5
BAB II DASAR TEORI
2.1 Radiasi Surya 2.1.1 Konstanta Surya Matahari merupakan sebuah bola gas yang berdiameter 1,39 × 109 m, mempunyai massa sebesar 2 × 1030 Kg. Lapisan luar matahari disebut fotosfer memancarkan suatu spectrum radiasi yang kontinu dengan temperatur permukaan efektif sebesar 5762 K sedangkan intinya mencapai temperatur 8 × 106 K dan densitasnya 105 Kg/m3. Keseluruhan energi ditimbulkan karena adanya reaksi fusi pada inti matahari, dan energi ditransimisikan secara radial sebagai radiasi elektromagnetik dan disebut sebagai energi surya. Jarak rata-rata antara matahari bumi adalah 1,495 × 1011 m, jarak terpendek dan terjauh adalah 1,471 × 1011 m dan 1,521 × 1011 m, yang masing-masing terjadi pada 21 Desember dan 21 Juni (Goswami and Kreith, 2008). Ecliptic axis
Sep. 21
Polar Axis
89.83 million miles
95.9 million miles 1.521 X 1011 m
1.471 X 1011 m
June 21 Dec. 21
March 21
Ecliptic plane
Gambar 2.1 Hubungan Bumi dan Matahari Sumber: (Goswami and Kreith, 2008 halaman 5-3)
6
Radiasi yang dipancarkan oleh permukaan matahari, Es, adalah sama dengan hasil perkalian konstanta Stefan-Boltzmann σ, temperatur absolute pangkat empat 𝑇𝑠4 , dan luas permukaan 𝜋𝑑𝑠2 , (Arismunandar, 1995). 𝐸𝑠 = 𝜎𝜋𝑑𝑠2 𝑇𝑠4 (𝑤𝑎𝑡𝑡) ................................................................................ (2.1) Di mana ds adalah diameter matahari (m). Konstanta surya didefinisikan sebagai energi dari matahari persatuan waktu yang diterima oleh suatu unit luasan permukaan tegak lurus arah rambatan radiasi, pada jarak rata-rata bumi dengan matahari diluar atmosfir bumi yang besarnya adalah (Arismunandar, 1995): 𝐺𝑠𝑐 =
𝜎𝑑𝑠2 𝑇𝑠4 4𝑅 2
(𝑊 ⁄𝑚2 ) ............................................................................... (2.2)
Di mana R adalah jarak rata-rata antara matahari ke bumi. Dari persamaan di atas, maka diperoleh fluks radiasi per satuan luas dalam arah yang tegak lurus pada radiasi tepat di luar atmosfer bumi adalah (Arismunandar, 1995): 5,67 × 10−8 𝑊 ⁄(𝑚2 . 𝐾 2 ) × (1,39 × 109 )𝑚2 × (5,762 × 103 )4 𝐾 4 𝐺𝑠𝑐 = 4 × (1,5 × 1011 )2 𝑚2 = 1353 𝑊 ⁄𝑚2 .................................................................................... (2.3)
Pada kenyataanya intensitas pancaran radiasi surya diluar atmosfir bumi besarnya berubah-ubah, berbanding terbalik dengan kwadrat jarak pusat bumi dan matahari. Untuk menghitung besarnya intensitas radiasi surya diluar atmosfir bumi setiap saat dipergunakan persamaan berikut : 360 𝑁
𝐺𝑜 = 𝐺𝑠𝑐 [1 + 0,003 cos (
365
) ] cos 𝜃𝑧 .................................................. (2.4)
Di mana: 𝐺𝑜
= Intensitas radiasi surya diluar atmosfir bumi, W/m2
𝐺𝑠𝑐
= Konstanta surya, 1353 W/m2
𝑁
= Hari ke-n dalam satu tahun, dan n sama dengan satu untuk 1 Januari
7
2.1.2 Radiasi Surya Pada Permukaan Bumi Radiasi surya yang mencapai permukaan bumi terdiri dari dua bentuk radiasi yang ditransmisikan secara langsung tanpa direfleksikan oleh objek disebut radiasi langsung (direct/beam radiation), Ib. Radiasi langsung mempunyai sifat spekular, menimpa permukaan pada sudut yang ditentukan oleh garis yang menghubungkan pusat bumi dengan pusat surya. Apabila arah permukaan berubah, harga radiasi langsung dapat bertambah atau berkurang. Sebagian radiasi surya dihamburkan, dipantulkan kembali ke angkasa dan diserap oleh atmosfir bumi. Namun sebagian dari radiasi ini diradiasikan kembali dan mencapai permukaan bumi dari semua arah secara seragam. Radiasi tersebut disebut radiasi hambur (diffuse radiation), Id.
Radiasi Langsung Radiasi Hambur
Gambar 2.2 Radiasi sorotan dan radiasi sebaran Sumber: (Arismunandar, 1995 halaman 18)
Penjumlahan radiasi sorotan atau beam (Ib), dan radiasi sebaran atau diffuse (Id) merupakan radiasi total (I), pada permukaan horizontal per jam yang dapat dirumuskan (Arismunandar, 1995): I = Ib + Id (W/m2)....................................................................................... (2.5) Selain dengan persamaan tersebut, harga I juga dapat diukur dengan menggunakan solarimeter. 2.1.3 Sifat-sifat Radiasi Bila energi radiasi menimpa suatu permukaan bahan, maka sebagian dari radiasi itu dipantulkan (refleksi), sebagian diserap (absorpsi), dan sebagian lagi diteruskan (transmisi), seperti digambarkan dalam gambar 2.3.
8
Gambar 2.3 Pengaruh Radiasi Datang Sumber: (Bejan, 1993 halaman 507)
Fraksi yang dipantulkan dinamakan reflektivitas 𝜌, fraksi yang diserap absorptivitas 𝛼, dan yang diteruskan transmisivitas 𝜏, maka didapatkan persamaan (Holman, 1997): 𝜌 + 𝛼 + 𝜏 = 1 ......................................................................................
(2.6)
Kebanyakan benda padat tidak meneruskan radiasi termal sehingga transmisivitas dapat dianggap nol (Holman, 1997): 𝜌 + 𝛼 = 1 .............................................................................................
(2.7)
Ada dua fenomena refleksi yang dapat diamati bila radiasi menimpa suatu permukaan. Jika sudut jatuhnya sama dengan sudut refleksinya, maka dikatakan refleksi itu spekular (specular). Dilain pihak, apabila berkas yang jatuh itu tersebar secara merata ke segala arah sesudah refleksi, maka refleksi itu disebut baur (diffuse). Refleksi spekular dan baur dapat dilihat pada gambar 2.4
(a)
(b)
Gambar 2.4 Fenomena refleksi (a) spekular dan (b) refleksi baur Sumber: (Holman, 1997 halaman 344)
9
Energi yang dipancarkan suatu benda per satuan luas per satuan waktu disebut dengan daya emisi, sedangkan perbandingan daya emisi suatu benda dengan daya emisi benda hitam pada suhu yang sama disebut dengan emisivitas. Permukaan yang dapat menyerap seluruh energi yang datang merupakan permukaan yang memancarkan radiasi paling baik. Permukaan seperti ini tidak akan memancarkan energi radian dan disebut permukaan hitam sempurna, sebagaimana diukur dari emisivitas bahan. Pada kenyataannya, emisivitas bahan berubah menurut suhu dan panjang gelombang radiasi.
2.2 Kolektor Surya Kolektor surya merupakan suatu peralatan penerima radiasi surya sekaligus merubahnya menjadi energi berbentuk panas, yang untuk kemudian digunakan secara langsung maupun disimpan terlebih dahulu pada suatu unit penyimpanan panas. Secara umum, kolektor surya bila ditinjau dari panas yang diinginkan dapat dibagi menjadi dua yaitu kolektor konsentrasi dan kolektor non konsentrasi.
2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Radiasi Surya di Bumi Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan radiasi surya pada suatu permukaan bumi adalah: a.
Posisi matahari
b.
Lokasi dan kemiringan permukaan
c.
Waktu matahari
d.
Keadaan cuaca
a. Posisi matahari Sepanjang bumi mengelilingi matahari pada suatu lintasan yang berbentuk elips, yang biasanya disebut dengan bidang “Ekliptika”. Bidang ini membentuk sudut 23,5o terhadap bidang equator. Akibat dari peredaran bumi mengelilingi matahari menimbulkan perubahan-perubahan musim. Untuk Indonesia terjadi dua perubahan yakni musim kemarau dan musim penghujan.
10
b. Lokasi dan kemiringan permukaan Lokasi dan kemiringan menentukan besarnya sudut datang radiasi pada permukaan tersebut. Hubungan geometrik antara sebuah permukaan dengan radiasi surya yang datang dapat dinyatakan dalam beberapa sudut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.5 Orientasi letak suatu permukaan Sumber: (Duffie and Beckman, 1980 halaman 11)
Ø
= Sudut lintang, sudut lokasi suatu tempat dipermukaan bumi terhadap equator, dimana arah utara – selatan, - −90 ≤ ∅ ≤ 90 dengan utara positif.
θ
= sudut datang berkas sinar (angel of incident) sudut yang dibentuk antar radiasi langsung pada suatu permukaan dengan garis normal permukaan tersebut.
θz
= sudut zenith, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan garis normal bidang horizontal
β
= sudut kemiringan, yaitu sudut antara permukaan bidang yang dimaksud terhadap horizontal: 0𝑜 ≤ 𝛽 ≤ 180𝑜 .
α
= sudut ketinggian matahari, sudut antara radiasi langsung dari matahari dengan bidang horizontal
ω
= sudut jam (hour of angel), sudut antara bidang yang dimaksud dengan horizontal berharaga nol pada saat jam 12.00 waktu surya, setiap jam setara dengan 15o, kea rah pagi negative dan kearah sore positif.
γ
= sudut azimuth permukaan, antara proyeksi permukaan pada bidang horizontal dengan meridian, titik nol diselatan negative timur, positif barat.
11
γs
= sudut azimuth surya, adalah pergeseran angular proyeksi radiasi langsung pada bidang datar terhadap arah selatan
δ
= deklinasi, posisi angular matahari dibidang equator pada saat jam 12.00 waktu matahari. sudut deklinasi dapat juga ditentukan dengan rumus: 𝛿 = 23,45 sin (360
284 + 𝑛 ) 365
Di mana n adalah nomor urut hari dalam satu tahun di mulai 1 januari (Cooper, P. I., 1969) c. Waktu matahari Perhitungan intensitas matahari pada saat tertentu umumnya didasarkan pada waktu matahari, yaitu waktu tertentu dalam hubungannya dengan matahari yang didasarkan pada garis bujur lokasi tersebut. Waktu matahari dihitung dengan persamaan (Duffie and Becman, 1980) sebagai berikut: 𝑡𝑠 = 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 + 𝐸 + 4(𝐿𝑠𝑡 − 𝐿𝑙𝑜𝑐 ) Di mana: 𝐸
.........................................
= 9,87 sin 2𝐵 − 7 cos 𝐵 − 1,5 sin 𝐵 ⟶ 𝐵 =
(2.8)
360(𝑛−81) 364
Lloc = garis bujur lokasi Lst
= garis bujur waktu standar
n
= jumlah hari dalam 1 tahun
d. Keadaan Cuaca Jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi diengaruhi oleh factor transmisi kandungan atmosfer. Di atmosfer radiasi matahari diserap oleh unsur-unsur ozon, uap air dan karbondioksida. Disamping diserap, radiasi matahari juga dihamburkan oleh partikel-partikel seperti udara, uap air dan debu. pada kenyataannya radiasi matahari sering dihalangi oleh bermacam-macam tipe awan. Masing-masing tipe awan mempunyai koefisien transmisi sendiri-sendiri.
2.3 Kolektor Surya Terkonsentrasi Kolektor surya merupakan suatu peralatan penerima radiasi surya sekaligus merubahnya menjadi energi berbentuk panas, yang untuk kemudian digunakan secara langsung maupun disimpan terlebih dahulu pada suatu media penyimpanan
12
panas. Secara umum diklasifikasikan menjadi kolektor konsentrasi dan nonkonsentrasi. Kolektor non-konsentrasi merupakan kolektor dimana luas bidang penyerapan sama dengan bidang penyinaran seperti misalnya kolektor pelat datar. Kolektor surya terkonsentrasi digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dengan temperatur lebih tinggi dari pada kolektor plat datar. Banyak macam tipe consentrator untuk meningkatkan fluks radiasi pada penerima, misalnya tipe pemantulan, dapat juga berbentuk silinder yang berfokus garis atau bentuk lingkaran berfokus titik, penerima dapat juga berbentuk cembung atau cekung seperti pada gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Kolektor Konsentrasi Sumber: http://www.volker-quaschning.de/index.php
2.4 Perbandingan Konsentrasi Maksimum Perbandingan
konsentrasi
maksimum
dianalisis
berdasarkan
prinsip
keseimbangan energi, yaitu energi yang diterima receiver semuanya dipancarkan kembali ke matahari. Radiasi matahari adalah radiasi termal, sehingga temperatur maksimum yang dapat dicapai absorber adalah sama dengan temperatur permukaan matahari.
13
Gambar 2.7 Konsentrator dan Absorber Sumber: (Duffie and Beckman, 1980 halaman 287)
Pada gambar 2.7 ditunjukkan sebuah konsentrator dengan luas Aa dan absorber dengan luas Ar, pada jarak dengan matahari R dan jari-jari matahari r. Setengah sudut yang dibentuk antara diameter matahari dengan titik tengah konsentrator adalah s . Dengan asumsi bahwa matahari sebagai benda hitam dan konsentrator dan receiver bekerja sempurna, maka energi yang diterima konsentrator dari matahari (Duffie, and Beckman, 1980): 𝑄𝑠−𝑟 = 𝐴𝑎
𝑟2 𝑅
𝜎𝑇𝑎4 .....................................................................................
(2.9)
Dimana: Qs-r = energi yang diterima konsentrator (W) Aa
= luas optic penerima radiasi (m2)
r
= jari-jari matahari (m)
R
= jarak matahari dengan absorber (m)
𝜎
= konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmant yang nilainya 5,67 x 10-8 (W/(m2.K4)
Apabila receiver adalah benda hitam sempurna maka semua energi yang diserap akan dipancarkan kembali dan bagian yang sampai di matahari (Duffie, and Beckman, 1980): 4 Qe-s = Ar T r Er-s .............................................................................. (2.10)
Dimana: Qe-s = energi yang diserap absorber (W) Ar
= luas penerima radiasi (m2)
𝜎
= konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmant yang nilainya 5,67 x 10-8 (W/(m2.K4)
Tr
= temperatur permukaan absorber (K)
Er-s
= emisivitas permukaan absorber
14
Dengan Tr = Ts dan semua energi dari receiver diterima matahari (Er-s = 1), (Duffie and Beckman, 1980), maka : r2 Aa 1 = 2 = Ar R sin 2 s
........................................................................... (2.11)
Nilai ini adalah perbandingan konsentrasi maksimum, yaitu bentuk konsentrator lingkaran dengan konsentrasi radiasi menuju titik. Untuk bentuk konsentrator linier, dengan konsentrasi radiasi berupa garis, maka perbandingan konsentrasi maksimumnya adalah : Aa 1 = Ar sin s
......................................................................................... (2.12)
Semakin besar perbandingan konsentrasi, maka semakin tinggi temperatur yang dicapai. Namun dalam prakteknya temperatur absorber tergantung pada ketelitian optik (konsentrator dan receiver) dan orientasi receiver terhadap konsentrator (intercept faktor). Sehingga dalam praktek tidak mungkin dicapai perbandingan konsentrasi maksimum.
2.5 Kolektor Tubular 2.5.1 Beberapa Studi Kolektor Tubular U. Ortabasit dan W.M Buehl (1980), meneliti kolektor tubular dengan cups reflektor untuk pipa panas. Penelitian ini meliputi analisa optikal dari konsentrasi cups reflektor simetris didalam gelas tubular yang melingkupi sebuah silender pipa panas yang berfungsi sebagai absorber menggunakan metode simulasi. Saltiel and Sokolov (1982) telah melakukan penelitian pada kolektor konsentrasi silinder tubular dengan menggunakan analisis ray-tracking. Teknik raytracking digunakan untuk menghitung efisiensi optikal dan kerugian radiasi termal kolektor yang mana setiap sinar yang jatuh pada permukaan kolektor dihitung, kemudian energi keseluruhann sinar diintegrasikan. Letak pipa penyerap optimum didapat dengan merubah-rubah posisi pipa. Dalam penelitian tersebut juga dianalisa efek dari sudut dating dan ketebalan penutup terhadap efisiensi. Hasil penelitian menunjukkan unjuk kerja kolektor sangat dipengaruhi pada perpindahan radiasi termal antara pipa penyerap dan penutup kolektor. Penggunaan pelapis termal
15
dengan reflektivitas tinggi pada permukaan dalam penutup juga dihitung, dan ditemuukan bahwa pelapisan tersebut meningkatkan performance dari kolektor. Ida Bagus Alit (2000) telah melakukan eksperimen pada kolektor tubular dengan memanfaatkan lampu neon bekas sebagai kaca penutup, dan meneliti pengaruh eksentrisitas vertical sumbu pipa penyerap terhadap sumbu kaca penutup, rasio antara diameter kaca penutup dan diameter pipa penyerap, serta temperatur fluida masuk terhadap effisiensi sesaat dari kolektor. Dari eksperimental yang telah dilakukan, didapatkan eksentrisitas pipa penyerap yang menghasilkan temperatur tertinggi adalah dengan meletakkan pipa penyerap dibawah sumbu simetri kaca penutup (negative eksentrisitas). Meningkatkan temperatur fluida masuk dan/atau menambah jumlah pipa penyerap yang digunakan akan meningkatkan temperatur fluida keluar, namun effisiensi kolektor menurun. Gradient penurunan effisiensi akan lebih besar, bila rasio antara diameter kaca penutup dengan pipa penyerap mengecil. Gede Hadiyanto (2010) meneliti tentang performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk persegi panjang dengan variasi temperatur air masuk, dimana dalam plat penyerap terdapat minyak goreng sebagai media penyimpanan panas. Dari penelitian tersebut diperoleh, bahwa semakin tinggi temperatur air masuk maka efiensi sesaat dari kolektor surya akan mengalami penurunan, dan operasi terbaik dari kolektor surya yang didapatkan adalah pada temperatur 350C yaitu mencapai 57,49% dengan efisiensi rata-rata harian pada kolektor yang tertinggi adalah pada temperatur 350C yaitu 40,61%. Sudarma Putra (2010), meneliti tentang performansi kolektor surya terkonsentrasi menggunakan receiver berbentuk persegi panjang dengan variasi laju aliran volume. Pada penelitian ini menggunakan laju aliran volume yang divariasikan yaitu 0,0026 liter/sekon, 0,0032 liter/sekon dan 0,0044 liter/sekon dengan temperatur masuk 40 ˚C dengan tetap dijaga konstan. Dari penelitian tersebut didapat nilai efisiensi sesaat yang tertinggi pada laju aliran volume 0,0026 liter/sekon sebesar 149,59 %, efisiensi rata-rata harian tertinggi sebesar 43,65 %, dan Penurunan temperatur keluar yang terjadi pada sore hari tidak terlalu signifikan karena adanya media penyimpan panas.
16
2.5.2 Jenis Kolektor Tubular Kolektor tubular menggunakan penutup berbentuk tabung, dimana penyerap berada di dalam tabung penutup. Berbagai desain kolektor tubular diperlihatkan pada gambar 2.8. Selective coating Selective coating
Selective surface
Inflow Inflow
Outflow Evacuated annulus
Out flow
(a) Three concentric glass tube
(b) Metal fin with U tube
Evacuated
Glass tube
Outflow Evacuated Inner glass with coating Absorber tube
Metal fin
Mirror Inflow (d) Half silvered outer glass
(c) Cylindrical metal fin
Gambar 2.8 Kolektor Tubular Sumber: (Jhon R. Hoell, Richard B. Bannerot and Gary C. Vliet, 1982 halaman 98)
Penggunaan
kaca
transparan
sebagai
tabung
penutup
karena
kaca
memungkinkan lewatnya radiasi panjang gelombang matahari, tetapi tidak tembus radiasi pada daerah panjang gelombang yang dipancarkan oleh isi bagian dalamnya (Frank Kreith, 1986). Untuk mengurangi daya pantul bahan transparan dapat dilakukan dengan mengetsa permukaan bahan transparan tersebut. kaca adalah salah satu penutup transparan yang banyak digunakan. karakteristik kaca memiliki transmisivitas yang tinggi pada daerah ultraviolet sampai dengan panjang gelombang 2,7 μm. Pada daerah inframerah jauh kaca akan menjadi reflektor yang baik terhadap panjang gelombang radiasi panas. perubahan sifat ini sangat diharapkan, sebab dengan demikian kaca akan menjadi pengahalang radiasi antara penyerap yang dipanaskan dengan lingkungan yang lebih dingin, sementara masih meneruskan radiasi surya. Bahan penutup yang baik akan memantulkan radiasi panas dengan sempurna namun masih memiliki transmisivitas yang tinggi terhadap radiasi surya
17
yang datang. Pipa penyerap akan menerima berkas radiasi surya dan mengubah menjadi bentuk energi panas yang berguna. Pipa penyerap yang ideal memiliki permukaan dengan absorpsivitas yang tinggi guna menyerap radiasi surya sebanyak mungkin, tetapi memiliki emisivitas rendah agar kerugian karena radiasi balik sekecil mungkin. 2.5.3 Keseimbangan Energi Kolektor Energi yang diterima kolektor akan diserap oleh pipa penyerap, dan akan memanaskan pipa sepanjang arah aliran fluida hingga temperatur TP. Energi berguna yang dihasilkan dapat dinyatakan dengan energi
yang diserap fluida dikurangi
dengan kerugian panas yang terjadi. Proses perpindahan panas radiasi matahari sampai ke fluida ditunjukkan seperti pada gambar 2.9.
(a) Dengan pasir
(b) Tanpa pasir
Gambar 2.9 Perpindahan panas pada kolektor dengan pasir.
18
Rangkaian Termal Kolektor Tubular Ta
1
1
hw,c Ac
hr ,c s Ac
ln rco rci 2 k L
T co
T ci 1 hr A p
1 hr , p c A p
Tpo
S
ln rpo rpi 2 k L
Tpi
ln r pi r po " 2 k L
Tpo "
ln r po " r pi " 2 k L
Tpi " 1 h
Tf
f
d
pi
" L
Qu
Gambar 2.10 Rangkaian Termal kolektor surya dengan pasir sebagai media penyimpan panas. 2.6 Perpindahan Panas Sebagai suatu gambaran mengenai tiga cara perpindahan panas dalam sebuah alat pemanas cairan energi matahari, panas mengalir secara konduksi sepanjang pelat
19
penyerap, pasir, dan pipa fluida. Kemudian panas dipindahkan ke fluida dalam saluran dengan cara konveksi, apabila sirkulasi dilakukan dengan bantuan peralatan luar seperti pompa disebut konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas akan melepaskan panas ke kaca penutup secara konveksi alami dan radiasi. Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi.
2.6.1 Perpindahan Panas Konduksi Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang pada bertemperatur rendah. Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomic merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul (atom), dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitude yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan pengahantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin, energi ini akan memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting.
20
Besarnya kalor yang berpindah pada perpindahan kalor secara konduksi akan berbanding lurus dengan gradient temperatur pada benda tersebut. Persamaan perpindahan panas konduksi dikenal sebagai Hukum Fourier (Fourir Low) (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) yaitu: 𝑑𝑇
𝑞𝑘 = −𝑘𝐴 𝑑𝑥 ........................................................................................ (2.13) Di mana: 𝑘
= Konduktivitas termal bahan (W/moK)
𝐴
= Luas permukaan perpindahan panas (m2)
𝑑𝑇 𝑑𝑥
= gradient temperature (K/m)
Tanda negatif (-) pada Hukum Fourier adalah menyatakan bahwa perpindahan panas terjadi dari temperatur yang lebih tinggi menuju temperatur yang lebih rendah. Konduktivitas termal dari beberapa logam dan non-logam yang biasa digunakan dalam konstruksi kolektor surya dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Konduktivitas termal beberapa bahan kolektor surya tertentu Bahan Konduktivitas termal (k), W/(m.K) Tembaga 385.0 Aluminium 211.0 Timah Putih 66.0 Baja, 1% karbon 45.0 Baja tahan karat 16.0 Kaca 1.05 ABS (Akrilonitril-Butadien-Stiren) 0.27 Polikarbonat 0.2 Karet alam 30 durometer 0.14 Karet alam 70 durometer 0.17 Isolasi papan kaca serat 0.043 Sumber: (Arismunandar, Wiranto., 1995 halaman 45)
2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi antara permukaan benda dengan fluida yang bergerak, atau sebaliknya dimana diantara keduanya terjadi perbedaan temperatur. Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan menurut aliran fluidanya menjadi dua, yaitu konvoksi paksa (forced convection) dan konveksi alami (natural
21
convection). Konveksi paksa terjadi bila aliran fluidanya disebabkan oleh gaya luar, seperti fan, blower, pompa dan lain-lain. sebaliknya untuk konveksi alamiah aliran fluidanya disebabkan oleh gaya apungnya (buoyancy forced), di mana timbul dari perbedaan density yang disebabkan oleh variasi temperatur pada fluida. Persamaan
perpindahan
panas
konveksi
dinyatakan
sebagai
hukum
pendinginan Newton (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) sebagai berikut: 𝑞𝑐𝑜𝑛𝑣 = ℎ. 𝐴𝑠. (𝑇𝑠 − 𝑇∞ ) ....................................................................... (2.14) Di mana: 𝑞𝑐𝑜𝑛𝑣 = laju perpindahan panas konveksi (W) ℎ
= Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
𝐴𝑠
= Luas permukaan perpindahan panas (m2)
𝑇𝑠
= Temperatur permukaan (K)
𝑇∞
= Temperature fluida (K)
Umumnya koefisien konveksi h dinyatakan dengan parameter tanpa dimensi yang disebut bilangan Nusselt, (menurut nama dari Wilhem Nusselt), Nu = hdi/k, di mana k adalah konduktivitas panas. Perpindahan panas konveksi terdiri dari dua mekanisme yaitu perpindahan energi sebagai akibat dari pergerakan molekular acak dan pergerakan secara mikroskopis dari fluida.
2.6.3 Perpindahan Panas Radiasi Berlainan dengan mekanisme konduksi dan konveksi, di mana perpindahan energi melalui bahan perantara. pada radiasi, kalor berpindah melalui daerah-daerah hampa, mekanismenya disini adalah sinaran atau radiasi elektromagnetik. Sebuah radiator ideal, atau benda hitam (black body), memancarkan energi dengan laju yang sebanding dengan pangkat empat suhu absolute benda itu, dan berbanding langsung dengan luas permukaannya maka dapat dilihat pada rumus ((Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) sebagai berikut: 𝑞𝑝𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟𝑎𝑛 = 𝜎𝐴𝑇 4 ................................................................................. (2.15)
22
Di mana: 𝜎 = konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzman yang nilainya 5,67 x 10-8 W/m2K4. A = luas bidang, m2, dan T adalah temperatur absolute, K Persamaan (2.3) di atas disebut Hukum Stefan Boltzmann tentang radiasi termal, dan berlaku untuk benda hitam. Pertukaran radiasi netto antara dua permukaan berbanding dengan perbedaan suhu absolutnya pangkat empat (Incropera, Frank P. and DeWitt, David P., 1996) yang artinya: 𝑄𝑝𝑒𝑟𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑛𝑒𝑡𝑡𝑜 𝐴𝑠
= 𝜎(𝑇1 4 − 𝑇2 4 ) .............................................................. (2.16)
2.7 Perpindahan Panas Kolektor Tubular
Konveksi dan radiasi dari jendela penutup ke lingkungan Perpindahan panas konveksi yang terjadi pada penutup didasarkan pada hembusan angin yang melintasi penutup. Koefisien perpindahan panas konveksinya dapat dihitung dengan persamaan: ℎ𝑤 = 5,7 + 3,8𝑉𝑤 ................................................................................. (2.17) Koefisien perpindahan panas radiasi pada penutup dihitung dari pertukaran radiasi yang terjadi dengan langit pada temperatur Ts. Dimana hubungan temperatur langit dengan temperatur udara adalah: 𝑇𝑠 = 0.0552𝑇𝑎1.5 ℎ𝑟,𝑐−𝑎 = 𝜀𝑐 𝜎
(𝑇𝑐4 −𝑇𝑠4 ) 𝑇𝑐 −𝑇𝑠
............................................................................. (2.18)
Konduksi dari kaca penutup bagian luar ke bagian dalam Kaca penutup dalam bentuk tabung, sehingga luas bidang aliran kalor dalam system silinder ini adalah 𝐴𝑟 = 2𝜋𝑟𝐿 Sehingga hukum Fourier menjadi 𝑑𝑇
𝑑𝑇
𝑞𝑘 = −𝑘𝐴𝑟 𝑑𝑟 = −𝑘2𝜋𝑟𝐿 𝑑𝑟 ............................................................... (2.19) Dengan kondisi batas T = Ti
pada r = ri
T = To
pada r = ro
23
Penyelesaian Persamaan (2.15) adalah 𝑞𝑘 =
2𝜋𝑘𝐿(𝑇𝑖 −𝑇𝑜 ) ln(𝑟𝑜 ⁄𝑟𝑖 )
................................................................................... (2.20)
Dan tahanan termal adalah 𝑅𝑡ℎ =
ln(𝑟𝑜 ⁄𝑟𝑖 )
........................................................................................ (2.21)
2𝜋𝑘𝐿
Konveksi alami dan radiasi dari kaca penutup ke pelat penyerap Karena letak pipa penyerap didalam cover yang tertutup maka akan terjadi perpindahan panas konveksi alamiah, yang analisa perpindahan panasnya dikaitkan dengan parameter-parameter tak berdimensi seperti bilangan Prandtl (Pr), Rayleigh (Ra) dan Nusselt (Nu). T.H. Kuehn dan R.J. Goldstein memberikan persamaan perpindahan panas konveksi alamiah antara dua buah silinder horizontal kosentris atau non kosentris. ℎ𝑐 =
𝑁𝑢𝐷 𝑘 𝐷𝑃
............................................................................................. (2.22) 2
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑁𝑢𝐷𝑐𝑜𝑛𝑣 =
2
1+ [(0,518𝑅𝑎𝐷𝑃
1⁄4
⁄
ln
2
1−
[
1⁄15
15
15 0,559 3 5 . [1 + ( ) ] ) + (0,1𝑅𝑎𝐷𝑃 1⁄3 ) ] Pr
5⁄3 2 ⁄ 5⁄3 {([( ) + (0,587𝐺𝑅𝑎𝐷𝐶 1 4 ) ] 1 − 𝑒 −0,25
0,6
𝐺 = [(1 + Pr0,7 )
−5
1⁄15
3⁄5 15
)
+ (0,1𝑅𝑎𝐷𝐶
1⁄3 15
) } ]
−1⁄5
+ (0,4 + 2,6Pr
2 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑁𝑢𝐷𝑐𝑜𝑛𝑑 = cosh−1[(𝐷2 +𝐷2−4𝐸2 )⁄2𝐷 𝑃
𝐶
0,7 )−5
𝑃 𝐷𝐶 ]
]
.................................... (2.23)
.................................................. (2.24)
15 15 ̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑁𝑢𝐷 = [(𝑁𝑢 + (𝑁𝑢 𝐷𝑐𝑜𝑛𝑣 ) 𝐷𝑐𝑜𝑛𝑑 ) ] ................................................. (2.25)
Dimana: 𝑅𝑎𝐷 =
𝑔𝛽(𝑇𝑃 − 𝑇𝐶 )𝐷𝑃3 𝑣𝑎
E
= jarak pipa penyerap yang digerakkan dari posisi konsentrisnya
g
= konstanta gravitasi bumi
k
= konduktivitas panas fluida
v
= viskositas kinematis fluida
𝛽
= koefisien ekspansi volumetric
24
𝜎(𝑇 2 +𝑇𝐶2 )(𝑇𝑃 +𝑇𝐶 )
ℎ𝑟,𝑝−𝑐 = 1−𝜀 𝑃
𝑃 + 1 +(1−𝜀𝐶 )𝐴𝑃 𝜀𝑃 𝐹12 𝜀𝐶 𝐴𝐶
..................................................................... (2.26)
Sehingga perpindahan panas total dari kaca penutup ke pipa penyerap menjadi 𝑄𝑃−𝑐 = 𝐴𝑃 (ℎ𝑐 + ℎ𝑃−𝑐 )(𝑇𝑃 − 𝑇𝑐 ) ......................................................... (2.27) Di mana:
hr,p-c
= koefisien perpindahan panas radiasi pipa penyerap ke penutup
hc
= koefesien perpindahan panas konveksi
𝜀𝑃
= emisivitas pipa penyerap
𝜀𝑃
= emisivitas kaca penutup
𝜎
= Konstanta Stefan-Boltzmann = 5,67 x 10-8 W/m2K4
F12
= factor bentuk
TP
= temperatur penyerap
TC
= temperatur penutup
Perpindahan panas yang terjadi dari pipa penyerap ke pasir Mengingat ketebalan pipa penyerap sangat tipis, sehingga panas bagian luar dan bagian dalam diasumsikan sama, selanjutnya pasir yang mengisi rongga diantara pelat penyerap dan pipa tempat mengalirnya fluida dianggap sebagai sebuah pipa pasir di mana panas bagian luarnya mendekati suhu pelat penyerap, sehingga persamaan yang digunakan adalah perpindahan panas secara konduksi. Di mana berbentuk silinder sehingga luas permukaannya menjadi: 𝐴𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 = 2𝜋𝑟𝐿 Sehingga hukum Fourier menjadi 𝑑𝑇
𝑑𝑇
𝑞𝑘 = −𝑘𝐴𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 𝑑𝑟 = −𝑘2𝜋𝑟𝐿 𝑑𝑟 .......................................................... (2.28) Dengan kondisi batas T = Ti
pada r = ri
T = To”
pada r = ro”
Penyelesaian Persamaan (2.24) adalah 𝑞𝑘 =
2𝜋𝑘𝐿(𝑇𝑖 −𝑇𝑜" ) ln(𝑟𝑜" ⁄𝑟𝑖 )
................................................................................... (2.29)
25
Dan tahanan termal adalah 𝑅𝑡ℎ =
ln(𝑟𝑜" ⁄𝑟𝑖 ) 2𝜋𝑘𝐿
...................................................................................... (2.30)
Perpindahan Panas dari Pipa Tembaga kedua ke fluida (air) Di dalam pipa tembaga terjadi perpindahan panas konveksi paksa, yang
disebabkan adanya perbedaan ketinggan antara fluida masuk dan keluar yang menyebabkan fluida bergerak. Anilisa perpindahan panas melibatkan aliran dalam pipa tertutup (internal flow) menggunakan konsep bulk temperatur, karena sifat-sifat fluida yang berubah terhadap temperatur.
Gambar 2.11 Perpindahan Panas Menyeluruh dinyatakan dengan beda suhu limbak
Untuk aliran tabung seperti pada gambar 2.11 energi total yang ditambahkan dapat dinyatakan dengan beda suhu limbak. 𝑞 = 𝑚̇𝑐𝑝 (𝑇𝑓𝑜 − 𝑇𝑓𝑖 ) ............................................................................. (2.31) dengan syarat cp sepanjang aliran itu tetap. Kalor dq yang ditambahkan dalam panjang diferensial dx dapat dinyatakan dengan beda suhu limbak atau koefisien perpindahan panas 𝑑𝑞 = 𝑚̇𝑐𝑝 𝑑𝑇𝑏 = ℎ(2𝜋𝑟)𝑑𝑥(𝑇𝑃 − 𝑇𝑓 ) ................................................. (2.32) di mana Tp dan Tf masing-masing adalah suhu dinding dan suhu limbak pada posisi x tertentu. Perpindahan kalor total (J.P. Holman, 1988 halaman 252) dinyatakan sebagai 𝑞 = ℎ𝐴(𝑇𝑃 − 𝑇𝑓 )
𝑎𝑣
............................................................................... (2.33)
Di mana A ialah luas permukaan perpindahan panas. Oleh karena TP dan Tf mungkin berubah sepanjang tabung, maka kita harus menggunakan suatu proses perata-rataan yang tepat untuk digunakan dalam persamaan 2.33.
26
2.8 Media Penyimpan Panas Masukan energi dari matahari berubah terhadap waktu dan pada umumnya tidak seirama dengan kebutuhan sehinggga diperlukan semacam media penyimpan panas. Dalam penerapan yang pasif penyimpan panas dapat juga bertemperatur sangat tinggi. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Siswantoro pada tahun 2008 diperoleh sifat fisik dan termis pasir kali dan pasir besi seperti pada tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Sifat fisik dan termis pasir besi dan pasir kali
Sifat Fisik dan Termis
Diameter Pasir Besi
Diameter Pasir Kali
(mm)
(mm)
0,15
0,3
0,35
0,75
1,5
Massa Jenis (kg/m3)
2373
2148
1477
1434
1395
Panas Jenis (J/kgK)
794
807
886
890
988
Konduktivitas Panas (J/dt.m.C)
0,443
0,422
0,362
0,349
0,311
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian, (2008)
Sedangakan Cengel (2003) memberikan nilai 𝜌, 𝑘, 𝑐𝑃 , untuk pasir secara umum dimana secara berturut-turut 1515 kg/m3, 0,2-1,0 W/mK dan 0,8 kJ/kgK. Sedangkan Arici (2003) memberikan nilai 𝜌 dan 𝑘 pasir berturut-turut 1750 kg/m3 dan 0,93 W/mK. Dimana nilai konduktivitas termal dan panas jenis mempengaruhi proses perpindahan panas pada pasir. Jika ditinjau dari segi kapasitas penyimpanan panas pada perubahan temperatur 60 Co, dimana pasir dikelompokkan kedalam batuan (arismunandar, 1995), diberikan nilai untuk massa jenis batuan 2400, panas spesifik batuan (cp) 0,84 kJ/kgK, basis massa 50,4 kJ/kg dan basis volume 121,0 MJ/m3. Dimana kapasitas penyimpanan panas suatu material mempengaruhi seberapa besar kemampuan suatu material untuk menimpan kalor atau panas. 2.9 Energi Berguna dan Efisiensi Kolektor Tubular Energi yang berguna dipakai untuk menghitung seberapa besar panas yang berguna yang ditimbulkan kolektor tubular. Sedangkan efisiensi digunakan untuk menghitung performansi atau unjuk kerja dari kolektor tubular.
27
2.9.1 Energi Berguna Kolektor Tubular Untuk perhitungan energi yang diserap atau energi yang berguna untuk kolektor alat pemanas air tenaga surya dapat digunakan persamaan: 𝑄𝑈 = 𝑚̇. 𝐶𝑃 . (𝑇𝑜 − 𝑇𝑖 ) watt ..................................................................... (2.30) Di mana: 𝑄𝑈 = panas berguna (W) 𝑚̇ = laju alir massa fluida (kg/s) 𝐶𝑃 = kapasitas panas jenis fluida (J/(kg.oC) 𝑇𝑜 = temperatur fluida keluar (oC) 𝑇𝑖 = temperatur fluida masuk (oC) 2.9.2 Analisa Performansi Effisiensi kolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida atau energi berguna dan intensitas matahari yang mengenai kolektor. Performansi dari kolektor dapat dinyatakan dengan effisiensi termalnya. Akan tetapi, intensitas radiasi matahari berubah terhadap waktu, oleh karena itu effisiensi termal kolektor dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Instantaneous efficiency/ effisiensi sesaat adalah effisiensi keadaan steady untuk selang waktu tertentu. 2. Long term/all-day efficiency adalah effisiensi yang dihitung dalam jangka waktu yang relative lama (biasanya per hari atau perbulan) Performansi secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh performansi dari kolektor. Oleh sebab itu, ada dua cara pengujian sistem pemanas air surya yaitu: 1. Pengujian untuk menentukan performansi kolektor 2. Pengujian untuk menentukan performansi sistem secara keseluruhan Dalam penelitian ini pengujian dilakukan hanya untuk menentukan performansi dari kolektornya saja. Metode yang digunakan adalah Instantaneous efficiency/ effisiensi sesaat. Sehingga effisiensi dari kolektor dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: 𝑄𝑈
𝜂=𝐴
𝑎 𝐼𝑇
=
𝑚̇.𝐶𝑃 .(𝑇𝑜 −𝑇𝑖 ) 𝐴𝑎 𝐼𝑇
.......................................................................... (2.31)
Di mana: 𝜂 = effisiensi kolektor 𝐴𝑎 = luas bidang penyerapan kolektor (m2) 𝐼𝑇 = radiasi surya yang jatuh pada bidang kolektor (W/m2)