Bab II Dasar Teori
II.1 Baja Cor (Steel Casting) Baja cor adalah logam yang merupakan paduan antara besi (Fe) dengan karbon (C) sebagai komposisi utama dan dibuat dengan proses pengecoran. Bahan baku untuk pengecoran baja cor adalah baja karbon atau baja paduan yang diproduksi oleh pabrik baja dalam bentuk wrought product atau baja rol. Komposisi kimia baja cor hampir sama dengan baja rol sehingga keduanya akan memiliki sifat-sifat yang hampir sama. Hanya saja pada arah longitudinal sifat mekanik baja rol lebih baik dari baja cor. Tetapi perbedaan tersebut merupakan kelebihan tersendiri dari baja cor karena untuk penerapan dengan kondisi pembebanan dari segala arah akan lebih menguntungkan bila menggunakan baja cor[2]. Perbedaan lainnya adalah tingkat deoksidasi proses pembuatannya. Baja cor dibuat dengan tingkat deoksidasi yang tinggi seperti pada proses pembuatan baja kil. Sedangkan baja rol dapat dibuat sebagai baja rim, semi-kil maupun kil. Paduan yang ditambahkan untuk proses deoksidasi adalah aluminium, titanium dan zirconium. Aluminium lebih banyak digunakan karena lebih efektif dan harganya lebih murah.
Saat proses pengecoran ditambahkan sulfur dan posfor untuk meningkatkan mampu alir. Pada baja cor, kandungan sulfur dibatasi maksimum 0,06% dan posfor 0,05% untuk mencegah terjadinya inklusi[2].
II.1.1 Klasifikasi dan Sifat-Sifat Baja Cor Menurut komposisi kimianya baja cor digolongkan ke dalam baja cor karbon dan baja cor paduan. Berdasarkan kadar karbonnya baja cor dikelompokkan menjadi: 1. Baja cor karbon rendah (C < 0,2%). 2. Baja cor karbon menengah (0,2% C − 0,5% C). 3. Baja cor karbon tinggi (C > 0,5%). 4
Kadar karbon dalam baja akan menentukan sifat fisik, sifat mekanik dan sifat teknologi serta kemampuan baja untuk di heat treatment. Sebagai contoh, baja cor dengan kadar karbon yang rendah mempunyai kekuatan yang rendah, perpanjangan (elongation) yang tinggi dan kekuatan impak serta mampu las (weldability) yang baik. Pada Gambar II.1 dan Gambar II.2 ditunjukkan pengaruh kadar karbon dan proses perlakuan panas terhadap sifat mekanik baja karbon cor.
(a) Gambar II.1
(b)
Hubungan Antara Kadar Karbon dan Proses Perlakuan Panas Dengan Sifat Mekanik Baja Cor (a) Kekuatan Tarik dan Pengurangan Luas Penampang (b) Kekuatan Luluh dan Perpanjangan[2]
5
(a) Gambar II.2
(b)
Hubungan Antara Kadar Karbon dan Proses Perlakuan Panas Dengan Sifat Mekanik Baja Cor (a) Kekerasan Brinell (b) Harga Impak (Charpy V-Notch)[2]
Berdasarkan banyaknya unsur paduan yang ditambahkan maka baja cor paduan dapat dikelompokkan menjadi: 1. Baja cor paduan rendah, apabila unsur paduan yang ditambahkan sebesar (1% − 2%). 2. Baja cor paduan menengah, apabila unsur paduan yang ditambahkan sebesar (2% − 5%). 3. Baja cor paduan tinggi, apabila unsur paduan yang ditambahkan lebih besar dari 5%. Kadar paduan pada baja juga mempengaruhi sifat fisik, sifat mekanik dan sifat teknologinya. Salah satu contohnya adalah baja cor paduan khrom 25% yang mempunyai sifat ketahanan korosi dan ketahanan aus yang baik tetapi keuletan dan mampu lasnya rendah.
6
II.1.2 Penggunaan Baja Cor Pada Industri Penggunaan baja cor pada industri sangat luas. Pemilihan material dan penggunaannya disesuai dengan kondisi kerja mesin. Selain itu faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor lingkungan, umur, biaya dan maintenance ability. Beberapa contoh penggunaan baja cor pada industri adalah sebagai berikut: 1. Bagian-bagian mesin, seperti sambungan pipa, rumah-rumah katup dan rotor pompa vakum. 2. Bagian-bagian kereta api, seperti rangka dan kopling. 3. Alat-alat berat pemindah tanah, seperti roda rantai dan rumah-rumah rem. 4. Mesin-mesin hidrolis, seperti sudu turbin air dan rumah-rumah pompa. 5. Alat-alat pada pabrik baja, seperti rol dan dudukan rol. 6. Bagian-bagian pada kapal laut, seperti rangka buritan, rumah-rumah turbin dan lengan engkol. 7. Mesin-mesin pada pertambangan, seperti mesin kasut dan mesin keruk. Selain baja cor cocok untuk komponen dengan kondisi pembebanan dari segala arah, baja cor juga lebih menguntungkun untuk komponen-komponen yang geometrinya sangat rumit seperti impeller dan rumah keong pompa sentrifugal. Dengan berkembangnya ilmu material dan teknologi pengecoran maka kebutuhan akan material yang mempunyai sifat-sifat yang khusus pada industri akan lebih terpenuhi.
II.1.3 Baja Cor Paduan Tinggi Khrom 25% Dalam penelitian ini digunakan baja cor paduan tinggi dengan kandungan karbon 1% dan khrom 25%. Dari hasil pengujian OES (Optical Emission Spectrometry) komposisi kimia dari baja cor khrom 25% secara lengkap adalah sebagai berikut: - C 1%
- Cr 24,5%
- Mo 0,2% - Cu 0,1%
- Si 0,5%
- Mn 0,5%
- Ni 0,6%
- V 0,1%
- Fe balance
7
Baja cor khrom 25% termasuk dalam kelompok baja feritik. Di Politeknik Manufaktur Bandung, baja ini digunakan untuk membuat bucket elevator yang akan digunakan pada pabrik semen dengan kondisi lingkungan operasi yang korosif dan tingkat keausan yang cukup tinggi. Oleh sebab itu sifat yang diinginkan dari komponen ini adalah ketahanan korosi dan ketahanan aus yang baik.
Kadar karbon yang cukup tinggi pada baja ini akan meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja tetapi akan menurunkan keuletan dan sifat mampu lasnya. Hal ini mengakibatkan baja menjadi sulit untuk dilas. Sedangkan kandungan khrom pada baja akan memperbaiki sifat ketahanan korosi yaitu dengan membentuk lapisan pasif (Cr2O3) pada permukaan baja. Selain itu khrom juga akan meningkatkan ketahanan aus pada baja ini karena khrom akan menstabilkan karbida sehingga karbida mudah terbentuk. Pada Gambar II.3 ditunjukkan gambar struktur mikro baja cor khrom 25%. Fasa-fasa yang terbentuk adalah ferit dan karbida (M23C6).
Ferit
Karbida
Gambar II.3 Struktur Mikro Baja Cor 1,05C-25Cr-0,49Si-0,47Mn[Lab. Polman] Dengan komposisi kimia tersebut di atas maka diagram fasa yang sesuai dengan baja khrom 25% adalah diagram fasa terner Fe-Cr-C. Pada Gambar II.4 diperlihatkan diagram fasa terner Fe-Cr-C dalam bentuk tiga dimensi.
8
25% Cr
Gambar II.4 Diagram Fasa Terner Fe-Cr-C[17] Untuk mempermudah melihat fasa-fasa yang terjadi selama proses pembekuannya maka diagram fasa ternier disederhanakan dengan cara memotong bidang isothermal (temperatur konstan) atau bidang komposisi konstan (isopleth) untuk salah satu unsurnya. Diagram fasa isopleth juga disebut dengan diagram fasa pseudo-binary. Pada Gambar II.5 ditunjukkan diagram fasa pseudo-binary Fe-Cr-C untuk kandungan khrom 25% yang digambar dengan menggunakan program Thermo-Calc Demo Version. Dari gambar tersebut terlihat bahwa fasa yang terbentuk pada suhu kamar untuk kandungan karbon 1% adalah fasa ferit dan karbida (M23C6).
9
25% Cr
Gambar II.5 Diagram Fasa Pseudo-binary Fe-25%Cr-C Pada beberapa literarur menyebutkan bahwa kandungan khrom pada baja cor paduan akan menekan daerah austenit dan untuk kandungan khrom di atas 20% daerah austenit akan hilang. Hal ini seperti ditunjukkan pada Gambar II.5. Sebaliknya penambahan karbon pada baja cor paduan akan menstabilkan austenit sehingga akan memperluas daerah austenit. Pada baja cor khrom 25%, kandungan khrom yang tinggi menyebabkan daerah austenit pada diagram fasa pseudo-binary tidak kelihatan seperti terlihat pada Gambar II.6. Tetapi daerah dengan gabungan fasa austenit dengan fasa-fasa lain yang berdekatan masih ada karena sesungguhnya daerah austenit tersebut secara tiga dimensi masih tetap ada.
Dari diagram fasa Gambar II.5 dapat disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya fasa martensit pada baja cor khrom 25% sangat kecil karena fasa austenit yang tejadi saat proses pembekuan hanya 0,19%[Thermo Calc].
10
Gambar II.6 Diagram Fasa Pseudo-binary Fe-Cr-C Untuk Kandungan Khrom Bervariasi[17]
II.1.4 Pengelasan Pada Baja Cor Pengelasan baja cor dapat dilakukan seperti pengelasan pada baja karbon yang komposisi kimianya sama. Cara yang banyak dipakai adalah las busur lindung (Shielded Arc Welding) dan las busur rendam (Submerged Arc Welding). Seperti halnya pada pengelasan baja karbon, untuk menghindari terjadinya pengerasan pada daerah pengaruh panas akibat pendinginan cepat dan untuk menghilangkan tegangan sisa, maka pada pengelasan baja cor juga dilakukan preheating dan post heating. Tegangan sisa yang berlebihan pada logam las dapat mengakibatkan terjadinya cacat las. Temperatur preheat dalam pengelasan baja cor dapat dilihat pada Tabel II.1. Sedangkan temperatur post heat berkisar antara 600°C − 650°C.
11
Tabel II.1 Temperatur Preheat Untuk Pengelasan Baja Cor[8] Kadar Karbon (%C)
Temperatur Preheat (°C)
0.28 − 0.35
120 − 200
0.35 − 0.45
150 − 260
0.45 − 0.55
260 − 370
0.55 − 0.6
260 − 370
Untuk mengurangi difusi hidrogen pada pengelasan baja cor dengan proses SMAW maka harus dipilih elektroda dengan kandungan hidrogen rendah dan pengelasan sebaiknya dilakukan pada lingkungan atmosfir yang berkadar hidrogen rendah. Dan bila kekuatan logam las diharuskan sama dengan kekuatan logam induk maka proses pengelasannya menjadi sukar dan pemilihan elektrodanya pun harus tepat. Kenyataan di lapangan, elektroda yang dapat menghasilkan sambungan dengan kekuatan dan sifat yang sama dengan logam induk tidak dapat ditemukan.
Pengerasan pada pengelasan baja cor selain disebabkan oleh pendinginan cepat juga dipengaruhi oleh komposisi kimianya. Komposisi kimia akan menentukan harga karbon ekivalen (Cek) dari baja. Pengaruh karbon ekivalen terhadap pengerasan pada daerah pengaruh panas (HAZ) ditunjukkan pada Gambar II.6. Persamaan untuk menentukan besarnya karbon ekivalen adalah sebagai berikut: [8]
C ek = C +
1 1 1 1 1 Mn + Si + Ni + Mo + V (%) 6 24 40 4 14
…(2.1)
Keterangan: Cek
= karbon ekivalen
C, Mn, Si, Ni, Mo, V = simbol-simbol unsur kimia 12
Gambar II.7 Hubungan Karbon Ekivalen (Cek) Dengan Kekerasan Pada HAZ Hasil Pengelasan Baja Cor[8] Pengerasan pada daerah pengaruh panas tersebut dapat menyebabkan terjadinya retak las.
Tegangan sisa yang terjadi pada pengelasan banyak dipengaruhi oleh rancangan las dan proses pengelasan yang dipilih. Tegangan sisa terjadi karena adanya penyusutan pada waktu pendinginan. Untuk mengurangi terjadinya tegangan sisa saat pengelasan dapat dilakukan dengan cara antara lain menurunkan masukan panas dan mengurangi banyaknya logam las yaitu dengan memperkecil sudut alur dan celah akar lasan. Penghalang luar juga menyebabkan terjadinya tegangan sisa, maka hal ini harus dihindari yakni dengan cara menentukan urutan pengelasan yang baik. Pembebasan tegangan sisa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara mekanik dan cara termal. Contoh-contoh dari kedua cara tersebut dapat dilihat pada Tabel II.2. Dalam praktek cara termal lebih banyak digunakan yakni dengan proses anil atau lebih dikenal dengan post weld heat treatment (PWHT).
13
Tabel II.2
Peregangan
Penjelasan
Keuntungan
- Logam las dan daerah - Dapat diterapkan sekitarnya dipukul selama pada logam ulet atau setelah pengelasan - Ukuran butir logam dapat menjadi lebih halus - Sambungan ditarik sampai terjadi deformasi plastis
Kerugian - Tidak dapat diterapkan pada logam getas
- Untuk konstruksi - Tidak dapat bejana berbentuk bola diterapkan untuk dapat dilakukan bentuk-bentuk yang dengan mudah rumit menggunakan tekanan hidrostatis
- Tidak bisa diterapkan pada konstruksi besar dan sulit dilakukan dilapangan
Anil
- Tidak dapat diterapkan pada konstruksi besar karena hasilnya akan tidak merata
- Lasan dari baja feritik - Tingkat dipanaskan 600-700°C keberhasilannya tinggi dan baja austenitik sampai 900°C dan setelah ditahan beberapa saat didinginkan pelan-pelan
Anil suhu tinggi
- Pada konstruksi diberikan - Pelaksanaannya getaran berfrekuensi sederhana rendah sehingga terjadi deformasi plastis
- Lasan dari baja - Seluruh tegangan sisa - Diperlukan konstruksi umum dapat dibebaskan pemanasan yang dipanaskan 900-950°C merata dan dijaga dan setelah ditahan agar tidak terjadi beberapa saat didinginkan perubahan bentuk pelan-pelan
Anil suhu rendah
Cara Termal
Getaran
Cara Mekanik
Pemukulan
Cara
Cara Pengurangan Atau Pembebasan Tegangan Sisa[8]
- Kedua permukaan daerah - Baik untuk - Pengurangan lasan selebar 60-130 mm konstruksi-konstruksi terhadap tegangan dipanaskan 150-200°C besar sisa rendah kemudian dinginkan dengan air
14
Dengan banyaknya kesulitan yang ditemukan pada proses pengelasan pada baja karbon cor maka perlu dikembangkan metode baru yang dapat mengurangi kesulitan tersebut. Dan penemuan metoda turbulence flow casting (TFC) memberikan harapan baru pada proses pengelasan untuk dapat menghasilkan sambungan yang memiliki kekuatan dan sifat yang sama dengan logam induk karena logam pengisi yang dipakai pada TFC sama dengan logam induk.
II.2 Turbulence Flow Casting (TFC) [18] Metode Turbulence flow casting (TFC) dikembangkan oleh Muki Satya Permana (2007). Metoda ini digunakan untuk perbaikan cacat permukaan yang prosesnya menyerupai proses pengecoran. Bedanya pada proses ini logam cair yang masuk kedalam cetakan dibiarkan keluar sehingga sebagian logam cair terbuang. Spesimen atau komponen yang akan diperbaiki berada di dalam cetakan dan logam cair di alirkan ke dalam rongga cacat. Produk dari proses TFC adalah logam cair yang tidak ikut terbuang dan akan membeku sebagai weld pool pada rongga cacat. Sketsa proses perbaikan cacat pemukaan dengan metoda TFC ditunjukkan pada Gambar II.8.
5
6 7 4 3
8
2
1
Gambar II.8 Sketsa Proses Perbaikan Dengan Metoda TFC 15
Keterangan gambar: 1. Pemanas Listrik (with castable cover) 2. Spesimen 3. Rongga Cacat 4. Rongga Untuk Aliran Berulang 5. Pouring Cup 6. Saluran Masuk 7. Saluran Keluar 8. Cetakan Pasir
Untuk menurunkan laju pendinginan pada daerah yang diperbaiki harus dilakukan preheating. Dengan pemberian preheating maka penggetasan pada sambungan (weld pool) dapat dihilangkan. Sedangkan untuk menghilangkan tegangan sisa dan tegangan termal pada saat pembekuan logam pengisi dilakukan dengan cara pemberian postheating.
Metode TFC yang telah diterapkan untuk perbaikan cacat permukaan pada komponen yang terbuat dari besi cor kelabu, menghasilkan sambungan yang sifat dan strukturnya menyerupai dengan logam induk sehingga kekuatannya tidak berubah. Kelebihan-kelebihan metode TFC lainnya adalah: 1. Logam pengisi sama dengan logam induk. 2. Tanpa porositas. 3. Logam induk yang mencair sangat tipis (very thin layer of mixing). 4. Kekuatan sambungan tinggi. 5. Tidak terjadi perbedaan tampilan setelah proses perbaikan. 6. Tidak diperlukan antioksidan. 16
7. Permukaan cacat “tidak perlu” dibersihkan dari kotoran, karat, air, atau minyak. 8. Peralatan murah dan prosesnya sangat sederhana. 9. Tidak perlu keahlian khusus kecuali pada saat preparasi.
Bahan baku dan peralatan yang digunakan pada TFC antara lain: 1. Pasir silika (green sand). 2. RCS (Resin Coated Sand). 3. Tungku heat treatment. 4. Pola kayu. 5. Rangka cetak (flask). 6. Pemanas (heating coil). 7. Tungku induksi kapasitas 250 kg di Politeknik Manufaktur Bandung (POLMAN).
Proses pembuatan cetakan menggunakan dua buah flask yang berfungsi sebagai cup dan drag. Hal ini dimaksudkan agar pemasangan pola saluran dan pola rongga cacat dapat dilakukan dengan mudah. Sistem saluran pada cetakan dan spesimen di rancang sehingga akan menghasilkan aliran turbulen logam cair yang akan dimanfaatkan untuk menghilangkan lapisan oksida pada permukaan cacat. Sketsa cetakan dan spesimen tersebut dapat dilihat pada Gambar II.9.
17
Gambar II.9 Cetakan, Rangka Cetak dan Spesimen Pada Proses TFC [18]
II.2.1 Parameter-Parameter Pada TFC Untuk mendapatkan hasil perbaikan cacat yang sambungannya mempunyai sifat yang sama dengan logam induk, maka harus diperhatikan parameter-parameter yang terkait dengan proses TFC. Parameter-parameter tersebut adalah: 1. Temperatur preheat. 2. Kedalaman penetrasi logam cair. 3. Laju aliran logam cair dan waktu tuang. 4. Diameter rata-rata saluran. 5. Temperatur penuangan Diantara parameter-parameter tersebut, temperatur preheat, kedalaman penetrasi logam cair dan waktu penuangan merupakan parameter yang sangat menentukan keberhasilan dari proses TFC. Karena parameter tersebut akan menentukan bentuk struktur mikro pada sambungan. Sedangkan parameter-parameter lain dianggap sebagai parameter tetap yang harganya ditentukan berdasarkan angka praktis dilapangan dan disesuaikan dengan material yang digunakan.
Dengan menggunakan pendekatan analisis dimensional yang menggabungkan konsep perpindahan panas dan penggunaan variabel tak berdimensi maka dapat 18
diturunkan formulasi matematis hubungan antara parameter-parameter tersebut di atas. Hubungan tersebut terjadi pada proses pencairan dan pembekuan. Pada Gambar II.10 memperlihatkan sketsa pencairan pada bidang datar.
Gambar II.10 Sketsa Distribusi Temperatur Proses Pencairan Pada TFC[18] Dari ilustrasi Gambar II.10 di atas dapat dibuat rangkaian termal seperti pada Gambar II.11.
Gambar II.11 Rangkaian Termal Proses TFC[18] 19
Dengan bantuan rangkaian termal dan kelompok bilangan tak berdimensi maka diperoleh hubungan fungsional dari setiap parameter yang terkait. Laju perpindahan panas per satuan luas melalui tahanan-tahanan yang diberikan oleh aliran logam cair di daerah pencairan (melting) dan di daerah padat sebagai akibat potensial temperatur (T∞-Tpr) adalah:
qtot = q c + q k =
T0 − T pr T∞ − T0 + 1/ h ε / k +ψ / k
...(2.2)
Keterangan: qtot = laju perpindahan panas total oleh logam cair (W/m2) qc = laju perpindahan panas konveksi per satuan luas (W/m2) qk = laju perpindahan panas konduksi per satuan luas (W/m2) T∞ = temperatur penuangan logam cair (pouring) (°C) Tm = temperatur cair (melting) logam (°C) T0 = temperatur permukaan logam cair setelah dituangkan (°C) Tpr = temperatur preheat (°C) h
= koefisien perpindahan panas konveksi logam cair (W/m2.K)
kl = ks = k = koefisien perpindahan panas konduksi logam (W/m.K) ε
= tebal lapisan logam induk yang mencair (mm)
ψ = tebal lapisan panas logam induk akibat logam cair (mm)
Dari hukum kekekalan energi dapat dibuat persamaan energi yaitu laju perpindahan panas persatuan luas (2.2) sama dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mengubah fasa padat menjadi fasa cair dan untuk menaikkan temperatur di daerah cair-padat (mushy zone). Energi tersebut adalah sebesar: 20
dqcp = ρ (L + C p (T0 − Tm ) + C p (Tm − Tpr ))
d (ε + ψ ) dt
...(2.3)
Maka diperoleh persamaan energi sebagai berikut:
T − Tpr T∞ − T0 d (ε + ψ ) + 0 = ρ (L + C p (T0 − Tm ) + C p (Tm − Tpr )) ε / k +ψ / k 1/ h dt
...(2.4)
Keterangan: dqcp = energi yang dibutuhkan untuk mengubah fasa padat menjadi fasa cair dan menaikkan temperatur di daerah cair-padat (W/m2)
ρ
= massa jenis logam pada fasa padat (Kg/m3)
L
= panas laten logam (J/Kg)
Cp
= konduktivitas panas logam (J/Kg.K)
Untuk menyederhanakan dalam integrasi persamaan (2.3) maka didefinisikan bilangan-bilangan tak berdimensi yaitu:
δ∗ =
t∗ =
h(ε + ψ ) k
dδ ∗ =
hd (ε + ψ ) k
T∗ =
(T∞ − T0 )
(T
0
− Tpr )
h 2 (T0 − Tpr )t ρk (L + C p (T0 − Tm ) + C p (Tm − Tpr ))
Dengan proses integrasi dan iterasi diperoleh persamaan kedalaman penetrasi panas komulatif ( δ ∗ ) dalam fungsi t* dan T* atau δ ∗ = f(t*, T*) yaitu:
21
δ ∗ = KPe(t ∗ )
KPa
...(2.5)
Keterangan: KPe = 2,4704T* - 0,0192 KPa = 0,775 (T*)-0,0834
Kemudian untuk proses pembekuan pada TFC penurunan formulasi matematisnya dibantu dengan pendekatan seperti pada Gambar II.12.
Gambar II.12 Sketsa Distribusi Temperatur Proses Pembekuan Pada TFC[18]
Keseimbangan energi di solid-liquid interface adalah:
∂Tl ⎤ ∂ε (t ) ⎡ ∂Ts = ρ L + C p (T0 − Tm ) ⎢⎣k s ∂x − kl ∂x ⎥⎦ dt x = ε (t )
[
]
...(2.6) 22
Persamaan distribusi temperatur di daerah cair adalah: ⎡x −ε ⎤ ⎡x −ε ⎤ + (Tm − Tpr )⎢ Tl = Tm − 2(Tm − Tpr ) ⎢ ⎥ ⎣δ − ε ⎦ ⎣ δ − ε ⎥⎦
2
...(2.7)
Persamaan distribusi temperatur di daerah padat adalah:
⎤⎛ x ⎞ hε hε ⎛x⎞ ⎡ (T∞ − T0 )⎜ ⎟ + ⎢− (T0 − Tm ) + (T∞ − T0 )⎥⎜ ⎟ Ts = T0 − kl kl ⎝ε ⎠ ⎣ ⎦⎝ ε ⎠
2
...(2.8)
Keterangan: Tl
= temperatur liquid (°C)
Ts
= temperatur solid (°C)
D
= diameter saluran (mm)
Dengan bantuan proses penurunan persamaan-persamaan (2.6)(2.7)(2.8) dan mengasumsikan bahwa fluks panas di daerah padat-cair adalah konstan serta dengan melakukan beberapa kali curve fitting maka di peroleh persamaan hubungan antara temperatur preheat dengan waktu penuangan pada proses pembekuan yaitu:
⎡ h 2αt ⎤ Tpr = Tm − 1,0933(T∞ − Tm )⎢ 2 ⎥ ⎣ k ⎦
0 , 256
...(2.9)
Keterangan: α
= difusivitas panas (thermal diffusivity) (m2/s)
t
= waktu penuangan (detik)
23
Pada Gambar II.13 di perlihatkan grafik hubungan antara temperatur preheat dan waktu penuangan pada proses TFC besi cor kelabu yang dibandingkan antara hasil penurunan persamaan dengan hasil eksperimen [17].
Gambar II.13 Grafik Hubungan Antara Temperatur Preheat Dengan Waktu Penuangan Pada Pembekuan Logam Cair Dengan Proses TFC[18] Persamaan-persamaan di atas dapat digunakan untuk menentukan parameterparameter proses TFC. Syarat yang harus dipenuhi sebelum menentukan harga parameter-parameter tersebut adalah asas similaritas yaitu bilangan Reynold 11150.
II.2.2 Pengaruh Bilangan Tak Berdimensi Pada Proses TFC II.2.2.1 Bilangan Reynold[11] Bilangan Reynold adalah perbandingan antara gaya inersia dan gaya gesekan aliran fluida (viscous force). Bilangan Reynold membedakan aliran fluida ke dalam dua jenis aliran yaitu aliran laminar (Re ≤ 2.100) dan aliran turbulen (Re ≥ 2.100).
24
Osborne Reynold (1824) menformulasikannya ke dalam sebuah persamaan sebagai berikut:
Re = ρ
VD
μ
...(2.10)
Keterangan: Re
= bilangan Reynold
ρ
= massa jenis (kg/m3)
V
= kecepatan aliran (m/s)
D
= diameter saluran (mm)
μ
= viskositas dinamik (Pa.s)
Dalam proses TFC aliran logam cair ke dalam rongga cacat harus turbulen. Turbulensi aliran tersebut berfungsi untuk mengelupas lapisan oksida pada rongga cacat sehingga akan terjadi sambungan yang baik. Sedangkan kecepatan aliran dan energi panas logam cair akan memberikan aliran panas dari logam cair ke logam induk. Bila logam cair mempunyai energi yang cukup untuk mencairkan logam induk maka akan terjadi lapisan yang sangat tipis (very thin layer) pada logam induk yang ikut mencair.
II.2.2.2 Bilangan Prandtl[11] Bilangan Prandtl adalah perbandingan antara difusivitas momentum (momentum diffusivity) dengan difusivitas panas (thermal diffusivity). Ludwig Prandtl mendefinisikannya ke dalam sebuah persamaan yaitu:
25
Pr =
ν Cpμ = α k
...(2.11)
Keterangan:
Pr
= bilangan Prandtl
ν
= viskositas kinematik (m2/s)
α
= difusivitas panas (m2/s)
k
= koefisien perpindahan panas konduksi (W/ m2.K)
Bilangan Prandtl menentukan ketebalan dari lapisan batas panas (thermal boundary
layer) dan lapisan batas momentum (momentum boundary layer). Pada bilangan Prandtl besar lapisan batas panas lebih tipis dibandingkan dengan lapisan batas momentum. Sebaliknya pada bilangan Prandtl kecil lapisan batas panas akan lebih tebal dari pada lapisan batas momentum. Hal ini seperti yang terjadi pada aliran logam cair pada logam induk dalam proses TFC. Ilustrasi dari pengaruh bilangan
Prandtl terhadap ketebalan lapisan batas panas dan momentum diperlihatkan pada Gambar II.14.
Gambar II.14 Lapisan Batas Panas dan Lapisan Batas Momentum Untuk Bilangan
Prandtl Kecil (proses TFC) 26
Keterangan:
V∞ = kecepatan aliran fluida T∞ = temperatur fluida Ts
= temperatur permukaan plat (logam induk)
δm
= ketebalan lapisan batas momentum
δt
= ketebalan lapisan batas panas
Karena pada TFC lapisan batas panas lebih tebal dibandingkan dengan lapisan batas momentum maka difusi yang dipengaruhi oleh energi panas lebih dominan dari pada difusi akibat momentum.
II.2.3 Difusi Pada Proses TFC Proses penyambungan yang terjadi pada TFC dapat berlangsung baik secara difusi saja (full-diffusion) maupun gabungan antara proses fusi (mixing) dan difusi. Hal ini telah dibuktikan oleh Muki [17] dengan proses TFC pada besi cor kelabu. Pada proses penyambungan yang pertama kali terjadi adalah percairan logam induk pada permukaan kontak kemudian diikuti dengan proses difusi. Permukaan logam induk yang ikut mencair tersebut sangat tipis (very thin layer) sehingga terbentuk interface antara logam induk dengan weld pool. Gambar II.15 menunjukkan daerah interface yang mengalami pencampuran pada proses TFC besi cor kelabu. Dari eksperimen ini maka disimpulkan bahwa proses penyambungan pada TFC dapat berlangsung secara fusi dan difusi.
27
Gambar II.15 Daerah Interface Yang Mengalami Pencampuran Pada Eksperimen TFC Besi Cor Kelabu[18] Untuk membuktikan bahwa proses TFC dapat terjadi hanya dengan proses difusi Muki
[17]
melakukan eksperimen TFC dengan logam induk baja karbon ST-37
dengan logam pengisinya menggunakan besi cor kelabu. Baja karbon bertitik cair 1600°C sedangkan besi cor kelabu hanya 1250°C dan dengan temperatur penuangan 1400°C maka tidak ada bagian dari logam induk yang ikut mencair selama eksperimen TFC. Dan hasil penyambungan yang terjadi sangat bagus. Eksperimen ini membuktikan bahwa proses penyambungan berlangsung secara full-diffusion. Kemudian dari hasil uji tarik diperoleh patahan pada daerah weld pool bukan pada sambungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik hasil difusi lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan tarik weld pool. Gambar struktur mikro pada eksperimen tersebut dapat dilihat pada Gambar II.16.
Interface
Gambar II.16 Struktur Mikro Hasil TFC Dengan Logam Induk Baja Karbon dan Logam Pengisi Besi Cor Kelabu[18] 28