BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN II.1 Sistem Multi-partai di Indonesia Kata partai politik berasal dari kata pars dalam bahasa latin, yang berarti bagian. Defenisi tertua mengenai partai politik mungkin bisa dirujuk dari pendapat Edmund Burke, tokoh politik Inggris (1729-1797) Burke pada tahun 1771 menulis bahwa partai politik merupakan kumpulan orang-orang yang bertujuan untuk mempromosikan, dengan usaha bersama-sama, kepentingan nasional berdasarkan beberapa prinsip khusus yang telah mereka setujui bersama. 29 Partai politik merupakan salah satu institusi inti dari pelaksanaan demokrasi modern. Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut keterwakilan (representativeness), baik keterwakilan dalam lembaga formal kenegaraan seperti parlemen (DPR/DPRD) maupun keterwakilan aspirasi masyarakat dalam institusi kepartaian. Berbeda dengan demokrasi langsung sebagaimana dipraktikan dimasa Yunani Kuno, demokrasi modern sebagai demokrasi tidak langsung membutuhkan media penyampai pesan politik kepada negara (pemerintah). Media yang berupa institusi tersebut biasa kita sebut sebagai partai politik dan keberadaannya diatur dalam konstitusi negara modern. Mengingat fungsi partai politik yang begitu penting, sering bahkan keberadaan dan kinerjanya merupakan ukuran mutlak bagaimana demokrasi berkembang disuatu negara. Defenisi partai politik berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Pasal 1 Huruf 1 mendefinisikan partai politik sebagai organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela 29
Edmund Burke,Thoughts on the Cause Of Present Discontents, dalam Works (Boston:little,Brown,1971), vol.1.hal.151, dalam Ibid. Hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan Negara,serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.30 Selain itu Ramlan Surbakti mendefinisikan partai politik adalah sekelompok anggota yang terorganisir secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu dan yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum dan cara-cara lain yang sah guna melaksanakan alternative kebijakan umum yang mereka susun, sebagai hasil dari pemaduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat. 31 Sistem kepartaian merupakan suatu mekanisme interaksi antar partai politik dalam sebuah sistem politik yang berjalan. Maksudnya, karena tujuan utama dari partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program merelisasikan
disusun
berdasarkan
ideologi
tertentu,
maka
untuk
program-program tersebut partai-partai politik yang ada
berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam suatu sistem kepartaian. 32 Terdapat beberapa sistem kepartaian yang dapat digunakan dalam merelasasikan interaksi antar partai daloam suatu sistem politik yakni one-party system ( Sistem satu partai ), two-party system ( sistem dua partai ) serta multyparty system ( sistem banyak partai ). Indonesia pasca reformasi telah menganut sistem Multi-partai dimana, dalam sistem multipartai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan perwakilan berimbang (proportional representation) yang memberikan kesempatan luas bagi pertumbuhan partai-partai dan golongangolongan kecil. Melalui sistem ini partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya disuatu daerah pemilihan dapat ditarik kedaerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang 30
Undang-undang nomor 2 tahun 2008 pasal 1 H. I Rahman A, Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007, hal. 103 - 104 32 Leo Agustino. 2007. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.Hal. 112. 31
Universitas Sumatera Utara
diperlukan. Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kemajemukan masyarakat yang sangat tinggi dan memiliki pluralitas sosial yang sangat kompleks. Komposisi masyarakat Indonesia terdiri atas suku, agama,
dan
identitas agama yang sangat majemuk. Struktur sosial masyarakat hampir memiliki hubungan searah dengan tipologi partai politik diIndonesia hal ini dibuktikan dari partai politik di Indonesia yang kebanyakan masih dilandasi faktor ideologi dan faktor identitas politik tertentu. Idealnya sesuai dengan fungsi dan tujuannya partai politik didirikan sebagai wadah artikulasi dan agregasi kepentingan masyarakat. Dalam sistem multi partai, partai yang dominan lebih banyak, bukan hanya dua partai, dan partai-partai kecil yang memiliki eksistensi berjuang dalam setiap pemilu. Partai-partai politik yang beredar, merupakan representasi dari ideologi rakyat meskipun titik berat sumber ideologinya berbedabeda, dan bukan sebagai ideologi politik saja, misalnya berbasis agama, nasionalisme, status sosial-ekonomi, dan sebagainya.Sistem kepartaian ini memungkinkan terjadinya koalisi antar partai, untuk membentuk pemerintahan setelah pemilu diadakan. Adapun jabatan-jabatan publik terutama dilembaga eksekutif, merupakan hasil tawar menawar antara partai politik pembentuk koalisi dipemerintahan, sehingga posisi-posisi dipemerintahan diisi oleh kader-kader dari berbagai partai politik. Partai-partai dianggap memainkan peranan menyeluruh sebelum, selama, dan sesudah pemilu. Berbeda dengan kelompok-kelompok kepentingan, partai-partai menjangkau
suatu
lingkup
kepentingan
manusia
secara
luas.
Mereka
mengidentifikasi, memilah, menentukan, dan mengarahkan pelbagai kepentingan tersebut menuju cara-cara bertindak yang dapat dipilih oleh para pemilih dan pemerintah. Partai-partai yang bersaing mengemukakan program-program lintas kebijakan didalam konteks persaingan memperebutkan pemerintahan. Programprogram itu menstrukturkan pilihan para pemilih. Sekali telah duduk dipemerintahan, partai-partai merupakan lembaga pengorganisir utama yang membentuk, melaksanakan dan mengawasi proses penyusunan kebijakan, artinya,
Universitas Sumatera Utara
piilihan suatu kebijakan diperhitungkan atas dasar banyak criteria dan masingmasing criteria memiliki nilai bobot (weight) yang berbeda menurut kondisi, situasi dan posisi. 33 Program-program pemilu formal merupakan pernyataan paling jelas yang bisa diperoleh, yang berisi kehendak-kehendak kebijakan yang dikemukakan oleh pemimpinan partai-partai yang tengah bersaing. Program-program partai dapat mengantisipasi kebijakan melalui dua cara yaitu lewat agenda dan lewat mandat. Agenda kebijakan yang berlaku beserta evolusinya bisa ditelusuri lewat programprogram dari serangkaian partai-partai di sebuah negara. Validitas agenda yang dipresentasikan partai-partai diukur dengan sejauh manakah kebijakan mengikuti jalan yang serupa dengan yang ditempuh program-program partai. Dengan begitu, partai merupakan artikulator agenda kebijakan yang efektif sejauh profil pelbagai kebijakan yang diberlakukan pemerintah mencerminkan profil pelbagai partai kepada khalayak pemilih. Secara kolektif dari waktu kewaktu, partai-partai yang bersaing disuatu negara menyajikan suatu satuan perhatian yang programatis yang berubah, yang membuktikan terjadinya pergeseran batas-batas diskursus kebijakan. Jika hal tersebut juga berhubungan dengan batas-batas tindakan pemerintah yang berubah, maka akan dapat dinyatakan bahwa partai-partai telah menciptakan agenda yang efektif, dari proses persaingan dan dengan adanya agenda yang dibentuk secara publik. 34 Meskipun ia bukan merupakan pelaksana dari suatu pemerintahan, namun keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan kearah mana pelaksanaan pemerintahan dijalankan. Terutama bagi partai pemenang pemilihan atau partai berkuasa dan partai oposisi yang berjalan efektif, partai politik merupakan pelaksana pemerintah yang tersembuyi. Keberadaannya mempengaruhi ragam kebijakan yang dikembangkan. Karena itu bisa dikatakan bahwa kegagalan
33
Said Zainal Abidin. Kebijakan Publik. Jakarta : yayasan pancursiwah. 2004. Hal.43. Hans-Dieter Klingeman dkk, Partai, kebijakan dan demokrasi.2000. Yogyakarta : pustaka Pelajar. Hal 392-393
34
Universitas Sumatera Utara
sekaligus keberhasilan suatu pemerintahan dalam melayani dan memakmurkan masyarakatnya adalah kegagalan dan keberhasilan partai politik menjalankan fungsinya secara efektif. 35 Sejarah sistem multi partai di Indonesia merupakan Implementasi tuntutan reformasi terhadap kebebasan berpartai atau mendirikan partai politik dimulai sejak pemilu 1999, Pemilu 1999 memang bukan satu-satunya penyelesaian segenap permasalahan sosial, politik dan ekonomi yang melanda negara kita saat ini, apalagi akhir dari proses reformasi itu sendiri. Namun, Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama pasca reformasi. Kebebasan berpartai politik ini terekspresi dengan banyaknya jumlah partai politik, ada 180 partai baru berdiri, meskipun hanya 142 partai yang dapat didaftarkan, dan hanya 48 yang lolos ikut bertarung dalam pemilu 1999.36 Partai politik di Indonesia pada periode 1999-2004 belum dapat dibedakan secara jelas dari sejumlah indikator tersebut melainkan lebih dapat dibedakan dari sentimen dan konflik kelompok saja. Partai politik di Indonesia lebih terkesan sebagai organisasi pengurus yang sering bertikai daripada organisasi yang hidup karena dinamika partai sebagai gerakan anggota. Walaupun Pasal UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik mewajibkan setiap partai politik untuk mendaftar dan memelihara daftar anggotanya, tidak banyak partai politik yang melaksanakan amanat UU tersebut. Hal ini terjadi tidak saja karena banyak anggota rnasyarakat yang enggan mendaftarkan diri sebagai anggota partai tetapi juga karena partai politik sendiri tidak melakukan berbagai upaya yang membangkitkan minat menjadi anggota partai politik. Insentif menjadi anggota partai polilik, seperti ikut menentukan siapa yang menjadi pengurus partai, ikut menentukan siapa yang menjadi calon partai untuk pemilihan anggota dewan ataupun kepala pemerintahan pada tingkat nasional dan daerah, ikut menentukan kebijakan partai dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan dapat 35 36
Koiruddin. Partai Politik dan agenda transisi Demokrasi. 2004. Yogyakarta : pustaka pelajar. Hal 1-2 Ibid., Hal. 99.
Universitas Sumatera Utara
menyalurkan aspirasi melalui partai politik, kurang dijamin secara memadai. Karena partai politik tidak memiliki jumlah anggota yang jelas, maka yang terjadi kebanyakan berupa klaim jumlah anggota atau jumlah pendukung. Tidaklah mengherankan apabila banyak pihak mendirikan partai politik karena yang diperlukan hanyalah klaim jumlah saja. Karena itu dalam UU Partai Politik yang akan datang perlu ditetapkan persyaratan jumlah anggota baik sebagai persyaratan mendirikan partai politik maupun unluk ikut serta dalam pemilihan umum. Perpecahan yang terjadi dalam partai politik, dapat dikatakan tidak ada yang menyangkut perbedaan ideologi ataupun karena perbedaan pola dan arah kebijakan yang hendak ditempuh. Pada pemilu tahun 2004, UU yang digunakan adalah UU no 31 tahun 2002 dimana menurut UU no 31 tahun 2002 pasal 1, Partai Politik adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum. UU no 31 tahun 2002 mengatur perihal pendirian partai politik Pasal 2 1. Partai Politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang warga negara Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun ke atas dengan akta notaris. 2. Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta kepengurusan tingkat nasional. 3. Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan pada Departemen Kehakiman dengan syarat: a. Memiliki akta notaris pendirian partai politik yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya; b.Mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah provinsi, 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi
Universitas Sumatera Utara
yang bersangkutan, dan 25% (dua lima puluh persen) dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota yang bersangkutan; c. Memiliki nama, lambang, dan tanda gambar yang tidak mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang dan tanda gambar partai politik lain; dan d. memiliki kantor tetap. 37 UU pasal 31 tahun 2002 mengisyaratkan tentang betapa mudahnya mendirikan partai politik di Indonesia yang membuat menjamurnya partai politik pasca reformasi 1998. Pada Pemilu 2004 ada 24 partai politik yang menjadi peserta pemilu yang melalui 3 tahap penyaringan. Penyaringan tahap pertama dilakukan oleh Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM). Di sini tujuan penyaringan adalah memberikan status atau pengesahan partai politik sebagai sebuah badan hukum. Pada tahap ini ada 50 partai politik yang dinyatakan lulus penyaringan. Penyaringan tahap kedua adalah verifikasi administratif oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penyaringan tahap ketiga adalah verifikasi faktual. Pada tahap ini yang diteliti adalah memastikan apakah benar dokumendokumen mengenai kepengurusan dan keanggotaan sebagaimana di dalam verifikasi administratif tersebut mewujud di lapangan. Setelah keseluruhan proses verifikasi selesai terpilih 24 partai politik. 38 Salah satu perbedaan penting pemilu anggota legislatif (DPR/DPRD) tahun 2004 dari pemilu-pemilu sebelumnya adalah dalam penentuan calon terpilih. Undang-undang no.12 tahun 2003 tentang pemilu legislatif menentukan dua cara penetapan calon terpilih. Cara pertama berdasarkan angka bilangan pembagi pemilih (BPP). Calon yang memperoleh suara melebihi atau sama dengan BPP terlebih dahulu ditetapkan sebagai calon terpilih. Sementara mereka yang tidak mencapai angka BPP ditetapkan berdasarkan nomor urut, dan bukan berdasarkan
37 38
UU no 31 tahun 2002 http://ditpolkom.bappenas.go.id/ di unduh pada tanggal 20 Juni 2012 pkl 23.25
Universitas Sumatera Utara
banyaknya suara yang diperoleh, dari daftar calon yang diajukan partai politik peserta pemilu di masing-masing daerah pemilihan (constituency). Penggunaan metode tersebut tak lepas dari dorongan dan tekanan untuk memperbaiki sistem rekrutmen politik. Pada pemilu-pemilu orde baru dan pemilu 1999, calon terpilih berada ditangan elite partai politik sehingga aspirasi dan kepentingan masyarakat tentang siapa yang layak menjadi calon legislatif cenderung difait accompli oleh partai-partai politik. 39 Pada pemilu 2004, kombinasi dari UU no 31 tahun 2004 tentang partai politik adalah UU no 23 tahun 2003 tentang Mekanisme pencalonan Presiden dan wakil presiden. Menurut UU no 23 tahun 2003, Bab II pasal 5 ayat 1-4 yaitu 1. Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah Pasangan Calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik. 2. Pengumuman calon Presiden dan/atau calon Wakil Presiden atau Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dapat dilaksanakan bersamaan dengan penyampaian daftar calon anggota DPR kepada KPU. 3. Pendaftaran Pasangan Calon oleh partai politik atau gabungan partai politik dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan perolehan kursi DPR atau perolehan suara sah yang ditentukan oleh undangundang ini kepada KPU. 4. Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.
40
39
Joko Prihatmoko moesafa. Menang pemilu ditengah Oligarki partai. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2008. Hal.1-2. 40 UU, susduk, MPR, DPR, DPD dan DPRD dan pemilu Presiden dan wakil presiden UU no 22 tahun 2003 dan UU no 23 tahun 2003
Universitas Sumatera Utara
UU no 23 tahun 2004 mengisyaratkan bahwa satu-satunya cara untuk mendaftarkan diri sebagi pasanagan presiden dan wakil presiden adalah melalui mekanisme partai politik atau gabungan partai politik di Indonesia. Koalisi yang terjadi pada pemilihan presiden tahun 2004 tidak dapat di hindari karena pada pemilu tahun 2004 praktis hanya satu partai yang memenuhi syarat tunggal dalam pencalonan Presiden yaitu Partai golongan karya dengan 24.480.757 suara atau 21,58%
dengan 128 kursi, di ikuti oleh PDI Perjuangan dengan perolehan
21.026.629 atau 18,53% mendapatkan 109 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa 11.989.564 atau 10,57% mendapatkan 52 kursi, Partai Persatuan Pembangunan 9.248.764 atau 8,15% mendapatkan 57 kursi, Partai Demokrat 8.455.225 atau 7.45% mendapatkan 57 kursi, Partai Keadilan Sejahtera 8.325.020 atau 7,34% mendapatkan 45 kursi dan Partai Amanat Nasional mendapatkan 7.303.324 atau 6,44% mendapatkan 52 kursi. 41 Kondisi ini berlanjut Pada pemilu 2009 peserta partai politik terdiri dari 34 partai nasional, dan 6 partai lokal. Pemenang dari pemilu 2009 tersebut adalah Partai Demokrat 21.703.137 suara atau 20,85% dengan 150 kursi, Partai Golkar 15.037.757 suara atau 14,45 % dengan 107 kursi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan 14.600.091 suara, atau 14,03% dengan 95 kursi, Partai Keadilan Sejahtera dengan 8.206.955 suara, atau 7,88 % dengan 57 kursi, Partai Amanat Nasional dengan 6.254.580 suara atau 6,01 % dengan 43 kursi, Partai Persatuan Pembangunan dengan 5.533.214 suara, atau 5,32% dengan 37 kursi, Partai Kebangkitan Bangsa dengan 5.146.122 suara atau 4,94% dengan 27 kursi, Partai Gerakan Indonesia Raya dengan 4.646.406 suara, atau 4,46% dengan 26 kursi, Partai Hati Nurani Rakyat dengan 3,922.870 suara atau 3,77% dengan 18 kursi. 42
41
Miriam Budiardjo., Op.,cit. Hal. 343 http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2009 di unduh pada tanggal 21 juni 2012 pkl 00.31
42
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan penerapan sistem multipartai pada masa reformasi disertai dengan karakteristik rendahnya tingkat pelembagaan partai, terfragmentasinya kekuatan politik di parlemen, dan munculnya koalisi sebagai akibat dari sulitnya mencapai suara mayoritas di parlemen. Dan lebih jelasnya karakteristiristik yang menyertai perjalanan reformasi di Indonesia, pertama, konvergensi dan konflik internal partai yang ditandai dengan selalu berubahnya jumlah partai politik dan fenomena perpecahan atau konflik intenal partai. Kedua, suburnya oligarki elite dan personalisasi figur (untuk beberapa kasus partai politik) dalam organisasi partai politik serta disloyalitas politisi dan sentralisasi struktur organisasi partai politik. Ketiga, konfigurasi kekuatan politik diparlemen terfragmentasi dengan jumlah kekuatan politik yang terpolarisasi sehingga menyebabkan sulitnya mencapai suara mayoritas. Keempat, munculnya koalisi partai dengan ikatan yang bersifat sementara, yang didasarkan oleh kepentingan segelintir elit partai bukan dikarenakan kesamaan ideologi dan tujuan partai. II.2. Sistem Presidensial di Indonesia Sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata sistem dan pemerintahan. Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system yang berarti kesatuan yang utuh dari sesuatu rangkaian, yang kait mengait satu sama lain. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti, Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatu, pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara, pemerintahan adalah perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah. Dalam memahami dalam arti yang luas, pemerintahan adalah ada pihak yang terkandung, kedua pihak tersebut saling berhubungan,
pihak yang memerintah memiliki
wewenang dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan. 43
43
Inu kencana syafiie. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta : Rineke Cipta. 1994. Hal.11.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan
undang-undang
atau
kekuasaan
menjalankan
pemerintahan;
Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar-lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Dan jika ditinjau dari struktur fungsional, pemerintahan berarti seperangkat fungsi negara yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi terciptanya tujuan negara. Lalu ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan negara, pemerintah berarti seluruh tugas dan kewenangan negara. Menurut ketiga bahasan diatas dapatlah disimpulkan bahwa pemerintahan merupakan segala kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan wewenang negara. 44 Sejarah pemerintahan Indonesia dimulai dengan terpilihnya Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia yang pertama atas dasar undang – undang 1945 pada tnggal 18 Agustus 1945. Terpilihnya Ir. Soekarno Dan Drs. Mohammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden melengkapi kesempurnaan organisasi Negara Indonesia. Sistem pemerintahan dan
44
Ramlan Surbakti. Op.Cit. Hal:215
Universitas Sumatera Utara
kelembagaan yang ditentukan dalam undang-undang 1945 selama kurun waktu tahun 1945-1949 belum dapat dilaksanakan dengan baik. Hal itu terjadi karena selain Indonesia baru merdeka dan belum begitu terjadi karena selain Indonesia baru merdeka dan belum begitu siap semua infrastruktur dan supratrukturnya, juga karena Belanda masih berkeinginan untuk menjajah Indonesia kembali. Dalam kurun waktu tersebut sempat diangkat anggota Dewan Pertimbangan Agung sementara, sedangkan MPR dan DPR belum di bentuk. saat itu masih terus diberlakukan ketentuan peralihan pasal IV UUD 1945, yaitu sebelum majelis dari MPR dan DPR dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut undang – undang dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan bantuan komite nasional, berdasarkan usul Badan kerja komite nasional Indonesia pusat pada tanggal 11 November 1945 yang disetujui oleh Presiden diumumkan dengan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, bahwa sistem kabinet presidensil diganti dengan sistem parlementer. Sejak saat itu kekuasaan pemerintahan dipegang perdana oleh perdana mentri sebagai pimpinan kebinet dengan para mentri sebagai anggota cabinet secara bersama atau sendiri – sendiri. Perdana Mentri dan para mentri bertanggung jawab kepada KNPI yang berfungsi sebagai DPR tidak bertanggung jawab kepada presiden seperti yang dikehendaki oleh sistem undang-undang Dasar 1945. Setelah perang mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan belanda yang mau menjajah Indonesia kembali pada tahun 1948 Bentuk Negara federasi Republik Indonesia serikat yang telah diubah berdasarkan konstitusi RIS, UUD 1945 hanya berlaku di Negara RI yang meliputi sebagian pulau jawa dan sumatera dengan ibu kota Yogyakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara federasi Republik Indonesia serikat kembali kenegara kesatuan Republik Indonesia Menurut undang-undang tersebut sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan perlementer. Undang – Undang dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta para menteri yang mempunyai tanggung jawab
Universitas Sumatera Utara
politik. Setiap kabinet terbentuk berdasarkan koalisi pada satu atau dua partai besardengan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata kurang mantap dan partaipartai koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab mengenai permasalahan pemerintahan. Di lain pihak, partai-partai dalam barisan oposisi tidak mampu berperan sebagi oposisi kontruktif yang menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi. 45 Dalam Sistem Parlementer saat itu kabinet yang dibangun tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak mendapat kesempatan dalam untuk melaksanakan programnya. Sistem parlementer dianggap tidak membawa stabilitas yang diharapkan, malah perpecahan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tidak dapat dihindarkan, akibat Presiden dan wakil presiden hanya sekedar presiden dan wakil presiden konstitusional. Jalannya pemerintahan dilakasanakan dan dipertanggung jawabkan oleh para mentri keparlemen. Faktor-faktor tersebut mendorong presiden soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya Pembubaran Konstituante, pemberlakuan kembali UUD '45 dan tidak berlakunya UUDS 195 dan pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan demikian masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir. Pada periode pemerintahan seokarno pasca Dekrit presiden 1959 kekuasaan didominasi oleh Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan makin meluasnya peranan TNI/Polri sebagai unsur sosial poltik. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik dengan melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat dan bahkan bertindak seperti seorang diktator, hampir semua kekuasaan negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada
45
Miriam Budiarjo., op.,cit. Hal.70.
Universitas Sumatera Utara
kekuasaannya, kondisi seperti ini berlangsung sampai pada tahun 1966 ketika rezim pemerintahan soekarno berakhir dan memasuki era orde baru. Pemerintahan Indonesia pada masa Orde baru, Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun, kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden, parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sistem pemerintahan negara Indonesia pada zaman Orde Baru, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial. Sistem pemerintahan pada Orde Baru adalah presidensial karena kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat dalam pemerintahan sehingga kekuasaan presiden soeharto juga dianggap meengarah ke proses diktator, pemerintahan Soeharto meletakkan ABRI,
Birokrasi
dan
Golongan
Karya
sebagai
elemen
utama
dalam
pemerintahannya. Pemerrintahan orde baru berlangsung sejak tahun 1967-1998. Setelah
reformasi
bergulir
ketatanegaraan secara bertahap
1998,
terjadi
suatu
perubahan
struktur
yaitu dengan mengamandemen UUD 1945
sebanyak 4 (empat) kali (1999-2002). Dimana dulu ada lembaga tertinggi negara yaitu MPR, dengan diamandemennya UUD 1945 maka tidak ada lagi lembaga negara yang mendominasi. Sekarang antar lembaga negara hanya ada prinsip check and balance dan tidak ada prinsip saling mebawahi seperti dulu. salah satu agenda reformasi selain bagaimana mengutkan demokratisasi yang ada diindonesia adalah bagaimana juga menguatkan sistem presidensial (eksekutif heavy) diindonesia, tetapi tetap dalam bingkai konstitusonal agar tidak terjadi juga kesewenang-wenangan oleh presiden (abuse of power). Tetapi yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
suatu masalah yang dihadapi negeri ini setelah reformasi adalah banyaknya partai politik yang mendominasi sehingga indonesia menganut sistem partai yang majemuk (multiparty system). Jadi setelah reformasi ada suatu peralihan sistem partai yang ada di Indonesia yaitu bagaimana yang dahulunya cuman ada 3 (tiga) partai sekarang menajdi banyak partai (multiparty system). 46 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi yang mendasari sistem politik indonesia, sistem yang digunakan dalam hal ini yaitu sistem Presidensial, yang di era kekuasaan pada Presiden sedemikian besar sehingga dalam pelaksanaan pemerintahan kekuasaan politik itu sebahagian besar ada ditangan Presiden. Hal ini akan memberikan konskuensi yaitu melemahnya peranan parpol dan parlemen. Dalam ketentuan sistem politik Indonesia berkaitan dengan negara Indonesia yaitu negara kesatuan. Sebagai negara kesatuan sistem ketatanegaraan yang menetapkan bahwa seluruh wilayah negara tanpa kecuali merupakan kesatuan wilayah administrasi hukum. Dalam konteks Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelum amandemen yang menganut sistem Presidensial, untuk memahami suasana itu dapat ditandai dengan beberapa hal yaitu Presiden sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden. Namun ketika reformasi bergulir banyak perubahan yang dilakukan mengenai kekuasaan eksekutif yaitu melalui empat kali amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.47 Sejak tahun 2004 Presiden dipilih melalui mekanisme pemilu Perubahan penting dalam sistem ketatanegaraan kita berdasarkan hasil amandemen Undangundang Dasar 1945 diantaranya adalah masalah sistem pemerintahan yang lebih mengedepankan kedaulatan rakyat. Hasil amandemen
UUD
1945 lalu
mengamanatkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Presiden dan Wakil Presiden dipilih 46 47
Sri Edi Swasono. Dari lengser ke lengser. Jakarta : Universitas Indonesia. 2001. Hal. 67. Firmanzah. Mengelola partai politik. Jakarta : yayasan Obor. 2008. Hal. 120.
Universitas Sumatera Utara
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Tata cara pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden lebih lanjut diatur dalam UU No. 23 Tahun 2003. tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan Negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.48. Sistem pemerintahan presidensial di era reformasi harus didukung oleh kewenangan konstitusional yang memadai. Sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan konstitusional presiden nyaris tanpa batas. Pada era itulah kewenangan konstitusional presiden sangat besar diberikan oleh UUD 1945, sehingga disebut sebagai executive heavy constitution. Pasca reformasi, kewenangan konstitusional presiden dikurangi di segala lini. Tidak cukup hanya dengan pengurangan, kewenangan presiden juga dikontrol dari segala penjuru. Pengurangan dan pembatasan demikian tentu perlu, untuk menghindari agar presiden tidak menjadi pemimpin yang diktator. Tapi, pada saat yang sama, pengurangan dan pembatasan itu harus dijaga agar tidak berubah menjadi penciptaan presiden minim kekuasaan. Tanpa kewenangan yang memadai, presiden pasca perubahan akan terjadi paradoks. Secara legitimasi politis, yuridis dan sosiologis lebih kuat, namun secara faktual tidak mempunyai kewenangan maupun dukungan politik yang memadai untuk memerintah. Dengan pemilihan presiden langsung, presiden terpilih memiliki legitimasi yang lebih kuat. Sistem pemerintahan model apapun membutuhkan dukungan politik di parlemen yang mayoritas. Tanpa dukungan politik mayoritas di parlemen, sistem pemerintahan apapun cenderung tidak efektif. Pembatasan kewenangan presiden dan membaiknya sistem saling control saling imbang adalah suatu hal yang penting untuk menjaga presiden tidak menjadi diktator. Namun, itu bukan berarti presiden dapat dibiarkan tanpa dukungan politik yang memadai. Justru, dalam
48
Hendarmin Ranadierksa., op.,cit. Hal. 156.
Universitas Sumatera Utara
mekanisme checks and balances yang baik, tidak hanya ada unsur kontrol (checks), tetapi yang tidak kalah penting adalah unsur keseimbangan dukungan (balances). Pemerintah tanpa dukungan mayoritas suara di parlemen adalah presiden yang minoritas (minority president), dan yang terbentuk adalah pemerintahan terbelah (divided government).49Kondisi inilah yang terjadi di Indonesia pasca Reformasi 1998 dimana Kekuasaan Presiden dan kekuasaan legislative mengalami perimbangan kekuasaan. Presiden harus meminta persetujuan DPR dalam mengambil sebuah kebijakan.Dan sistem pemerintahan terdiri atas dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial, namun dalam hal ini fokus dalam pembahasan adalah sistem presidensial dii Indonesia. Dalam sistem presidensial badan eksekutif tidak tergantung pada badan legislatif, dan badan eksekutif mempunyai masa jabatan tertentu. Kebebasan badan eksekutif terhadap badan legislatif mengakibatkan kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif. Lagipula menteri-menteri dalam kabinet presidensial dapat dipilih menurut kebijaksanaan presiden sendiri tanpa menghiraukan tuntutan-tuntutan partai politik. Dengan demikian pilihan presiden dapat didasarkan atas keahlian serta faktor-faktor lain yang dianggap penting. Sistem ini terdapat di Amerika Serikat, Pakistan dalam masa Demokrasi Dasar (1958-1969), dan Indonesia di bawah UUD 1945.50 Prinsip-prinsip dasar atau ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu Majelis tetap menjadi majelis saja, tidak ada peleburan fungsi eksekutif dan legislatif, eksekutif tidak dibagi, hanya ada seorang presiden yang dipilih oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu. Presiden dipilih untuk masa jabatan yang pasti, dan dibatasi untuk beberapa kali masa jabatan, kepala pemerintahan adalah kepala negara, presiden mengangkat kepala departemen/menteri yang merupakan bawahannya, presiden adalah eksekutif tunggal, pemerintahan presidensial 49 50
Koiruddin., op.,cit. Hal.145. Prof. Miriam Budiardjo. Op.Cit. Hal.303
Universitas Sumatera Utara
cenderung bersifat individual, anggota majelis tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan dan sebaliknya, eksekutif bertanggung jawab kepada Konstitusi. Majelis meminta presiden bertanggung jawab kepada konstitusi melalui proses dakwaan atau mosi tidak percaya, presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa majelis. Majelis tidak dapat mencopot presiden dari jabatannya, begitupun presiden tidak dapat membubarkan majelis. Sistem ini merupakan sistem check and balance. Sistem ini memperlihatkan ketergantungan antara eksekutif dan legislatif, majelis berkedudukan lebih tinggi dari bagian-bagian pemerintahan lain dan tidak ada peleburan bagian eksekutif dan legislatif seperti dalam sebuah parlemen. Badan eksekutif dan legislatif akan saling mengawasi dan mengimbangi dan tak satupun yang lebih dominan, eksekutif bertanggung jawab langsung kepada para pemilih. Pemerintah presidensial bergantung pada suara rakyat, apabila anggota majelis mewakili konstituennya, maka presiden mewakili seluruh rakyat, tidak ada fokus/konsentrasi kekuasaan dalam sistem politik, yang ada adalah pembagian/fragmentasi kekuasaan. Dalam sistem presidensial peran dan karakter individu presiden lebih menonjol dibanding dengan peran kelompok, organisasi, atau partai politik. Oleh karena itu, jabatan presiden hanya dijabat oleh seorang yang dipilih rakyat dalam pemilu yang berarti bahwa presiden bertanggung jawab langsung pada rakyat. Dalam sistem ini presiden dipilih oleh rakyat maka sebagai kepala eksekutif ia hanya bertanggung jawab kepada rakyat pemilih sehingga kedudukan eksekutif tidak bergantung pada parlemen. Sebagaimana dengan ajaran Trias Politica tugas badan eksekutif merupakan peyelenggara undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Di negara demokratis badan eksekutif merupakan kepala negara beserta menterimenterinya. Eksekutif dijadikan pelaku utama kekuasaan negara. Dalam sisitem Presidensil menteri-menteri merupakan pembantu Presiden dan langsung dipimpin oleh
Universitas Sumatera Utara
Presiden. Dalam Sistem Presidensil Presiden memperoleh mandat dari rakyat dan oleh karenanya bertanggung jawab terhadap rakyat. Dalam sistem ini program eksekutif sepenuhnya merupakan tanggung jawab Presiden dengan rakyat. Demikian juga pembentukan kabinet dalam sistem presidensil didasarkan sepenuhnya kepada pilihan Presiden yang umumnya dipilih berdasarkan criteria yang profesional yang disebut kabinet keahlian Sistem pemerintahan Presidensil memiliki tiga karakteristik yang mendasar yaitu : 1. Presiden dipilih langsung oleh rakayat atau melalui dewan pemilih untuk periode tertentu dengan masa jabatan yang pasti dan bertanggug jawab kepada rakyat. Presiden tidak bertanggug jawab kepada legislative. 2. Presiden tidak dapat diberhentikan dengan mosi tidak percaya dengan alasan politik politik oleh legislatif. Presiden hanya dapat diberhentikan oleh impeachment karena telah melanggar suatu haluan negara. 3. Presiden merupakan Kepala Negara eksekutif tunggal. Presiden berada pada posisi yang kuat dan memiliki kekuasaan yang luas dalam menentukan kebijakan publik dalam batas-batas rambu undang-undang. 51 Sebagai kepala eksekutif presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-masing dan mereka hanya bertanggung jawab kepada presiden. Karena pembentukan kabinet tidak tergantung dan tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari parlemen, maka para menteri tidak bisa dihentikan oleh parlemen. Komposisi kabinet dalam sistem presidensial bukan berasal dari proses tawar menawar dengan partai yang berarti sifat kabinet adalah kabinet profesional atau kabinet keahlian. Jabatan menteri tidak didasarkan pada latar belakang politik tetapi pada penilaian visi, pengetahuan dan kemampuan mengelola departemen.Dalam sistem presidensial, kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang langsung oleh presiden. Selaku kepala negara presiden
51
Hendarmin Ranadierksa, Op.Cit., hal 127
Universitas Sumatera Utara
adalah simbol representasi negara atau simbol pemersatu bangsa sementara selaku kepala pemerintahan presiden harus bertanggung jawab penuh pada jalannya pemerintahan. Pilpres yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2004 merupakan pemilihan yang pertama yang dilakukan secara langsung dipilih oleh rakyat. Alasan utama mengubah sistem parlementer menjadi sistem presidensial adalah preseden dalam Pemilu 1999, dimana PDIP sebagai partai pemenang ternyata gagal meraih jabatan Presiden melalui pemungutan suara di MPR. Sebaliknya sebagaimana telah dilihat, banyak partai yang membentuk satu koalisi, mencalonkan seorang presiden dari partai yang jauh lebih kecil, dan mengalahkan calon dari partai yang memiliki suara terbanyak. Pilpres tak langsung ini memunculkan ketidakpuasan ditingkat elit dan kalangan publik. Banyak kelompok di masyarakat yang mengungkapkan kekecewaannya melihat proses pilpres di MPR itu lebih mencerminkan kepentingan elit daripada pemilih. Menanggapi semua kritik dan kekecewaan itu, MPR mengamandemen konstitusi pada
2001
demi
mengakomodasi
gagasan pilpres
langsung.
Amandemen ini menandai transformasi kesistem presidensial. Dua tahun kemudian DPR mengeluarkan undang-undang baru tentang pilpres yang memberikan panduan proseduralnya. Salah satu syarat pentingnya adalah para calon presiden (Capres) harus berasal dari partai politik dan tidak memberi kesempatan kepada calon independen. Undang-undang itu juga menetapkan kriteria kelayakan bahwa hanya partai dengan minimal tiga persen kursi parlemen atau lima persen dari total suara yang dapat mengajukan capres sendiri. Sebaliknya partai yang tidak memenuhi kriteria ini diperbolehkan mengajukan calon jika mampu membentuk koalisi hingga memenuhi ambang batas tersebut. Secara prosedural, pilpres ini digelar dua putaran. Hanya pasangan CapresCawapres yang memperoleh suara terbanyak pada urutan pertama dan kedua yang diizinkan bersaing dalam putaran kedua.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria kelayakan tersebut, beserta hasil Pemilu legislatif 2004, memaksa mayoritas partai membentuk koalisi. Jelas, partai-partai menengah dann kecil sulit memenangi Pilpres jika mereka menghindari koalisi. Oleh sebab itu, demi kemenangan politik, semua partai, termasuk dua partai besar terbesar, yaitu Golkar dan PDIP membentuk koalisi. Namun melihat empat koalisi partai pendukung yang muncul dan melihat latarbelakang pasangan Capres-Cawapres dipanggung politik. Dari koalisi tersebut hampir tidak ada koalisi yang murni berbasis ideologi. Dan tiap pasangan Capres-Cawapres merupakan kombinasi dari pemimpin partai dan tokoh terkenal yang mewakili kedua spektrum ideologis, yaitu sekuler/nasionalis dan Islam. 52 Namun pasangan Hamzah Haaz dan Agum Gumelar hanya diusung PPP tanpa berkoalisi dengan partai lainnya. Karena itu, pasangan ini tidak diusung koalisi partai politik. Tabel 1. Peta Koalisi Partai Politik dalam Pemilihan Presiden 2004 Putaran Pertama Koalisi Partai
Capres-Cawapres
Suara Partai
Suara Capres
P. Golkar, PKB,
Wiranto- Shalahudin
PKPB, PPNUI, Patriot
Wahid
40.838.360
26.286.788
Megawati-Hasyim
23.392.511
31.569.104
22.718.462
17.392.931
12.849.952
39.838.184
Pancasila
PDIP, PDS
Muzadi PAN, PBR, PKS, PSI,
Amien Rais-Siswono
PPDI, PNBK, PBSD,
Yudhohusodo
PNI Marhaenisme
Partai Demokrat,
Susilo Bambang
PBB, PKPI
Yudhoyono-Jusuf Kalla
Sumber: http//www.kpu.go.id 52
Kuskridho Ambardi. Mengungkap politik kartel. 2009. Jakarta : KPG Hal. 252.
Universitas Sumatera Utara
Kekuatan koalisi pertama merupakan koalisi partai pengusung dan pendukung pasangan Wiranto-Shalahudin Wahid yang terdiri atas PKB, PKPB, PPNUI, Partai Patriot Pancasila, dan Partai Golkar. Partai-partai ini merupakan partai yang berada dalam titik tengah garis sekuler-islam, yang masing-masing dapat bergerak kekutub sekuler maupun Islam. Jika asumsinya mesin politik partai dapat berjalan dengan optimal, berdasarkan akumulasi perolehan suara partai pada pemilu legislatif, akumulasi kekuatan partai politik ini lebih dari 40 juta suara rakyat. Namun, nyatanya hasil pemilihan presiden putaran pertama, pasangan Wiranto-Shalahudin Wahid yang didukung koalisi besar itu tidak mencapai 15 juta suara pemilih. Padahal komposisi kekuatan koalisi ini merupakan koalisi terbesar berdasarkan perolehan suara pada pemilu legislatif. Kekuatan koalisi kedua merupakan koalisi dua partai antara PDIP dan PDS. Koalisi ini merupakan pendukung pasangan Megawati dan Hasyim Muzadi. Kedua partai tersebut merupakan partai sekuler/nasional. PDS yang didirikan setelah Pemilu 1999 adalah partai berbasis Kristen. Suara yang diperoleh pasangan ini justru melebihi akumulasi perolehan suara PDIP dan PDS yang hanya sekitar 23 juta suara. Pada pemilihan presiden dan wakil presiden putaran pertama, pasangan yang didukung koalisi dua partai ini menapai lebih dari 31 juta pemilih. Selanjutnya koalisi ketiga tergabung dalam koalisi pendukung pasangan Amien Rais dan Siswono Yudhohusodo. Koalisi partai politik ini merupakan koalisi yang paling banyak jumlah partainya, terutama partai-partai kecil. Anggota koalisi ini, antara lain PAN, PBR, PSI, PNI Marhaenisme, PPDI, PNBK, PBSD, dan terakhir PKS ikut bergabung beberapa hari menjelang pemungutan suara. Akumulasi perolehan suara partai pada pemilu legislatif yang tergabung dalam koalisi ini hampir 23 juta. Namun hasil pemungutan suara pemilihan presiden putaran pertama, pasangan ini hanya memperoleh sekitar 17 juta pemilih.
Universitas Sumatera Utara
Dan terakhir koalisi keempat adalah koalisi pendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Koalisi ini terdiri atas tiga partai, yaitu Partai Demokrat, PBB, dan PKPI. Selisih antara akumulasi perolehan suara partai koalisi pada pemilu legislatif dengan perolehan pasangan calon ini sangat jauh. Total gabungan suara Partai Demokrat, PBB, dan PKPI di pemilu legislatif tidak mencapai 13 juta pemilih, tetapi pada pemilihan presiden putaran pertama pasangan ini mampu menghasilkan suara 40 juta dan berada pada posisi tingkat pertama dari kelima pasangan. Koalisi ini bahkan berhasil mengantarkan calonnya menuju pemilihan presiden putaran kedua yang bersaing dengan pasangan Megawati Soekarno Putri dan Hasyim Muzadi.
Universitas Sumatera Utara