BAB II DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN
1. Masa Kecil Soekarno Soekarno lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901. Ayahnya bernama Raden Sukemi Sosrodihardjo, semasa hidupnya menjabat sebagai guru dan kepala sekolah. Ibunya berasal dari Bali, bernama Ida Ayu Nyoman Rai lebih dikenal dengan sebuta Ida Ayu. Saat ia lahir diberinama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya. Namun, karena sering sakit pada masa kecilnya, maka namanya diganti menjadi Soekarno. Meskipun demikian, nama Koesno tetap melekat hingga Soekarno dewasa. Nama Soekarno sendiri bukan sekedar nama tanpa makna. Orang tua Soekarno memberikan nama itu karena terinspirasi oleh seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha, yaitu Karna. Takdir bahwa Soekarno akan tumbuh menjadi orang besar dan hebat sepertinya telah dirasakan oleh kedua orang tuanya, khususnya sang ibu. Saat Soekarno lahir sebelum matahari merekah, banya orang yang percaya (khususnya masyarakat Jawa) bahwa itu adalah tanda-tanda kebesaran pada sosok bayi yang lahir. Masyarakat Jawa saat itu percaya bahwa siapa pun yang lahir saat sang surya belum menampakkan sinarnya, maka garis takdirnya sudah ditentukan. Dan, garis takdir Soekarno telah ditentukan menjadi orang yang besar dan disegani.
24 Universitas Sumatera Utara
Saat Soekarno memasuki sekolah dasar dan bergaul dengan banyak temannya memang ada juga kelainan atau kelebihan yang menonjol pada dirinya. Soekarno waktu kecil adalah anak yang pemberani dan suka berkelahi. Mungkin sifat pemberani itu merupakan warisan dari kedua orangtuanya. Ibunda Bung Karno, memang seorang wanita pemberani dan keras hati melawan penjajahan Belanda. Pada zaman Perang Kemerdekaan, ketika usianya sudah 70 tahunan kota Blitar sudah akan diserang pasukan Belanda, Ibu Ida Ayu pernah langsung mendatangi pasukan dan pemuda pejuang Indonesia yang bertahan digaris depan. Soekarno pada masa kanak-kanak juga suka bergaul. Bahkan diantara teman-temannya ia seakan-akan menjadi pemimpinnya. Misalnya, ketika bermain dengan teman-teman sepermainannya, Bung Karno selalu menonjol di antara mereka. Asvi Warman Adam dalam Kata Pengantar buku Kisah Istimewa Bung Karno (2010) menyebutkan bahwa bakat kepemimpinan Bung Karno sudah terlihat ketika ia masih kecil. 17 Salah satu kesukaan Soekarno pada masa kecil ialah menonton wayang. Dia menonton tidak seperti anak-anak yang lain. Ia selalu memperhatikan lakon wayang dengan penuh minat. Cerita-cerita yang melukiskan semangat pahlawan sangat mempengaruhi jiwanya, sehingga kadang-kadang semalam suntuk dia tidak tidur dan asyik menonton. Yang amat disukainya dalam permainan wayang ialah
17
Asvi Warman, Kisah Istimewa Bung Karno, Jakarta: Buku Kompas , 2010, hal. Xi
25 Universitas Sumatera Utara
tokoh Bima, yang dilukiskan sebagai pecinta keadilan, pembela kebenaran dan satria sejati.18 Setelah usianya cukup enam tahun, Soekarno dimasukkan ke sekolah desa di Tulungagung. Soekarno dapat lulus dari Sekolah Dasar Bumiputera, sementara usianya sudah hampir 13 tahun. Ayahnya bercita-cita agar Soekarno dapat meneruskan pelajarannya ke sekolah menengah, kemudia ke perguruan tinggi. Tiap hari Soekarno belajar bahasa Belanda selama satu jam. Dan dalam waktu yang singkat Soekarno sudah dapat berbahasa Belanda. Sesudah itu ayah Soekarno membawanya ke sekolah dasar Belanda (Europesche Lagere School). Salah satu bagian dalam riwayat kehidupan Soekarno di zaman kanakkanak yang menarik perhatian adalah perasaan belas kasih terhadap orang-orang yang hidup melarat, yang kemudian dinamakannya Kaum Marhaen. Pada usia 14 tahun Soekarno tamat ELS dan sempat pula lulus Klein Ambtenaar Examen (ujian calon pegawai rendahan). Ia pun meneruskan sekolahnya ke HBS di Surabaya. Selama bersekolah di Surabaya itu ia tinggal di rumah H.U.S Tjokroaminoto yang pada saat itu menjadi pemimpin Sarekat Islam. HBS itu kependekan dari Hogere Burger School artinya sekolah bagi para warga kelas atas. Ketika Soekarno belajar di HBS Surabaya itu jumlah muridnya ada 300 orang. Hanya 20 orang yang berbangsa Indonesia. Semua murid Indonesia diwajibkan memakai pakaian daerah. Pada waktu itu telah muncul perkumpulan Tri Koro Darmo atau Jong Java. Perkumpulan Jong Java itu sudah 18
Tugiyono, Dwi Tunggal Soekarno-Hatta Pahlawan Proklamator Kemerdekaan Indonesia, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya, 1998, hal. 6
26 Universitas Sumatera Utara
jelas bertujuan mengangkat derajat bangsa kita sendiri. Soekarno juga menjadi anggota dari Jong Java. Selama bersekolah di HBS, Soekarno berdiam di rumah Haji Umar Said Tjokroaminoto di kampong Peneleh, Surabaya. Sudah jelas, Bapak Sukemi mempunyai tujuan yang tinggi dengan menitipkan puteranya di rumah H.U.S. Tjokroaminoto itu. H.U.S. Tjokroaminoto adalah seorang pemimpin besar Indonesia yang ditakuti Belanda. Adalah suatu keberkahan dari Tuhan bahwa Soekarno waktu remajanya mondok di rumah Haji Umar Said Tjokroaminoto. Sejak semula Tjokroaminoto sudah yakin pada diri Soekarno yang masih muda itu tumbuh jiwa pemimpin yang besar. Tjokroaminoto tidak sendiri. Banyak orang yang mempunyai intuisi kelak Soekarno akan menjadi pemimpin bangsa. Salah satu bakat potensial yang dikagumi Tjokro dari diri Soekarno ialah kegemarannya menulis. Bakat menulis Soekarno terlihat ketika salah seorang pengurus Sarekat Islam (SI) mengajak Soekarno muda membuat tulisan. Tulisan itu akan diterbitkan di majalah Utusan Hindia. Bakat menulis Soekarno benar-benar terlihat. Pada tanggal 21 Januari 1921, tulisannya dimuat di halaman depan majalah tersebut. Dengan judul “Nasibia SI”, Soekarno membuat Tjokro dan pengurus SI lainnya terkagumkagum. Ke rumah pemimpin S.I ini kerap kali datang berkunjung pemimpinpemimpin S.I yang lain seperti, Agus Salim, Suryopranoto, Abdul Muis dan lainlain. Suasana ini mempengaruhi jiwa Soekarno dan mulailah ia belajar politik dan
27 Universitas Sumatera Utara
pergerakan. Tjokroaminoto sendiri sering mengajak Bung Karno pergi untuk mengikuti rapat dan pertemuan politik lainnya. Bakat kepemimpinan Bung Karno makin terlihat sejak ia duduk di bangku HBS. Setelah belajar selama lima tahun akhirnya pada tanggal 10 Juni 1920, Soekarno lulus dari HBS. Sesudah lulus dari HBS, teman-temannya semasa pemuda Indonesia sepakat untuk melanjutkan pelajaran ke perguruan tinggi di negeri Belanda. Tetapi ibunda Bung Karno dengan tegas melarang. Maka Soekarno pun melepaskan niatnya untuk pergi ke Belanda dan bersiap-siap pergi ke Bandung untuk menjadi mahasiswa Technische Hoge School (THS) yang sekarang dikenal sebagai ITB.
2. Masa Pendidikan di THS Bandung Sesudah menamatkan pendidikan di HBS di Surabaya, Soekarno sejak tahun 1920 pindah ke Bandung untuk mengikuti kuliah di Sekolah Tinggi Teknik Bandung yang terletak di wilayah Dago. Dengan membawa sepucuk surat dari Haji Umar Said Tjokroaminoto pada mulanya Soekarno pergi ke rumah Haji Sanusi yang juga seorang anggota Sarekat Islam di Bandung. Surat tersebut berisi permintaan bantuan agar Soekarno selama belajar di Bandung dapat dicarikan tempat pemondokan di rumah Haji Sanusi. Sebenarnya, waktu itu Soekarno sudah menikah dengan putri H.U.S Tjokroaminoto, bernama Siti Oetari yang baru berusia 16 tahun. Sedangkan usia Soekarno sekitar 20 tahun. Ternyata perkawinan tersebut tidak berumur panjang,
28 Universitas Sumatera Utara
karena hubungan Bung Karno dengan Utari lebih menyerupai kakak dan adik. Dasar hubungan itu hanya pada tingkat kasih sayang dan bukannya rasa percintaan sebagai suami istri. Kemudian Bung Karno menikah dengan Ibu Inggit Garnasih atau yang lebih dikenal dengan Inggit. Sebelumnya Ibu Inggit adalah istri dari Haji Sanusi kemudian setelah bercerai baru menikah dengan Bung Karno. Ibu Inggit Karnasih yang lahir tahun 1888, usianya lebih tua daripada Bung Karno sendiri yang lahir tahun 1901. Tetapi pada diri Ibu Inggit Garnasih, Bung Karno menemukan jodohnya yang setia dan saling mencintai. John Ledge (1972) mengambarkan bagaimana peran Inggit pada 1920-an sungguh sangat mengesankan. Sebab menurut Ledge, Soekarno pada waktu itu tampil lebih percaya diri karena dukungan emosional yang diberikan sang istri yang usianya terpaut 12 tahun itu. Inggit telah memberikan segala kemampuannya demi keberhasilan perjuangan sang suami. Tidak heran kalau Inggit disebut sebagai perempuan segala-galanya dalam hidup Soekarno. Inggit bagi Soekarno adalah “tongkat” yang menyangga jiwanya. Perempuan Sunda nan cantik itu adalah kekuatan yang tak bisa dicari bandingannya. Berkali-kali Soekarno jatuh, berkali-kali pula Inggit memapahnya untuk kembali menapaki terjalnya “kerikil” perjuangan.19 Bung Karno itu selain tekun belajar sebagai mahasiswa untuk mencapai gelar insinyur, juga terus bergerak di lapangan sosial dan politik. Pada suatu waktu Soekarno menghadiri rapat yang diselenggarakan oleh kelompok Radicale 19
Reni Nuryanti, Perempuan dalam Hidup Soekarno: Biografi Inggit Garnasih, Yogyakarta: Ombak, 2007, hal.6
29 Universitas Sumatera Utara
Concentratie di lapangan terbuka.20 Tentu saja rapat itu diamati oleh polisi kolonial yang sewaktu-waktu dapat bertindak Sementara pergaulan Soekarno semakin meluas di kota Bandung itu berdiam DR. Tjipto Mangunkusumo, Dr. Douwes Dekker yang kemudian menjadi Dr. Danudirdja Setiabudi, Drs. Sosrokartono, kakak kandung Ibu Raden Ajeng Kartini juga menetap di Bandung. Demikian pula Abdul Muis dan Otto Iskandardinata dan Sutan Syahrir juga mentap di Bandung. Rumah Bung Karno sendiri selalu ramai didatangi para aktivis pergerakan nasional. Mereka mengadakan pertemuan, saling berdebat dan berdiskusi tentang bagaimana menyusun kekuatan untuk menumbangkan pemerintah Belanda. Bung Karno memang mempunyai banyak teman mahasiswa yang juga sama-sama peduli pada nasib bangsanya. Diantaranya, ialah Iskaq dan Anwari. Sedangkan Dr. Tjipto Mangunkusumo yang lebih tua, lebih senior, dipanggil „sepku‟ atau my chief alias my boss oleh Bung Karno. Kemudian Bung Karno dan kawan-kawannya sepakat untuk membentuk suatu klub seperti yang didirikan oleh Dr. Sutomo di Surabaya. Sebagaimana kita ketahui, Dr. Sutomo sudah berhasil mendirikan perkumpulan di antara kaum cendikiawan Indonesia dengan nama Indonesische Studie Club.21 Pada akhirnya di Bandung didirikan studi klub, bernama Generale Studie Club atau Algemeene Studieclub, dipimpin oleh Soekarno, didampingi oleh Iskaq dan Anwari.
20 21
Tugiyono, op.cit., hal.19 Ibid, hal. 23
30 Universitas Sumatera Utara
Pada suatu hari Soekarno naik sepeda sampai di Cigareleg di sebuah selatan kota Bandung. Ia tiba di sebuah desa dan bertemu dengan seorang petani yang sangat sederhana, namanya Pak Marhaen dan mempunyai sawah yang hanya cukup untuk sekedar membiayai hidupnya sekeluarga. Soekarno kemudian berpikir sebagian besar rakyat Indonesia memang bernasib seperti Pak Marhaen itu. Mereka bukan kaum buruh yang hidupnya bergantung pada orang lain. Tetapi, mereka adalah bagian rakyat yang hidupnya serba terbatas. Misalnya, pedagang kecil yang memiliki warung kecil dan sederhana. Tukang bengkel yang mempunyai usaha perbengkelan kecil dan sederhana. Jadi kaum Marhaen itu petani, pedagang, pengusaha kecil dan lain-lain yang hidupnya serba terbatas atau pas-pasan. Seorang Marhaen adalah orang yang mempunyai alat sendiri, orang kecil dengan milik kecil, sekedar cukup untuk dirinya dan keluarganya. Tidak ada yang berlebih. Tetapi seorang Marhaen tidak bekerja untuk orang lain dan tidak ada orang lain yang bekerja baginya. Marhaen bukanlah kaum proletar saja, tapi kaum proletar dan kaum tani melarat Indonesia yang lain, misalnya kaum nelayan, kaum dagang kecil dan lain-lain.22 Demikian pandangan Bung Karno mengenai keadaan masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan dan analisis sosiologisnya itu di kemudian hari dinamakannya paham Marhaenisme.
22
Ir. Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, Jakarta: Panitia Penerbit Di bawah Bendera Revolusi, 1964, hal. 254
31 Universitas Sumatera Utara
Sementara itu sesudah memulai perjuangan berat selama lima tahun Bung Karno dapat menyelesaikan pelajarannya di THS pada tahun 1925. Bung Karno dapat lulus sekolah setelah membuat skipsi tentang perencanaan sebuah pelabuhan. Sejak itu nama resminya menjadi Ir. Soekarno, kependekan dari Insinyur. Pencapaian gelar akademis itu bukan hanya kemenangan bagi Bung Karno pribadi, tetapi juga merupakan kemenangan bagi seluruh bangsa Indonesia, terutama bagi pergerakan kemerdekaan nasional.
3. Masa Perjuangan Sesudah tamat dari THS Bung Karno ditawari bekerja sebagai pembantu dosen di almamaternya THS. Juga pemerintahan kota Bandung menawarkan jabatan yang baik. Kalau tawaran itu diterim tentu kedudukan Ir. Soekarno sudah terjamin. Gaji dan pendapatan lainnya tentu akan besar dan memuaskan. Rumah tentu disediakan yang berupa gedung dan berlokasi di daerah elite. Tetapi, semua tawaran itu ditolak, karena Bung Karno sudah berketepatan hatinya untuk berjuang memerdekakan bangsa dan tanah air serta membentuk negara Indonesia yang merdeka. Walaupun Soekarno pernah menjadi anggota Sarekat Islam, begitu juga memasuki pergerakan pemuda Tri Koro Darmo tetapi masuknya disini masih belum teguh. Belum merupakan tujuan dalam perjuangannya. Ia mempunyai pendirian, bahwa pergerakan politik itu, harus ditujukan untuk membela bangsa dan tanah air seluruhnya dan bersifat nasionalisme. Perjuangan itu harus berjejak
32 Universitas Sumatera Utara
di tengah-tengah rakyat kecil. Mereka adalah sebagai golongan terbesar dalam masyarakat. Dengan dasar dan pendirian ini, maka bersama kawan-kawannya Soekarno mendirikan pergerakan baru dengan nama Algemeene Studiclub di Bandung pada tahun 1926. Pada lahirnya perkumpulan ini hanya semata-mata himpunan kaum cerdik pandai untuk melanjutkan studi, akan tetapi dimaksudkan pula sebagai dasar dari suatu pergerakan nasional yang langsung mencampuri urusan politik. Perkumpulan ini dengan cepat mendapat sambutan baik dari masyarakat luas. Pada masa berdirinya Algemeene Studieclub tersebut tahun 1962 terjadi kegentingan politik di dalam negeri Indonesia karena di beberapa tempat di pulau Jawa, Sumatera Barat dan tempat lain, timbul pemberontakan rakyat yang diatur oleh Partai Komunis Indonesia. Pemerintah Hindia-Belanda menjalankan tindakan keras, melakukan penangkapan umum terhadap orang yang disangka terlibat dalam aksi itu dan menyediakan hutan Boven Digul di Irian Barat sebagai tempat pembuangan. Di saat genting itu, Soekarno dengan Algemeene Studieclub tidaklah bergoncang, bahkan di dalam rapat-rapat dan surat kabar ia menyatakan bahwa meskipun ia tidak setuju kepada paham dan asas komunisme, tetapi harus diakui bahwa sebab musabab terjadinya pemberontakan itu adalah karena rakyat merasa tertindas dan terjepit penghidupannya oleh pemerintah kolonial Belanda. Pemberontakan tahun 1926/1927 itu memang digerakkan oleh PKI secara sepihak. Artinya orang-orang komunis itu berjalan sendiri. Kelompok-kelompok
33 Universitas Sumatera Utara
kekuatan politik bangsa lainnya, seperti Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Partai Syarikat Islam, Perhimpunan Indonesia, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club, Algemeene Sttdieclub (Bung Karno) dan lain-lain, sama sekali tidak menahu. Pemberontakan 1926/1927 itu malah merugikan bagi Pergerakan Nasional secara keseluruhan. Di dalam berbagai pertemuan, memang peristiwa pemberontakan 1926/1927 itu menjadi topik pembicaraan yang hangat. Bung Karno sendiri berkata, bahwa pemberontakan itu telah gagal dan sangat menyedihkan. Belanda langsung menindasnya dengan sangat kejam. Dua ribu pemimpin pemberontakan diangkut dengan kapal Boven Digul. Sepuluh ribu orang lainnya dimasukkan ke penjara. Menurut Bung Karno apa pun yang terjadi, pembelaan bangsa dan tanah air harus diteruskan. Perjuangan merebut kemerdekaan harus dikuatkan. Bukan dengan jalan komunisme tetapi dengan jalan nasionalisme. Bersama dengan kawan-kawannya, maka pada tanggal 4 Juli 1927 didirikanlah partai baru dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) di Bandung.23 Pendiri PNI lengkapnya ialah: Ir. Soekarno, Mr. Sartono, Dr. Samsi, Ir. Anwari, J. Tilaar, Mr. Iskaq Tjokroadisuryo, Sudjadi, Mr. Budiarto dan Mr. Sunario. Lima tokoh yang disebut terakhir adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia (PI) semasa mereka belajar di negeri Belanda, yaitu: J. Tilaar, Mr. Iskaq Tjokroadisuryo, Sujadi, Mr. Budiarto dan Mr. Sunario. Memang antara PI dan
23
Ibid., hal. 29
34 Universitas Sumatera Utara
PNI terdapat hubungan batin dan perjuangannya sama. Kemudian nama Peserikatan Nasional Indonesia diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Pembentukan PNI itu tidak mudah. Melalui perdebatan yang hebat. Pada waktu itu, Bung Karno mengemukakan pendapatnya agar segera dibentuk partai yang radikal, yang menuntut kemerdekaan Indonesia sekarang juga (tahun 1926/1927). Pada akhirnya semua mufakat dan para pemimpin itu bersatu hati mendirikan partai yang menuntut kemerdekaan Indonesia sekarang juga, bukan minta-minta atau mengajukan petisi, tetapi menuntut. Partai ini namanya Partai Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Bung Karno. Dasar perjuangan partai ini adalah tidak bekerjasama dengan pemerintah (non-cooperation), menolak duduk dalam dewan-dewan yang didirikan oleh pemerintah. Soekarno menggembleng rakyat dengan pidato-pidatonya yang berapi-api. Ia selalu mengemukakan kaum marhaen sebagai sendi dasar perjuangan. Berkat kepemimpinan Bung Karno Partai Nasional Indonesia tumbuh menjadi satu partai massa yang besar, bahkan sampai dapat menandingi Sarekat Islam. Terutama lagi PNI sampai dapat menarik anggota-anggota Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia. Selain berpidato ke berbagai kota, ia juga member kursus politik kepada anggota-anggotanya. Pada saat itu memanglah pidato yang menjadi pekerjaan terbesar bagi partai politik. Karena perjuangan pada saat itu baru bersifat
35 Universitas Sumatera Utara
membangun semangat dan mengobankan perasaan kemerdekaan keseluruh lapisan masyarakat. Demikianlah Soekarno telah berhasil dalam perjuangannya membangunkan semangat keinsafan pada rakyat dengan pidato-pidatonya. Dalam masa setahun, PNI telah meliputi seluruh daerah Jawa. Kongres pertama yang dilangsungkan di Surabaya tanggal 27-30 Mei 1928 telah mengambil keputusan menukar perkataan Perserikatan menjadi Partai. Juga menjelaskan tujuan PNI yaitu: akan berusaha mencapai kemerdekaan politik dengan jalan menghabisi riwayat perjalanan Belanda, agar dapat dimulai pekerjaan membangun negara kebangsaan. Tujuan itu akan dilaksanakan dengan menggerakkan segenap kekuatan rakyat. Pemerintah Belanda telah mennagkap Dr. Tjipto Magunkusumo. Selang sehari sudah penangkapan itu semua partai politik kebangsaan Indonesia bersatu padu membentuk Perhimpunan-perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia atau PPKI dengan Soekarno sebagai ketuanya. PPKI yang merupakan federasi ini adalah hasil prakarsanya juga. Di dalam PPKI duduk wakil-wakil PNI, PSII, Budi Utomo, Pasundan, Sumatrenan Bond, Kaum Betawi dan Algemeene Studieclub. PPKI berjuang dalam lapangan yang mengenai kepentingan nasional. Pada tanggal 29 Oktober 1929 I.Soekarno dan kawan-kawannya ditangkap polisi Belanda di Yogyakarta. Pada waktu Bung Karno dan Ibu Inggit dengan rombongan terdiri dari Maskun, Gatot Mangkupraja, Mang Oyib dan Mang Suhada berangkat ke Surakarta dengan mobil taksi Chevrolet untuk menghadiri
36 Universitas Sumatera Utara
rapat PPKI. Kemudian pada esok harinya pergi ke Yogyakarta, bermalam di rumah Mr. Suyudi yang terletak di jalan Tugu Kidul. Pemerintah Belanda mengadakan penangkapan secara serentak terhadap para pemimpin PNI di berbagai kota di Pulau Jawa, seperti Bandung, Garut, Tasikmalaya, Yogyakarta, Surakarta, Semarang dan Jakarta. Rumah Bung Karno sendiri telah di gledah. Polisi kolonial itu mencari senjata yang tentu saja tidak akan mereka temukan, karena PNI tidak akan pernah berpikiran menggunakan senjata. Penangkapan terhadap Bung Karno dan kawan-kawannya menimbulkan protes dimana-mana. Demikian mahasiswa di negeri Belanda menentang penangkapan itu. Di penjara Banceuy, mereka diinterogasi dan disuruh mengakui akan melakukan pemberontakan. Pada mulanya Bung Karno tidak boleh dijenguk di rumah dijenguk di rumah penjara. Namun Ibu Inggit dengan berbagai cara dapat mengirimkan nasi dan panganan serta surat kabar AID, De Preanggerbode, Sipatahoenan dan sinpo kepada Bung Karno. Dari antara sekian orang yang ditahan itu hanya empat orang yang akan dibawa ke pengadilan di Bandung, yaitu Ir Soekarno, Catot Mangkupraja, Maskun dan Supradinata. Hampir delapan bulan lamanya Bung Karno dan kawan-kawannya di tahan di penjara Banceuy. Pada tanggal 18 Agustus 1930 mulailah diadakan persidangan untuk mengadili Bung Karno. Sidang dipimpin oleh Mr. Siegenbeek van
37 Universitas Sumatera Utara
Heukelom dan penuntut perkara ialah Jaksa Kepala Sumadisurya. Tim pembelanya yaitu Mr. Sartono dan Muhammad Husni Thamrin. Sidang dimulai dengan tuduhan Jaksa Kepala Sumadisurya yang menuduh, bahwa Bung Karno dan kawan-kawannya itu berkomplot akan melakukan pemberontakan dan mencoba membinasakan atau menggulingkan pemerintah Hindia Belanda dengan cara tidak sah. Hakim mengajukan banyak pertanyaan yang menyudutkan Soekarno. Tetapi Bung Karno selalu siap dengan jawaban yang tepat bahkan seringkali malah mengadakan serangan balik yang akhirnya hakim menjatuhkan vonisnya kepada Bung Karno yaitu dipenjara selama empat tahun. Semua pendukung Bung Karno dan kawan-kawannya tidak dapat menerima keputusan tersebut dan segera naik banding. Pemerintah Belanda menganggap Bung Karno sebagai orang yang berbahaya, karena itu sengaja dijauhkan dari para tahanan bangsa Indonesia lainnya. Bung Karno ditempatkan dan dicampur dengan tahanan bangsa Belanda yang kena hukuman tingkat tinggi, seperti pegawai Belanda yang berkorupsi atau menggelapkan uang jabatan. Setelah Bung Karno mendekam dalam penjara selama dua tahun, datang kabar yang menggembirakan tentang masa hukumannya yang dipotong dua tahun. Pengurangan hukuman ini akibat adanya desakan yang bertubi-tubi dari seluruh penjuru terhadap pemerintah Belanda, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pada tanggal 29 Desember 1931, ia dikeluarkan dari penjara. Rakyat menyambutnya dengan sorak kegirangan. Sambutan terhadap Bung Karno luar
38 Universitas Sumatera Utara
biasa jadinya. Keluarnya Soekarno bertepatan dengan adanya Kongres Indonesia Raya yang pertama di Surabaya yang dimulai pada tanggal 1 Januari 1932. Penghargaan rakyat sungguh luar biasa. Ketika Bung Karno tiba pada pukul tujuh
sore di Surabaya, ada sepuluh ribu rakyat yang menyongsong
kedatangannya. Panitia kongres menjemputnya dengan upacara kebesaran. Pembukaan kongres dilakukan oleh Dr. Soetomo dengan menghadapkan pidatonya kepada Soekarno. Yang mana pidato tersebut menunjukkan hormat dan salam bahagia kepada Bung Karno dari seluruh rakyat Indonesia. Meringkuh dalam penjara bukannya memudarkan semangat juang, bahkan mengorbankan semangatnya. Dalam Kongres Indonesia Raya 1-4 Januari 1932 di Surabaya, Bung Karno mengetahkan triloginya: Nationale Geest, Nationale Wi dan Nationale Daad atau semangat kebangsaan, hasrat kebangsaan dan perilaku kebangsaan. Penangkapan terhadap Bung Karno merupkan pukulan yang dahsyat bagi PNI. Ketika Bung Karno masih di rumah penjara Sukamiskin, pada tanggal 25 April 1931 diadakan Kongres Luar Biasa II di Jakarta dan kongres mengambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan perpecahan, karena ada pro dan kontra. Mr. Sartono yang pro pembubaran PNI kemudian mendirikan partai baru bernama Partai Indonesia (Partindo). Sedangkan mereka yang ingin tetap mempertahankan PNI bergabung dalam PNI baru yang berganti nama menjadi Pendidikan Nasional Indonesia yang didirikan di Yogyakata pada akhir Desember 1931 dipimpin Sukemi.
39 Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya perbedaan prinsip antara Partindo dan PNI Baru tidak ada. Tujuannya sama, yaitu kemerdekaan politik atau Indonesia merdeka yang akan dicapai dengan tarik non-koperasi. Tetapi PNI Baru lebih mengutamakan pendidikan kader pada bidang politik dan sosial, sedangkan Partindo lebih percaya pada organisasi massa dengan aksi massa sebagai senjata yang paling tepat untuk merobohkan penjajahan Belanda. Tetapi, kedua organisasi itu tampaknya sulit untuk bergerak, karena pemerintah Belanda sejak tahun 1931 di bawah Gubernur Jenderal De Jonge memang sangat konservatif dan reaksioner, serta berusaha menghancurkan pergerakan nasional. Secara legal memang partai politik tidak dilarang, tetapi rakyat sangat dibatasi untuk dapat berkumpul. Enam bulan lamanya Soekarno berdaya upaya untuk mempersatukan kedua golongan ini kembali, tetapi ternyata sia-sia. Soekarno lalu memilih satu di antara keduanya dan ia masuk dalam Partindo. Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933 dan diasingkan ke Flores. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Soekarno aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu sebagai
salah
satu
anggota
Badan
Penyelidik
Usaha-usaha
Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk 9 April 1945, dan Soekarno juga menduduki jabatan Ketua pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang dibentuk oleh Marsekal Hisaici Terauci (Jepang) pada tanggal 12 Agustus 1945, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar
40 Universitas Sumatera Utara
pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok pada Peristiwa Rengasdengklok. Nasionalisme menurut Soekarno merupakan kekuatan bagi bangsa-bangsa yang terjajah yang kelak akan membuka masa gemilang bagi bangsa tersebut. Dengan nasioanalismelah bangsa Indonesia akan mendirikan syarat-syarat hidup merdeka yang bersifat kebatinan dan kebendaan.24 Nasionalisme yang dikembangkan oleh Soekarno mencerminkan rasa antinya terhadap kolonialisme dan imperalisme. Tidaklah mengherankan bahwa partai yang didirikannya, sejak mula sudah bersifat radikal yaitu jelas-jelas menuntut kemerdekaan sepenuhnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan menolak kerjasama dengan pemerintah kolonial dan tidak mempercayai sedikitpu janji-janji bahwa Belanda akan memberikan perbaikan bagi anak negeri.25 Penderitaan bangsa Indonesia di bawah kolonialisme Belanda juga memberikan
pengaruh
terhadap
warna
nasionalisme
yang
diyakininya.
Nasionalisme yang diyakininya adalah berdasarkan pada perikemanusiaan.26
4. Masa Pemerintahan Soekarno Ir. Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang menjabat pada periode 1945-1965. Beliau sangat berperan penting
24
Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, Soekarno Pemikiran Politik dan Kenyataan dalam Praktek, Jakarta: Rajawali Pers, 1998, hal. 38 25 Ibid., hal. 39 26 Ibid., hal. 39
41 Universitas Sumatera Utara
untuk membawa bangsa Indonesia menuju gerbang kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Soekarno mengemukakan gagasan dan merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan bukti puncak kesuksesan perjuangan panjang yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Soekarno dan Hatta. Hal ini tercermin dari peran Soekarno yang merupakan tokoh yang dapat mengambil tanggung jawab untuk melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan (disamping Mohammad Hatta). Pada saat itu Soekarno dan Hatta adalah lambang dari suatu bangsa yang bersatu seperti yang telah dicitacitakannya sejak dahulu. Selama masa pemerintahan orde lama, yang dilakukan pada masa pemerintahan Soekarno adalah sistem presidensial dimana Presiden sebagai kepala negara yang berjalan pada sistem periodik masa jabatan dan keseimbangan terhadap pemerintah dan rakyat. Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia menganut sistem kabinet parlementer dan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Pada masa ini pengakuan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat besar. Pada saat pengakuan kedaulatan, Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan
42 Universitas Sumatera Utara
kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal ini terjadi karena adanya Maklumat Wakil Presiden No X, dan Maklumat Pemerintah bulan November 1945 tentang Partai Politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis. Presiden
Soekarno
merupakan
tokoh
sentral
yang
mendominasi
perpolitikan Indonesia terutama diakhir tahun 1950 sampai pertengahan tahun 1960-an. Kemudian setelah terjadi Dekrit Presiden tahun 1959 pada tanggal 5 Juli, Indonesia menganut sistem demokrasi terpimpin. Soekarno merupakan pencetus lahirnya Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin menjadi nyata dalam pelaksanaan sistem politik setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia, dimana Presiden memainkan peran sebagai Pemimpin.
43 Universitas Sumatera Utara
Soekarno menyatakan bahwa sebagai titik tolak dari Demokrasi Terpimpin adalah menggunakan atau memperhatikan lembaga-lembaga yang sesuai dengan sifat-sifat dan jiwa bangsa Indonesia. Soekarno tidak menghendaki segala peniruan bentuk-bentuk konstruksi politik dari negara-negara lain apalagi negaranegara Barat. Oleh karena itu Soekarno menolak gagasan Demokrasi Liberal dengan alasan bahwa demokrasi jenis itu adalah bentuk yang diimport dari negara Barat yang mengizinkan pemaksaan mayoritas atas minoritas. Bentuk demokrasi ini bukanlah cara bagi bangsa Indonesia. Adapun keberhasilan yang dicapai pada masa pemerintahan orde lama ialah nation building yang sangat kuat dan diplomasi luar negeri yang sangat besar terhadap dunia. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soekarno banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno pada tahun 1955 mengambil inisiatif
untuk
mengadakan
Konferensi
Asia-Afrika
di
Bandung
yang
menghasilkan Dasa Sila. Pada masa Soekarno (1945 – 1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, flamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme serta konfrontasi. Guna menjalankan politik luar negeri yang bebasaktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi beberapa negara
44 Universitas Sumatera Utara
dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Bangkitnya PKI dan kelompokkelompok lain pada masa Soekarno memang ikut mempengaruhi agresifitas politik luar negeri Indonesia. Namun agresifitas itu bisa dipahami karena menonjolnya berbagai kepentingan nasional Indonesia pada masa-masa pasca kemerdekaan hingga decade 1960-an. Hal ini tidak lepas dari faktor-faktor determinan politik luar negeri yang ada. Dimana kondisi politik dalam negeri pasca proklamasi masih kurang stabil dan diwarnai pertentangan basis pencarian dan pemilihan ideologi negara. Berbagai perubahan dan bentuk negara pun terjadi, mulai dari UUD 1950 dan kembali ke UUD 1945. Bentuk negara dari bentuk NKRI berubah ke RIS dan kembali lagi ke NKRI. Perubahan ini terjadi tidak lepas dari pengaruh Belanda (sekutu) yang masih menginvansi Indonesia sampai tahun 1948 serta dinamika berakan-gerakan politik (partai) di Indonesia yang mengusung banyak sekali ideologi. Hal inilah yang kemudian menguatkan Soekarno bahwa Indonesia perlu nasionalisme Pancasila yang berjiwa internasionalisme dan menolak bentukbentuk neokolonialisme dan imperialisme untuk menjaga integritas wilayah dan kedaulatan. Pada tahun 1964, Soekarno melakukan konfrontasi dengan Malaysia melalui Dwikora, karena pendirian Negara Federasi Malaysia dibawah bayangbayang Inggris dan dianggap sebagai ancaman terhadap nasionalisme Indonesia dan ini berdapak pada integritas wilayah Indonesia pula.
45 Universitas Sumatera Utara