BAB II Dasar Teori 2.1 Mekanisme Terjadinya Kecelakaan Terjadinya suatu kecelakaan seringkali melibatkan berbagai faktor yang mempengaruhi. Suatu kecelakaan tidak selalu serta merta terjadi tanpa adanya peristiwa-peristiwa terdahulu yang mengarah pada terjadinya kecelakaan. Peristiwa-peristiwa tersebut terjadi secara bertahap namun masih dalam batas toleransi tertentu. Suatu ketika akumulasi peristiwa tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan karena telah melewati batas toleransi.
Gambar 2 . 1 Swiss Cheese model Sumber : faalessons.workforceconnect.org, diakses Juli 2007
Proses terjadinya kecelakaan digambarkan oleh Reason sebagai model keju swiss (swiss cheese model), seperti ditunjukkan pada gambar 2.1. Model ini menggambarkan sebuah keju swiss sebagai suatu sistem keselamatan penerbangan. Beberapa lapis keju dalam suatu sistem tersebut merupakan pihak-pihak yang terlibat dengan operasi penerbangan. Pada masing-masing lapis keju terdapat lubang-lubang yang menggambarkan adanya kelemahan atau kekurangan pada pihak terkait dan berpotensi menimbulkan bahaya. Bila terjadi kelalaian, digambarkan sebagai bom yang meledak maka ledakan itu akan mengenai dinding-dinding keju. Sebagian serpihan ledakan akan tertahan lapisan keju dan sebagian akan melalui lubang-lubang pada keju tersebut. Bila ledakan itu mampu melewati semua dinding keju melalui lubang yang ada maka akan mengakibatkan terjadinya kecelakaan. Sebaliknya, bila ledakan itu tidak berhasil melewati semua lapisan keju maka kelalaian tersebut masih dalam batas toleransi dan tidak mengakibatkan kecelakaan. 5
Reason (1990) membedakan dua macam kesalahan dalam sebuah sistem (system error) yaitu aktif (active) dan terselubung (latent). Active error adalah kesalahan yang efeknya langsung dirasakan, sedangkan latent error melibatkan aspek buruk pada sistem yang tidak aktif dan menjadi jelas ketika dikombinasikan dengan aspek lain untuk menembus pertahanan suatu sistem. Perpaduan dua macam kesalahan ini dalam suatu sistem akan menimbulkan kecelakaan bila mampu menembus pertahanan atau batas toleransi. Dalam kaitannya dengan dunia penerbangan, active error berhubungan dengan kinerja orang-orang yang berada di lini depan seperti pilot, pemandu lalu lintas udara (ATC), kru di ruang pengendali, dan yang ada kaitannya secara langsung dengan kegiatan operasional. Sedangkan latent error merupakan kegiatan yang tidak berhubungan dengan operasi langsung seperti pembuat desain, pembuat kebijakan tingkat tinggi dan pihak pengelola, seperti dirangkum dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Sumber terjadinya kesalahan aktif dan terselubung Sumber : http://www.uni-graz.at, akses Juni 2007
Latent Error Terletak di : ¾ Organisasi, sistem ¾ Hukum dan peraturan
Active Error Terletak di : ¾ Pekerja dan tim lini depan, disebabkan oleh :
¾ Prosedur
1. Komunikasi
¾ Tujuan, sasaran
2. Kerusakan fisik 3. Faktor Psikologis 4. Interaksi manusia dengan peralatan
Efek adanya active error biasanya langsung dapat diketahui dengan cepat sedangkan tanda-tanda adanya latent error sulit diketahui. Pada semua sistem selalu ada latent error namun karena proses berkembangnya secara bertahap dan tidak menimbulkan efek secara langsung maka sulit dideteksi. Adanya latent error lebih berbahaya dan mesti lebih diwaspadai. Salah satu contoh latent error pada perusahaan penerbangan adalah tidak diselenggarakannya pelatihan kru penerbangan untuk menghadapi masalah kritis, misalnya pada kondisi cuaca yang buruk, terjadi badai dan jarak pandang sangat pendek. Pada penerbangan normal dengan kondisi cuaca yang cerah maka kemungkinan besar tidak akan terjadi kecelakaan, namun bila kondisi cuaca tiba-tiba memburuk dan pesawat malakukan manuver di daerah pegunungan, maka akan ada bahaya menabrak gunung. 6
Gambar 2 . 2 Model empat sumber kesalahan. Sumber : rutgersscholar.rutgers.edu, diakses Juni 2007
Reason menggambarkan empat sumber penyebab terjadinya kelalaian manusia yang saling mempengaruhi, seperti diilustrasikan pada gambar 2.2. Pertama adalah tindakan tidak aman (unsafe acts) yang dilakukan operator yang berada di lini depan. Kesalahan yang terjadi dapat menyebabkan kecelakaan karena berhubungan langsung dengan operasi penerbangan. Tiga sumber berikutnya merupakan latent error. Pertama adalah kondisi sebelum terjadi tindakan yang tidak aman (preconditions for unsafe acts). Sumber ini meliputi kondisi kru penerbangan yang dapat berdampak pada kinerja misalnya kelelahan, buruknya komunikasi dan koordinasi. Hal-hal tersebut berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia (Crew Resources Management, CRM). Berikutnya, pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision) berkaitan dengan pelaksanaan pelatihan untuk menunjang CRM yang bagus. Sumber ke tiga adalah keterlibatan organisasi (organizational influence), merupakan kebijakan manajemen tingkat atas. Pada umumnya kelemahan dalam sistem dimulai pada taraf organisasi yang lebih tinggi yaitu manajemen tingkat atas. Bila ada kelemahan pada manajemen tingkat atas maka kemungkinannya akan ada lubang-lubang kelemahan pada level organisasi yang lebih rendah misalnya pelaksanaan training hingga operator di lapangan. Sebagai contoh bila manajemen tingkat atas membuat kebijakan pendanaan yang terbatas untuk peningkatan kualitas SDM maka pengawasan maupun pelatihan SDM yang dilakukan kemungkinan kurang memenuhi syarat. Akibatnya kualitas SDM yang dihasilkan kurang baik. Kinerja buruk operator berdampak terjadinya banyaknya kesalahan yang terjadi di lapangan. 7
2.2 Kategori dalam Kecelakaan Penerbangan Beberapa peristiwa yang berkaitan dengan keselamatan penerbangan, secara umum diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu kecelakaan (accident) dan kejadian (incident). International Civil Aviation Organization (ICAO) mendefinisikan sebagai berikut : ¾ Kecelakaan (accident) Peristiwa yang berhubungan dengan operasi pesawat terbang yang terjadi pada waktu diantara pesawat tinggal landas, melakukan penerbangan hingga mendarat kembali, dan seseorang yang berada pada pesawat tersebut meninggal atau menderita luka serius, atau pesawat mengalami kerusakan parah atau kegagalan struktur, atau pesawat hilang atau tidak dapat diakses. ¾ Kejadian (incident) Suatu peristiwa, selain kecelakaan (accident), yang berhubungan deengan operasional pesawat terbang yang mempengaruhi atau dapat mempengaruhi keselamatan operasi penerbangan.
Sedangkan beberapa definisi yang berkaitan dengan tingkatan luka (injury) yang diderita oleh seseorang dalam penerbangan tersebut dibagi menjadi tingkatan-tingkatan sebagai berikut : ¾ Fatal Injury Luka yang berakibat pada kematian dalam waktu 30 hari terhitung sejak terjadinya kecelakaan. ¾ Serious Injury Luka yang : 1. Menyebabkan seseorang dirawat di rumah sakit selama lebih dari 48 jam, terhitung tujuh hari sejak kejadian; atau 2. Berakibat pada retak/patah tulang (kecuali kerusakan sederhana pada jari tangan, jari kaki atau hidung); atau 3. Melibatkan kerusakan atau robeknya urat daging, syaraf, otot; atau 4. Melibatkan kerusakan organ dalam; atau 5. Melibatkan tubuh terbakar pada level dua atau tiga, atau mmenyebabkan terbakarnya permukaan tubuh sebanyak lebih dari lima persen; atau 6. Menyebabkan terjadinya infeksi atau terkena radiasi ¾ Minor Injury Luka yang tidak termasuk dalam kategori fatal injury maupun serious injury 8
¾ None Tidak mengalami luka
Selain itu terdapat juga beberapa istilah mengenai tingkat kerusakan yang dialami pesawat terbang yaitu : ¾ Hancur (Destroyed) Kerusakan akibat benturan, kebakaran atau kegagalan saat terbang sehingga pesawat secara ekonomi tidak bisa diperbaiki (biaya perbaikan lebih besar dari nilai pesawat) ¾ Kerusakan parah (Substantial Damage) Kerusakan atau kegagalan yang berakibat pada kekuatan struktur, performansi, atau karakteristik terbang pesawat, dan membutuhkan perbaikan besar untuk penggantian komponen. Kerusakan atau kegagalan mesin pada salah satu mesin pesawat, kerusakan pada logam penutup mesin, lubang kebocoran kecil, kerusakan pada rotor atau bilah propeller, kerusakan pada roda pendarat, ban, flap, aksesori mesin, rem, atau wingtips tidak termasuk dalam kategori ini. ¾ Kerusakan kecil (Minor Damage) Kerusakan yang tidak menghancurkan pesawat atau tidak menyebabkan kerusakan parah. ¾ Tidak rusak (None) Tidak mengalami kerusakan
2.3 Prosedur Investigasi Berdasarkan Annex 13 yang dikeluarkan International Civil Aviation Organization (ICAO) investigasi suatu kecelakaan (accident) atau peristiwa (incident) penerbangan dilakukan dengan tujuan untuk pencegahan terjadi kecelakaan atau peristiwa penerbangan di masa yang akan datang. Investigasi bukan untuk saling menyalahkan atau membebani pihak tertentu. Kecelakaan atau peristiwa penerbangan yang terjadi sering melibatkan beberapa pihak terkait bahkan hingga melibatkan beberapa negara. Misalnya apabila suatu airline yang sedang melakukan penerbangan internasional mengalami kecelakaan di luar wilayah negara asal airline tersebut maka penyelidikan melibatkan lebih dari satu negara. Untuk menghindari kesalahpahaman maupun wewenang dan tanggung jawab suatu investigasi maka prosedur pelaksanaan investigasi diatur dalam Annex 13. Dalam pembuatan laporan investigasi, Annex 13 juga mengatur tentang format penulisan agar seragam dan mudah dipahami. Format tersebut mencakup : ¾ Judul 9
¾ Sinopsis ¾ Bagian utama (body) yang berisi : 1. Informasi nyata : sejarah penerbangan, korban luka-luka, kerusakan pesawat, informasi personel yang terlibat, informasi mengenai pesawat, informasi kondisi meteorologi, dll 2. Analisis : berdasarkan informasi nyata yang didapat serta penentuan kesimpulan dan penyebab kecelakaan. 3. Kesimpulan : daftar penemuan dan penyebab kecelakaan. 4. Rekomendasi keselamatan penerbangan ¾ Lampiran
National Transportation Safety Board (NTSB), organisasi investigasi kecelakaan Amerika Serikat memiliki prosedur dalam melakukan penyelidikan. Sebelum terjun ke lapangan untuk melakukan investigasi, dibentuk "Go Team" yang terdiri dari beberapa pakar di bidangnya dengan lingkup kerja tertentu seperti : ¾ Operasi : sejarah kecelakaan penerbangan serta kru yang bertugas. ¾ Struktur : mendokumentasikan bangkai strruktur pesawat dan suasana kecelakaan, termasuk perhitungan sudut jatuh pesawat. ¾ Mesin : memeriksa mesin dan propeller serta aksesoris mesin. ¾ Sistem : kajian mengenai komponen hidrolik, elektrik, pneumatik dan sistem terkait, bersamaan dengan instrumen dan elemen sistem kendali terbang. ¾ ATC : rekonstruksi pelayanan panduan terbang ¾ Cuaca : mengumpulkan informasi mengenai kondisi cuaca saat kejadian dari beberapa sumber. ¾ Kinerja manusia : kajian mengenai kinerja kru dan semua faktor yang berkaitan dengan kelalaian manusia, termasuk kelelahan, penggunaan obat-obatan, sejarah medis, latihan, beban kerja, desain peralatan, dan lingkungan kerja. ¾ Faktor kelangsungan hidup : dokumentasi benturan dan luka-luka, rencana kondisi darurat,
dan
semua
usaha
yang
berkaitan
dengan
tabrakan-kebakaran-usaha
penyelamatan. Setelah melakukan proses investigasi dan analisis, pihak NTSB akan memberikan rekomendasi berkaitan dengan kecelakaan yang terjadi serta usaha pencegahan di masa depan. Selain itu diadakan dengar pendapat ke khalayak umum dengan tujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat dan memberi informasi seberapa jauh perkembangan investigasi. Tahap akhir adalah membuat laporan final. 10
2.4 Penyebab-penyebab Terjadinya Kecelakaan Penerbangan Terjadinya kecelakaan penerbangan melibatkan banyak faktor yang mempengaruhi. Aviation Safety Network,
mengklasifikasikan faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan
sebagai berikut : ¾ Pesawat : kegagalan airframe, kesalahan desain, mesin, instrument, pengaruh tekanan, sistem ¾ Pemandu lalu lintas udara (ATC) dan navigasi :masalah komukasi/penggunaan bahasa, penerbangan Visual Flight Rules (VFR), kesalahan menerjemahkan instruksi ¾ Cargo : kesalahan letak titik berat, kelebihan beban ¾ Tabrakan : tabrakan antara pesawat di darat dan udara, tabrakan dengan burung dan objek lain. ¾ Faktor luar : wake vortex ¾ Kru penerbangan : penggunaan alkohol dan obat-obatan, kondisi mental, tidak mengikuti prosedur, kelelahan. ¾ Kebakaran : kebakaran saat di darat maupun saat terbang ¾ Tinggal landas atau mendarat : Terlalu cepat, pendaratan yang kasar, konfigurasi tinggal landas yang salah (flaps/trim) ¾ Perawatan : Tidak mengikuti prosedur perawatan, salah memasang komponen ¾ Hasil : Controlled Flight Into Terrain (CFIT), pendaratan darurat, jatuh karena kehilangan kendali. ¾ Keamanan : pembajakan, ditembak, sabotase/perusakan ¾ Cuaca : icing, petir, angin kencang ¾ Lain-lain
2.5 Human Error 2.5.1 Definisi Seperti dijelaskan sebelumnya, kelalaian manusia (Human Error) merupakan salah satu penyebab penting dalam banyak kecelakaan pesawat udara. Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai kelalaian manusia (Human Error) oleh beberapa pakar menghasilkan kesimpulan mengenai definisi Human Error, diantaranya adalah : Reason (1990) : “a generic term of encompass all those occasions in which a planned sequence of mental or physical activities fails to achieve its intended outcome, and when these failures cannot be attributed to the intervention of some chance agency”
11
Senders and Moray (1991) : “something (that) has been done which was not intended by the actor, not desired by a set of rules or an external observer, or that led the task or system outside its acceptable limits” Woods, Johannesen and Sarter (1994) : “a specific variety of human performance that is so clearly and significantly substandard and flawed when viewed in retrospect that there is no doubt that it should have been viewed by the practitioner as substandard at the time the act was committed or omitted” Untuk menghindari kebingungan karena adanya perbedaan definisi, maka diambil suatu kesimpulan berdasarkan ketiga definisi human error di atas, yaitu : suatu aksi atau keputusan manusia yang mengakibatkan satu atau lebih hasil negatif yang tidak dikehendaki
2.5.2 Klasifikasi Error Dengan adanya pembagian klasifikasi error,
kita dapat lebih mudah melakukan
identifikasi karena memiliki karakteristik yang lebih spesifik. Beberapa klasifikasi mengenai error adalah sebagai berikut : •
Design-induced and operator-induced Berdasarkan penyebab terjadinya, kelalaian dibagi menjadi dua, Design-induced and operator-induced. Design-induced berhubungan dengan sistem, mekanisme atau fasilitas pendukung operasional. Sebagai contoh adalah desain cockpit yang tidak disesuaikan dengan
karakteristik
tubuh
pilot.
Sedangkan
operator-induced
disebabkan
ketidakmampuan individu dalam melakukan operasi, misalnya karena kurangnya jam terbang dalam mengoperasikan pesawat Airbus A320. •
Random, systematic and sporadic
Gambar 2 . 3 Beberapa tipe error Sumber : Hawkins Frank H, “Human Error in Flight”
Berdasarkan letak kesalahannya, kelalaian dibagi menjadi tiga, Random, systematic and sporadic. Random error adalah kesalahan yang terjadi secara acak, misalnya ketika pilot mendaratkan pesawat, terkadang tepat pada daerah yang ditentukan, terkadang 12
undershoot dan terkadang overshoot. Kesalahan ini biasanya terjadi karena kurangnya keterampilan. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan latihan untuk meningkatkan keterampilan. Sistematik error adalah kesalahan yang terjadi secara sistematik pada daerah tertentu, misalnya ketika pilot mendaratkan pesawat selalu mengalami undershoot. Kesalahan ini biasanya terjadi karena ada kebiasaan yang salah, misalnya selalu memperlambat kecepatan dan menurunkan ketinggian pesawat sebelum saat yang ditentukan oleh prosedur pendaratan sehingga selalu undershoot. Untuk mengatasinya, perlu mengubah pola lama yang salah tersebut ke arah yang benar. Sporadic error adalah kesalahan yang terjadi secara tiba-tiba setelah mengalami performa yang bagus. Kesalahan ini sulit diprediksi. Sebagai contoh seorang pilot yang mendaratkan pesawat hampir selalu tepat pada daerah yang diinginkan namun suatu ketika mengalami overshoot. Kesalahan ini sulit diprediksi dan untuk mengatasinya diperlukan konsistensi untuk menjaga kinerja tetap tinggi. •
Omission, commission, and subtitution Berdasarkan pelaksanaannya, kelalaian dibagi menjadi tiga, Omission, commission, and subtitution. Omission didefinisikan sebagai kesalahan yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan suatu prosedur. Misalnya menghilangkan item tertentu dalam checklist. Commission adalah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Misalnya adalah memanggil penumpang untuk menaiki pesawat disaat terjadi delay karena masalah teknis. Subtitution adalah melakukan aksi disaat dibutuhkan namun aksi yang dilakukan salah. Misalnya saat pilot mematikan mesin yang salah sesaat setelah salah satu mesin mati.
•
Reversible and Irreversible Berdasarkan resiko akibat yang ditimbulkan, kelalaian dibagi menjadi dua, Reversible and Irreversible. Reversible adalah kesalahan yang akibatnya masih bisa diperbaiki. Misalnya saat melakukan simulasi terbang, seorang pilot menabrak gunung karena kesalahan membaca instrument. Irreversibel adalah kesalahan yang akibatnya tidak bisa ditolerir dan tidak bisa diperbaiki. Misalnya pada kondisi sebenarnya, pilot yang menabrak gunung dan menyebabkan kerusakan fatal tidak bisa memperoleh kesempatan kedua.
13
2.6 SHELL Model Operasi penerbangan berkaitan dengan interaksi antara manusia dengan aspek lainnya. Frank H Hawkins mengembangkan suatu model interaksi tersebut berdasarkan usulan yang pernah diajukan oleh Profesor Elwyn Edwards dan diberi nama SHELL model, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Model ini diberi nama sesuai komponen-komponen pembentuknya yaitu interaksi antara manusia (Liveware) dengan : ¾ Software
: laws, regulation, rules, manuals, standard operating procedures (SOP)
¾ Hardware
: machine, tools, signals
¾ Environment : weather, working conditions, time of the day ¾ Liveware
: front line operator, pilot, controller, mechanics
Gambar 2 . 4 SHELL Model
Model ini hanya meliputi interaksi yang berhubungan dengan faktor manusia. Faktor manusia (liveware) sebagai pusat model. Manusia secara umum diyakini merupakan faktor paling kritis sekaligus paling fleksibel dalam sistem. Manusia banyak berhubungan dengan performansi dan memiliki banyak keterbatasan, yang mana sebagian besar dapat diprediksi dalam kondisi umum. Komponen lain dalam sistem harus disesuaikan secara hati-hati bila ingin menghindari tekanan pada sistem dan kejadian yang tidak diinginkan. Untuk memenuhi hal tersebut, diperlukan pemahaman karakteristik manusia dengan baik. Hubungan antara Liveware-Hardware menyangkut interaksi antara manusia dan peralatan. Misalnya penggunaan peralatan sistem kendali, tempat duduk cockpit, membaca indikator ketinggian terbang. Ketidaksesuaian desain peralatan dengan karakteristik manusia sering menimbulkan terjadinya bencana.
14
Hubungan antara Liveware-Software menyangkut interaksi manusia dengan aspek non fisik. Misalnya pelaksanaan standar operasional, aturan, manual. Masalah yang ada mungkin lebih nyata dibandingkan interaksi antara Liveware-Hardware namun konsekuensinya sulit dideteksi. Hubungan antara Liveware-Environment merupakan interaksi yang pertama kali ditemukan dalam dunia penerbangan. Masalah lingkungan meliputi tekanan pada kabin, cuaca, waktu penerbangan. Saat ini tantangan baru telah muncul, misalnya konsentrasi ozon dan bahaya radiasi pada tingkat tinggi, dan masalah yang berhubungan dengan terganggunya ritme biologis dan tidur karena perjalanan dengan kecepatan tinggi. Penerbangan pada malam hari dapat mengakibatkan pilot kehilangan arah dan berkurangnya kepekaan pada kondisi sekitar. Hubungan antara Liveware-liveware adalah interaksi antar manusia. Interaksi ini bisa terjadi antar kru penerbangan maupun pilot dengan pemandu lalu lintas udara (ATC). Masalah yang sering timbul berkaitan dengan kerjasama, komunikasi, dan interaksi yang salah.
15