BAB II DASAR TEORI
2.1
PERHITUNGAN HIDROLOGI
2.1.1
Umum Persediaan air hujan dunia hampir seluruhnya didapatkan dalam bentuk
hujan sebagai hasil dan penguapan air. Proses-proses yang tercakup dalam peralihan uap lengas dari laut ke daratan dan kembali ke laut lagi membentuk apa yang disebut daur hidrologi. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi
penguapan,
presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh scbagai hujan alau salju (presipitasi) ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian Iangsung menguap ke udara dan sebagian mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuhtumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah berinfiltrasi ke dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi. Air ini akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah. kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhimya ke laut. Dalam perjalanannya ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan
Universitas Sumatera Utara
keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah).
2.1.2
Penentuan Curah Hujan Rata-Rata DAS Semua air yang bergerak di dalam bagian daur hidrologi secara langsung
maupun tidak langsung berasal dari hujan (presipitasi). Udara yang diserap oleh air membawa air yang diuapkan dan bergerak hingga air tersebut mendingin sampai di bawah titik embun dan mempresipitasikan uap air sebagai hujan maupun bentuk presipitasi yang lain. Suatu DAS adalah daerah yang dianggap sebagai wilayah dari suatu titik tertentu pada suatu sungai dan dipisahkan dari DAS-DAS di sebelahnya oleh suatu pembagi, atau punggung bukit/gunung yang dapat ditelusuri pada peta topografi. Daerah aliran disebut juga sebagai cathment area atau drainage basin. Data hujan dari beberapa stasiun hujan digunakan dalam analisa data hujan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method Ini merupakan cara yang paling sederhana dan diperoleh dengan menghitung rata-rata arithmatic dan semua total penakar hujan di suatu kawasan. Cara ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai pada daerah yang datar dan mempunyai banyak penakar hujan yang didistribusikan secara merata pada lokasi-lokasi yang mewakili. Cara Arithmatic Mean dapat dirumuskan sebagai berikut : R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + R……………………………………………..(2.1) Dimana : R
= Curah hujan rata-rata (mm)
Rn
= Tinggi hujan tiap stasiun n (mm)
n
= Banyaknya stasiun penakar hujan
2. Thiessen Method Cara ini dengan memperhitungkan luas daerah yang diwakili oleh stasiun yang bersangkutan (luas daerah pengaruh). Untuk digunakan sebagai faktor dalam menghitung hujan rata-rata. Menurut Thiessen luas daerah pengaruh dari setiap stasiun dengan cara : 1. Menghubungkan stasiun-stasiun dengan suatu garis sehingga membentuk poligon-poligon segitiga. 2. Menarik sumbu-sumbu dan poligon-poligon segitiga. 3. Perpotongan sumbu-sumbu ini akan membentuk luasan daerah pengaruh dari tiap-tiap stasiun. Luas daerah pengaruh masing-masing stasiun dibagi dengan luas daerah aliran disebut sebagai Koefisien Thiessen masing-masing stasiun (weighting factor). Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut : R = A1 . R1 + A2 . R2 + A3 . R3 + .. + An . Rn A A A A = W1.R1 + W2.R2 + W3.R3 + ... + Wn.R....................................................(2.2)
Universitas Sumatera Utara
Dimana: A
= Luas daerah aliran (km2)
An
= Luas daerah pengaruh stasiun n (km2)
Wn = Faktor pembobot daerah pengaruh stasiun n Rn
= Tinggi hujan pada stasiun n (mm) Metode Thiessen sesuai untuk daerah dengan jarak penakar hujan yang
tidak merata. 3. Isohyet Method Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang mempunyai tinggi hujan yang sama. Cara ini adalah cara yang paling teliti, tetapi cukup sulit pembuatannya. Pada umumnya digunakan untuk hujan tahunan, karena terlalu banyak variasinya, sehingga isohyet akan berubah-ubah. Hujan rata-rata di daerah aliran dirumuskan sebagai berikut : R = A1,2 . R1,2 + A2,3 . R2,3 + ... + An,n+1 . Rn,n+1 ...................…………………(2.3) A A A Dimana : An,n+1 = Luas antara isohyet In, dan isohyct In+1, Rn,n+1 = Tinggi hujan rata-rata antara isohyet In, dan Isohyet In+1
2.1.3
Perhitungan Curah Hujan Effektif (Reff) Besarnya curah hujan yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan air, sehingga dapat memperkecil debit yang diperlukan dari pintu pengambilan. Mengingat bahwa jumlah curah hujan yang turun tersebut tidak semuanya
dapat
dipergunakan
untuk
tanarnan
dalam
melangsungkan
Universitas Sumatera Utara
kehidupannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan effektif yang merupakan besarnya angka kebutuhan air yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Curah hujan effektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R-80 yang merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%. Ada berbagai cara untuk mencari curah hujan effektif ini yang telah dikembangkan oleh berbagai ahli, diantaranya ialah: 1. Cara Empiris Harza Engineering Comp. Int. menghitung besarnya curah hujan effektif berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years. Bila dinyatakan dengan rumus adalah sebagai berikut : R80=(n/5)+ 1……………………………………………………..(2.4) Dimana : Reff
= R80 = Curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
n/5 + I
= Rangking curah hujan effektif dihitung dan curah hujan terkecil
n
= Jumlah data
2. Cara Statistik Dengan menghitung probabilitas curah hujan effektif yang 80% disamai atau dilampaui. Metode yang dapat dipakai antara lain adalah dengan metode Gumbel, Hazen, dan Log Pearson tipe III.
Universitas Sumatera Utara
Dalam tugas
akhir
ini
perhitungan
curah
hujan
effektif
menggunakan cara empiris yang digunakan oleh Harza Engineering Comp.Int. Pemilihan cara ini disebabkan data yang tersedia dapat dimasukkan ke dalam perhitungan rumus tersebut dan tidak ada batasan-batasan khusus terhadap data yang ada. Wiramihardja Sadeli, Hidrologi Pertanian, hal 51, Himpunan Mahasiswa ITB
2.2
PERHITUNGAN KLIMATOLOGI
2.2.1
Umum Karakteristik hidrologi suatu daerah sebagian besar ditentukan oleh
keadaan geologi dan geografinya, iklim mempunyai peranan penting dalam penentuan karakteristik tersebut. Yang termasuk dalam data meteorologi antara lain : Temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari. 1.
Temperatur Suhu atau temperatur udara adalah salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya hujan. evaporasi dan transpirasi. Yang biasa disebut suhu udara atau temperatur adalah suhu yang diukur dengan termometer yang diletakkan pada sangkar meteorologi. Data temperatur udara dinyatakan dalam derajat celsius (°C’). derajat Fahrenheit (°F) atau derajat absolut yang merupakan data temperatur rata-rata harian.
2.
Kelembaban, (Humidity) Udara sangat mudah menyerap air dalam bentuk uap air, hal ini tergantung dari temperatur udara dan airnya. Temperatur udara makin besar maka makin banyak yang dapat mengisi udara dan hal ini akan berlangsung
Universitas Sumatera Utara
terus menerus sampai terjadi suatu keseimbangan dimana udara jenuh air, dan penyerapan air tidak banyak. Adanya air yang terkandung dalam udara inilah yang disebut sebagai kelembaban udara. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara dan hasil pengukuran dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara yang mutlak jarang dijumpai. yang ada adalah kelembaban udara nisbi atau relatif yang merupakan perbandingan antara tekanan uap air dan tekanan uap jenuh. 3.
Angin Yang disebut arah angin adalah arah dari mana angin bertiup. Untuk penentuan arah angin ini digunakan lingkaran arah angin dan pencatat angin. Angin sebagai udara yang bergerak merupakan faktor yang sangat berpengaruh
dalam
proses-proses
hidrometeorologi.
Angin
cukup
berpengaruh dalam proses penguapan dan dalam memproduksi hujan. Kecepatan angin diukur dengan anemometer dimana kecepatan anginnya dinyatakan dalam km/jam, mil/jam, m/dt atau knots. 4.
Penyinaran Matahari (Suns Shine) Jumlah jam selama matahari bersinar disebut jam penyinaran matahari. Jumlah jam penyinaran yang terjadi dalam sehari adalah tetap yang tergantung pada musim dan jarak lintang ke kutub. Lama penyinaran relatif suns shine adalah perbandingan antara jumlah jam dengan jam penyinaran yang mungkin terjadi dalam satu hari. Makin besar harga perbandingan ini, makin baik keadaan cuaca. Lama penyinaran matahari dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut scbagai Camphell Stokes Recorder atau Suns Shine Recorder.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengukuran data lama penyinaran matahari biasanya dinyatakan dalam persen (%).
2.2.2
Evapotranspirasi Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah
dan permukaan air ke udara disebut evaporasi (penguapan). Transpirasi adalah proses dimana tanaman menghisap air dari dalam tanah dan menguapkannya ke udara sebagai uap. Peristiwa yang terjadi secara bersama-sama antara transpirasi dan evaporasi disebut evapotranspirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu sama lain. Besamya evaporasi yang terjadi pada tanaman dihitung berdasarkan metode Penmann yang telah dimodifikasi. Dalam hal ini dipakai cara FAO yang dalam perumusannya adalah sebagai berikut: Eto = c. [W. Rn + (1-W). f (u). (ea-ed)] .............................................................................(2.5)
dimana : Eto
= Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
c
= Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara siang dan malam
W
= Faktor koreksi temperatur terhadap radiasi
f(u)
= Faktor pengaruh kecepatan angin (km/hari)
Rn
= Radiasi netto (mm/hari)
ea
= Tekanan uap jenuh (mbar)
ed
= Tekanan uap nyata (mbar)
Universitas Sumatera Utara
(ea – ed)
= Perbedaan antara tekanan uap jenuh pada temperatur rata-rata udara dengan tekanan rata-rata air di udara yang sebenarnya
ed
= RH x ea = Tekanan uap nyata (mbar), dimana RH = Kelembaban relatif (%)
f(u)
= 0,27(1 +u/100) = Fungsi kecepatan angin, dimana u = Kecepatan angin (km/jam) (Nilai fungsi angin f(u) = 0,27( 1+u/100) untuk kecepatan angin pada tinggi 2m)
1 -w
= Faktor pembobot, dimana w Faktor pemberat
Rs
= (0,25 + 0,5 . n/N). Ra = Radiasi gelombang pendek, dimana Ra = Radiasi Extra Teresterial(mm/hari)
n/N
= Rasio Lama penyinaran
N
= Lama penyinaran rnaksimum
Rns
= Rs . (1-α) = Radiasi netto gelombang pendek, dimana α = 0,25
f(T’)
= σ . T4 = Fungsi Temperatur
f(ed)
= 0,33- 0,044 . (ed)0,5 = Fungsi tekanan uap nyata
f(n/N)
= 0,1 + 0,9 . n/N = Fungsi rasio lama penyinaran
Rnl
= f(T’) . f(ed) . f(n/N) = Radiasi netto gelombang panjang
Universitas Sumatera Utara
Rn
= Rns - Rnl = Radiasi netto Rumus Penmann didasarkan atas anggapan bahwa suhu udara dan
permukaan air rata-rata adalah sama.
2.3
Analisa Debit Andalan Debit andalan (dependable discharge) adalah besarnya debit yang tersedia
sepanjang tahun dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam studi ini, penentuan debit andalan menggunakan metode tahun dasar perencanaan (basic year) dimana debit yang diandalkan adalah debit yang pernah terjadi pada tahun yang lalu. Tahapan yang digunakan untuk menentukan besarnya debit andalan adalah sebagai berikut: 1. Data debit tahunan rata-rata diurutkan dari besar ke kecil 2. Dari data debit tahunan yang telah diurutkan tersebut, dicari probabilitas untuk tiap-tiap debit 3. Dari hasil perhitungan no. 2, kemudian dicari besarnya debit andalan yang dibutuhkan. Debit andalan dihitung berdasarkan data debit yang telah tercatat dengan periode yang memadai.
2.3.1
Debit Andalan Metode DR. F.J. Mock Dengan metode Water Balance dari DR.F.J Mock dapat diperoleh suatu
estimasi empiris untuk mendapatkan debit andalan. Metode ini didasarkan pada parameter data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik DAS setempat. Untuk
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan debit bulanan, pada pertimbangan hidrologi daerah irigasi digunakan metode Dr. F.J. Mock dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Hitung Evapotranspirasi Potensial 2. Hitung Limitted Evapotranspirasi 3. Hitung Water Balance 4. Hitung Aliran Dasar dan Limpasan Langsung Berikut adalah data-data yang digunakan dalam perhitungan debit andalan metode F.J.Mock : a. Data Curah Hujan Data curah hujan digunakan adalah curah hujan efektif bulanan yang berada dalam DPS. Stasiun curah hujan yang dipakai adalah stasiun yang dianggap mewakili kondisi hujan di daerah tersebut. b. Evapotranspirasi Terbatas (Et) Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi aktual dengan mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekwensi curah hujan. Untuk menghitung evapotranspirasi terbatas diperlukan data : 1. Curah hujan tengah bulanan (P) 2. Jumlah hari hujan tengah bulanan (n) 3. Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d), dihitung dengan asumsi bahwa tanah dalam suatu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm. Exposed surface (m%), ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan, atau dengan asumsi. m
=
0 % untuk lahan dengan hutan lebat
Universitas Sumatera Utara
m
=
0 % pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder.
m
=
10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi
m
=
20 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah
Secara matematis evapotranspirasi terbatas dirumuskan sebagai berikut : ET
= Ep - E
E
= Ep*(m/20)*(18-n)...............................................(2.6)
dimana : E
= Beda
antara
evapotranspirasi
potensial
dengan
evapotranspirasi terbatas (mm) ET
= evapotranspirasi terbatas (mm)
Ep
= evapotranspirasi potensial (mm)
m
= singkapan lahan (Exposed surface (%))
n
= jumlah hari hujan dalam sebulan
c. Faktor Karakteristik Hidrologi
Faktor bukaan lahan m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat m = 10 – 40 % untuk lahan tererosi m = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan untuk seluruh daerah studi yang merupakan daerah terbuka berbatu dapat diasumsikan untuk faktor m diambil 20 % - 40 %.
Luas Daerah Pengaliran
Universitas Sumatera Utara
Semakin besar daerah pengaliran dari suatu aliran kemungkinan akan semakin besar pula ketersediaan debitnya.
Kapasitas Kelembaban Tanah (SMC) Soil moisture capacity adalah kapasitas kandungan air pada lapisan tanah permukaan (surface soil) per m2. Besarnya Soil Moisture Capacity untuk perhitungan ketersediaan air ini diperkirakan
berdasarkan
kondisi
posositas
lapisan
tanah
permukaan dari DPS. Semakin besar porositas tanah, akan semakin besar pula Soil Moisture Capacity yang ada. Dalam perhitungan ini nilai SMC diambil antara 50 mm sampai dengan 250 mm. Persamaan yang digunakan untuk besarnya kapasitas kelembaban tanah adalah : SMC(n)
=
SMC(n-1) + IS(n)
Ws
=
As – IS…………………………(2.7)
dimana: SMC
= Kelembaban tanah (diambil 50mm/205mm)
SMC(n)
= Kelembaban tanah bulan ke n
SMC(n-1) = Kelembaban tanah bulan ke n - 1 IS
= Tampungan awal (initial storage) ….. mm
As
= Air hujan yang mencapai permukaan tanah
d. Keseimbangan air di permukaan tanah Keseimbangan air permukaan tanah di permukaan tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Air Hujan (As) Air hujan yang mencapai permukaan tanah dapat dirumuskan sebagai berikut: As = P – Et…………………………………………………(2.8) di mana : As = air hujan mencpai permukaan tanah P
= Curah hujan bulanan
Et
= Evapotranspirasi
Kandungan air tanah Besar kandungan tanah tergantung dari harga As, bila harga As negatif, maka kepasitas kelembaban tanah akan berkurang dan bila As positif maka kelembaban tanah akan bertambah. e. Aliran dan Penyimpangan Air Tanah (run off & ground water storage) Nilai run off dan ground water tergantung dari kesimbangan air dan kondisi tanahnya. Data-data yang diperlukan untuk menentukan besarnya aliran air tanah adalah sebagai berikut : Koefisien Infiltrasi Koefisien nilai infiltrasi diperkirakan berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan DPS. Lahan DPS yang porous memiliki koefisien infiltrasi yang besar. Sedangkan lahan yang terjal memiliki koefisien infiltrasi yang kecil, karena air akan sulit terinfiltrasi ke dalam tanah. Batasan koefisien infiltrasi adalah 0-1. Faktor Reresi Aliran Tanah (k)
Universitas Sumatera Utara
Faktor resesi adalah perbandingan antara aliran air tanah pada bulan ke-n dengan aliran air tanah pada awal bulan tersebut. Faktor resesi aliran tanah dipengaruhi oleh sifat geologi DPS. Dalam perhitungan ketersediaan air dengan metode MOCK, besarnya nilai k didapat dengan cara coba-coba (trial), sehingga dapat dihasilkan aliran seperti yang diharapkan. Initial Storage (IS) Initial Storage atau tampungan awal adalah perkiraan besarnya volume air pada awal perhitungan. Penyimpangan Air Tanah (Ground Water Storage) Penyimpangan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal (initial storage) terlebih dahulu. Persamaan yang dipergunakan dalam perhitungan penyimpanan air tanah adalah sebagai berikut : Vn
=
k * V(n-1) + 0.5 (1 + k) ln
Vn
=
Vn - V(n-1)....................................................(2.9)
dimana : Vn
= Volume air tanah bulan ke n
K
= qt/qo = faktor resesi aliran tanah
qt
= aliran air tanah pada waktu bulan ke t
qo
= aliran air tanah pada awal bulan (bulan ke 0)
vn-1
= volume air tanah bulan ke (n-1)
vn
= Perubahan volume aliran air tanah
Universitas Sumatera Utara
f. Aliran Sungai Aliran Dasar = infiltrasi - Perubahan aliran air dalam tanah Aliran permukaan = volume air lebih - infiltrasi Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar Debit andalan = Aliran sungai * Luas DAS…...…………………(2.10) 1 bulan dalam detik Air yang mengalir di sungai merupakan jumlah dari aliran lansung (direct run off), aliran dalam tanah (interflow), dan aliran tanah (base flow). Besarnya masing-masing aliran tersebut adalah : Interflow
= infiltrasi - volume air tanah
Direct run off
= water surflus - infiltrasi
Base flow
= aliran yang selalu ada sepanjang tahun
Run off
= interflow + direct run off + base flow
Dalam perhitungan debit andalan Sungai Percut, digunakan data curah hujan wilayah metode Thiessen tengah bulanan dari stasiun Aek Pancur, Patumbak dan Tanjung Morawa. Perhitungan debit andalan sei Percut dapat dilihat pada tabel 4.18
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Radiasi Ekstra Terretrial (Ra), (mm/hari) Lintang Utara
Posisi
Lintang Selatan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
Lintang
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nop
Des
15,0
15,5
15,7
15,3
14,4
13,9
14,1
14,8
15,3
15,4
15,1
14,8
0
15,0
15,5
15,7
15,3
14,4
13,9
14,1
14,8
15,3
15,4
15,1
14,8
14,7
15,3
15,6
15,3
14,6
14,2
14,3
14,9
15,3
15,3
14,8
14,4
2
15,3
15,7
15,7
15,1
14,1
13,5
13,7
14,5
15,2
15,5
15,3
15,1
14,3
15,0
15,5
15,4
14,9
14,4
14,6
15,1
15,3
15,1
14,5
14,1
4
15,5
15,8
15,6
14,9
13,8
13,2
13,4
14,3
15,1
15,6
15,5
15,4
13,9
14,8
15,4
15,4
15,1
14,7
14,9
15,2
15,3
15,0
14,2
13,7
6
15,8
16,0
15,6
14,7
13,4
12,8
13,1
14,0
15,0
15,7
15,8
15,7
13,6
14,5
15,3
15,6
15,3
15,0
15,1
15,4
15,3
14,8
13,9
13,3
8
16,1
16,1
15,5
14,4
13,1
12,4
12,7
13,7
14,9
15,8
16,0
16,0
13,2
14,2
15,3
15,7
15,5
15,3
15,3
15,5
15,3
14,7
13,6
12,9
10
16,4
16,3
15,5
14,2
12,8
12,0
12,4
13,5
14,8
15,9
16,2
16,2
12,8
13,9
15,1
15,7
15,7
15,5
15,5
15,6
15,2
14,4
13,3
12,5
12
16,6
16,3
15,4
14,0
12,5
11,6
12,0
13,2
14,7
15,8
16,4
16,5
12,4
13,6
14,9
15,7
15,8
15,7
15,7
15,7
15,1
14,1
12,8
12,0
14
16,7
16,4
15,3
13,7
12,1
11,2
11,6
12,9
14,5
15,8
16,5
16,6
12,0
13,3
14,7
15,6
16,0
15,9
15,9
15,7
15,0
13,9
12,4
11,6
16
16,9
16,4
15,2
13,5
11,7
10,8
11,2
12,6
14,3
15,8
16,7
16,8
11,8
13,2
14,7
15,6
16,1
16,0
16,0
15,8
15,0
13,8
12,2
11,4
17
17,0
16,5
15,2
13,4
11,6
10,6
11,0
12,5
14,2
15,8
16,8
17,0
11,6
13,0
14,6
15,6
16,1
16,1
16,1
15,8
14,9
13,6
12,0
11,1
18
17,1
16,5
15,1
13,2
11,4
10,4
10,8
12,3
14,1
15,8
16,8
17,1
11,4
12,9
14,5
15,6
16,2
16,3
16,2
15,9
14,9
13,5
11,8
10,9
19
17,2
16,5
15,1
13,1
11,2
10,2
10,6
12,2
14,0
15,8
16,9
17,3
11,2
12,7
14,4
15,6
16,3
16,4
16,3
15,9
14,8
13,3
11,6
10,7
20
17,3
16,5
15,0
13,0
11,0
10,0
10,4
12,0
13,9
15,8
17,0
17,4
10,7
12,3
14,2
15,5
16,3
16,4
16,4
15,8
14,6
13,0
11,1
10,2
22
17,4
16,5
14,8
12,6
10,6
9,6
10,0
11,6
13,7
15,7
17,0
17,5
10,2
11,9
13,9
15,4
16,4
16,6
16,5
15,8
14,5
12,6
10,7
9,7
24
17,5
16,5
14,6
12,3
10,2
9,1
9,5
11,2
13,4
15,6
17,1
17,7
9,8
11,5
13,7
15,3
16,4
16,7
16,6
15,7
14,3
12,3
10,3
9,3
26
17,6
16,4
14,4
12,0
9,7
8,7
9,1
10,9
13,2
15,5
17,2
17,8
9,3
11,1
13,4
15,3
16,5
16,8
16,7
15,7
14,1
12,0
9,9
8,8
28
17,7
16,4
14,3
11,6
9,3
8,2
8,6
10,4
13,0
15,4
17,2
17,9
8,8
10,7
13,1
15,2
16,5
17,0
16,8
15,7
13,9
11,6
9,5
8,3
30
17,8
16,4
14,0
11,3
8,9
7,8
8,1
10,1
12,7
15,3
17,3
18,1
8,3
10,2
12,8
15,0
16,5
17,0
16,8
15,6
13,6
11,2
9,0
7,8
32
17,8
16,2
13,8
10,9
8,5
7,3
7,7
9,6
12,4
15,1
17,2
18,1
7,9
9,8
12,4
14,8
16,5
17,1
16,8
15,5
13,4
10,8
8,5
7,2
34
17,8
16,1
13,5
10,5
8,0
6,8
7,2
9,2
12,0
14,9
17,1
18,2
7,4
9,4
12,1
14,7
16,4
17,2
16,7
15,4
13,1
10,6
8,0
6,6
36
17,9
16,0
13,2
10,1
7,5
6,3
6,8
8,8
11,7
14,6
17,0
18,2
6,9
9,0
11,8
14,5
16,4
17,2
16,7
15,3
12,8
10,0
7,5
6,1
38
17,9
15,8
12,8
9,6
7,1
5,8
6,3
8,3
11,4
14,4
17,0
18,3
6,4
8,6
11,4
14,3
16,4
17,3
16,7
15,2
12,5
9,6
7,0
5,7
40
17,9
15,7
12,5
9,2
6,6
5,3
5,9
7,9
11,0
14,2
16,9
18,3
5,9
8,1
11,0
14,0
16,2
17,3
16,7
15,0
12,2
9,1
6,5
5,2
42
17,8
15,5
12,2
8,8
6,1
4,9
5,4
7,4
10,6
14,0
16,8
18,3
5,3
7,6
10,6
13,7
16,1
17,2
16,6
14,7
11,9
8,7
6,0
4,7
44
17,8
15,3
11,9
8,4
5,7
4,4
4,9
6,9
10,2
13,7
16,7
18,3
4,9
7,1
10,2
13,3
16,0
17,2
16,6
14,5
11,5
8,3
5,5
4,3
46
17,7
15,1
11,5
7,9
5,2
4,0
4,4
6,5
9,7
13,4
16,7
18,3
4,3
6,6
9,8
13,0
,15,9
17,2
16,5
14,3
11,2
7,8
5,0
3,7
48
17,6
14,9
11,2
7,5
4,7
3,5
4,0
6,0
9,3
13,2
16,6
18,2
3,8
6,1
9,4
12,7
15,8
17,1
16,4
14,1
10,9
7,4
4,5
3,2
50
17,5
14,7
10,9
7,0
4,2
3,1
3,5
5,5
8,9
12,9
16,5
18,2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Pengaruh Suhu Udara pada Panjang Gelombang Radiasi f(T) Suhu udara (◦C) f(T) = c Ta 4
0 11,0
2 11,4
4 11,7
6 12,0
8 12,4
10 12,7
12 13,1
14 13,5
16 13,8
18 14,2
20 14,6
21 14,8
22 15,0
24 15,4
26 15,9
28 16,3
30 16,7
32 17,2
34 17,7
36 18,1
13 15,0 33 50,3
14 16,1 34 53,2
15 17,0 35 56,2
16 18,2 36 59,4
17 19,4 37 62,8
18 20,6 38 66,3
19 22,0 39 69,9
Sumber : Laporan Nota Perencanaan Jaringan Utama dan Tertier CV. Biro Permcanaan Sketsa (1995)
Tabel 2.3 Tekanan Uap Jenuh (ea), (mbar) Suhu udara (◦C) f(T) = c Ta 4 Suhu udara (◦C) f(T) = c Ta 4
0 6,1 20 23,4
1 6,6 21 24,9
2 7,1 22 26,4
3 7,6 23 28,1
4 8,1 24 29,8
5 8,7 25 31,7
6 9,3 26 33,6
7 10,0 27 35,7
8 10,7 28 37,8
9 11,5 29 40,1
10 12,3 30 42,4
11 13,1 31 44,9
12 14,0 32 47,6
Sumber : Laporan Nota Perencanaan Jaringan Utama dan Tertier CV. Biro Permcanaan Sketsa (1995)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Sudut Tekanan Uap Jenuh (D), (mbar) Ta 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0,0 0,973 1,035 1,098 1,162 1,228 1,298 1,371 1,448 1,528 1,612 1,699 1,790 1,886 1,986 2,092 2,197 2,302 2,397
0,1 0,979 1,042 1,104 1,169 1,235 1,305 1,379 1,456 1,536 1,621 1,708 1,800 1,896 1,997 2,102 2,207 2,312 2,417
0,2 0,985 1,048 1,110 1,175 1,242 1,313 1,386 1,464 1,545 1,629 1,717 1,809 1,906 2,007 2,113 2,218 2,323 2,428
0,3 0,992 1,054 1,117 1,182 1,249 1,320 1,394 1,472 1,553 1,638 1,726 1,819 1,916 2,018 2,123 2,228 2,333 2,438
0,4 0,998 1,060 1,124 1,188 1,256 1,327 1,402 1,480 1,562 1,647 1,735 1,828 1,926 2,028 2,134 2,239 2,344 2,449
0,5 1,004 1,067 1,130 1,195 1,236 1,335 1,410 1,488 1,570 1,656 1,745 1,838 1,936 2,039 2,144 2,249 2,354 2,495
0,6 1,010 1,073 1,136 1,202 1,270 1,342 1,417 1,496 1,578 1,664 1,754 1,848 1,946 2,049 2,155 2,260 2,365 2,470
0,7 1,017 1,079 1,143 1,028 1,277 1,349 1,425 1,504 1,587 1,673 1,769 1,857 1,956 2,060 2,165 2,270 2,375 2,480
0,8 1,023 2,085 1,149 1,215 1,284 1,356 1,433 1,512 1,595 1,682 1,772 1,867 1,966 2,070 2,176 2,281 2,386 2,491
0,9 1,029 1,092 1,156 1,221 1,291 1,364 1,440 1,520 1,604 1,690 1,781 1,876 1,976 2,081 2,186 2,291 2,396 2,501
Sumber : Direktorat Irigasi, Pedoman dan Kriteria Perencanaan Teknik Irigasi, Volume IV, 1980, Jakarta
Universitas Sumatera Utara
2.4
KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN
2.4.1
Kebutuhan Bersih Air di Sawah (Net field Requirement = NFR) NFR adalah kebutuhan air untuk suatu areal sawah dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah penyiapan lahan, penggunaan konsumtif, perkolasi, pergantian lapisan air dan curah hujan efektif. Rumus yang dipakai adalah : NFR = Etc + P + WLR Reff…………………………………………………….(2.11) Dimana : NFR
= Kebutuhan air bersih di sawah (mm/hari)
Etc
= Penggunaan konsumtif (mm/hari)
P
= Perkolasi (mm/hari)
Reff
= Curah hujan efektif (mm/hari)
WLR = Penggantian lapisan air (mm)
2.4.2
Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan langkah pertama dalam mempersiapkan tanah
bagi penanaman. Besarnya kebutuhan air untuk pengolahan tanaman padi tergantung dari : • Luas lahan yang harus dijenuhkan • Lamanya pengolahan tanah • Besarnya evaporasi dan perkolasi yang terjadi Rumus perhitungan pengolahan tanah menggunakan metode yang dikembangkan Vaan De Goor & Zijistra (1968) yaitu :
Universitas Sumatera Utara
LP =
M . ek ek – 1
…………………………………………………………………………(2.12)
dimana : LP
= Kebutuhan air untuk pengolahan tanah (mm/hari)
M
= Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/han) = Eo + P
c
= Bilangan alam
Eo
= Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x Eto selama penyiapan lahan (mm/hari)
P
= Perkolasi (mm/hari)
K T
= M.T S = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S
= Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 200 + 50 = 250 mm
Tabel 2.5 Kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan M = Eo + P (mm/hari) 5,0 5.5 6.0 6,5 7.0 7,5 8.0 8,5 9,0 9,5 10,0 10,5 11,0
T = 30 hari S = 250 mm S= 300 mm 11.1 1 1.4 11.7 12,0 12.3 12,6 13.0 13,3 13.6 14.0 14,3 14.7 15,0
12,7 13,0 13,3 13.6 13.9 14,2 14.5 14.8 15,2 15,5 15.8 16.2 16.5
T = 45 hari S = 250 mm S= 300 mm 8.4 8.8 9.1 9,4 9.8 10,1 10.5 10.8 11.2 11.6 12,0 12.4 12.8
9,5 9,8 10.1 10.4 10.8 11,1 11.4 11,8 12.1 12.5 12,9 13.2 13,6
Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01
Universitas Sumatera Utara
2.4.3
Perkolasi Perkolasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perhitungan
besarnya kebutuhan air di sawah. Perkolasi adalah proses mengalirnya air dibawah permukaan tanah akibat adanya gaya gravitasi atau tekanan hidrostatik atau juga dari keduanya, dan suatu lapisan tanah ke lapisan tanah dibawahnya, hingga mencapai permukaan air tanah pada lapisan jenuhnya. Jenis air ini tidak dapat dimanfaatkan untuk tanaman. Perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertikal dan perkolasi horizontal. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah : • Sifat tanah • Air tanah • Keadaan medan Jadi perkolasi disini adalah kehilangan air yang dipengaruhi oleh keadaan fisik dilapangan. Besar angka perkolasi dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini Tabel 2.6 Tingkat Perkolasi Jenis Tanah Tekstur Berat Tekstur Sedang Tekstur Ringan
Padi (mm/hari) 1 2 5
Angka Perkolasi Palawija (mm/hari) 2 4 10
Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01
2.4.4
Penggantian Lapisan Air (Water Layer Requirement = WLR) Penggantian lapisan air mi dimaksudkan untuk mengisi kembali lapisan air
setelah dilakukan pemupukan. Penggantian ini dilakukan sebanyak 2 kali, masing-
Universitas Sumatera Utara
masing 50 mm (3,3 mm/hari selama setengah bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
2.4.5
Koefisien Tanaman Besarnya
koefisien
tanaman
yang
diperlukan
untuk
menghitung
evapotranspirasi tergantung dari jenis dan umur tanaman tersebut. Koefisien tanaman ini merupakan faktor yang mencari besarnya air yang habis terpakai oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Dalam studi ini harga-harga koefisien tanaman padi dan palawija yang akan dipakai berdasarkan data-data dan FAO yang telah dipakai secara umum di Indonesia. Harga koefisien tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.7 Harga Koefisien Tanaman Bulan
Padi Varietas Biasa Varietas Unggul 1,10 1,10 1,10 1,10 1,10 1,05 1,10 1,05 1,10 0,95 1,05 0,00 0,95 0,00
0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01
Keledai 0,50 0,75 1,00 1,00 0,82 0,45*
Palawija K. Tanah 0,50 0,51 0,66 0,85 0,95 0,95 0,95 0,55 0,55*
Jagung 0,50 0,95 0,96 1,05 1,02 0,95*
Catatan - * = untuk sisanya kurang dan 1/2 bulan - Umur kedelai = 85 hari - Umur kacang tanah = 130 hari - Umur jagung = 80 hari
2.4.6
Penggunaan Konsumtif Penggunaan air yang dikonsumsi tanarnan tergantung pada data iklim dan
koefisien tanaman pada tahap pertumbuhannya. Rumus yang dipakai adalah : Etc = Kc x Eto ………………………………………………………………….(2.13)
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Etc
= Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Kc
= Koefisien tanaman
Eto = Evapotranspirasi (Penman Modifikasi) (mm/hari)
2.4.7
Pola Tanam Dengan keterbatasan persediaan air, maka pengaturan pola tanam dan jadwal
tanam perlu dilaksanakan untuk mengurangi banyaknya air yang diperlukan. Pola tanam adalah suatu sistem dalam menentukan jenis-jenis tanaman atau pergiliran tanaman pada suatu daerah tertentu yang disesuaikan dengan persediaan air yang ada dan dilaksanakan sesuai jadwal penanarnan yang ditetapkan. Alternatif pola tanam disusun dengan rnemperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Dengan membagi areal irigasi dalam beberapa golongan berdasarkan pertimbangan pemasokan air dan tenaga kerja yang tersedia
2.
Jenis tanaman Gambar 2.1 Pola Tanam J 1
F 2
1
M 2
1
A 2
1
M 2
1
J 2
1
J 2
1
A 2
1
S 2
1
O 2
1
N 2
1
D 2
1
2
PALAWIJA
PADI
PADI
85 hari
90 hari setelah transplantasi
90 hari setelah transplantasi
Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi (1986)
Universitas Sumatera Utara
Untuk mempermudah perhitungan, pola tanam pada gambar 2.8 dibuat dalam bentuk skema seperti terlihat pada tabel 2.9 Masa tanam tidak serentak berperiode tengah bulanan dengan waktu bebas (timelag) satu setengah bulan, diandaikan mencakup 3 bulan yang disediakan untuk penyiapan lahan (45 hari). Lapisan air setinggi 50 mm diberikan dengan jangka waktu satu setengah bulan, jadi kebutuhan air tambahan adalah 3,3 mm/hari. Berdasarkan data-data yang diketahui dan skema pola tanam dengan koefisien tanaman, kebutuhan air untuk pola tanam yang diterapkan dapat dihitung. Selama jangka waktu penyiapan lahan (45 hari), air irigasi diberikan secara terus menerus dan merata untuk seluruh areal. Tidak dibedakan antara areal yang sudah ditanami atau areal yang masih dalam tahap penyiapan. Tabel 2.8 Skema Pola Tanam Dengam Koefisien Tanaman Des
1.10
1.10 1.10 1.08
1.05
I I
LP
1.10
I
LP
1.10 LP LP LP
LP LP LP LP
0.45 0.15
I I
I
0.45 0.82
0.82 1.00 0.76
I
Nop I I
0.42
1.00
I
0.45
Okt I I
1.00
1.00 0.92
0.75
1.00
1.00 0.50 0.75
0.95 0.48
0.42
0.95 1.05 0.67
0.75
0.75
I
0.50
0.50
I
Sep I I
0.82
Ags I I
0.94
Juli
1.05
0.95
I
I I
1.05
1.05 1.07
1.10
1.05
1.05 1.10 1.10
1.10 LP LP
1.08
LP LP LP
0.95 0.32
LP
1.05 0.67
Juni I I
I
LP
LP
I
LP
1.05 1.02
0.00
1.10 1.07
0.95
C3
Mei I I
1.02
Apr
I I
1.10
I
0.95
I
1.05
1.05
Mar I I
C
1.05
C1
I
C2
Feb I I
1.10
jan
Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi (1986)
Tabel 2.9 Penggantian Lapisan Air
II
Juni II
3,3 1,10
1,10
1,10 3,3
3,3 1,10
I
Juli I
Ags II
I
Sep II
I
Okt II
I
Nop II
I
Des II
I
II
1,10
I
3,3
Mei II
1,10 3,3
Apr I
3,3
Mar II
1,10
I
3,3
II
3,3
I
3,3 2,20 3,3
3,3 1,10
WL WL WL WL R R3 R2 R1
Feb II
2,20 3,3
jan I
Sumber : Buku Petunjuk Perencanaan Irigasi (1986)
Universitas Sumatera Utara
2.4.8
Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara jumlah air yang digunakan
dengan jumlah air yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan yang dinyatakan dalam persen (%). Supaya air yang sampai pada tanaman tepat pada jumlahnya, maka air yang dikeluarkan dari pintu pengambilan harus lebih besar dari kebutuhan, untuk itu diperlukan faktor efisiensi irigasi Besarnya efisiensi irigasi dipengaruhi olch jumlah air yang hilang selama diperjalanan. Kehilangan air yang dimaksud adalah : 1.
Kehilangan air di tingkat primer Meliputi kehilangan air di saluran primer dan bangunan-bangunannya.
2.
Kehilangan air di tingkat sekunder Meliputi kehilangan air di saluran sekunder dan bangunan-bangunannya.
3.
Kehilangan air di tingkat tersier Meliputi kehilangan air di sawah, di saluran kuarter dan saluran tersier serta di bangunan- bangunannya. Pada dacrah irigasi Bandar Sidoras kehilangan air di tingkat saluran
diasumsikan sebagai berikut: 1. Kehilangan air di tingkat primer
: 10%
2. Kehilangan air di tingkat sekunder
: 10%
3. Kehilangan air di tingkat tersier
: 20%
Berdasarkan besamya kehilangan air tersebut, maka besarnya efisiensi di masing-masing tingkat saluran dapat ditentukan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Efisiensi ditingkat primer
= 100% - 10% = 90%
2. Efisiensi ditingkat sekunder = 100% - 10% = 90% 3. Efisiensi ditingkat tersier
= 100% - 20% = 80%
Sehingga besamya efisiensi irigasi total(E): E= 90% x 90% x 80% = 65% ………………………………………………….(2.14)
2.4.9
Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan Besamya kebutuhan air di pintu pengambilan adalah banyaknya kebutuhan air
bersih di sawah dibagi dengan efisiensi proyek. Rumus yang digunakan adalah: DR =
NFR …………………………………………………………………....(2.15) E . 8, 64
Dimana : DR
= Kebutuhan air di pintu pengambilan (l/dt/ha)
NFR
= Kebutuhan air di sawah (mm/hari)
E
= Efisiensi irigasi (%)
1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha
2.5
Tata Letak Saluran Saluran terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Saluran tersebut
dapat menjadi sebagai saluran garis tinggi (trances) dan dapat juga sebagai saluran punggung Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986). Menurut Reksokusumo, 1977, saluran primer pada umumnya selalu mengikuti titik yang tertinggi dari daerah yang akan diairi, sehingga seluruh daerah yang akan
Universitas Sumatera Utara
direncanakan dapat diairi, maka saluran induknya akan mengikuti garis yang menghubungkan titik-titik yang sama tinggi dari daerah yang bersangkutan, sedangkan saluran sekunder akan mengikuti punggung medan. Apabila daerah yang akan diairi diapit oleh dua buah sungai atau parit, maka saluran induk akan mengikuti garis pemisah air (garis pembagi tangkapan air).
2.6
Penentuan Petak-Petak Persawahan Dalam penentuan petak-petak persawahan topografi sangat diperlukan untuk
membagi batas-batas daerah seperti : batas kampung, jalan raya, sungai, saluran pembuang dan lain sebagainya untuk memudahkan penentuan ukuran-ukuran luas bagian petak persawahan yang diperlukan untuk pembagian daerah-daerah persawahan kedalam kategori yang lebih kecil. Pembagian ini dilakukan dari pembagian yang lebih besar, petak primer atau sekunder ke pembagian yang lebih kecil,petak tersier (Reksokusumo,1977). Menurut Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Dierektorat Irigasi (1986), beda garis tinggi untuk daerah datar dengan kemiringan tanahnya lebih kecil dari 2 %, maka interval garis tinggi diambil 0,50 meter dan untuk daerah landai dengan kemiringan tanahnya antara (2–5)%, maka diambil interval garis tinggi 1 meter, selanjutnya untuk daerah berbukit-bukit dengan kemiringan tanahnya antara (5-20)%, maka diambil interval garis tinggi 2 meter danuntuk daerah dan untuk daerah pegunungan dengan kemiringan tanahnya diatas 20%, maka diambil interval garis tinggi 5 meter.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Soetodjo, 1974, pembagian petak-petak persawahan didasari kepada kriteria-kriteria sebagai berikut : a. Luas petak tersier maksimum 160 Ha pada daerah datar dan pada daerah berbukit-bukit maksimum luasnya adalah 80 Ha. Luas tersebut sedapat mungkin sama untuk setiap petak tersier, agar memudahkan pengawasan atas banyaknya air yang diperlukan dan juga sangat berguna bagi daerah penanam padi yang menggunakan sistem pemberian air secara bergiliran. b. Luas petak tersier diberi batas yang nyata, misalnya jalan raya, jalan desa, jalan kereta api, sungai, saluran pembuang, pemukiman penduduk dan lain-lain. Hal ini perlu bagi si pemakai air itu sendiri agar tidak timbul keraguan dari saluran mana ia mesti mengalirkan air kesawahnya. c. Letak Tersier diusahakan sedekat mungkin dengan pintu pengambilan agar pengukuran atau pengambilan air dipetak tersebut mudah dilakukan. d. Petak tersier hanya mendapatkan air dari satu bangunan sadap tersier atau dari satu saluran tersier. e. Bentuk petak sedapat mungkin sama panjang dengan lebar untuk menghindari terlalupanjangnya saluran tersier. Menurut Reksokusumo,1977, petak tersier sedapat mungkin kelihatan bebas (survey able) dan jaraknya dari petak tersier dengan bangunan sadap tidak melebihi 3 km, sehingga pembagian air tidak terlalu sukar. Pembagian daerah persawahan kedalam petak-petak sekunder atau primer dapat berpedoman pada Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986). Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang airnya dibagikan oleh satu
Universitas Sumatera Utara
saluran pembagi sekunder dan menerima air langsung dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau di saluran sekunder. Sebagai batas-batas petak sekunder pada umumnya digunakan tanda-tanda topografi yang jelas seperti saluran pembuang, jalan raya, jalan desa, jalan kereta api, dan lain-lain. Luas petak sekunder tergantung dari pada medan yang dapat diairi oleh satu saluran sekunder. Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang airnya dibagikan oleh satu saluran pembagi sekunder dan mengalirkan air langsung dari sumbernya (Bendung atau waduk)
2.7
Perhitungan Debit Banyaknya air yang keluar dari suatu bendungan untuk memenuhi kebutuhan
air irigasi. tentunya perlu diimbangi dengan banyaknya air yang masuk ke bendungan tersebut. Air yang masuk mengisi suatu bendungan biasanya merupakan debit air yang mengalir dari suatu cathment area. Dari data debit yang diperoleh pada studi ini, maka diketahui pengisian bendungan berlangsung tiap bulannya selama setahun. Data ini nantinya akan dipakai dalam perhitungan debit yang masuk ke bendungan. Perhitungan debit untuk mengetahui banyaknya air yang masuk suatu bendungan ialah dihitung dengan mencari debit rata-rata tiap bulannya selama setahun. Rumus yang digunakan untuk menghitung debit rata-rata adalah Qrata-rata = 1/n x ∑Q………………………………………………………….(2.16) Dimana : n
= Banyaknya data
Q
= Data debit
Universitas Sumatera Utara
2.7.1
Besar Bebit yang di Distribusikan Besar debit yang didistribusikan disetiap saluran tergantung dari jumlah
kebutuhan air pada petak sawah dan diperbesar atau ditambah untuk menutupi kehilanga air pada setiap tingkat saluran didaerah irigasi yang bersangkutan hingga ke pengambilan pada waduk atau sungai Standar Perencanaan Irigasi KP-01 Direktorat Irigasi (1986). Menurut Soetodjo, 1974, untuk menghitung besarnya debit air yang akan di distribusikan pada setiap saluranjika system pemberian airnya secara giliran bebas, tidak beraturan golongan, maka digunakan rumus sebagai berikut: Qo
=
t.a.A
………………………………………………………….(2.17)
Q
=
1,1 . Qo
………………………………………………………….(2.18)
Q
=
1,2 . Qo
………………………………………………………….(2.19)
Dimana : Qo = debit di saluran (ltr/dtk) Q
= debit di saluran primer atau sekunder (ltr/dtk)
Q
= debit di saluran tersier (ltr/dtk)
t
= koefisien tegal
a
= Kebutuhan air normal (ltr/dtk/Ha)
A
= Luas yang diairi (Ha) Kebutuhan air normal adalah kebutuhan air dengan koefisien reduksi sama
dengan 1 untuk daerah pengairan seluas 140 Ha, dimana dapat terjadi giliran bebas. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan air pada waktu rendaman penuh untuk daerah
Universitas Sumatera Utara
yang kecil dan dapat dikerjakan dalam waktu 14 hari. Besarnya kebutuhan normal sebagai pendekatan adalah 90% dari kebutuhan dasar. Jadi kebutuhan air normal adlah sebagai berikut : a = 0,90 . k…………...…………………………….…………………………….(2.20) Dimana : k
= kebutuhan dasar (ltr/dtk/Ha)
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.10 Koefisien Lengkung Kapasitas “TEGAL” (t) untuk Tiap Luas Daerah yang Diairi Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien Luas (A) Koefisien (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) (ha) (t) 0 3 30 1,69 60 1,33 90 1,145 1 2,9 1 1,67 1 1,32 1 1,14 2 2,8 2 1,655 2 1,315 2 1,14 3 2,72 3 1,64 3 1,31 3 1,3 4 2,66 4 1,62 4 1,3 4 1,13 5 2,605 5 1,6 5 1,29 5 1,125 6 2,55 6 1,59 6 1,285 6 1,12 7 2,5 7 1,57 7 1,28 7 1,115 8 2,44 8 1,56 8 1,27 8 1,11 9 2,38 9 1,55 9 1,265 9 1,11 10 2,33 40 1,53 70 1,255 100 1,105 1 2,27 1 1,52 1 1,25 1 1,1 2 2,22 2 1,505 2 1,245 2 1,1 3 2,175 3 1,495 3 1,235 3 1,095 4 2,135 4 1,485 4 1,23 4 1,09 5 2,095 5 1,47 5 1,225 5 1,09 6 2,06 6 1,46 6 1,22 6 1,085 7 2,02 7 1,45 7 1,215 7 1,08 8 1,99 8 1,44 8 1,21 8 1,08 9 1,96 9 1,43 9 1,2 9 1,075 20 1,93 50 1,42 80 1,195 110 1,07 1 1,9 1 1,41 1 1,19 1 107 2 1,87 2 1,4 2 1,185 2 1,065 3 1,84 3 1,39 3 1,18 3 1,06 4 1,82 4 1,38 4 1,175 4 1,06 5 1,8 5 1,375 5 1,17 5 1,055 6 1,775 6 1,365 6 1,165 6 1,055 7 1,75 7 1,36 7 1,16 7 1,055 8 1,73 8 1,35 8 1,155 8 1,05 9 1,71 9 1,34 9 1,15 9 1,045 Sumber:DirektoratIrigasi,PedomandanKriteriaPerencanaanTeknikIrigasi,VolumeIV,1980,Jakart
Luas (A) (ha) 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 130 1 2 3 4 5 6 7 8 9 140 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Koefisien (t) 1,045 1,04 1,04 1,04 1,035 1,03 1,03 1,025 1,025 1,02 1,02 1,02 1,02 1,015 1,01 1,01 1,01 1,01 1,005 1,005 1 1 1 1 0,995 0,995 0,99 0,99 0,99 0,985
Luas (A) (ha) 150 1 2 3 4 5 6 7 8 9 160 1 2 3 4 5 6 7 8 9 170 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Koefisien (t) 0,985 0,98 0,98 0,98 0,98 0,98 0,975 0,975 0,97 0,97 0,97 0,97 0,97 0,97 0,965 0,965 0,965 0,965 0,965 0,96 0,96 0,96 0,96 0,96 0,955 0,955 0,955 0,95 0,95 0,95
Luas (A) (ha) 180 1 2 3 4 5 6 7 8 9 190 1 2 3 4 5 6 7 8 9 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Koefisien (t) 0,95 0,95 0,95 0,95 0,945 0,945 0,945 0,945 0,945 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,94 0,937 0,935 0,935 0,935 0,935 0,93 0,93 0,93 0,93 0,93
Luas (A) (ha) 210 20 30 40 50 60 70 80 90 300 20 40 60 80 400 20 40 60 80 500 20 40 60 80 600
Koefisien (t) 0,93 0,925 0,92 0,917 0,91 0,908 0,903 0,9 0,895 0,89 0,885 0,875 0,867 0,86 0,853 0,845 0,837 0,835 0,83 0,83 0,827 0,825 0,82 0,82 0,815
700
0,8
709,65
0,8
Universitas Sumatera Utara