BAB II DASAR TEORI
2.1
Supply Chain Management Istilah Supply Chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan oleh
Oliver dan Weber pada tahun 1982. Supply Chain adalah jaringan fisik, yaitu perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir. Supply Chain Management adalah metode, alat atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa Supply Chain Management menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi2. Supply Chain Management (SCM) adalah pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembelian dan outsourcing, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor. SCM mencakup aktivitas untuk menentukan transportasi ke vendor, pemindahan dengan cara tunai maupun kredit, para pemasok, distributor dan bank, utang piutang usaha, pergudangan dan tingkat persediaan, pemenuhan pesanan, dan berbagi informasi pelanggan, prediksi dan
2
Pujawan, N.I.,2005, “Supply Chain Management”, Guna Widya, Surabaya,.
8
9
produksi. Tujuannya untuk membangun sebuah rantai pasokan yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan3. 2.1.1 Supply Chain Manajemen dalam Definisi Beberapa Ahli Supply Chain Management menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut : 1. David Simichi Levi et al, 2000 Supply Chain Management adalah serangkaian pendekatan untuk mengefisiensikan integrasi dari fabrikator, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat ke lokasi yang tepat dengan waktu yang tepat dengan tujuan memperkecil biaya dan memuaskan pelanggan. 2. Kalakota, 2000 Supply Chain Management adalah sebuah proses pembiayaan dimana produk diciptakan dan disampaikan kepada konsumen dari sudut structural. Sebuah supply chain merujuk kepada jaringan yang rumit dari hubungan dimana organisasi mempertahankan dengan rekan bisnisnya untuk mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen. 2.1.2 Element Supply Chain 1. Fabrikator Fabrikator adalah para pemasok yang berasal dari perusahaanperusahaan dan individu yang menyediakan sumberdaya yang
3
Heizner, J dan Barry Render.,2005, “Manajemen Operasi”, Salemba Empat, Jakarta.
10
dibutuhkan oleh perusahaan dan para pesaing untuk memproduksi barang dan jasa tertentu. Fabrikator diindikatori oleh : Tepat jumlah, Tepat waktu, Mutu, dan Harga.4 2. Manufaktur Manufaktur adalah kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Manufaktur diindikatori oleh: Spesifikasi, Mutu, dan tepat jumlah.5 3. Distribution Distributor adalah orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran barang dari produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial indikator dari Distributor adalah: Kreativitas, Layanan, dan Relasi.6 4. Retail Outlets Pedagang biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan kepihak pengecer. Dalam hal ini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko pengecer. 5. Customer Customer adalah pelanggan yang membutuhkan barang sesuai dengan yang diharapkan, baik mutu, pelayanan maupun harga. Indikator dari 4
Kotler., p.72 Assauri., p.16 6 Stanton, et al.,1990. 5
11
customer adalah: Harga, Kebutuhan, Konsumen (pilihan brand), dan Mutu.7 2.1.3 Kegiatan-kegiatan Utama dalam SCM Keterkaitan
antara
elemen-elemen
didalam
Supply
Chain
Management tidak hanya menciptakan kegiatan aliran barang atau jasa dari supplier kepada customer melainkan menciptakan kegiatan-kegiatan di proses manufaktur serta aliran informasinya. Pada umumnya disetiap perusahaan manufaktur mempunyai kegiatan-kegiatan utama yang mana kegiatan tersebut merupakan jaringan rantai supply chain. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan bisnis proses, kegiatan proses procurement, kegiatan supplai material, kegiatan proses fabrikasi maupun Assembly. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam klasifikasi SCM adalah seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Kegiatan-kegiatan utama SCM Bagian
Cakupan kegiatan
Pengembangan produk
Melakukan riset pasar
Pengadaan
Memilih fabrikator, mengevaluasi kinerja fabrikator, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan fabrikator.
Perencanaan Pengendalian
& Demand
Indrajit., p.15.
peramalan
permintaan,
perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
7
planning,
12
Operasi / Produksi
Eksekusi produksi, pengendalian kualitas
Pengiriman / Distribusi
Perencanaan pengiriman
jaringan mencari
distribusi, dan
penjadwalan
memlihara
hubungan
dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level tiao pusat distribusi. Sumber : I Nyoman, P., (2005), Supply Chain Management, PT. Guna Widya. Surabaya.
Kelima bagian tersebut tercermin dalam pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut bisa juga dinamakan functional division karena, mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya8. 2.1.4 Prinsip Partnering Partnering adalah salah satu solusi yang terbaik dalam melakukan optimalisasi manajemen supply chain ini. Ada beberapa prinsip partnering yang harus dipegang teguh dan dikembangkan terus menerus yaitu :9
Menyakini memiliki tujuan yang sama (common gold)
Saling menguntungkan (mutual benefit)
Saling percaya (mutual trust)
Bersikap terbuka (trasparant)
Menjalin hubungan jangka panjang (long term relationship)
Terus-menerus melakukan perbaikan dalam biaya dan mutu barang atau jasa.
8
I Nyoman, P., 2005, “Supply Chain Management” ,PT. Guna Widya, Surabaya,.
9
Indrajit.2002.
13
2.2
Fabrikator Fabrikator merupakan penyedia bahan baku untuk keperluan proses produksi lanjuatan dimana bahan baku tersebut dapat berupa bahan mentah, bahan setengah jadi maupun barang jadi yang akan diupayakan sampai ke tangan konsumen sebagai mata rantai terakhir dari proses produksi. Perlu adanya kerjasama yang harmonis dengan fabrikator sehingga kebutuhan dapat dipenuhi dan proses produksi akan lancar, dalam prakteknya perusahaan biasa menerapkan dua strategi dalam hal fabrikator. Strategi tersebut adalah sebagai berikut :10 1.
Banyak Pemasok Strategi ini memainkan antara pemasok yang satu dengan pemasok yang
lainnya
dan
membebankan
pemasok
untuk
memenuhi
permintaan pembeli. Para pemasok saling bersaing secara agresif. Meskipun banyak pendekatan negosiasi yang digunakan dalam strategi ini, tetapi hubungan jangka panjang bukan menjadi tujuan. Dalam pendekatan ini, tanggung jawab dibebankan pada pemasok untuk mempertahankan teknologi, keahlian, kemampuan ramalan, biaya, kualitas dan pengiriman. 2.
Sedikit Pemasok Dalam strategi ini, perusahaan mengadakan hubungan jangka panjang dengan para pemasok yang komit. Karena dengan cara ini, pemasok cenderung lebih memahami sasaran-sasaran luas dari perusahaan dan konsumen akhir. Penggunaan hanya beberapa pemasok dapat
10
Heizner, J dan Barry Render., 2005, “Manajemen Operasi”, Salemba Empat, Jakarta.
14
menciptakan nilai dengan memungkinkan pemasok mempunyai skala ekonomis dan kurva belajar yang menghasilkan biaya transaksi dan biaya. 2.2.1 Evaluasi dan Seleksi Fabrikator Proses didalam menentukan fabrikator sangat kompleks, hal ini disebabkan banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk memutuskan fabrikator mana yang akan menjadi mitra yang potensial. Menurut Miranda dan Tunggal (2005) Proses evaluasi dan seleksi fabrikator ini meliputi 12 langkah yaitu : 1. Identifikasi kebutuhan 2. Membuat spesifikasi 3. Mencari alternatif 4. Membangun koneksi 5. Mengatur kriteria pembelian 6. Mengevaluasi alternative aksi pembelian 7. Anggaran yang tersedia 8. Mengevaluasi alternative pembelian yang spesifik 9. Bernegosiasi dengan fabrikator 10. Membeli evaluasi pasca pembelian 11. Menggunakan evaluasi pasca pembelian 12. Menyalur evaluasi pasca pembelian
15
2.2.2 Kriteria Pemilihan Fabrikator Kriteria pemilihan adalah salah satu hal penting alam pemilihan supplier. Kriteria yang digunakan tentunya harus mencerminkan strategi supply chain maupun karakteristik dari item yang akan dipasok. Menurut Dickson (1966) Berikut dibawah ini tabel peringkat kriteria dalam pemilihan supplier.
Tabel 2.2 Kriteria-kriteria pemilihan fabrikator No. of Criteria
Abbr
% Papers
Quality
QLT
74
97.37
Delivery
DLV
72
94.74
Cost
CST
72
94.74
Production facility and capacity
PFC
52
68.42
Flexibility and reciprocal arrangement
FLX
52
68.42
Technical capacity and support
TCS
49
64.47
Repair services and follow-up
RSF
45
59.21
Financial status
FNS
40
52.63
Innovation and R&D
INV
38
50
Operating controls
OPR
34
44.74
Quality system
QTS
33
43.42
Management and organization
MGT
32
42.11
Personnel training and development
PTD
24
31.58
16
Product reliability
PRT
24
31.58
Performance history
PMH
23
30.26
Geographical location
GEO
23
30.26
Reputation and references
REP
21
27.63
Packaging and handling ability
PKG
18
23.68
Amount of past business
PSB
18
23.68
Customer relationship
CTR
18
23.68
Warranties and claim policies
WCP
15
19.74
Procedural compliance
PCC
15
19.74
Customer satisfaction and impression
CSI
15
19.74
Attitude and strategic fit
ATD
14
18.42
Labor relations record
LRR
9
11.84
Economical aspect
ECN
9
11.84
Desire for business
DFB
8
10.53
Environmental and social responsibility
ENV
6
7.89
Safety awareness
SFT
5
6.58
Domestic political stability
DPS
5
6.58
Cultural congruence
CTC
4
5.26
Terrorism risk
TRR
2
2.63
Sumber : Proceding of the International Multiconference of Engineers and Computer Scientists 2009 Vol II IMECS 2009, March 18-20, 2009, Hongkong.
Dari table diatas bisa dilihat ututan kriteria yang dianggap penting oleh Dickson berdasarkan survey yang direspon oleh 170 manajer pembelian di Amerika Serikat. Namun tentu saja setiap perusahaan harus dan berhak menentukan sendiri
17
kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam memilih fabrikator yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan. 2.3
Pengambilan Keputusan Didalam kehidupan ini, hampir seluruh manusia percaya bahwa pemikiran
logis adalah satu-satunya cara yang pasti untuk menghadapi dan menyelesaikan segala permasalahan. Akan tetapi, beberapa pengalaman mengatakan bahwa pemikiran logis bukan merupakan suatu hal yang natural. Tentu saja kita harus mempraktikkannya dalam waktu yang cukup lama untuk dapat melakukannya dengan baik. Karena permasalahan-permasalahan kompleks biasanya memiliki banyak faktor yang berkaitan, pemikiran logis yang masih tradisional belum dapat menyusun ide-ide secara terstruktur dan juga belum dapat melihat alternatif solusi yang terbaik11. Tidak adanya prosedur yang logis untuk membuat keputusan dapat menjadi suatu permasalahan saat intuisi kita tidak dapat membantu dalam menentukan beberapa pilihan yang paling kita inginkan dan tidak ada pemikiran logis atau intiutif yang dapat membantu. Untuk itu, diperlukan suatu cara untuk menentukan pilihan yang lebih menguntungkan dibandingkan pilihan lainnya baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Karena kita selalu berurusan dengan permasalahan dalam dunia nyata, kita harus menyadari bahwa adanya tradeoffs untuk memilih alternatif yang paling menguntungkan. Oleh karena itu
11
Saaty, T. L., 1994 ,“How to Make a Decision”, University of Pittsburgh, , p.1.
18
proses pengambilan keputusan ini sebaiknya dilakukan dengan persetujuan dan pertimbangan bersama antar individu datau kelompok yang berkaitan12.
2.3.1 Fungsi Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan sebagai suatu kelanjutan kelanjutan dari cara pemecahan masalah yang mana memiliki fungsi antara lain sebagai berikut13 : 1. Pangkal permulaan dari semua aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individu maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional. 2. Sesuatu yang bersifat futuristic artinya bersangkut paut dengan hari depan, masa yang akan datang dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
2.3.2 Tujuan Pengambilan Keputusan Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua yaitu14 : 1. Tujuan yang bersifat tunggal Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan tidak aka nada kaitannya dengan masalah lain.
12
Tompkins, Emma. L, 2003 ,“Using Stakeholders Prefences in Multi-Attribute Decision Making : Elicititation and Aggregation Issue”, CSERGE, , p.12. 13 Hasan, M. Iqbal.,2002 ,“Pokok-pokok Materi Pengambilan Keputusan”. Jakarta ,Cetakan Pertama, Ghalia Indosesia. 14 11 Hasan, M. Iqbal
19
2.3.3 Dasar-dasar Pengambilan Keputusan Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacam-macam tergantung dari permasalahannya. Menurut George R. Terry dalam Hasan (2002) disebutkan dasar-dasar pengambilan yang berlaku adalah sebagai berikut :
1. Intuisi Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjuktif sehingga mudah terkena pengaruh. 2. Pengalaman Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis. Karena pengalaman seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungakan untuk rugi, baik buruk keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja . 3. Fakta Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat solid dan baik, dengan fakta maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keptutusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada. 4. Wewenang Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yanglebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya.
20
5. Rasional Pada pengambilan keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut:
Kejelasan masalah : tidak ada keraguan dan kekaburan masalah.
Orientasi tujuan : kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai.
Pengetahuan alternative : seluruh alternative diketahui jenisnya dan konsekuensinya.
Hasil maksimal : pemilihan alternative terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksimal.
2.3.4 Multi-Criteria Decision Making Pembuatan keputusan harus memuaskan sejumlah pihak yang menanggung risiko dari hasil keputusan yang dihasilkan nantinya. Keadaan ini memastikan adanya lebih dari satu tujuan pembuatan keputusan yang hendak dicapai. Para pembuat keputusan seringkali dihadapi dengan pertimbangan bahwa tujuan-tujuan yang diingin dicapai tersebut terkadang saling berlawanan arah. Untuk itu, model multicriteria decision making (MCDM) tepat digunakan untuk menangani masalah keputusan seperti itu. MCDM terdiri dari dua paradigma yang saling terkait, yaitu multi-atribute decision making (MADM) dan multi-objective decision making
21 (MODM)15. Metode MADM menghendaki bahwa pemilihan dilakukan antar beberapa alternatif keputusan yang dideskripsikan dengan atributnya. Masalah MADM diasumsikan telah memilik penetapan sebelumnya mengenai batas jumlah alternatif keputusan. Penyelesaian masalah MADM meliputi pemilihan dan peratingan alternatif keputusan. Sementara itu, alternatif keputusan tidak ditentukan dengan metode MODM, melainkan didefinisikan secara eksplisit dengan kendala-kendala menggunakan Multiple Objective Programming. Tiap alternatif yang teridentifikasi, akan dipertimbangkan kesesuaiannya terhadap satu atau lebih tujuan, metode MODM ini memperbolehkan jumlah alternatif keputusan yang cukup banyak. Terdapat tiga tipe penyelesaian untuk masalah MCDM, yaitu :16
1. Pemilihan Jika diberikan sejumlah A alternatif, kegiatan pemilihanini berkaitan dengan mencari A’ dari A yang terdiri dari sebagian kecil A alternatif yang mungkin menjari pertimbangan para pembuat keputusan untuk menjadi alternatif yang paling menjanjikan. 2. Penyortiran Kegiatan penyortiran ini (disebut juga pengklasifikasian) terdiri dari penugasan masing-masing alternatif A menjadi satu atau beberapa kategori yang terdefinisi. Penugasan ini sebaiknya berdasarkan ukuran sebuah kriteria terhadap sebuah alternatif, bukan perbandingannya dengan 15
Chakhar, Salem dan Jean-Marc Martel, 2003, “Enhancing Geographical Information System Cpbilities with Multi-Criteria Evaluation Function”, Geographic Information and Decision Analysis (GIDA), vol. 7, , p.49. 16 Ibid, p. 51.
22
alternatif lain didalam A. Akan tetapi dalam praktiknya, penugasan seringkali dilakukan berdasarkan perbedaan relatif tiap alternatif terhadap kriteria tertentu. 3. Peratingan Proses peratingan terdiri dari penentuan rating sejumlah alternatif A. Rating tersebut merepresentasikan prioritas dari sejumlah alternatif A. 2.4
Analytic Network Process
Analytic Network Process (ANP) merupakan kerangka kerja paling komperhensif untuk analisis keputusan social, pemerintahan, dan perusahaan untuk pengambilan keputusan. Metode ANP merupakan pengembangan dari metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ANP mampu memperbaiki kelemahan AHP berupa kemampuan mengakomodasi keterkaitan antar kriteria atau alternative. Didalam ANP memperbolehkan adanya interaksi dan umpan balik dari elemenelemen dari cluster (inner dependence) dan antar cluster (outer dependence). Adanya keterkaitan tersebut menyebabkan merode ANP lebih kompleks dibanding metode AHP17. 2.4.1
Gambaran Umum Model Keputusan ANP Menurut Saaty (1999) ANP adalah model keputusan atau teori umum
pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan pengukuran relative dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenan dengan kriteria control ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang 17
Fransisca, D.S. 2006,”Pemilihan Strategi Manufacturing dengan Analytic Network Process”. Jurnal Teknologi Industri. 10(1), p.63-70.
23
digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah pengaruh sementara konsep utama dalam AHP adalah preferensi. AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang cluster dan elemen merupakan kasus khusus pada ANP. Pada jaringan AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternative, dimana masing-masing level memiliki elemen. Sementara itu pada jaringan ANP, level dalam AHP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternative didalamnya, yang sekarang disebut simpul (gambar 2.2). Alternative-alternatif dapat bergantung atau terikat pada kriteria seperti pada hierarki tetapi dapat juga bergantung pada sesame alternative. Lebih jauh lagi, kriteria-kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternative-alternatif dan pada sesama kriteria (gambar 2.2). Sementara itu feedback meningkatkan prioritas yang diturunkan dari judgements dan membuat prediksi menjadi lebih akurat. Oleh karena itu hasil dari ANP diperkirakan akan lebih stabil.
Gambar 2.1 Perbedaan Hierarki dan Jaringan AHP dan ANP menggunakan skala rasio. Prioritas-prioritas dalam skala rasio merupakan angka yang memungkinkan untuk dilakukannya perhitungan dasar seperti penambahan dan pengurangan dalam skala yang sama, perkalian dan pembagian dari skala yang berbeda dan mengkombinasikan keduannya dengan
24
pembobotan yang sesuai dan menambahkan skala yang berbeda untuk memperoleh skala satu dimensi. Perlu diingat bahwa skala rasio juga skala absolute. Kedua skala tersebut diperoleh dari pairwise comparison (perbanding berpasangan) dengan menggunakan atau rasio dominasi pasangan dengan menggunakan pengukuran actual. Dalam AHP seseorang bertnya “ Mana yang lebih disukai” atau “lebih penting?”, sementara dalam ANP seseorang bertanya ; “Mana yang mempunyai pengaruh lebih besar?”. Pertanyaan terakhir jelas memerlukan observasi factual dan pengetahuan untuk menghasilkan jawabanjawaban yang valid, yang membuat pertanyaan kedua lebih obyektif.18 2.4.2
Tahapan Pengerjaan Model ANP
Terdapat lima langkah utama dalam proses ANP yaitu : 1. Membuat suatu model jaringan keputusan yang menunjukkan hubungan antar elemen keputusan. 2. Buat matrik perbandingan berpasangan diantara elemen yang mempengaruhi keputusan sesuai dengan model jaringan keputusan yang telah dibuat. 3. Hitunglah bobot dari factor-faktor tersebut. 4. Bentuklah suatu supermatriks, yaitu suatu matriks yang tersusun dari bobot-bobot
matriks
perbandingan
berpasangan.
Kemudian
normalisasi supermatriks tersebut sehingga angka-angka didalam tiaptiap kolom pada supermatriks memiliki jumlah bernilai 1 (satu).
18
Yumanita, Diana. 2005,”Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indosesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, p.1-14.
25
5. Hitunglah bobot akhir dengan memangkatkan supermatriks dengan 2k+1 dimana k merupakan angka yang besar sampai stabilitas bobot terjadi, dimana nilai dalam supermatriks tidak berubah ketika dirinya dikalikan dengan dirinya sendiri, yang disebut sebagai konvergen. 2.4.3
Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan langkah awal dalam menyusun ANP. Metode AHP yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty ini bertujuan untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai Dengan menggunakan metode AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif akan persoalan tersebut. persoalan yang kompleks
dapat
disederhanakan
dan
dipercepat
proses
pengambilan
keputusannya.19 Ide dasar prinsip AHP adalah :20 1.
Prinsip menyusun hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsure-unsurnya yaitu kriteria dan alternative, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.
2.
Prinsip penilaian kriteria dan alternatif Kriteria dan alternative dinilai melaui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat dari table berikut:
19
Marimin, 2004, “Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk”. Cetakan Kedua, PT. Grasindo, Jakarta. 20 Marimin, 2004
26
Tabel 2.3 Skala penilaian perbandingan berpasangan Intensitas Keterangan Kepentingan 1 Keduan elemen sama Dua pentingnya
Penjelasan elemen
pengaruh
yang
mempunyai sama
besar
terhadap tujuan 3
Elemen
yang
saru Pengalaman
dan
penilaian
sangat penting daripada sedikit menyokong satu elemen elemen yang lainnya 5
Elemen
yang
dibandingkan elemen lainnya satu Pengalaman
dan
penilaian
sangat penting dari pada sangat kuat menyokong satu elemen yang lainnya
elemen dibandingkan elemen lainnya.
7
Elemen yang satu jelas Satu
elemen
yang
kuat
lebih penting dari pada disokong dan dominan terlihat elemen lainnya 9
Elemen mutlak dari
dalam praktek
yang lebih pada
satu Bukti untuk mendukung elemen penting yang saru terhadap elemen yang elemen lain
lainnya
memeiliki
penegasan
tertinggi
tingkat yang
mungkin mgnuatkan 2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua Nilai ini diberikan bila ada dua nilai pertimbangan yang kompromi diantara dua pilihan. berdekatan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas I mendapatkan satu angka disbanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikanya dibanding dengan i
Sumber : Saaty, T.L.,1980, “The Analytic Hierarchy Process”,McGraw-Hill, New York
27
3.
Prinsip penentuan prioritas. Untuk setiap kriteria dan subkriteria, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat
relatif dari seluruh
alternative. Misalkan unsure a12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap elemen operasi A2. Sedangkan besarnya nilai a21 adalah 1/a21 (kebalikan dari nilai a21) yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1. Tabel 2.4 Tabel Pebandingan Berpasangan c
A1
A2
….
Aj
A1
a11
a12
….
a1j
A2
a21
a22
….
a2j
….
…
…
….
…
Ai
ai1
ai2
….
aij
Nilai aij adalah nilai perbadingan elemen ai bila dibandingkan dengan aj atau dapat juga berarti : Seberapa jauh tingkat kepentingan ai dibandingkan dengan aj. Seberapa kontribusi ai terhadap kriteria c dibandingakan dengan aj. Seberapa jauh dimensi ai dibandingakan dengan aj. Seberapa banyak kriteria c terdapat pada ai dibandingkan dengan aj.
28 Jika terdapat multi partisipan maka jawaban nilai perbandingan dari masing-masing partisipan harus dirata-ratakan terlebih dahulu. Untuk itu Saaty menyarankan untuk menggunakan Metode Rataan Geometris (Geomean). Adapun rumus Geomean sebagai berikut : Aij = (Z1 x Z2 x Z3 x ………….Zn)1/n ………………………………….. (2-1) Dimana : Aij = nilai rata-rata perbandingan antara kriteria a1 dengan aj untuk partisipan. Zi = nilai perbandingan antara nilai ai dengan aj untuk partisipan ke-I, dimana i = 1,2,3…..,n n = jumlah partisipan
4.
Prinsip konsistensi logis Elemen dikelompokkan secara logis dan konsistensi dengan kriteria yang logis. Perhitungan konsistensi bertujuan untuk melihat nilai rasio konsistensi sampai kadar tertentu, yaitu 10% atau kurang masih diperbolehkan. Namun sebaliknya jika lebih dari 10% maka pertimbangan yang dilakukan mungkin agak acak dan perlu diperbaiki. Langkah-langkah perhitungan konsistensi adalah sebagai berikut : a.
Mencari nilai max Mencari hasil kali dari matriks perbandingan berpasangan awal dengan bobot matriks perbandingan berpasangan. Mencari hasil bagi () dari hasil kali bagi dengan bobot matriks perbandingan berpasangan.
29 Nilaimax= ………………………………………………….(2-2) Dimana n = ordo dari matriks. b.
Mencari nilai consistency index (CI) ……………………………………………………(2-3)
CI = c.
Mencari nilai consistency ratio (CR) CR = Dimana nilai RI merupakan ratio consistency index yang disesuaikan dengan jumlah ordo matriks (n) Tabel 2.5 Nilai Indeks Random
Ukuran
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.00
0.52
0.89
1.11
1.25
1.35
1.4
1.45
1.49
Matriks Indeks Random Sumber : Saaty, T.L.,1980, “The Analytic Hierarchy Process”,McGraw-Hill, New York
2.5
Supermatiks AHP & ANP menggunakan prosedur yang sama untuk mendapatkan skala rasio. Adanya pengaruh-pengaruh feedback dalam ANP membutuhkan matriks besar yang disebut dengan supermatriks yang berisi suatu set dari sub matriks. Supermatriks ini diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan. Misalkan suatu supermatriks dari hirarki gambar dibawah ini.
30
Gambar 2.2 Supermatrik Hubungan Saling ketergantungan
C1
Source Component (Feedback Loop)
Source Component
C2
Outerdependence
Intermediate Component (Translent State)
Sink Component (Absorbing State)
C5 C3 C4
Intermediate Component (Recument State)
Innerdepence Loop
Dalam suatu system N komponen yang terdiri dari elemen-elemen yang berinteraksi akan saling memberikan pengaruh, dapat dinotasikan bahwa komponen C sejumlah N disimbolkan dengan Ch dimana h = 1, 2, 3, … N. Elemen yang dimiliki oleh komponen akan disimbolkan dengan eh1, eh2,… ehm. Nilai dari supermatrik diberikan sebagai hasil penilaian dari skala prioritas yang diturunkan dari perbandingan berpasangan seperti AHP. Hubungan antara elemen direpresentasikan dengan vector prioritas yang diturunkan dari perbandingan berpasangan seperti AHP. Matriks dibuat untuk mendeskripsikan aliran kepentingan antara komponen baik secara inner dependence maupun outer dependence. Secara umum hubungan kepentingan antara elemen didalam jaringan dengan elemen lain didalam jaringan direpresentasikan supermatriks seperti gambar 2.4 dibawah ini :
31
Gambar 2.3 Gambar Jaringan Supermatrik
Bentuk Wij di dalam supermatriks disebut sebagai blok supermatrik dan diikuti matrik gambar 2.5 sebagai berikut :
Gambar 2.4 Gambar Komponen Supermatrik
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigenvector yang menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen tersebut tidak
32
digunakan
dalam
perbandingan
berpasangan
untuk
menurunkan
eigenvector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan kepentingan (≠0). 2.5.1 Tahapan Supermatrik Supermatrik terdiri dari 3 tahap yaitu :
Unweight Supermatrix Supermatrik
tahap
awal
yang
dihasilkan
yaitu
unweighted
supermatrix. Unweighted supermatrix berisikan eigenvector yang dihasilkan dari keseluruhan matrik perbandingan berpasangan dalam jaringan.21 Tabel 2.6 Unweighted Supermatrix A
B
C
A1
A2
B1
B2
C1
C2
A1
a
g
m
s
y
ee
A2
b
h
n
t
z
ff
B1
c
i
o
u
aa
gg
B2
d
j
p
v
bb
hh
C1
e
k
q
w
cc
ii
C2
f
l
r
x
dd
jj
A
B
C
21
Saaty, Rozann. W., Op. Cit.,p.3
33
Keterangan a – jj dari tabel diatas merupakan nilai yang bobot yang diperoleh dari pairwise comparison. Tiap kolom dalam unweighted supermatrix berisikan seluruh eigenvector yang berjumlah 1 (kolom bersifat stohastic).
Weighted Supermatrix Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan mengalikan semua elemen di dalam komponen dari unweighted supermatrix dengan bobot cluster yang sesuai.
Tabel 2.7 Cluster Matrix A
B
C
A
1
4
7
B
2
5
8
C
3
6
9
Keterangan 1-9 pada tabel diatas merupakan bobot yang diperoleh dari pairwise comparison antar cluster. Selanjutnya adalah mengalikan unweighted supermatrix dengan cluster matrix, sehingga diperoleh weighted supermatrix.
34
Tabel 2.8 Weighted Matrix A
B
C
A1
A2
B1
B2
C1
C2
A1
a*1
g*1
m*4
s*4
y*7
ee*7
A2
b*1
h*1
n*4
t*4
z*7
ff*7
B1
c*2
i*2
o*5
u*5
aa*8
gg*8
B2
d*2
j*2
p*5
v*5
bb*8
hh*8
C1
e*3
k*3
q*6
w*6
cc*9
ii*9
C2
f*3
l*3
r*6
x*6
dd*9
jj*9
A
B
C
Keterangan a*1… jj*9 dari tabel diatas merupakan perkalian antara unweighted
supermatrix
dengan
cluster
matrix
yang
saling
berhubungan. Jumlah masing-masing kolom weighted matrix harus 1, bila tidak diperoleh 1 maka kolom tersebut harus di normalisasi sehingga berjumlah 1.
Limit Supermatrix Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari weighted supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan
supermatriks
itu
dengan
dirinya
sendirinya
(memangkatkan) sampai beberapa kali untuk mendapatkan prioritas terakhir dimana semua kolom dari matriks identik dan masing-masing
35
memberikan prioritas relative dari elemen-elemen dimana prioritas dari elemen dalam setiap cluster dinormalisasikan ke angka satu. Proses pemangkatan ini akan dihentikan ketika bobot didalam setiap kolom matriks stabil atau memeiliki angka yang sama. 2.5.2 Prioritas dan Sintesis Hasil akhir perhitungan dengan menggunkan software superdecisions memberikan bobot prioritas dan sintetis. Berikut ini penjelasan dari prioritas dan sistesis : Prioritas Merupakan total bobot dari semua elemen dan komponen dalam supermatriks. Didalam prioritas terdapat bobot limiting (Limit) yang didapat dari limit supermatrix dan bobot normalized by cluster (normalisasi) yang didapat dari pembagian antara bobot limiting elemen dengan jumlah bobot elemen-elemen pada satu komponen.
36
Tabel 2.9 Contoh Tabel Prioritas Normalisasi
Limit
S1
0.14652
0.054118
S2
0.04077
0.015057
S3
0.15288
0.056464
S4
0.23156
0.085525
S5
0.42828
0.158183
H1
0.3594
0.007123
H2
0.51874
0.010281
H3
0.12185
0.002415
Q1
0.21856
0.08549
Q2
0.32548
0.127314
Q3
0.45596
0.178352
P1
0.40282
0.02113
P2
0.59718
0.031325
K1
0.08053
0.001156
PELAYANAN
K2
0.47064
0.006756
KONSUMEN
K3
0.12532
0.001799
K4
0.32351
0.004644
F1
0.12344
0.01887
F2
0.39949
0.06107
F3
0.47707
0.072928
STANDAR
HARGA
QUALITY
PENGIRIMAN
ALTERNATIF
37 Sintesis Merupakan bobot dari alternatif yang tersedia. Didalam sintesis terdapat bobot berupa raw, normals dan ideals. Bobot raw merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot limit matrix. Bobot normals merupakan hasil bobot alternatif yang dinormalisasi seperti terdapat pada bobot normalized by cluster prioritas. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan bobot normals terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.
2.6
Kelebihan ANP Kelebihan ANP sebagai salah satu teknik pengambilan keputusan yaitu22 : 1. ANP
merupakan
teknik
yang
komprehensif
dengan
memperhitungkan segala kriteria yang memungkinkan, baik yang bersifat tangible maupun intangibel yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan. 2. AHP memodelkan pengambilan keputusan dengan asumsi bahwa hubungan antar level keputusan bersifat uni-directional hierarchical, sementara ANP dapat meodelkan suatu hubungan yang lebih kompleks antar level keputusan dan kriteria dan tidak diharuskan memiliki struktur yang hirarki yang sempurna. 3. Dalam masalah pengambilan keputusan, sangat penting untuk mempertimbangkan adanya hubungan saling berhubungan 22
Ravi, V. et.al., p. 340
38
antar kriteria karena adanya sifat saling bergantung yang terjadi dalam
permasalahan
di
dunianyata.
Metode
ANP
memperkenankan adanya pertimbangan hubungan saling bergantung antar level kriteria sehingga saat ini ANP merupakan multi-criteria decision maing tool yang cukup menarik untuk digunakan. Fitur tersebut telah menjadikan ANP lebih
unggul
dibandingkan
dengan
AHP
yang
tidak
memperkenankan adanya hubungan saling bergantung antar kriteria dan subkriteria. 4. Metode ANP sangat berguna dalam mempertimbangkan baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif, dan juga hubungan antar kriteria yang bersifat nonlinier yang harus dipertimbangkan. 5. ANP bersifat unik dikarenakan metode ini menghasilkan nilai sintesa yang merupakan indikator pemeringkat relatif dari alternatif-alternatif yang ada bagi decision maker. 2.7
Kekurangan ANP Sedangkan kekurangan dari metode ANP yaitu23 : 1. Pengidentifikasian
kriteria-kriteria
membutuhkan
diskusi
dan
brainstorming yang cukup lama. Pengambilan data untuk metode ANP juga memerlukan waktu yang cukup intensif. 2. ANP membutuhkan perhitungan dan pembentukan matriks pair-wise comparison yang lebih banyak dibandingkan dengan metode AHP.
23
Ibid., p. 341.
39
3. Pair-wise
comparison
untuk
berbagai
kriteria
hanya
dapat
dipertimbangkan dengan pertimbangan subyektif. Oleh karena itu, keakuratan hasilnya bergantung pada pengetahuan para ahli dalam bidang permasalahan yang sedang dikaji.