BAB II DASAR TEORI
2.1
UMUM Sistem Tenaga Listrik terdiri dari Pusat Pembangkit, Jaringan Transmisi,
Gardu Induk, Jaringan Distribusi, dan Beban seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Single line diagram sistem tenaga listrik secara sederhana Pada pusat pembangkit terdapat generator dan tranformator penaik tegangan (step-up transformer). Generator berfungsi untuk mengubah energi mekanis
menjadi energi listrik. Energi Listrik yang dibangkitkan tersebut
dinaikkan level tegangan pada Gardu Induk Transmisi oleh transformator penaik tegangan untuk mengurangi rugi-rugi daya transmisi. Setelah dinaikkan kemudian energi listrik dikirimkan melalui saluran transmisi bertegangan tinggi menuju pusat-pusat beban. Setelah energi listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah energi listrik di Gardu Induk Distribusi untuk diturunkan level tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step-down transformer) menjadi tegangan menengah maupun tegangan rendah. Setelah itu energi listrik akan disalurkan melalui saluran distribusi menuju pusat-pusat beban [1].
3 Universitas Sumatera Utara
2.2
REPRESENTASI SISTEM TENAGA LISTRIK
Komponen Utama dari suatu sistem tenaga pada umumnya terdiri dari generaror, saluran transmisi, transformator dan beban. Komponen-komponen utama tersebut digantidengan rangkaian pengganti agar dapat dilakukan analisis pada sistem tenaga listrik. Rangkaian pengganti yang digunakan adalah rangkaian pengganti satu phasa dengan nilai phasa netralnya. Dengan asumsi sistem 3 phasa yang dianalisis dalam keadaan seimbang dan kondisi normal. Untuk mempresentasikan suatu sistem tenaga listrik digunakan diagram yang disebut diagram segaris (single line diagram). Diagram segaris berisi informasi yang dibutuhkan mengenai sistem tenaga tersebut. Pada studi aliran daya, perhitungan aliran dan tegangan sistem dilakukan pada terminal tertentu atau bus tertentu. Bus-bus pada studi aliran daya dibagi dalam 3 macam, yaitu:
Bus Beban Pada bus ini daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) diketahui sehingga sering
juga disebut bus PQ. Daya aktif dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga bernilai positif, sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi bernilai negatif. Besaran yang dapat dihitung pada bus ini adalah V (tegangan) dan δ (sudut beban) [2-5].
Bus Generator Bus Generator dapat disebut dengan voltage controlled bus karena
tegangan pada bus ini dibuat selalu konstan atau bus dimana terdapat generator. Pembangkitan daya aktif dapat dikendalikan dengan mengatur penggerak mula
4 Universitas Sumatera Utara
(prime mover) dan nilai tegangan dikendalikan dengan mengatur eksitasi generator. Sehingga bus ini sering juga disebut dengan PV bus. Besaran yang dapat dihitung dari bus ini adalah Q (daya reaktif) dan δ (sudut beban) [2-5].
Slack Bus Slack Bus sering juga disebut dengan swing bus atau bus berayun. Slack
bus berfungsi untuk menyuplai daya aktif P dan daya reaktif Q. Besaran yang diketahui dari slack bus adalah tegangan V dan sudut beban δ. Suatu sistem tenaga biasanya dirancang memiliki bus ini yang dijadikan sebagai referensi yaitu besaran δ = 00. Besaran yang dapat dihitung dari bus ini adalah daya aktif P dan daya reaktif Q [2-5]. Perbedaan dari masing-masing bus dapat dilihat pada Table 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Klasifikasi bus pada sistem tenaga No.
1.
2.
Tipe Bus
Load Bus
Generator
P
Q
V
δ
(Daya Aktif)
(Daya Reaktif)
(Tegangan)
(Sudut Beban)
Diketahui
Diketahui
Tidak
Tidak
Diketahui
Diketahui
Diketahui
Tidak
Diketahui
Bus 3.
Slack Bus
Tidak Diketahui
Tidak
Tidak
Diketahui
Diketahui
Diketahui Diketahui
Diketahui
5 Universitas Sumatera Utara
2.3
PERSAMAAN ALIRAN DAYA Persamaan aliran daya secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2
untuk sistem yang memiliki 2 bus. Pada setiap bus terdapat sebuah generator dan beban. Bus 1 dengan bus 2 dihubungkan dengan penghantar. Pada setiap bus memiliki 6 besaran elektris yang terdiri dari : PD, PG, QD, QG, V, dan δ [3].
Gambar 2.2 Diagram Satu Garis Sistem 2 Bus Pada Gambar 2.2 dapat dihasilkan persamaan aliran daya. Besar daya pada bus 1 dan bus 2 adalah =
=
−
−
=
=
−
−
+ (
+ (
−
−
)…………………… (2.1) )…………………… (2.2)
Pada Gambar 2.3 menunjukkan rangkaian ekivalen untuk sistem 2 bus dimana generator direpresentasikan sebagai sumber yang memiliki reaktansi dan transmisi model π (phi). Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada diagram impedansi.
6 Universitas Sumatera Utara
Vˆ2
Vˆ1
jB YP 2
jB YP 2
Gambar 2.3 Rangkaian ekivalen sistem 2 Bus Besarnya arus pada bus 1 dan bus 2 adalah: =
=
−
−
…………………………………………………….. (2.3) ……………………………….……………………. (2.4)
Gambar 2.3 diatas dapat disederhanakan untuk mendapatkan bus daya pada masing-masing bus seperti pada Gambar 2.4 di bawah ini.
YS Vˆ1
1 ZS
Vˆ2
Gambar 2.4 Rangkaian ekivalen model π untuk sistem 2 bus
Semua besaran diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga:
7 Universitas Sumatera Utara
∗
=
∗
=
=
+
=
⇒
+
⇒
−
=
−
YS
=
∗
……………………. (2.5)
∗
…………………….(2.6)
1 ZS
Vˆ2
Vˆ1
Gambar 2.5 Distribusi arus pada rangkaian ekivalen untuk sistem 2 bus Distribusi arus dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana arus pada bus 1 adalah
=
′
=
+
=
"…………………..………………………………..
+ (
+
=
+
−
) …………..……………………………
+ (−
) ……………………………………
(2.7) (2.8) (2.9)
………………………….……………..……… (2.10)
Dengan: Y11 adalah jumlah admitansi terhubung pada bus 1 =
+
Y12 adalah admitansi negatif antara bus 1 dengan bus 2 = − Untuk aliran arus pada bus 2 adalah: =
′
+
"……………………………………………………….. (2.11)
8
Universitas Sumatera Utara
=
+ (
= Dengan:
+
=
+
−
) …………………..………………………..(2.12)
+ (−
) ………………………………………. (2.13)
………………………………………….………(2.14)
Y22 adalah jumlah admitansi terhubung pada bus 2 =
+
Y21 adalah admitansi negatif antara bus 2 dengan bus 1 = −
= Y12
Dari Persamaan (2.10) dan (2.14) dapat dihasilkan persamaan dalam
bentuk matrik, yaitu: =
…………………….…………………….......... (2.15)
=
………………………………………………..……(2.16)
Notasi matrik dari Persamaan (2.15) adalah
Persamaan (2.5) hingga Persamaan (2.16) yang diberikan untuk sistem 2 bus dapat dijadikan sebagai dasar untuk penyelesaian persamaan aliran daya untuk sistem n-bus.
Gambar 2.6 menunjukan sistem dengan jumlah n-bus dimana bus 1 terhubung dengan bus lainnya. Gambar 2.7 menunjukan model transmisi untuk sistem n-bus.
9 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6 Sistem n bus
Gambar 2.7 Model transmisi π untuk sistem n-bus Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.7 adalah: =
−
+
+ ⋯+
+
−
+
−
+ ⋯+
…………………………………….………………………
(2.17)
10 Universitas Sumatera Utara
=
+
+ ⋯+
+
+
− ⋯−
=
= ∑
+
+
+ ⋯+
−
−
………..…………………..………………………… (2.18) + ⋯+
…………………………...…….. (2.19)
………………………………..…………………………….(2.20)
Dimana: =
+
= −
;
+ ⋯+
+
+
+ ⋯+
…………… (2.21)
= jumlah semua admitansi yang dihubungkan dengan bus 1 = −
;
= −
…………………………..…….
(2.22)
Persamaan (2.20) dapat disubtitusikan ke Persamaan (2.5) menjadi
Persamaan (2.23), yaitu: −
Dengan: ∗
=
−
∗
=
∗
=
=
∗
∑
………………………………………… (2.23)
= | |∠ −
∑
; untuk = 1,2, … , ……………………….. (2.24)
Persamaan (2.24) merupakan representasi persamaan aliran daya yang
nonlinear. Untuk sistem n-bus, seperti Persamaan (2.15) dapat dihasilkan Persamaan (2.25), yaitu :
:
=
:
:
… … … …
:
:
…………………………………………. (2.25)
Notasi matrik dari Persamaan (2.25) adalah =
……………………………………………………………. (2.26)
Dimana:
11 Universitas Sumatera Utara
=
2.4
:
… … … …
:
=
:
………… (2.27)
Metode Newton-Rhapson Pada sistem multi-bus, penyelesaian aliran daya dilakukan dengan metode
persamaan aliran daya. Metode yang pada umumnya digunkan dalam penyelesaian aliran daya, yaitu metode Newton-Raphson, Gauss-Seidel, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada Tugas Akhir ini adalah metode Newton-Raphson. Dalam metode Newton-Rhapson, persamaan aliran daya dirumuskan dalam bentuk polar. Persamaan arus yang memasuki bus dapat ditulis ulang menjadi: = ∑
…………………………………………………………….. (2.28)
Persamaan di atas bila ditulis dalam bentuk polar adalah: = ∑
∠
+
……………………………………………… (2.29)
Daya kompleks pada bus I adalah: −
Dengan: ∗
∗
=
…………………………………………………………… (2.30)
= | |∠ −
=
Subsitusi dari Persamaan (2.29) ke Persamaan (2.30) sehingga menjadi: − −
Dimana: (
= | |∠ − = ∑ )
≅
| |
∑
−
∠ +
− +
∠
+
+
…………………………… (2.31) ……………………………… (2.32)
−
+ 12 Universitas Sumatera Utara
Dari Persamaan (2.31) dan (2.32) dapat diketahui persamaan daya aktif dan persamaan daya reaktif yaitu sebagai berikut: ( )
( )
= ∑
( )
( )
( )
= −∑
cos
( )
−
sin
( )
−
+
( )
( )
…………………….. (2.33)
( )
+
…………………… (2.34)
Persamaan (2.33) dan (2.34) merupakan langkah awal perhitungan aliran
daya
menggunakan
metode
Newton-Raphson.
Penyelesaian
aliran
daya
menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama (1), nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan awal (initial estimate) yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan (2.33) dan (2.34) ( )
akan diperoleh nilai ( )
nilai ∆
dan ∆
( )
.∆
dan ( )
( )
. Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung ( )
dan ∆
adalah sisa daya (power residual) antara
yang terjadwal dengan nilai hasil perhitungan: ∆ ∆
( ) ( )
=
−
,
=
−
,
( ) ,
( ) ,
……………………………………………………. (2.35) …………………………………………………… (2.36) ( )
Hasil perhitungan ∆
persamaan:
∆ ∆
∆ ∆
( )
( )
:
( )
( )
:
( )
=
:
( ) ( )
:
( )
… : … … : …
( )
:
( ) ( )
:
( )
dan ∆
| |
| |
( )
:
|
( )
|
( )
:
|
( )
|
( )
… : … … : …
digunakan untuk matrik Jacobian pada
| |
( )
:
|
|
|
( )
|
( )
:
|
( )
|
∆ ∆
∆ ∆
( )
:
( )
( )
………….…….. (2.37)
:
( )
13 Universitas Sumatera Utara
Dari Persamaan (2.37) dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan perubahan besar tegangan dan sudut phasa. Secara umum, Persamaan (2.37) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (2.38). ∆ ∆
( )
∆ ( ) ……………………………………………….. (2.38) ∆| |( )
=
( )
Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan (2.38) adalah:
J1 ( )
( )
| |
( )
= −
( )
= 2
( )
( ) ( )
sin
sin
( )
− −
( )
+
+
( )
( )
cos
( )
………………..(2.39) ≠ .........(2.40)
=
|
( )
| cos
+ ∑
cos
−
( )
( )
cos
+
( )
−
( )
+
( )
.(2.41)
≠ ………...(2.42)
J3 ( )
( )
( )
J2 ( )
= ∑
= ∑ = −
( ) ( )
( )
cos
− −
( )
( )
+
+
( )
( )
....................... (2.43) ≠ …(2.44)
J4
14 Universitas Sumatera Utara
( )
| | ( )
( )
= −2
( )
|
| sin
− ∑
sin
−
( )
sin
−
( )
+
………………………………………………………………….(2.45) ( )
= −
( )
+
( )
≠ ........... (2.46)
Setelah nilai matrik Jacobian dimasukan ke dalam Persamaan (2.38), maka ( )
nilai ∆
( dan ∆| |
)
dapat dicari dengan menginverskan matrix Jacobian
seperti pada Persamaan (2.47). ∆ ( ) = ∆| |( ) | |(
Setelah nilai ∆
)
∆ ∆
( )
( )
( )
………………………………………………. (2.47)
( dan ∆| |
)
diketahui nilainya, maka nilai
dapat dicari dengan memasukkan nilai ∆
persamaan:
(
)
| |( Nilai ∆
=
( )
+ ∆
)
( = | |
(
)
)
( )
( )
( dan ∆| |
)
(
)
dan
ke dalam
…………………………………………… (2.48)
( ) + ∆| | ……………………………………… (2.49)
( dan ∆| |
)
hasil perhitungan dari Persamaan (2.48) dan
(2.49) merupakan perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk perhitungan iterasi ke-2 dengan cara memasukkan nilai ini ke dalam Persamaan (2.33) dan (2.34) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Perhitungan dilanjutkan sampai iterasi ke-n dan akan selesai jika nilai ∆
( )
dan
15 Universitas Sumatera Utara
∆
{[
( )
konvergen setelah mencapai nilai ketelitian iterasi (ε) yang ditetapkan
(
)
−
( )
( ≤ ] dan [| |
)
( − | |
)
≤ ]} [2-5][7].
Prosedur Perhitungan aliran daya dengan menggunakan metode NewtonRaphson adalah sebagai berikut: 1. Membentuk matriks admitansi Ybus sistem. ( )
2. Menentukan nilai awal bus) di mana ( )
dan
,
dan sudut fasa
= 1.0. dan
( )
( )
( )
, ,
,
,
,
. Pada bus beban (load
,
harganya diketahui, besar tegangan
disamakan dengan nilai slack bus sehingga
= 0.0. Untuk voltage regulated bus di mana nilai
tegangan dan daya aktif diketahui, nilai sudut fasa disamakan dengan sudut slack bus, jadi
( )
3. Menghitung daya aktif
= 0.
( )
dan daya reaktif
( )
berdasarkan
Persamaan (2.33) dan (2.34). 4. Menghitung nilai ∆
( )
(2.36).
dan ∆
( )
berdasarkan Persamaan (2.35) dan
5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan (2.38) sampai Persamaan (2.46) 6. Menghitung
(
nilai sudut beban iterasi pertama
( tegangan iterasi pertama| |
)
)
dan nilai
berdasarkan Persamaan (2.48) dan
(2.49).
7. Jika nilai
(
)
−
( )
≤
( dan nilai| |
)
( − | |
)
≤
maka hasil
perhitungan selesai karena su dah konvergen. Jika belum, maka proses
16 Universitas Sumatera Utara
dilanjutkan untuk iterasi berikutnya. Ulangi prosedur 5 sampai 6 dengan memasukkan nilai
(
)
( dan | |
)
ke dalam Persamaan
(2.38) sampai (2.46) hingga mencapai nilai yang konvergen [ ( )
( ≤ ] dan [| |
)
( − | |
)
≤ ] [2-5][7].
(
)
−
17 Universitas Sumatera Utara