BAB II DASAR TEORI
2.1 Umum Pelat beton (slab) merupakan elemen struktur yang paling luas digunakan dalam bentuk lantai dan atap bangunan untuk menompang beban normal pada permukaannya. Pelat tersebut dapat ditopang pada dinding atau balok secara langsung pada kolom. Balok yang menompang pelat dipertimbangkan (dianggap) kaku dengan lendutan (deflection) relative sangat kecil jika dibandingkan lendutan pelat. Pelat yang ditopang pada dinding atau balok diklasifikasikan sebagai pelat dengan tumpuan tepi (edge supported slabs). Pelat yang ditopang secara langsung pada kolom tanpa balok dikenal sebagai pelat cendawan (flat slabs). Pelat tumpuan tepi secara umum berbentuk persegi, namun dapat juga dalam berbagai bentuk seperti segitiga, trapesium, lingkaran dan lainnya. Beban ditransfer dari pelat dalam bentuk momen lentur, geser dan torsi ketumpuan. Seperti pelat yang ditumpu pada dua sisi yang sejajar (gambar 2.1a) yang memikul beban lentur dalam arah sejajar memanjang pada tumpuannya. Hal ini dikenal sebagai pelat satu arah dan sebenarnya merupakan suatu balok dengan dimensi lebar yang besar. Pelat yang ditumpu pada keempat sisinya juga dapat merupakan pelat satu arah (one way slab) jika dimensi sepanjangnya sangat besar dibandingkan dengan lebarnya. Pelat persegi panjang dengan dimensi panjang tidak terlalu besar dibandingkan dengan dimensi lebarnya atau pelat bujur sangkar yang didukung pada keempat sisinya memikul beban lentur pada dua arah sejajar. Seperti pelat yang dikenal
Universitas Sumatera Utara
sebagai pelat dua arah (two way slab). Dan pada tulisan ini hanya akan dibahas pelat dua arah (two way slab).
Masonry support Masonry support L>2b
L
b
b
(b) Pelat satu arah tumpuan sederhana (a) Pelat satu arah tumpuan sederhana
Masonry support L<2b b
(c) pelat dua arah dengan perletakan sederhana yang ditumpu pada dinding
Gambar 2.1.Pelat satu arah dan dua arah Pelat dua arah adalah struktur statis tak tentu tingkat tinggi. Analisanya harus selalu
memenuhi
prinsip-prinsip
dasar
statika
secara
teoritis
seharusnya
mempertimbangkan pengekangan terhadap rotasi dan translasi yang diakibatkan sistem perletakan.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pengenalan Teori Elastisitas Teori elastisitas merupakan cabang yang penting dari fisika matematis, yang mengkaji hubungan antara gaya, perpindahan, tegangan, dan regangan dalam benda elastis. Bila suatu benda pejal dibebani oleh gaya luar benda tersebut akan berubah bentuk/berdeformasi (Gambar 2.2), sehingga timbul tegangan dan regangan dalam. Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasi geometris dari benda tersebut dan pada sifat mekanis bahannya. Dalam teori elastisitas, pembahasan hanya dibatasi hanya pada bahan elastis linear, yaitu keadaan dimana hubungan antara tegangan dan regangan bersifat linear, dan perubahan bentuk serta tegangan akan hilang bila gaya luar dihilangkan. Selain itu teori elastiitas klasik menganggap bahan bersifat homogen dan isotropik, dengan demikian, sifat mekanis bahan sama dalam segala arah. Walaupun bahan-bahan struktural tidak tepat memenuhi semua anggapan ini, pengujian menunjukkan bahwa untuk sruktur baja, misalnya, teori elstisitas memberikan hasil dengan ketetapan yang tinggi, asal tegangannya masih berada dibawah titik leleh (yield point). Teori pelat klasik yang merumuskan dan menyelesaikan masalah pelat berdasarkan analisis matematis yang eksak, merupakan penerapan khusus yang penting dari elastis. Oleh karena itu, pengertian menyeluruh tentang konsep dasarnya,notasi, denfinisi, dan lainnya, sangat penting. Tujuan dari bagian ini ialah mengenalkan dasar dalam bentuk yang ringkas.
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:14)
Gambar 2.2. Respon suatu benda elastis terhadap gaya luar.
Universitas Sumatera Utara
a. Keadaan tegangan pada benda elastis Dalam statika benda tegar (rigid body), disini akan dikaji gaya luar yang bekerja pada suatu benda tidak meinjau perubahan bentuk yang timbul. Sebaliknya, dalam teori elastisitas, ditinjau perubahan bentuk akibat gaya luar. Melalui perubahan bentuk pada benda tersebut, gaya-gaya luar dikonversi menjadi gaya-gaya dalam. Kita mulai dengan meninjau suatu benda elsatis dengan bentuk sembarang dalam system koordinat cartesius X, Y, Z, yang memikul gaya luar yang berada dalam keseimbangan. Untuk menentukan gaya dalam yang timbul di antara partikelpartikel benda tersebut, kita bayangkan benda tersebut dipenggal menjadi dua bagian oleh suatu bidang, seperti pada Gambar 2.3a. Jika sekarang kita bayangkan bahwa bagian B dihilangan, keseimbangan benda tersebut harus dipertahankan oleh gayagaya luar yang bekerja pada permukaan penampangnya. Marilah kita ambil suatu luas ∆ A yang kecil pada penampang tersebut dan kita nyatakan gaya dalam yang bekarja pada luas ini sebagai ∆
P (Gambar 2.3b). perbandingan ∆
P/∆A adalah
tegangan rata rata, yang didefinisikan sebagai limit dari perbandingan; jadi ∆P (gaya per satuan luas) ∆A→0 ∆A
Tegangan = P = lim
(2.1)
Karena ∆ P ummnya tidak tegak lurus penampang, kita lebih mudah menggunakan komponen normal (tegak lurus) dan tangensialnya (sebidang). Dengan demikian definisi tegangan normal (σ) dan tegangan geser (τ) (Gambar 2.3b) adalah ∆Pn ∆A→0 ∆A
σ = lim
dan
∆Pt ∆A→0 ∆A
τ = lim
(2.2)
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:14)
Gambar 2.3. Metode Irisan
Perlu diperhatikan bahwa tegangan pada suatu bidang adalah vektor tegangan. Resultan tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari komponen-komponennya. Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya; jadi, kita dapat tuliskan σ(x,y,z) dan τ(x,y,z). Untuk menggambarkan keadaan tegangan tiga-dimensi, kita ambil suatu elemen yang kecil dalam bentuk kontak (dx dy dz) yang mukanya sejajar dengan bidang koordinat, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4. Komponen tegangan normal X, Y, dan Z, masing-masing diberi notasi σx,σy, dan σz
.
Subskribnya(
subscript/huruf bawah) menunjukkan garis normal (tegak lurus) permukaan tempat vector tegangan tersebut bekerja. Tegangan geser τ biasanya memiliki dua subskrib. Subskrib pertama menunjukkan arah garis normal permukaan, sedang subskrib kedua menunjukkan arah arah vektor tegangan τ . Karena tegangan merupakan fungsi dari
Universitas Sumatera Utara
letaknya pada suatu benda, intensitasnya akan berubah bila bidang rujuknya digerakkan sejauh dx, dy, dz. Pertambahan yang timbul dinyatakan oleh dua suku pertama dari deret Taylor (Gambar 2.4)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:15)
Gambar 2.4. Elemen tiga dimensi
Perjanjian tanda berikut akan digunakan dalam pembahasan berikutnya. Pada bidang dekat suatu elemen (dipandang dari ujung-ujung sumbu koordinat positif dianggap positif. Pada bidang jauh suatu elemen, semua tegangan yang bekerja pada arah sumbuh koordinat negatif dianggap positif. Perjanjian tanda ini mengikuti aturan umum yang dipakai dalam praktek bidang teknik; yakni, tarikan bertanda positif dan tekanan bertanda negatif. Keadaan tegangan tiga-dimensi di sembarang titik benda elastis ditentukan oleh sembilan komponen tensor tegangan dengan matriks σ x τ xy τ xz [σ ] = τ yx σ y τ yz τ zx τ zy σ y
(2.3)
yang simetris terhadap diagonal utama. Dimana Tensor adalah besaran yang memiliki arti fisik yang memenuhi hukum transformasi tertentu. Hukum transformasi
Universitas Sumatera Utara
ini dalam teori elastis adalah rotasi sumbu. Tensor orde dua dinyatakan dalam bentuk (Szilard,1989:15). Karena sifat simetris ini,
τ xz = τ zx
τ xy = τ yx
dan
τ yz = τ zy
(2.4)
Dalam beberapa literatur, Persaman (2.1) disebut hukum timbale-balik tegangan geser dan mudah dibuktikan dengan mengambil momen dari tegangan-tegangan terhadap sumbu koordinat. Sementara keadaan tegangan dalam pelat yang tebal bersifat tiga-dimensi, pelat tipis yang memiliki ketegangan lentur yang mempunyai keadaan tiga-dimensi yang tidak sempurna; yakni, semua komponen tegagan permukaan yang sejajar bidang XY sama dengan nol. Dalam analisis pelat elastis, keadaan tegangan dua-dimensi berperan penting. Pada keadaan ini, σz = τyz = τxz = 0; dengan demikian, matriks tensor tegangan yang bersangkutan menjadi
σx τ τ σz
[σ ] =
(2.5)
dimana τ = τxy = τyz. Misalkan komponen tegangan σx, σy, dan τ = τxy = τyx pada suatu elemen dua dimensi (Gambar 2.5) dalam system koordinat kartesius diketahui.
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:16)
Gambar 2.5. Rotasi elemen dua dimensi
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, kedua arah tegak lurus ([1], [2]) bidang-bidsang dimana tegangan geser sama dengan nol (τ = 0) dan tegangan normal σ memiliki nilai ekstrim yang dapat ditentukan dari
1 2τ 2τ α 0 = tan −1 jadi (2.6) ; 2 σ x −σ y σ x −σ y Arah-arah ini disebut arah utama (principal direction). Tegangan normal maksimum tan 2α 0 =
dan minimum yang bekerja pada bidang ini disebut tegangan utama (σ1, σ2) dan dapat dihitung sebagai
σ 1, 2 =
σ x +σ y 2
σ x −σ y + 2
2
+ τ 2
(2.7a)
dengan cara yang sama, tegangan geser maksimum adalah
σ x −σ y 2
1 = (σ 1 − σ 2 ) = 2
τ maks
2
+ τ 2
(2.7b)
Variasi komponen tegangan bila sudut α berubah-ubah dapat ditentukan dari
σ x' =
σ x +σ y 2
τ = τ cos 2α '
+
σ x −σ y 2
σ x −σ y 2
cos 2α + τ sin 2α (2.8)
sin 2α
Persamaan untuk menentukan tegangan tegangan utama [Persamaan (2.6) dan (2.7)], dan juga persamaan tranformasi tegangan dua-dimensi [Persamaan (2.8)] dapat diturunkan dan dinyatakan secara grafis dalam lingkaran Mohr (Gambar 2.6). Oleh karena momen dalam yang bekerja pada elemen pelat merupakan vector momen yang diperoleh dari komponen tegangan σx, σy, dan τ, momen yang bekerja pada bidang yang miring, dengan garis normal n (Gambar 2.7), dapat ditentukan dengan cara yang sama. Jadi, kita dapat tuliskan
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:17)
Gambar 2.6 Lingkaran Mohr untuk tegangan
mn = mx cos 2 α + m y sin 2 α + m yx sin 2α =
mx + m y 2
+
mx − m y 2
cos 2α + m yx sin 2α
dan mnt = mxy cos 2α −
(2.9) mx − m y 2
sin 2α
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:17)
Gambar 2.7. Komponen-komponen momen pada bidang miring dalam suatu elemen pelat
Momen-momen utama yang menyatakan nilai ekstrim juga dapat ditentukan dari lingkaran mohr,
(mnt )max = min (m )
max nt min
mx + m y
1 =+ 2
+
2
(m
1 2
(m
− m y ) + 4mxy2 2
x
− m y ) + 4m 2
x
(2.10) 2 xy
Sudut α0 yang berkaitan dengan letak momen lentur maxmum dan minimum dapat juga dihitug dari persamaan yang serupa dengan persamaan (2.6): 2mxy tan 2a = mx − m y
(2.11)
b. Regangan dan perpindahan Benda elastis yang diprlihatkan pada Gambar 2.2 ditumpu
sedemkian rupa
sehingga perpindahan benda tegar/rigid body (translasi dan rotasi) tidak terjadi. Karena benda elastis tersebut berubah bentuk akibat gaya luar, setiap titik padanya
Universitas Sumatera Utara
mengalami perpindahan elastis yang kecil. Dengan menyatakan komponen perpindahan translasiional dalam arah X, Y, Z sebagai u, v, w, dapat dituliskan u= f1(x,y,z)
v= f2(x,y,z)
dan
w= f3(x,y,z)
(2.12)
yang menunjukkan bahwa komponen perpindahan juga merupakan fungsi dari letaknya. Untuk menghubungkan perpindahan dan berubah bentuk, kita tinjau kembali kotang yang sangat kecil dengan sisi dx, dy, dan dz pada suatu benda elastis (Gambar 2.4). Karena keseluruhan benda elastis ini berubah bentuk, elemen kecil tersebut juga akan berubah bentuk, yakni panjang sisi dan sudut-sudut antara yang semula siku-siku juga akan berubah (Gambar 2.8). Dengan membatasi pembatasan kita pada perubahan bentuk yang kecil, kita definisikan regangan normal, ε , sebagai perubahan panjang satuan. Misalnya, regangan normal dalam arah X adalah
εx =
∆dx , dx
(2.13a)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:18)
Gambar 2.8. Deformasi suatu elemen
Universitas Sumatera Utara
dimana pertambahan∆dx dapat dinyatakan denga n suku kedua deret Taylor ∆dx= ( (∂u / ∂x)dx); jadi, dapat ditulis
εx =
∂u , ∂x
εY =
∂u , ∂y
εz =
dan
∂u ∂z
(2.13b)
Akibat pengaruh tegangan geser, permukaan elemen tersebut akan berputar (Gambar 2.8b). Sebagai contoh, dengan mengambil proyeksi elemen tersebut pada bidang XY seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.9, dapat didefinisikan regangan geser sebagai distorsi sudut; jadi
γ xy = γ ' + γ '' =
∂v ∂u + = γ yx . ∂x ∂y
(2.14)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:19)
Gambar 2.9. Distorsi yang diproyeksikan Dengan cara yang sama, kita peroleh
γ xz =
∂u ∂w + = γ zx ∂z ∂x
dan
γ yz =
∂v ∂w + = γ zy . ∂z ∂y
(2.15)
Sama halnya dengan tensor tegangan [Persamaan (2.3)] di suatu titik regangan tensor dapat didefinisikan: εz [ε ] = 12 γ yx 12 γ zx
γ xy εy 1 2 γ zy
1 2
1 2 1 2
γ xz γ yz ε z
(2.16)
Universitas Sumatera Utara
c. Hukum Hooke Umum Untuk bahan struktur yang menunjukkan batas elastis linear yang jelas, hokum hooke suatu dimensi menghubungkan tegangan dan regangan normal sebagai
σ = Eε ,
(2.17)
dimana E adalah modulus elastis young. Jika tegangan normal bekerja dalam arah X, perpanjangan εx, diikuti oleh perpendekan lateral; jadi, regangan dalam arah X,Y, dan Z adalah
εx =
σx E
,
εy =
σx E
,
εz =
dan
σx E
,
( 2.18 )
dengan ν adalah angka poisson yang bekisar antara 0.15 dan 0.35 untuk kebanyakan bahan struktur. Untuk struktur linear yang mengikuti Hukum Hooke, prinsip supeposisi dapat diterapkan; dengan demikian, jika tegangan σx, σy, dan σz bekerja secara bersamaan pada elemen yang kecil tersebut, hukum Hooke diperluas menjadi
[
]
[
]
[
]
1 (2.19) σ x −ν (σ y + σ z ) E 1 ε y = σ y −ν (σ x + σ z ) E 1 ε z = σ z −ν (σ x + σ y ) E Dengan cara yang sama, hubungan antara tegangan dan regangan geser adalah
εx =
γ=
τ G
(2.20)
,
dimana G adalah modulus elaslisitas geser atau modulus geser/gelincir. Jika tegangan geser bekerja pada semua permukaan elemen, Persamaan (2.21) menjadi
γ xy =
1 τ xy , G
γ yz =
1 τ yz , G
dan
γ zx =
1 τ zx , G
(2.21)
Universitas Sumatera Utara
Hubungan antaara modulus elastisitas Young E dan mmodulus geser G adalah
E = 2G (1 + ν ) ,
atau
G=
E . 2(1 + ν )
(2.22)
2.3 Persamaan Differensial Pelat dalam Sistem Koordinat Kartesius a. Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda. Bentuk pelat cukup ditentukan dengan menunjukkan geometri bidang pusatnya (middle surface), yang merupakan bidang /permukaan yang membagi dua tebal pelat h setiap titik (Gambar 2.10). Szilard (1989:24) mengatakan teori pelat dengan lendutan kecil. Yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love, didasarkan pada anggapan berikut: 1. Bahan pelat bersifat elastis, homogen, dan isotropis 2. Pelat pada mulanya datar 3. Tebal pelat relatif kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya. Dimensi lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh kali lebih besar daripada ketebalannya 4. Lendutan sangat kecil dibandingkan dengan pelat. Lendutan maksimum sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal pelat dianggap sebagai batasan untuk teori lendutan yang kecil. Batasan ini juga dapat dinyatakan dalam panjang pelat; misalnya, lendutan maksimum lebih kecil dari satu perlima puluh panjang bentang yang terkecil 5. Kemiringan bidang pusat yang melendut jauh lebih kecil dari satu 6. Perubahan bentuk pelat bersifat sedemikian rupa sehingga garis lurus yang semula tegak lurus bidang pusat pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang (perubahan bentuk gaya geser transversal akan diabaikan)
Universitas Sumatera Utara
7. Lendutan pelat diakibatkan oleh perpindahan titik-titik bidang pusat yang tegak lurus awalnya 8. Besarnya tegangan yang lurus bidang pusat sangat kecil sehingga bias diabaikan. Banyak dari anggapa ini terkenal karena sama seperti balok dasar. Pengujian dengan skala kecil dan besar telah membuktikan berlakunya anggapan-anggapan tersebut. 9. Pada kasus pelat yang memiliki daya tahan lentur, anggapan penyerdehanaan tambahan dapat juga dibuat: regangan pada bidang pusat akibat gaya-gaya sebidang biasanya dapat diabaikan jika dibandingkan dengan regangan akibat lentur (teori pelat internasional)
Untuk pelat segiempat (persegi), pemakaian system koordinat kartesius merupakan cara yang paling mudah (Gambar 2.10). Gaya luar dan dalam serta komponen lendutan u, v, dan w dianggap positif bila searah dengan arah positif sumbu koordinat X, Y, dan Z. Dalam praktik bidang teknik, momen positif menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagian bawah struktur. Perjanjian tanda seperti ini juga berlaku untuk pelat. Kita tinjau suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada (Gambar 2.11). Kemudian kita berikan gaya dalam dan momen positif pada bidang-bidang dekat (near face). Agar elemen tersebut seimbang, gaya dalam momen negatif harus bekerja pada bidang jauhnya (far side). Subkrip pertama pada gaya dalam menunjukkan arah garis normal (garis tegak lurus) permukaan penampang tempat momen atau gaya dalam tersebut bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:25)
Gambar 2.10. Pelat segiempat yang memikul beban lateral
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:26)
Gambar 2.11. Gaya dalam dan luar pada elemen bidang pusat
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:25)
Gambar 2.11. Pelat segiempat yang memikul beban lateral
Universitas Sumatera Utara
b. Keseimbangan elemen pelat Dengan menganggap pelat hanya memikul beban lateral, diantara keenam persamaan keseimbangan dasar hanya tiga persamaan berikut yang digunakan: dan
(2.23)
Perilaku pelat dalam banyak hal analog dengan perilaku jaringan silang dua dimensi. Jadi beban luar Pz dipikul oleh gaya transversal Qx dan Qy serta oleh momen lentur Mx dan My. perbedaan yang jelas dengan aksi jaringan balok silang duadimensi ialah adanya momen puntir Mxy dan Myx (Gambar 2.11a). Dalam teori pelat, umumnya gaya dalam dan momen dinyatakan persatuan
panjang bidang pusat
(Gambar 2.11b). Untuk membedakan gaya dalam ini dengan resultan yang disebut diatas, notasi Qx, Qy, Mx, My, Mxy, dan Myx, akan digunakan disini. Prosedur untuk menurunkan persamaan differensial keseimbangan adalah sebagai berikut: 1. Pilih system koordinat yang memudahkan dan gambarkan suatu elemen pelat (gambar 2.11) 2. Tinjaulah semua gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen tersebut 3. Berikan
gaya
dalam
positif
dengan
penambahannya
(qx+…qy+…dan seterusnya) pada bidang dekat 4. Beriakan gaya dalam negatif pada bidang jauh 5. Nyatakan pertambahan tersebut dalam deret Taylor yang dipenggal:
Q x + dQ x = Q x +
∂M y ∂Q x dx, M y + dM y = M y + dy, dst. ∂x ∂y
(2.24)
Universitas Sumatera Utara
6. Tuliskan keseimbangan gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen tersebut. Sebagai contoh, kita samakan jumlah momen semua gaya dalam terhadap sumbu Y dengan nol (gambar 2.11b), sehingga diperoleh ∂M yx ∂M x dx dy − M x dy + M yx + dy dy − M yx dx M + ∂x ∂y
∂Q x dx dx − Qx + dx dy − Q x dy =0 ∂x 2 2
Setelah
disederhanakan,
kita
abaikan
suku
yang
mengandung
(2.25)
besaran
1 δq x 2 (dx ) dy . Karena merupakan suku berorde tinggi yang sangat kecil. Dengan 2 δx demikian, persamaan (2.25) menjadi
∂M yx ∂M x dx.dy + dy.dx − Q x dy.dx = 0 ∂x ∂y
(2.26)
Dan, setelah dibagi dengan dx dy, kita peroleh
∂M x ∂M yx + = Qx ∂x ∂y
(2.27)
Dengan cara yang sama, perjumlahan momen-momen lterhadap sumbu X menghasilkan ∂M y ∂y
+
∂M xy ∂x
= Qy
(2.28)
Penjumlahan semua gaya dalam arah Z menghasilkan persamaan keseimbangan ketiga:
∂Q y ∂Q x dx.dy + dx.dy + q.dx.dy = 0 ∂x dy
(2.29)
Universitas Sumatera Utara
Yang setelah dibagi oleh dx dy menjadi
∂Q x ∂Q y + = −q ∂x dy
(2.30)
Dengan memasukkan persamaan (2.27) dan (2.28) ke persamaan (2.30) dan memperhatikan bahwa M xy = M yx , kita peroleh 2 2 ∂ 2 M x ∂ M xy ∂ M y + + = −q ∂x∂y ∂x 2 ∂y 2
(2.31)
Momen lentur dan puntir dalam persamaan (2.31) tergntung pada regangan, sedang regangan merupkan fungsi dari komponen perpindahan. Oleh karena itu, langkah selanjutnya ialah mencari hubungan antara momen dalam dan komponen perpindahan.
c. Hubungan Antara Tegangan, Regangan, dan Perpindahan Anggapan bahwa bahan bersifat elastis memungkinkan pemakaian hukum Hooke dua-dimensi (yang diperoleh dari persamaan (2.19) dengan σ z = 0 ),
σ x = Eε x + vσ y
(2.32a)
σ y = Eε y + vσ x
(2.32b)
dan
Yang menghubungkan tegangan dan regangan pada suatu elemen pelat. Subtitusi persamaan (2.32b) ke persamaan (2.32a) menghasilkan
σx =
E (ε x + vε y ) 1− v2
(
)
(2.33)
Dengan cara yang sama, akan diperoleh
Universitas Sumatera Utara
σy =
E (ε y + vε x ) 1− v2
(
)
(2.34)
Momen puntir M xy dan M yx menimbulkan tegangan sebidang (in-plane shear) τ xy dan
τ yx (Gambar 2.12), yang berhubungan dengan regangan geser γ melalui persamaan yang sejenis dengan hukum Hooke Persamaan (2.21), yaitu
τ xy = Gγ xy =
E γ xy = τ yx . 2(1 + v)
(2.35)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:28)
Gambar 2.12. Tegangan pada suatu elemen pelat
Selanjutnya, ditinjau geometri pelat yang melendut untuk menyatakan regangan dalam koefesien perpindahan. Dengan mengambil sutu irisan pada nilai y yang konstan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.13, kita bandingkan penampang (irisan) sebelum dan sesudah melendut. Dengan memakai anggapan 5
Universitas Sumatera Utara
dan 6, yang disebutkan di muka bagian ini, kita bisa nyatakan sut rotasi garis I-I dan II-II sebagai
ν =−
∂ν dx
dan
ν + ... = ν +
∂ν dx ∂x
(2.36)
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:29)
Gambar 2.13. Penampang sebelum dan sesudah berubah bentuk.
Setelah berubah bentuk,panjang suatu deret AB yang terletak pada jarak z dari bidang pusat menjadi A' B ' ( gambar 2.13 ).dengan memakai defenisi regangan yang diberikan dalam persamaan ( 2.13 ),dapat dituliskan
εx =
∆dx A' B ' − AB [dx + z (∂v / ∂x )dx ] ∂v = = =z . ∂x dx dx AB
( 2.37 )
Kemudian persamaan pertama disubtitusi dari persamaan ( 2.36 ) ke persamaan ini akan menghasilkan
ε x = −z
∂2w , ∂x 2
(2.38)
Dengan cara yang sama,kita bisa memperoleh regangan
Universitas Sumatera Utara
ε y = −z
∂2w . ∂y 2
(2.39)
Selanjutnya ditentukan distorsi sudut γ xy = γ ' + γ '' dengan membandingkan segiempat ABCD ( gambar 2.14 ) yang terletak pada suatu jarak konstan z dari bidang pusat,dengan keadaannya setelah berubah bentuk A' B 'C ' D ' pada permukaan pelat yang melendut.Dari kedua
segitiga kecil dalam gambar
2.14 dan dari
persamaan ( 2.14 ) jelas terlihat bahwa
γ' =
∂u ∂v dan γ " = ; ∂y ∂x
( 2.40 )
Tetapi dari gambar 2.13, u = zv = − z
∂w ; ∂x
(2.41 )
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:30 )
Gambar 2.14. Distorsi Sudut.
Dengan cara yang sama,
v = −z
∂w , ∂y
Sehingga,
Universitas Sumatera Utara
γ xy = γ ' + γ ' ' = −2 z
∂2w ∂x∂y
( 2.42 )
Perubahan kelengkungan pada bidang pusat yang melendut didefenisikan sebagai
kx
∂2w ∂2w ∂2w =− , = k = − χ , dan y ∂x 2 ∂y∂y ∂y 2
( 2.43 )
Dimana χ menyatakan pemilinan ( warping ) pelat.
d.Gaya dalam yang dinyatakan dalam w Komponen tegangan σ x dan σ y ( gambar 2.12 ) menimbulkan momen lentur pada elemen pelat dengan cara yang sama seperti pada teori balok dasar. Jadi, dengan mengintegrasikan komponen tegangan normal, kita peroleh momen lentur yang bekerja pada elemen pelat:
Mx =
+ ( k / 2)
∫(
− k / 2)
σ x zdz dan
( 2.44 ) M y =
+ ( k / 2)
∫(
− k / 2)
σ y zdz
( 2.44 )
Demikian pula,momen puntir akibat tegangan geser τ = τ xy = τ yx dapat dihitung dari
M xy =
+ (k / 2 )
∫(
− k / 2)
τ xy zdz dan M yx =
+ (k / 2 )
∫(
− k / 2)
τ yx zdz
( 2.45 )
Namun τ xy = τ yx = τ sehingga M xy = M yx . Jika persamaan ( 2.38 ) dan ( 2.39 ) disubtitusikan ke dalam persamaan ( 2.33 ) dan ( 2.34 ),tegangan normal σ x dan
σ y bisa dinyatakan dalam lendutan lateral
w .Jadi,dapat ditulis sebagai Ez σx = − 1 − v2
∂2w ∂2w 2 + v 2 ∂y ∂x
( 2.46 )
Dan
Universitas Sumatera Utara
σy = −
Ez 1 − v2
∂2w ∂2w 2 + v 2 ∂x ∂y
( 2.47 )
Integrasi persamaan ( 2.44 ), setelah substitusi persamaan di atas σ x dan
σy ,
menghasilkan
Mx = −
Eh3 12 1 − v 2
(
)
∂2w ∂2w 2 + v 2 ∂y ∂x
∂2w ∂2w = D (k x + vk y ) = − D 2 + v ∂y 2 ∂x
( 2.48)
Dan
∂2w ∂2w M y = − − D 2 + v 2 = D(k y + vk x ) ∂x ∂y
( 2.49 )
Di mana
D =
Eh3 12 1 − v 2
(
)
( 2.50 )
Menyatakan ketegaran lentur/kekakuan pelat ( flextural rigidity ) pelat. Dengan cara yang sama,kita peroleh persamaan momen puntir dalam lendutan lateral:
M xy = M yx =
+ (h / 2 )
∫(
− h / 2)
τzd z = −2G ∫
= − D(1 − v)
+ (h / 2 )
− (h / 2 )
∂2w = D(1 − v) χ ∂x∂y
∂2w 2 z dz ∂x∂y ( 2.51)
Jika persamaan ( 2.48 ),( 2.49 ) dan ( 2.51 ) disubstitusikan ke persamaan ( 2.31 ) akan menghasilkan persamaan differensial penentu untuk pelat yang memikul beban lateral :
Universitas Sumatera Utara
∂4w ∂4w ∂4w q + + = 2 4 2 2 4 ∂x ∂x ∂y ∂y D Persamaan
ini
merupakan
persamaan
( 2.52 ) differensial
parsial
takhomogen,berorde-empat yang termasuk jenis eliptis dengan koefesien konstan, yang
sering
kali
disebut
persamaan
biharmonis
takhalogen
(szilard,
1989:31).Persamaan (2.52) bersifat linear karena turunan dari w tidak memiliki eksponen yang lebih besar dari satu. Selanjutnya, merumuskan gaya geser transversal dalam lendutan lateral. Persamaan ( 2.48) dan, (2.49), dan (2.51) disubstitusi ke persamaan (2.27) dan (2.28) menghasilkan
Qx =
Qy =
∂M yx ∂M x ∂ ∂2w ∂2w 2 + + = −D ∂x ∂y ∂x ∂x ∂y 2 ∂M y ∂y
+
∂M xy ∂x
= −D
∂ ∂y
∂2w ∂2w 2 + ∂y 2 ∂x
( 2.53 )
( 2.54 )
2.4 Kondisi Tepi Menurut Teori Lentur Penyelesaian eksak untuk persamaan pelat ( persamaan 2.52 ) harus juga memenuhi persamaan differensial tersebut dalam kondisi tepi ( syarat batas ) masalah pelat tertentu.karena persamaan ( 2.52 ) merupakan persamaan differensial berorde – empat, dua kondisi tepi, baik untuk perpindahan ataupun untuk gaya-gaya dalam, diperlukan setiap tepi. Dalam teori lentur pelat, ada tiga komponen gaya dalam yang harus ditinjau: momen lentur, momen puntir dan gaya geser transversal. Demikian pula, komponen perpindahan yang harus dipakai dalam perumusan kondisi tepi adalah lendutan lateral dan kemiringan ( putaran sudut ). Kondisi tepi pelat yang mengalami lentur umumnya dapat digolongkan sebagai salah satu dari kondisi
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Adapun kondisi tepi yang digunakan dalam pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : a. Kondisi tepi geometris ( jepit ). Kondisi geometris tertentu yang diperoleh berdasarkan besarnya perpindahan ( translasi dan rotasi ) dapat digunakan untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk matematis.Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit( gambar 2.15a ) sama dengan nol, jadi, dapat dituliskan
(w)x
= 0,
∂w = 0 ∂x x
( x = 0 atau x = a )
Dan
( 2.55 )
(w)y
= 0,
∂w = 0 ∂y y
( y = 0 atau y = b )
Kondisi tepi seperti ini disebut kondisi tepi geometris b. Kondisi tepi statis ( tepi bebas ). Untuk kondisi tepi statis, gaya-gaya tepi memberikan persamaan matematis yang diperlukan. Misalnya, di tepi bebas suatu pelat yang tidak dibebani ( gambar 2.15b ), kita dapat katakan bahwa momen dan gaya geser transversal ( V ) di tepi tersebut sama dengan nol; jadi,
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:33 )
Gambar 2.15. Berbagai kondisi tepi
Universitas Sumatera Utara
(M x )x
= (Vx )x = 0 di x = 0, a,
Atau
( 2.56 )
(M )
= (Vy )y = 0 di x = 0, b,
y y
Gaya geser di tepi pelat terdiri dari dua suku,yaitu gaya geser transversal dan pengaruh momen puntir. Dengan memperhatikan tepi-tepi pelat yang memiliki garis normal dalam arah X dan Y , gaya tepi per satuan panjang diperoleh sebagai
Vx = Qx
∂M xy
∂3w ∂3w = − D 3 + (2 − v) ∂x∂y 2 ∂x
∂y
( 2.57 )
Vy = Qy
∂M yx
∂ 3w ∂ 3w = − D 3 + (2 − v) 2 ∂x ∂y ∂y
∂y
Dimana Qx dan Qy adalah gaya geser lateral ( persamaan 2.53 dan 2.54 ).Suku kedua ∂mxy / ∂y
dan ∂m yx / ∂y dalam persamaan ( 2.57 ) menyatakan gaya geser
tambahan di tepi tersebut yang diakibatkan oleh momen puntir M xy = M yx .Dengan mengganti momen puntir dengan kopel ekivalen secara statis M xy dy / dy dan M yx dx / dx ( gambar 2.16 ),gaya-gaya ini saling menghapus di elemen elemen yang
bersebelahan,kecuali bagian pertambahannya:
∂M xy ∂y
dy dan
∂M yx ∂x
dx
Dengan membagi persamaan ini masing-masing dengan dy dan dx ,kita peroleh gaya geser tambahan persatuan panjang :
Qx =
∂M xy ∂y
dan Q y =
∂M yx ∂x
Gaya ini disebut gaya tambahan Kirchhoff (Kirchhoff Ersatzkrafte )
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:34 )
Gambar 2.16. Pengaruh tepi dari momen puntir Dengan mengganti momen puntir dengan gaya geser ekivalen ini, Kirchhoff mengurangi jumlah gaya dalam yang harus ditinjau,yakni dari tiga menjadi dua.Dengan demikian,dari persamaan ( 2.48 ),dan ( 2.49 ), dan ( 2.56 , dan ( 2.57 ) Kondisi tepi bebas adalah :
∂2w ∂2w 2 + v = 0, 2 ∂ x ∂ y x
∂3w ∂3w ( ) + − v 2 = 0 ∂x 3 2 ∂ ∂ x y x
( 2.58 )
Dan ∂2w ∂2w 2 + v 2 = 0, ∂x y ∂y
∂3w ∂3w ( ) + − v 2 = 0 ∂y 3 ∂x 2∂y y
(2.59 )
c. Kondisi tepi sederhana.Tepi yang bertumpuan sederhana (gambar 2.15c ) Menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini melibatkan persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi,
(w)x
= 0,
(M x )x
∂2w ∂2w = 2 + v 2 = 0 ∂y x ∂x
Universitas Sumatera Utara
Dan
( 2.60 )
(w)y
(M )
= 0,
y y
∂2w ∂2w = 2 + v 2 = 0 ∂x y ∂y
2.5 Deret Fourier dalam Penyelesaian Persamaan Differensial Pelat Deret Fourier merupakan alat yang ampuh untuk mendapatkan penyelesaian analitis dari banyak masalah dalam bidang mekanika terapan (applied mechanics ), seperti penyelesaian persamaan differensial parsial pada teori elastisitas, getaran, liran panas, transmisi listrik, dan gelombang elektromagnetik. Begitu pula analisa pelat yang akan dibahas kemudian, yaitu metode M.Levy. Perluasan deret Fourier menghasilkan integral Fourier dan transformasi Fourier.Walaupun metode terahkir dianggap alat yang canggih untuk analisis tingkat tinggi, kita tidak akan menggunakannya disini untuk menyelesaikan masalah pelat agar tidak melampaui tujuan tulisan ini sebagai pengenalan. Untuk penyelesaian persamaan differensial dari persamaan yang digunakan dalam penurunan rumus untuk metode M.Levy, disini hanya digunakan deret Fourier tunggal untuk mendapatkan penyelesaian analitisnya. Dalil fourier menyatakan bahwa suatu fungsi sembarang dinyatakan
dengan
deret
tak-hingga
yang
terdiri
dari
y = f (x) dapat
suku
sinus
dan
kosinus.jadi,fungsi semula dapat diganti dengan superposisi sejumlah gelombang sinus dan kosinus.Jika f (x) adalah fungsi periodik,dalil Fourier menyatakan bahwa f ( x) =
1 2πx 4πx 2nπx A0 + A1 cos + A2 cos + ... An cos + ... 2 T T T
+ B1 sin
2πx 4πx 2nπx + B2 sin + ...Bn sin + ... T T T
( 2.61 )
Atau dalam bentuk yang ringkas,
Universitas Sumatera Utara
f ( x) =
1 A0 + 2
∞
∑A
∞
n
1
cos nωx + ∑ sin nωx
( 2.62 )
1
Dimana A0 , An , dan Bn (n = 1,2,3,...) adalah koefesien ekspansi Fourier; ω adalah
ω =
2π T
(2.63)
Serta T adalah periode fungsi yang ditinjau ( gambar 2.17 )
Gambar 2.17. Fungsi periodik sembarang
Persamaan ( 2.62 ) berlaku untuk sembarang fungsi periodik beraturan yang terdiri
dari
sejumlah
segmen
(
piecewise
),
yang
boleh
memiliki
diskontinuitas.persamaan ini menyatakan fungsi periodic sembarang f (x) dalam seluruh jangkauan dari x = −∞ sampai x = +∞ , sehingga disebut ekspansi dengan jangkauan penuh ( full-range expansion). Koefesien A0 , An , dan Bn dihitung sebagai
2 A0 = T
T
2 An = T
T
∫ f (x )dx
( 2.64 )
0
∫ f (x ) cos nωx dx
( 2.65 )
0
Dan
Universitas Sumatera Utara
Bn =
2 T
T
∫ f (x ) sin nωx dx ,
( n = 1,3,5,... ) ( 2.66 )
0
Gambar 2.18. Analisis Harmonis Bila bentuk analitis dari fungsi f (x) tidak diketahui atau terlalu rumit untuk diintegrasi,kita dapat memanfatkan analitis harmonis yang mengganti integral dengan penjumlahan.dengan membagi periode T menjadi interval-interval yang sama sebesar 2 m ( lihat gambar 2.18 ),koefesien Fourier bisa ditentukan sebagai A0 =
1 m
2 m −1
An =
1 m
Bn =
1 m
∑y
k =0
( 2.67 )
k
cos
knπ m
( 2.68 )
sin
knπ , m
( 2.69 )
2 m −1
∑y
k =0
k
Dan 2 m −1
∑y k =0
k
( k = 0,1,2,...,2m dan n = 1,2,3,..., m ) Metode pendekatan lainnya untuk menghitung konstanta ekspansi Fourier ialah dengan menggambarkan kurva f (x) , f (x) cos(2πx / T ) dan sin (2πx / T ) dan menetukan luas masing-masing kurva dengan planimeter ( alat pengukur luas ).
Universitas Sumatera Utara
Jika suatu fungsi periodic,fungsi tersebut dapat dibuat periodik dengan meneruskan fungsi secara sembarang keluar intervalnya.penerusan sembarang ini dapat berupa harmonis gelap, harmonis ganjil ( gambar 2.19 ), atau genap ganjil ( gambar 2.20). Karena dalam banyak hal tujuan kita adalah menyatakan fungsi f (x) hanya pada panjang tertentu L, kita lebih mudah memakai ekspansi setengah-
jangkauan( half-range expansion ) dengan pengulangan interval T=2L dan dengan mengambail titik awal swbagai pusatnya, seperti diperlihatkan pada gambar 2.20. Misalkan kita hendak menyatakan fungsi f (x) hanya dalam suku kosinus. untuk itu, kita tambahkan secara sembarang suatu fugsi genap dalam x pada fugsi tak- periodik semula ( gambar 2.20a ) , sehingga hubungan
Gambar 2.19. Harmonisasi ganjil ( a ),harmonisasi genap ( b )
Universitas Sumatera Utara
f ( x) = f (− x)
(2.70)
berlaku;jadi suku sinus, dalam persamaan ( 2.62 ) menghilang selama integrasi.demikian pula, dengan membuat fungsi ganjil ( gambar 2.20b ) sehingga hubungan f ( x) = − f (− x)
( 2.71 )
Berlaku,suku sinus akan hilang dalam integrasi dan akan diperoleh deret trigonometris sinus dengan cara ekspansi deret Fourier setengah-jangkauan.car terahkir, karena deret ini mengandung konstanta A0 [ sebenarnya merupakan suku kosinus menurut persamaan ( 2.64 ) dan ( 2.65 )
]
dan dapat menyatakan kondisi
tepi geometris bagi tumpuan sederhana, akan sering digunakan dalam penyelesaian masalah nilai tepi yang sesuai.
Gambar 2.20. Fungsi genap ( a ) ,fungsi ganjil ( b )
Universitas Sumatera Utara
Contoh ekspansi deret Tunggal ( Szilard,1989:47 ). Kita dapat mengekspansikan fungsi pada gambar 2.21 menjadi deret Fourier dengan tiga ( 3 ) cara :
Gambar 2.21. Fungsi yang akan diekspansikan menjadi deret Fourier
1. Ekspansi jangkauan-penuh,yang mengandung konstanta serta suku sinus dan kosinus. 2. Ekspansi setengah-jangkauan,yang hanya mengandung suku sinus. 3. Ekspansi setengah-jangkauan,yang hanya mengandung suku kosinus
1
Untuk ekspansi jangkauan-penuh Periode ekspansi adalah T = 2x0 . Suku konstan diperoleh dari persamaan(
2.64): A0 =
1 x0
∫
2 x0
f ( x)dx = f 0
( 2.72 )
nπx dx = 0 , ( n = 1,2,3...) x0
( 2.73 )
0
Dan persamaan( 2.65 ) An =
1 x0
∫
2 x0
0
f ( x) cos
Koefesien suku sinus kemudian ditentukan dengan persamaan (2.66 )
Universitas Sumatera Utara
Bn =
1 x0
∫
2 x0
0
f ( x) sin
nπx f dx = 0 x0 x0
∫
x0
0
f ( x) sin
nπx f dx + 0 = − 0 (cos nπ − 1) (2.74) x0 nπ
Sehingga diperoleh Bn =
2 f0 nπ
untuk n = 1,3,5,.... ( 2.75 )
Bn = 0,
untuk n = 1,3,5,....
Nilai-nilai tersebut disubtitusikan ke persamaan ( 2.62 ), menghasilkan ekspansi deret Fourier penuh
f ( x) =
1 2 f0 f0 + 2 π
3πx 1 5πx πx 1 sin + sin + sin + ... 3 5 x0 x0 x0
( 2.76 )
Gambar 2.22a menunjukan kurva tiga suku pertama dari persamaan ( 2.7.6 )
Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1989:48 )
Gambar 2.22. Grafik ekspansi deret Fourier
Universitas Sumatera Utara
2. Berikutnya kita ubah fungsi yang sama ( gambar 2.21 ) menjadi deret trigonometris yang hanya mengandung suku sinus.untuk itu, digunakan ekspansi setengah-jangkauan dengan periode T = 4x0 . Kemudian, fungsi ini secara sembarang diperpanjang melampaui titik pusat sehingga diperoleh fungsi ganjil ( gambar 2.20b ). Karena fungsi dalam integral f (x) dan f ( x). cos nωx merupakan fungsi ganjil,persamaan ( 2.64 ) dan ( 2.65 )
menghasilkan
A0 = An = 0 .namun,
f ( x) sin nωx = F ( x) adalah fungsi
genap, dan untuk fungsi genap.
∫
T
0
L
F ( x)dx = 2 ∫ F ( x)dx,
( 2.77 )
0
Dimana T = 2 L .Dengan demikian,persamaan ( 2.66 ) menjadi Bn =
2 L
∫
L
0
f ( x) sin
nπx dx, L
( 2.78 )
Nilai-nilai untuk contoh ini kita subtitusikan ke persamaan ( 2.78 ),kita peroleh Bn =
2 2 x0
∫
2 x0
0
f ( x) sin
nπx 1 dx = x0 2 x0
∫
x0
0
f 0 sin
nπx dx + 0 2 x0
x0
f 2x nπx nπ 2 f0 = − 0 0 cos − 1 cos = − x0 nπ nπ 2 x0 0 2
( 2.79 )
Untuk berbagai nilai n, kita peroleh
Bn =
2 f0 , untuk n = 1,3,5,... nπ
Bn =
4 f0 , untuk n = 2,6,10,... nπ
Bn = 0,
untuk n = 2,6,10,...
Universitas Sumatera Utara
2f 0 , untuk n = 1,3,5,..., nπ 4f 0 Bn = , untuk n = 2,6,10,..., nπ Bn = 0 , untuk n = 4,6,12,..., Bn =
( 2.80 )
Dari nilai-nilai diatas dan persamaan ( 2.62 ),kita peroleh f ( x) =
∞
∑B
n
sin nωx
1
=
2 f0 3πx 1 5πx πx πx 1 sin + sin + sin + sin + ... 2 x0 3 2 x0 5 2 x0 x0 π
( 2.81 )
Grafik penjumlahan berbagai suku-suku ini ditunjukan pada gambar 2.22b.
3. Selanjutnya,kita ekspansikan fungsi yang sama ( gambar 2.21 ) ke deret trigonometris yang hanya mengandung suku kosinus. Kembali, kita akan gunakan ekspansi setengah-jangkauan dengan periode T = 2 L = 4 x0 . Akan tetapi, untuk kasus ini, perpanjangan sembarang yang melampaui titik awal akan menghasilkan suatu fungsi genap seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.20b. Sekarang, fungsi dalam integral
f (x) dan
f ( x) cos nωx dalam
persamaan (2.64 ) dan ( 2.65 ) merupakan fungsi genap, sedang f ( x) sin nωx dalam persamaan ( 2.66 ) adalah fungsi ganjil. jadi, kita simpulkan bahwa Bn = 0, dan dari persamaan ( 2.64 ) dan ( 2.65 ), diperoleh A0 =
2 L
∫
L
0
f ( x)dx dan An =
2 L
∫
L
0
f ( x) cos
nπx dx. L
( 2.82 )
Dengan demikian,ekspansi Fourier untuk sembarang fungsi genap berperiose 2L dapat dituliskan sebagai
Universitas Sumatera Utara
f ( x) =
1 A0 + 2
∞
∑A
n
cos
1
nπx . L
( 2.83 )
Penyelesaian untuk koefesien-koefesien menghasilkan A0 =
f0 x0
∫
x0
0
dx =
f0 [x]0x0 = f 0 x0
( 2.84 )
Dan 1 An = x0 =
∫
x0
0
nπx f f 0 cos dx + 0 = 0 2 x0 x0
x0
2 x0 nπx sin 2 x0 0 nπ
(2.85 )
2 f0 nπ sin − 0 , nπ 2
Untuk berbagai nilai n,kita peroleh untuk n = 1,5,9,..., untuk n = 2,4,6,..., 2f A n = − 0 , untuk n = 3,7,11,..., nπ
2f 0 , nπ A n = 0, An =
( 2.86 )
Subtitusi nilai-nilai ke persamaan ( 2.83 ) menghasilkan f (x) =
2 f0 f0 3πx 1 5πx 1 πx cos + − cos + cos + ... 2 2 x0 3 2 x0 5 2 x0 π
( 2.87 )
Penjumlahan kurva berbagai suku ini ditunjukan pada gambar 2.22c.
Universitas Sumatera Utara