan yang baik pula. Penanaman nilai-nilai ibadah kepada Allah itu meliputi empat hal yaitu shalat, zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu. Dengan adanya proses pendidikan secara langsung oleh sekolah, maka semua anak didik sudah diawasi dalam setiap tingkah lakunya. b. Melalui proses bimbingan dan penyuluhan Proses bimbingan dan penyuluhan merupakan proses yang dilakukan untuk membangun kesejahteraan individu dan kelompok dalam arti yang luas berdasarkan al-Quran yang di dalamnya mengandung ajaran dan bimbingan ke arah perbaikan. Dengan demikian, upaya yang harus dilakukan dalam pembinaan akhlak melalui proses bimbingan dan penyuluhan yaitu antara lain: 1) Menanamkan perasaan cinta kepada Allah di hati anak didik. 2) Mendidik anak didik untuk taat menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. 3) Membina akhlak yang mulia dan menunaikan kewajiban agama. 4) Mengajarkan anak didik untuk mengetahui hukum-hukum agama serta mengamalkannya. 5) Memberikan teladan serta contoh yang baik, pengajaran serta nasehat.
37
Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan siswa-siswi menjadi sadar akan perbuatannya sehingga dapat memilih mana yang baik bagi dirinya dan mana yang kurang baik bagi dirinya.
B. Moral 1. Pengertian Moral Moral berasal dari bahasa Latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Moral adalah tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Antara etika dan moral memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Moral merupakan ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan lain sebagainya. Pengertian moral juga memiliki kesetaraan dengan pengertian akhlak, budi pekerti, dan susila. Selain itu, moral juga didefinisikan sebagai aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Moral menjadi tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia, sebagai anggota masyarakat, atau sebagai orang dengan jabatan tertentu/profesi tertentu.
38
Manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral, artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Sedangkan moralitas merupakan keseluruhan norma-norma, nilainilai, dan sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat. Nilai-nilai moral itu berada dalam suatu wadah yang disebut moralitas, karena di dalamnya terdapat unsur-unsur keyakinan dan sikap batin dan bukan hanya sekedar penyesuaian diri dengan aturan dari luar diri manusia. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan lain sebagainya. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, atau baik buruknya sebagai manusia. 2. Macam-macam Moral Moral merupakan salah satu aspek yang sangat esensial dalam hidup dan kehidupan. Pembagian moral jika dikaitkan dengan dalil-dalil agama, maka setidaknya moralitas dalam perspektif Islam terdiri atas lima jenis, yakni moral Rabbani, moral manusiawi, moral universal, moral keseimbangan, dan moral realistik. a. Moral Rabbani
39
Moral rabbani adalah ajaran moral dalam Islam yang bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub di dalam Al-Quran dan Sunnah. Penegasan tentang moral Rabbani dalam ajaran Islam mengandung makna bahwa moral Islam bukan moral yang bersifat situasional dan relatif, tetapi mengandung nilai kebaikan mutlak, sebagaimana firman Allah Swt.:
Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya, yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (QS. Al- An’am: 153) b. Moral Manusiawi Moral manusiawi adalah bahwa moral dalam Islam sejalan dengan fitrah manusia. Oleh karena itu, kerinduan jiwa manusia kepada kebaikan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran moral dalam Islam. Moral Islam membimbing manusia agar dapat hidup sesuai watak asal atau fitrahnya, sebagai yang terdapat dalam QS. Ar-Rum ayat 30 sebagai berikut:
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 30)
40
Dari aspek moral rabbani dan aspek moral manusiawi tidak ada pertentangan sama sekali, karena manusia dibimbing dengan moral Islam agar dapat hidup sesuai dengan tuntunan fitrahnya. c. Moral Universal Moral Universal adalah suatu ajaran moral dalam Islam yang sesuai dengan kemanusiaan yang universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Manusia diciptakan oleh Allah selain sebagai makhluk individu, sekaligus juga sebagai makhluk sosial. Dengan demikian ajaran moral dalam Islam memberikan pedoman tentang bagaimana seharusnya manusia hidup dengan dirinya sendiri, berhadapan dengan masyarakat, berhadapan dengan lingkungannya dan lebih-lebih berhadapan dengan Allah Swt. Yang Maha Pencipta. Untuk memperoleh gambaran tentang sifat keuniversalan moral Islam sebagai landasannya dapat dilihat dalam surat Al-Baqarah ayat 177 sebagai berikut:
Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu
41
ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, Malaikatmalaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orangorang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orangorang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orangorang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. d. Moral Keseimbangan Moral keseimbangan adalah sistem moral dalam Islam yang berada pada posisi di tengah, antara akhlak manusia dan malaikat yang menitikberatkan kebaikannya dan terhindar dari perilaku buruk dan sifat-sifat tercela seperti yang dimiliki hewan yang menitikberatkan pada sifat keburukannya yang tercela. Manusia menurut pandangan Islam memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik ada pada hati nurani dan akalnya, dan kekuatan buruk ada pada hawa nafsunya. Manusia memiliki naluri hewani sekaligus juga memiliki roh malaikat. Manusia memiliki unsur rohani dan jasmani dan keduanya memerlukan pelayanan kebutuhan masing-masing serta seimbang antara jasmani dan rohani, antara duniawi dan ukhrawi, antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan masyarakat. e. Moral Realistik Sedangkan moral realistik adalah suatu ajaran moral dalam Islam yang meperhatikan kenyataan manusia. Manusia meskipun sebagai makhluk yang memiliki kehormatan dan mempunyai kelebihan-kelebihan dari makhluk lainnya, namun dalam realitas manusia juga memiliki
42
kelemahan-kelemahan atau memiliki berbagai macam kecenderungan dan berbagai macam kebutuhan baik yang bersifat material maupun spritual. Secara realistik, moral Islam bukan hanya memperhatikan halhal yang biasa, tetapi juga hal-hal yang luar biasa. Misalnya dalam keadaan biasa dilarang, maka dalam keadan luar biasa (darurat) justru dibolehkan. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa dalam perspektif ajaran Islam orang yang dalam situasi dan kondisi tertentu dibolehkan melakukan perbuatan yang dalam keadaan biasa diharamkan dan perbuatan tersebut bukan merupakan dosa bagi pelakunya. Dari pembagian moral tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa moral terbagi menjadi empat macam yaitu moral rabbani, moral universal, moral keseimbangan, dan moral realistik. Dari aspek-aspek moral sebagaimana di atas, maka moral dapat dikelompokkan ke dalam dua macam yaitu moral moral yang baik dan moral yang buruk. a.
Moral yang baik atau akhlak terpuji Moral atau akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah atau akhlak karimah) yaitu akhlak mulia sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran dan hadits Rasulullah Saw. Berikut ini adalah beberapa macam mengenai moral atau akhlak yang terpuji: 1) Sabar Sabar menurut bahasa berarti tabah hati, menahan diri atas keluh-kesah dan berani atas sesuatu. Jadi, sabar dapat diartikan dengan
menerima
segala
penderitaan
dan
tabah
dalam
43
menghadapi godaan hawa nafsu. Sedang secara istilah, sabar sering diartikan dengan keteguhan pendirian dan keyakinan dalam menjalankan semua aktivitas yang berhubungan dengan Allah, aktivitas yang berhubungan dengan diri sendiri, dan aktivitas dengan sesama manusia atau makhluk lainnya. Sabar merupakan akhlak yang harus dimiliki setiap Muslim, sebab sabar merupakan ruh keimanan yang akan mengantarkan setiap Muslim meraih kebahagiaan. Sabar ini bersandarkan pada dua kenyataan yang penting, yaitu:
a) Sabar yang berkaitan dengan kehidupan dunia Allah menjadikan dunia sebagai tempat untuk membersihkan diri dan tempat ujian atau cobaan. Perlahan dari waktu ke waktu yang lain adalah merupakan rangkaian cobaan hidup yang sambung-menyambung. Kalau sudah lolos dari suatu cobaan, lalu timbullah cobaan hidup yang lain. Untuk itu, manusia dituntut untuk selalu sabar dalam menghadapi segala cobaan kehidupan yang terus-menerus. b) Sabar yang berkaitan dengan iman Sebagai makhluk Allah yang termulia di dunia, maka manusia diberi tugas dan tanggung jawab yaitu sebagai khalifah untuk mengatur kehidupan dunia ini. Untuk itu Allah selalu menguji iman orang-orang yang beriman.
44
Apakah mereka benar-benar beriman ataukah iman mereka hanya dicampuri riya’ (iman yang tidak murni). 2) Hemat (hidup sederhana) Islam mengandung ajaran-ajaran yang berhubungan dengan kehidupan para pemeluknya agar mereka dapat menata dan mengatur kehidupannya, baik jasmani maupun rohani. Islam meletakkan dasar-dasar yang utama mengenai makanan, pakaian, tempat tinggal, dan cita-cita yang diinginkan, dan tidak boros terhadap kehidupan material. Hemat merupakan bagian yang terletak dibagian tengahtengah antara kikir dan loba (pemborosan). Hemat adalah menggunakan segala sesuatu yang tersedia, baik berupa benda maupun tenaga dan sebagainya, menurut ukuran dan tidak berlebihan.
Dalam
menetapkan
ukuran
antara
kikir
dan
pemborosan, al-Quran telah menyinggungnya sebagai berikut:
¯üüþþ¯ÿ ¯ü ¯ÿ ¯ÿþÿ¯ÿ üþü¯ÿü¯ÿ þü¯ü ¯ÿ üþÿ þÿ þÿþüþü¯ü¯ü ¯ÿ üþÿ þÿ þü¯ü ¯ü ÿ¯ü ¯ü ¯ü þü ¯ÿ ¯ þüü ¯ÿ ÿþü ÿ¯ü¯ü üüüü Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (QS. Al-Furqan: 67) Islam menganjurkan supaya orang hidup sederhana. Pola hidup sederhana bukan berarti hidup miskin atau hidup serba kekurangan. Hidup sederhana adalah hidup yang wajar yang
45
terletak di antara hidup yang serba kekurangan dan hidup yang mewah. Artinya, hemat adalah hidup bersahaja atau seimbang. 3) Tawadlu’ Tawadlu’ artinya tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang lain, tidak menonjolkan diri. Untuk itu, tawadlu’ ini merupakan salah satu dari tingkah laku terpuji. Sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
þÿ þÿþÿ¯ÿ ¯ü ¯ü ¯ÿÿ¯ü¯ÿ þü¯ü þü¯ü ¯ÿ¯ÿþÿ ¯ÿ ¯ü þü¯üü þü þü þþüüþü ¯ÿ üüüüü Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman”. (QS. Asy-Syuara: 215) Tawadlu’ adalah lawan dari takabur, di mana takabur merupakan
tingkah
laku
seseorang
yang
mencerminkan
kesombongan. Misalnya, duduk dengan menyilangkan kaki, menolehkan muka ketika berpapasan dengan saudara/orang lain, dan sebagainya. 4) Amanah Amanah secara bahasa berarti kejujuran, kesetiaan, dan kepercayaan. Sedangkan menurut istilah, amanah adalah sifat, sikap, dan perbuatan seseorang yang terpercaya atau jujur dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan di atas pundaknya. Orang yang memiliki sifat amanah disebut al-amin yang berarti orang yang dapat dipercaya, orang yang jujur, atau orang yang setia.
46
Islam selalu mengajurkan kepada pemeluknya supaya mawas diri, agar hak-hak Allah dan hak-hak manusia dapat dijaganya serta pekerjaan-pekerjaannya dapat terkontrol dari kelengahan atau pengabaian. Islam juga mengharuskan agar seorang Muslim menjadi seorang yang bisa dipercaya. Mengenai amanah ini, Allah Swt. berfirman:
ÿ¯üþü ¯ÿ¯ü ¯ü ¯üüþþ¯ÿ ¯ÿ üþü ¯üÿ¯ü ¯ü¯ÿ üþüü þÿ ¯ÿ ¯ÿ¯ÿ ¯üü þÿþÿ ü¯ÿ ¯ü ¯ÿ þü þüü þÿ ¯ÿ¯ü þüþüþÿ ü¯üü¯¯ÿþüþü¯ ÿÿ¯ü ¯üüþü¯üþÿ ¯ÿ üüüü Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. Al-Anfal: 27) Menjaga hak-hak Allah dan hak-hak manusia diperlukan suatu akhlak yang tangguh, tidak akan tergoyahkan oleh perubahan waktu dan situasi, antara kesenangan dan kekafiran. Itulah inti dari amanah. 5) Pemaaf Pemaaf berasal dari bahasa Arab al-afwu, yang memiliki arti memberi maaf atau berlapang dada terhadap kesalahan atau kekeliruan orang lain dan tidak memiliki atau menyimpan rasa dendam dan sakit hati kepada orang lain. Sifat pemaaf selalu berkaitan dengan sifat sabar. Oleh karena itu, pembahasan tentang sifat pemaaf tidak bisa dilepaskan dari sifat sabar. Sifat pemaaf ini harus dimiliki oleh setiap Muslim, karena pemaaf merupakan salah satu manifestasi dari takwa kepada
47
Allah Swt. Pemaaf juga merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah dan salah satu sarana bagi terbinanya hubungan yang baik dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Memberi maaf merupakan suatu perbuatan yang berat, tetapi mulia. Member maaf juga harus dilaksanakan dengan cara yang baik dan ikhlas sehingga tidak ada ganjalan dalam hati. Oleh karena itu, sifat suka member maaf harus sudah ditanamkan sejak kecil agar pada saat dewasa sifat tersebut telah tertanam dalam hatinya. b.
Moral yang buruk atau akhlak tercela Moral yang buruk atau akhlak tercela disebut juga akhlak madzmumah. Moral atau akhlak yang tercela lahir dari sifat-sifat yang tidak sesuai dengan ajaran Allah Swt. dan Rasul-Nya. Moral atau akhlak tercela ini meliputi antara lain: 1) Khianat Khianat adalah kebalikan dari amanat dan termasuk akhlak tercela. Salah satu arti khianat adalah tidak meletakkan sesuatu
pada
tempatnya
yang
baik/layak.
Jika
sesuatu
mendudukinya dan diserahkan kepada orang lain yang tidak layak dan bermoral tidak baik, maka hal itu berarti pengkhiatan dalam jabatan. Pemerintahan dan semua jabatan/pekerjaan di dalamnya adalah merupakan amanat yang kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan. Allah Swt. berfirman:
48
ÿ¯üþü ¯ÿ¯ü ¯ü ¯üüþþ¯ÿ ¯ÿ üþü ¯üÿ¯ü ¯ü ¯ÿ üþüü þÿ ¯ÿ ¯ÿ¯ÿ¯üü þÿþÿ ü¯ÿ ¯ü ¯ÿ þü þüü þÿ ¯ÿ¯ü þüþüþÿ ü¯üü¯¯ÿ þüþü¯ ÿÿ¯ü ¯üüþü¯üþÿ ¯ÿ üüüü Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. Al-Anfal: 27) Menurut Islam, bahwa semua pemberian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah merupakan amanat (titipan) Allah yang diletakkan dipundak manusia. Untuk itu, manusia harus mempergunakan itu semua untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk kemaslahatan umum yang diridhai Allah. 2) Ingkar janji Memenuhi janji adalah suatu sifat utama dan lawannya adalah ingkar janji atau tidak memenuhi janji. Memenuhi janji menurut syari’at Islam hukumnya wajib. Jadi, tidak memenuhi janji adalah dosa kecuali ada udzur yang bisa dibenarkan. Diharamkannya melanggar janji karena ada nash dalam al-Quran, yaitu yang berbunyi:
ÿ¯üþü ¯ÿ¯ü ¯ü ¯üü þþ¯ÿ ¯ÿ þü þ¯üüÿ¯ü ¯ÿ üþÿ þü ¯ÿþÿü þüþþÿ¯ÿ üþÿþ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”. (QS. Al-Maidah: 1) Akad (perjanjian) sebagaimana ayat di atas, yaitu mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.
49
3) Riya’ (Pamrih) Riya’ adalah hukumnya haram. Orang yang berbuat demikian sangat dibenci dan dimurkai Allah Swt. Berikut ini firman Allah mengenai riya’:
þüþü ¯ü¯ÿ ¯ü þþ ¯ÿ þüþü þþü üüü
¯üüþþ¯ÿ þüþü ü ¯ÿ þüþþÿ ü¯ü¯ÿ ¯üüþüÿ¯ÿ üüü
¯üüþþ¯ÿ þüþü¯üü þü ¯¯ÿÿþüüüü Artinya: “Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya serta orangorang yang berbuat riya”. (QS. Al-Ma’un: 4-6) Riya’ yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemashuran di masyarakat. 4) Marah Marah merupakan reaksi jiwa terhadap sesuatu yang tidak disenangi. Marah adalah salah satu sifat yang ada pada setiap manusia. Akan tetapi, sifat marah harus dikendalikan dengan sebaik-baiknya, karena kemarahan yang tidak terkendali dapat menghilangkan akal sehat yang dimiliki oleh seseorang. Apabila kemarahan pada diri seseorang tidak terkendali, maka orang tersebut telah kehilangan kemampuan yang dapat digunakan untuk membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk dalam semua tindakannya. Dalam hal ini, Nabi Saw. bersabda:
50
َّنِإَوَالَا َبَضَغْلا ٌةَرْمُج ىِف ِبْلَق ِنْبا ْمُتْيَأَراَمَأَمَدَا ىَلِا ِةَرْمُج ِهْيَنْيَع ِخَافِتْناَو ِهِجاَرْوَا. ْنَمَف ٍءْىَشِبَّسَحَا ْقَصْلَيْلَفَكِلاَذْنِم ِضْرَالْاِب. ()ملسمهاور Artinya: “ketahuilah bahwa marah itu adalah suatu bara api yang berada di hati Ibnu Adam, dan kamu ketahui dari matanya yang merah dan urat-urat lehernya yang membengkak. Maka barang siapa ada sedikit perasaan yang demikian itu, maka segeralah duduk di tanah”. (HR. Muslim) Seorang pemarah seringkali bersikap seperti orang dungu, sehingga kadang-kadang pintu yang terbuka yang tidak diinginkan itu di caci maki, alat yang bergerak di tangannya dipecah, dan binatang yang larat dikutuknya. Untuk itu marah harus dikendalikan, sebab kemarahan yang tidak terkendali dapat digambarkan seperti api yang memanaskan dan mendidihkan darah seseorang. Apabila darah sudah mendidih, maka uapnya akan menebar masuk keseluruh urat syarafnya. Pada saat seperti inilah orang menjadi lupa diri, sehingga tidak mampu mengontro tindakannya. Ia berada di bawah kendali iblis yang telah menguasai jiwanya sehingga tidak menyadari baik buruknya tindakan yang ia kerjakan. Marah seperti inilah yang harus dihindari oleh setiap Muslim.
5) Takabur
51
Takabur secara bahasa berarti membesarkan diri atau menganggap diri lebih dari orang lain. Sedangkan secara istilah, takabur adalah suatu sikap mental yang memandang rendah orang lain dan memandang tinggi dan mulia dirinya sendiri. Takabur disebut juga sombong atau angkuh ini, merupakan sikap tidak terpuji. Setiap manusia tentu tidak menyukainya, bahkan membencinya. Manakala manusia telah terjerumus dalam sikap tersebut, maka sangat sulit untuk melepaskan diri darinya. Berkaitan dengan takabur ini, Allah Swt. berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (QS. Luqman: 18) Dari ayat tersebut maka jelaslah bahwa takabur itu hukumnya haram. Akan tetapi takabur diperbolehkan dalam dua hal, yaitu takabur atau sombong terhadap orang-orang yang sombong dan di waktu peperangan terhadap orang-orang kafir. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Moral
52
Para ahli etika berpendapat bahwa sumber-sumber moral yang merupakan pembentukan mental itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain: a. Insting (Naluri) Aneka corak refleksi sikap, tindakan dan perbuatan manusia dimotivasi oleh kehendak yang dimotori oleh insting seseorang (dalam bahasa Arab disebut gharizah). Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Dengan potensi naluri itulah manusia dapat memproduk aneka corak perilaku sesuai pula dengan corak instingnya. Perilaku seseorang akan mencerminkan moralnya, jika perilakunya baik maka moralnya juga baik. b. Adat/Kebiasaan Adat/kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Segala perbuatan, baik atau buruk, akan menjadi adat kebiasaan karna dua faktor yaitu kesukaan hati kepada sesuatu pekerjaan dan menerima kesukaan itu dengan melahirkan sesuatu perbuatan, dan dengan di ulang-ulang secukupnya. Mengulangi sesuatu hal, dengan kesukaan hati saja tidak cukup dikatakan suatu kebiasaan. Barang siapa yang ingin berulang kali ingin meminum minuman keras, akan tetapi tidak mengulangi maka hal itu tidak menjadi kebiasaan. Dengan demikian suatu hal yang akan menjadi suatu adat kebisaan karena keinginan hati dan dilakukannya, serta di ulang-ulanginya. c. Wirotsah (Keturunan)
53
Wirotsah maksudnya adalah berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang tuanya. Kadangkadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat orang tuanya. d. Lingkungan Pergaulan Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku. Contohnya, Akhlak orang tua di rumah dapat pula mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh guru-guru disekolah. Setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak. Apa yang dilakukan manusia timbul dari kejiwaan. Walaupun pancaindra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan. Maka setiap kelakuan pasti bersumber dari kejiwaan.