Bab II Dasar Teori Analitik Shell II.1 Konsep Dasar II.1.1 Persamaan Differensial Shell Perbedaan yang utama antara struktur cangkang (shell) dan struktur pelat adalah pada kelengkungannya. Dengan adanya kelengkungan awal mempengaruhi perilaku gaya membran secara signifikan. Aksi membran pada permukaan disebabkan oleh gaya bidang akibat deformasi pada tumpuan atau gaya sekunder yang diakibatkan deformasi akibat lentur. Dalam teori pelat perilaku membran akibat gaya sekunder dapat diabaikan. Dalam penurunan persamaan diferensial shell didasarkan atas asumsi-asumsi berikut : 1. Ketebalan pelat shell adalah kecil dibandingkan dengan dimensi lain 2. Lendutan adalah kecil dibandingkan dengan ketebalan shell 3. Material adalah homogen, isotropis dan mengikuti hukum Hooke 4. Garis normal terhadap bidang tengah permukaan sebelum lentur akan tetap normal dan lurus setelah lentur. 5. Struktur shell dianggap silindris sempurna II.1.2 Persamaan Differensial Donnell untuk Shell Dengan meninjau suatu elemen shell yang sangat kecil dengan ketebalan t dan radius kurva R. Koordinat sistem dipilih pada titik tengah permukaan shell, untuk sumbu x sejajar sumbu silinder, sumbu y menurut garis singgung (tangensial) busur lingkaran dan sumbu z adalah tegak lurus (normal) terhadap titik tengah permukaan.
II.1.2.1 Kesetimbangan Persamaan kesetimbangan untuk arah x dan y ∂N x ∂N xy + =0 ∂x ∂y ∂N y ∂y
+
∂N xy ∂x
(II-1a)
=0
(II-1b)
II-1
Gambar II.1 Gaya–gaya dan perpindahan pada shell
II.1.3 Penurunan persamaan II.1.3.1 Keseimbangan Persamaan kesetimbangan untuk arah x dan y ∂N x ∂N xy + =0 ∂x ∂y
∂N y ∂y
+
∂N xy ∂x
=0
(II-2)
Akibat adanya kurvatur maka komponen gaya Ny dalam arah sumbu z adalah
⎛1⎞ Ny⎜ ⎟dx dy ⎝R⎠
(II-3)
Komponen sumbu z akibat gaya bidang adalah : Nx
⎛ 1 ∂2w ⎞ ∂2w ∂2w + + + 2 ⎟ dx dy 2 N N xy y ⎜ ∂x 2 ∂x∂y ⎝ R ∂y ⎠ Ny
Ny
dy R
Gambar II.2 Komponen radial gaya bidang
II-2
Komponen gaya arah z dengan tambahan gaya geser : ∂Q x ∂Q y + =0 ∂x ∂y
Diketahui hubungan ∂M y ∂y
−
∂M xy ∂x
− Qy = 0
∂M x ∂M yx − − Qx = 0 ∂x ∂y
Maka diperoleh :
⎛ ∂2M x ∂ 2 M xy ∂ 2 M y 2 − + ⎜⎜ 2 x x y ∂ ∂ ∂ ∂y 2 ⎝
⎞ ⎟⎟ dx dy ⎠
Kombinasi untuk persamaan kesetimbangan arah z ∂ 2 M xy ∂ 2 M y ⎛ 1 ∂2w ⎞ ∂2M x ∂2w ∂2w N N N 2 2 − + + + + + 2 ⎟ = 0 (II-4) x xy y ⎜ ∂x 2 ∂x∂y ∂y 2 ∂x 2 ∂x∂y ⎝ R ∂y ⎠
II.1.3.2 Hubungan gaya dan perpindahan
Untuk perpindahan dan regangan dipisahkan dalam dua bentuk yaitu gaya pada titik tengah dan akibat lentur u = uo + ub v = vo + vb ε x = ε xo + ε xb ε y = ε yo + ε yb γ xy = γ xyo + γ xyb
Dimana subskrips o menunjukan gaya pada titik tengah dan subskrips b adalah pengaruh lentur.
II.1.3.3 Hubungan Momen dan Kelengkungan ⎛ ∂2w ∂2w ⎞ M x = −D ⎜ 2 + μ 2 ⎟ ⎜ ∂x ∂y ⎟⎠ ⎝
⎛ ∂2w ∂2w ⎞ M y = −D ⎜ 2 + μ 2 ⎟ ⎜ ∂y ∂x ⎟⎠ ⎝
II-3
M xy = M yx = − D (1 + μ )
∂2w ∂y ∂x
Untuk μ adalah rasio Poisson dan D adalah kekakuan shell.
II.1.3.4 Hubungan gaya (titik tengah permukaan) dan perpindahan
Untuk shell dengan deformasi kecil : ε xo =
∂uo ∂x
Perpindahan elemen AB ke A’B’ akibat deformasi radial w, maka regangan elemen : ε=−
R d θ − ( R − w) d θ AB − A ' B ' w =− =− AB R dθ R
Total regangan dalam arah y ε yo =
∂vo w − ∂y R
Regangan geser γ xyo =
∂uo ∂vo + ∂y ∂x
Gambar II.3 Regangan tangensial akibat perpindahan radial
Untuk u, v, w perpindahan pada titik tengah shell dalam arah x, y, z. Dengan menggunakan hubungan tegangan–regangan dua dimensi E ( ε xo + μ ε yo ) 1 − μ2 E σ yo = ( ε yo + μ ε xo ) 1 − μ2 E τ xyo = γ xyo 2 (1 + μ ) σ xo =
II-4
II.2 Persamaan Differensial
Persamaan keseimbangan dinyatakan dalam bentuk perpindahan ∂ 2uo 1 − μ ∂ 2uo 1 + μ ∂ 2 vo 1 ∂w − + − =0 2 ∂y 2 2 ∂x∂y R ∂x ∂x 2 ∂ 2 vo 1 − μ ∂ 2 vo 1 + μ ∂ 2uo 1 ∂w + + − =0 2 ∂x 2 2 ∂x∂y R ∂y ∂y 2 ⎛ ∂4w ∂4w ∂4w ⎞ ∂2w − D ⎜ 4 + 2 2 2 + 4 ⎟ + ( N x' + Px ) 2 ∂x ∂y ∂y ⎠ ∂x ⎝ ∂x ⎛ 1 ∂2w ⎞ ∂2w + ( N y' + Py ) ⎜ + 2 ⎟ + 2 ( N xy' + S xy ) =0 ∂x∂y ⎝ R ∂y ⎠
Dimana N x' , N y' , N xy' adalah gaya–gaya sekunder pada titik tengah. Dari persamaan terakhir, dengan kelengkungan akibat lentur dan gaya sekunder sangat kecil sekali (infinitesimal) maka dengan menghilangkan bagian-bagian yang sangat kecil, maka persamaan dapat direduksi menjadi : ⎛ ∂4w ∂4w ∂4w ⎞ ∂2w − D ⎜ 4 + 2 2 2 + 4 ⎟ + Px 2 ∂x ∂y ∂y ⎠ ∂x ⎝ ∂x ⎛ 1 ∂2w ⎞ ∂u ⎞ ∂ 2 w 1 Et ⎛ ∂vo w + Py ⎜ + 2 ⎟ + 2 S xy + − +μ o ⎟ = 0 2 ⎜ ∂x∂y R 1 − μ ⎝ ∂y R ∂x ⎠ ⎝ R ∂y ⎠
Persamaan–persamaan tersebut membentuk tiga persamaan yang dapat digunakan untuk mencari beban kritis pada shell silindris. Berdasarkan Donnel persamaan tersebut direduksi kedalam satu persamaan dalam w. Transformasi dari bentuk ∂ 2 / ∂x∂y dari ∂ 2 / ∂x 2 dan ∂ 2 / ∂x 2 maka dapat direduksi dengan menggunakan ∇ 4u =
μ ∂3w 1 ∂3w − R ∂x 3 R ∂y 2 ∂x
Analog dengan ∂ 2 / ∂x∂y dari ∂ 2 / ∂x 2 dan ∂ 2 / ∂x 2 dari dapat direduksi dengan menggunakan : μ + 2 ∂3w 1 ∂3w ∇ v= + R ∂x 2 ∂y R ∂y 3 4
Untuk ∇2 adalah operator Laplace untuk dua dimensi ∂2 ∂2 ∇ = 2+ 2 ∂x ∂y 2
Untuk besaran ∇4, dan ∇8 :
II-5
∇4 = (∇2 ) =
∂4 ∂4 ∂4 + + 2 ∂x 4 ∂x 2 ∂y 2 ∂y 4
∇8 = ( ∇ 4 ) =
∂8 ∂8 ∂8 ∂8 ∂8 4 6 4 + + + + ∂x8 ∂x 6 ∂y 2 ∂x 4 ∂y 4 ∂x 2 ∂y 6 ∂y 8
2
2
Untuk operator ∇4 diaplikasikan kepersamaan dibawah diperoleh : 4⎛
∂2w
∂2w
∂2w ⎞ ⎟ ∂x∂y ⎠⎟
− D∇ w + ∇ ⎜ Px 2 + Py 2 + 2 S xy ⎜ ∂y ⎝ ∂x 1 E t ⎛ 4 ∂v ∂u 1 4 ⎞ + + μ∇ 4 − ∇ w⎟ = 0 ⎜∇ 2 R 1− μ ⎝ ∂y ∂x R ⎠ 8
apabila digunakan operator ∂ / ∂x dengan ∂ / ∂x , maka hasil persamaannya akan menghasilkan persamaan
⎛ ∂2w ∂2w ∂2w ⎞ E t ∂4w D∇8 w − ∇ 4 ⎜ Px 2 + Py 2 + 2 S xy =0 ⎟⎟ + 4 ⎜ ∂x x y R ∂ ∂ y x ∂ ∂ ⎝ ⎠ Persamaan diatas berbentuk persamaan differensial linier orde delapan dalam variabel w yang dikenal sebagai persamaan Donnell (Donnell equation). Dengan subtitusi nilai Px , Py = Sxy = 0, maka dapat digunakan mencari beban kritis pada silinder akibat gaya aksial. Dengan hal yang sama apabila diberikan gaya Sxy maka identik dengan gaya geser, serta gaya Py adalah tekanan pada silinder. Dalam koordinat angular (x, θ, r) ⎛ ∂2w 1 ∂2w 2 ∂2w ⎞ E t ∂4w D∇8 w − ∇ 4 ⎜ N x0 2 + 2 N θ0 2 + N x0θ = 0 (II-5) ⎟+ ⎜ R ∂x∂θ ⎟⎠ R 2 ∂x 4 R ∂x ∂θ ⎝
II.3 Rumus-rumus Matematik yang berhubungan dengan Analisa shell Silindris (Cylindrical shell) II.3.1 Pemecahan Persamaan Polinomial Pangkat Delapan
Maksud bagian ini adalah mengemukakan teknik penyelesaian persamaan aljabar pangkat delapan yang diperlukan untuk memecahkan persamaan yang timbul dari analisa tegangan shell silindris. Sebagai dasar penyelesaian tersebut, maka perlu diulangi tentang sifat dan operasi bilangan kompleks.
II-6
II.3.1.1 Bilangan Kompleks
Sebuah bilangan yang mempunyai bentuk z = x + iy dimana i = − 1 (bilangan imaginer), disebut bilangan kompleks. x dan y adalah bilangan-bilangan nyata, sedangkan i adalah bilangan imaginer. Oleh karena x dan y adalah sama-sama bilangan nyata, maka untuk selanjutnya dipakai istilah : x = disebut bagian nyata dari bilangan kompleks y = disebut koefisien dari bilangan imaginer i iy = bagian imaginer bilangan kompleks Setiap bilangan kompleks dapat digambar dalam suatu grafik sebagai berikut : r = x 2 + y 2 selamanya positif
/z/ = r = harga mutlak dari bilangan kompleks.
Gambar II.4 Grafik bilangan kompleks
Dari gambar diatas didapat : x = r cos θ
y = r sin θ arctg ( y / x) = θ + 2πk , dimana k adalah bilangan bulat.
Cara lain untuk menulis bilangan kompleks adalah sebagai berikut : z = r (cos θ + i sin θ ) = re iθ e iθ = cos θ + i sin θ
Jika dua bilangan kompleks yang dinyatakan oleh :
z1 = x + i y z2 = x − iy
Maka dua bilangan kompleks ini dinyatakan berhubungan simetris satu sama lain, atau dalam istilah matematika disebut ber - “Conjugates”
II-7
II.3.2 Penyelesaian numerik II.3.2.1 Metode Iterasi
Dalam pemecahan persamaan lentur shell silindris teori D-K-J ditemui persamaan Polynomial derajat delapan. Persamaan ini terdiri dari variable berpangkat genap.
Akar-akar persamaan ini terdiri dari pasangan-pasangan yang ber conjugates. Persamaan-persamaan derajat delapan ini pertama-tama ditransformir kedalam bentuk persamaan derajat empat (biquadratic equations) dengan menggunakan suatu subtitusi. Dari persamaan biquadratic ini ditransformir lagi kedalam bentuk persamaan derajat tiga dengan melalui suatu subtitusi, persamaan derajat tiga ini ketiga akar-akarnya mendekati +2, -2, 0. Dengan pendekatan mula-mula ini, akarakar sebenarnya dapat disempurnakan dengan memakai salah satu cara dari berbagai macam cara pendekatan. Selanjutnya akar-akar biquadratic dapat diselesaikan dan akhirnya akar-akar persamaan derajat delapan didapat pula.
II.3.2.2 Metode Newton.
Metode Newton sangat praktis untuk mendapatkan akar-akar dari suatu persamaan polynomial tingkat tinggi f ( x) = 0 Prosedurnya adalah : a. Diambil suatu harga pendekatan pertama x1 b. Untuk pendekatan selanjutnya digunakan rumus : xn+1 = xn −
f ( xn ) f ' ( xn )
(II-6)
demikian seterusnya secara berulang sehingga didapat kondisi xn+1 = xn . Untuk jelasnya diambil satu contoh yang berhubungan dengan persamaan teori lenturan shell. Contoh 1
Suatu shell silindris circular dengan data-data sebagai berikut : •
Bentangan Longitudinal ( l ) = 25 m’
•
Jari-jari ( a )
= 7,5 m’
•
Tebal Shell ( d )
= 7,5 cm’
Persamaan dari teori lenturan shell silindris berbentuk :
II-8
m
8
+ 2m (1 − λ ) + m (1 − 4 λ 2
6
4
n
2
n
+ λn
4
) + m (λ 2
n
4
)
⎛ λ 4a 2 ⎞ 2 − 2 λn + 12⎜⎜ n 2 ⎟⎟ = 0 ⎝ d ⎠
(II-6a) dimana : λn =
πa l
⎛ λ 4a 2 ⎞ m ρ 8 = 12⎜⎜ n 2 ⎟⎟ pada persamaan (a) disubtitusi m = , hingga didapat : ρ ⎝ d ⎠
( )
(m) + 2(1 −ρ λ ) (m) + 1 − λ ρ + λ (m) 2
8
2
6
n
4
n
n
4
4
2
( )
2 λ − 2λ + n 6 n m +1 = 0 ρ 4
2
(II-6b)
Dari data-data soal didapat :
λ n = (π x 7,50) /(25,00) = 0,9424777 ρ 8 = (12 x 0,7890111 x 56,25) /(0,005625) = 94.681,319 dengan nilai-nilai diatas dimasukkan pada persamaan (b), hingga persamaan menjadi :
(m) + 0,0127397(m) − 0,0057344(m) − 0,0001829(m) + 1 = 0 diambil subtitusi y = (m ) , hingga persamaan (c) menjadi: 8
6
4
2
(II-6c)
2
y 4 + 0,0127397. y 3 − 0,0057344. y 2 − 0,0001829. y + 1 = 0
(II-6d)
Jika suatu persamaan mempunyai bentuk :
y4 + py3 + qy2 + ry + 1 = 0, diambil subtitusi y = (x – p/4), maka persamaan diatas menjadi :
(
)
(
)
x 4 + − 3 p 2 / 8 + q x 2 + p 3 / 8 − pq / 2 + r x + ( p 2 q − pr / 4 − 3 p 4 / 4 4 + 1) = 0 Untuk persamaan (d), maka :
p = 0,0127397 q = −0,0057344 r = −0,00018299
s = +1,00000052 sehingga persamaan pangkat empat menjadi :
x 4 − 0,0057952 x 2 − 0,0001467 x + 1,00000052 = 0
II-9
(II-6e)
Persamaan ini mempunyai bentuk umum :
x 4 + ax 2 + bx + c = 0
(II-6f)
dengan memakai subtitusi : (b 2 − z 3 − 2az 2 ) / z = (2 x 2 + a) 2 + 4bx , maka persamaan (II-6f) menjadi :
z 3 + 2az 2 + (a 2 − 4c) z − b 2 = 0 Untuk persamaan (II-6e)
a = -0,0057952 b = -0,0001467 c = 1,00000052 sehingga persamaan (f) menjadi :
z 3 − 0,0115904 z 2 − 3,9999875 z − 0,00000002152 = 0
(II-6g)
dengan metode Newton, persamaan (II-6 g ) dapat ditulis sebagai berikut :
f ( z ) = z 3 − 0,0115904 z 2 − 3,9999875 z − 0,00000002152 = 0 dengan akar-akar (z)1, (z)2, (z)3. Pendekatan Newton :
z n+1 = z n −
f ( zn ) f ' (z n )
Mencari (z)1 : Diambil pendekatan pertama z 0 = +2 , dengan nilai ini didapat :
f (+2) = −0,04633666
f (+2) = +7,95365230 Jadi z1 = +2 − ( f (+2) / f ' (+2) = +2,0058258 Mencari (z ) 2 : Pendekatan kedua ini diambil z 0 = −2 , dengan nilai ini didapat :
f (−2) = −0,0463866
f ' (−2) = +8,0463744 Hingga
z1 = −2(−0,0463866 / 8,046374)
= -1,9942351 Dengan z1 ini diadakan pendekatan lagi didapat z2 = -1,9942116, dianggap teliti, jadi (z)2 = 1,9942116.
II-10
Untuk akar ketiga, z3 = 0 Kesimpulan : (z)1 = + 2,0058258 (z)2 = -1,9942116 (z)3 = 0,0000000 Selanjutnya akar-akar persamaan pangkat empat (II-6e) dapat dicari akar-akarnya dengan bantuan rumus dari Descartes.
{
(
)}
{
(
)}
{
(
)}
{
(
)}
x1 =
1 + z1 + i. z 2 + z3 2
x2 =
1 + z1 − i. z 2 + z3 2
x3 =
1 − z1 + i. z 2 + z3 2
x4 =
1 − z1 − i. z 2 − z3 2
Pada subtitusi y = ( x − p / 4) = x − 0,0031842 sehingga y didapat :
x1 =
1 (+ 1,4130875 + i.1,4121655) 2
x2 =
1 (+ 1,4130875 − i.1,4121655) 2
x3 =
1 (− 1,4194559 + i.1,4121655) 2
x4 =
1 (− 1,4194559 − i.1,4121655) 2
( )
()
dari subtitusi m = y → m = ± y Untuk mendapatkan akar-akar dari :
m1; 2;3; 4;......;8 , maka digunakan rumus :
(
) (
(
)
)
a + ib = ±
1/ 2 1/ 2 1 ⎧ 2 ⎫ 2 2 2 ⎨ a +b +a +i a +b −a ⎬ ⎭ 2⎩
a − ib = ±
1/ 2 1/ 2 1 ⎧ 2 ⎫ 2 2 2 ⎨ a +b +a −i a +b −a ⎬ ⎭ 2⎩
II-11
(
)
Hingga didapat :
m1; 2;3; 4 = ±(0,9234223 ± i.0,3823177 ) m 5;6;7;8 = ±(0,3817092 ± i.0,9248944)
II.3.3 Rumus - rumus matriks
Dalam analisa shell silindris (cylindrical shell), matriks diperlukan untuk membantu pemecahan beberapa analisa dalam perhitungan shell.
II.3.4 Sifat – sifat lengkungan
Untuk menganalisa tegangan dari shell silindris, maka perlu diketahui sifat-sifat lengkungan dari potongan melintang suatu shell silindris. Sifat-sifat lengkungan ini sangat mempengaruhi sifat-sifat shell dalam mengimbangi gaya-gaya luar. Adapun sifat-sifat yang penting dari lengkungan shell silindris adalah :
•
Persamaan trigonometrinya dari lengkungan tersebut
•
Hubungan jari-jari kelengkungan di suatu titik di permukaan shell silindris (R) dengan jari-jari kelengkungan dipuncak shell silindris (R0).
Dengan mempelajari dan menganalisa persamaan lengkungan shell silindris, maka sifat-sifat khusus dapat diketahui. Lengkungan-lengkungan yang biasa membentuk potongan melintang shell silindris adalah : a. Busur lingkaran b. Lengkungan parabola c. Lengkungan cycloid d. Lengkungan garis rantai (catenary) e. Lengkungan ellips. Untuk lengkungan-lengkungan dari a sampai d mempunyai persamaan lengkungan yang bentuk umumnya sama. Sedangkan lengkungan ellips bentuk tersendiri. Dalam hal ini kami hanya membahas bentuk lengkungan yang berupa busur lingkaran.
II-12
II.3.5 Jari-jari lengkungan
Dari y = f(x), jari-jari kelengkungan dapat dihitung dengan rumus :
Gambar II.6 Jari–jari kelengkungan
R=
R=
⎡ ⎛ dy ⎞ 2 ⎤ ⎢1 + ⎜ ⎟ ⎥ ⎣⎢ ⎝ dx ⎠ ⎦⎥
3/ 2
(II-22)
d2y dx 2
ds , dimana θ dinyatakan seperti pada gambar II.3 dθ
Untuk lengkungan lingkaran, parabola, cycloid, catenary, mempunyai bentuk umum persamaan trigonometris yang sama :
R = R0 . cos n θ
(II-23)
dimana :
R = Jari-jari kelengkungan disembarang titik pada lengkungan R0 = Jari-jari lengkungan dipuncak lengkungan shell silindris N = Suatu angka yang tergantung dari macamnya lengkungan N = 0 untuk persamaan lingkaran N = 1 untuk persamaan cycloid N = -2 untuk persamaan catenary N = -3 untuk persamaan parabola
θ = Besar sudut antara garis singgung pada titik tersebut dengan garis horizontal
II.3.6 Persamaan lengkungan
Persamaan-persamaan lengkungan lingkaran dapat dinyatakan dalam koordinat kartesian dan dalam bentuk trigonometris.
II-13
a. Persamaan lengkungan lingkaran dalam koordinat kartesian x dan y
x2 + y2 = a2
(II-24)
a = jari-jari lingkaran
b. Persamaan lengkungan lingkaran dalam bentuk trigonometris .
R = a = c
(II-25)
II.3.7 Istilah atau bagian-bagian shell silindris.
Suatu shell silindris terdiri dari bagian-bagian : a. Garis bidang pembentuk (generator), yaitu garis sejajar yang membentuk bidang muka suatu shell silindris b. Directrix, yaitu garis lengkung dari bidang tengah potongan melintang shell silindris. Direktrix ini dapat berupa bagian busur lingkaran, lengkungan parabola, lengkungan ellips, lengkungan catenary, atau garis lengkung lainnya. c. Balok pinggir (edge beam), yaitu konstruksi balok yang mendukung pinggir shell silindris. Suatu shell silindris dapat dibatasi dengan balok pinggir maupun tidak. d. Bentangan (span) melintang ( B ) adalah panjang proyeksi horizontal dari
directrix shell silindris. e. Bentangan longitudinal ( L ) adalah panjang pingir tegak lurus penyanggah lengkung (traverse) dari shell silindris, atau jarak dua penyanggah lengkung dari shell silindris. f. Tebal shell silindris ( d ) yaitu tebal dari konstruksi shell silindris
Gambar II.7 Bagian-bagian shell silindris
II-14
II.4 Teori Selaput
Bagian ini bertujuan untuk mendapatkan tegangan geseran selaput dari shell silindris, dimana konstruksi ini merupakan suatu pelat tipis yang melengkung. Dalam teori ini shell silindris dianggap bersifat sebagai selaput dan beban luar ditransformir menjadi tegangan-tegangan yang bekerja sejajar dengan bidang singgung dari bidang tengah shell silindris. Pada dasarnya tegangan-tegangan selaput hanya merupakan tegangan-tegangan normal, bebas dari momen lentur dan ditentukan berdasarkan syarat keseimbangan statis dalam keadaan selaput dari elemen yang ditinjau. Untuk penggunaan teori selaput agar menghasilkan tegangan yang mendekati tegangan selaput, maka shell silindris harus memenuhi suatu syarat : Menurut Novozhilöv, syarat tersebut adalah : (d/R) < (1/20) dimana :
d = tebal shell silindirs R = jari-jari directrix shell silindris
II.4.1 Beban-beban
Gambar II.8 Beban-beban shell silindris
Beban yang biasanya diperhitungkan dalam desain atap beton shell silindris meliputi :
•
Beban sebagai akibat berat sendiri
= gd
•
Beban hidup yang diperhitungkan
= gl
•
Pengaruh angin
= gw
Semua beban-beban diatas dinyatakan dalam berat persatuan luas. Berat sendiri dan dan beban hidup dalam berat persatuan luas permukaan shell silindris. Pengaruh angin hanya menyebabkan isapan pada shell silindris selama setengah sudut pusat directrix tidak melebihi 40o.
II-15
II.4.2 Persamaan keseimbangan
Sistem sumbu untuk analisa tegangan dan geseran selaput (gambar II.9). Untuk menentukan letak suatu titik pada shell silindris serta besar tegangan geseran selaput pada titik tersebut, maka ditentukan suatu sistim sumbu sebagai berikut :
Gambar II.9 Sistem sumbu analisa tegangan dan geseran selaput
dimana : o = Puncak directrix yang melalui tengah bentang longitudinal, diambil sebagai
pusat sumbu.
y = Garis singgung titik pada directrix yang melalui tengah bentang longitudinal, diambil sebagai sumbu y
r = Jari-jari kelengkungan
θ = Sudut pusat directrix untuk suatu titik sebagaimana ditunjukkan pada gambar II.6 x = Garis melalui O dan tegak lurus pada directrix yang melalui tengah bentang
longitudinal, diambil sebagai sumbu x Besaran-besaran yang perlu diketahui untuk mengetahui letak titik pada shell silindris adalah : x = Jarak titik tersebut terhadap directrix BOA
θ = Sudut pusat directrix yang dihitung dari O kearah directrix dan dari sini ditarik garis lurus sejajar sumbu x memotong directrix yang berjarak x dari tengah bentang longitudinal, maka perpotongan ini menentukan titik tersebut.
II-16
N θx N xθ
Nθ
Nx
dx
N xθ +
1 δN θx . .Rdθ R δθ
N xθ +
N xθ +
x
y
δN xθ dx δx
z Rd
1 δN θ . .Rdθ R δθ
Nx +
δN x dx δx
Gambar II.10 gaya-gaya elemen shell silindris
Gambar II.10 menunjukkan suatu elemen dari shell dengan gaya-gaya yang bekerja adalah N x , N θ , dan N x θ , N θ x persatuan panjang, sedang X , Y , Z menunjukkan komponen gaya-gaya luar persatuan luas permukaan shell pada arah x, y dan z (longitudinal, melintang dan normal). Dari gambar nampak bahwa
dy = Rdθ , ditinjau keseimbangan-keseimbangan sebagai berikut : Keseimbangan statis dalam arah x
Σ gaya-gaya Fx = 0 ⎧ ⎛ δN x ⎞ ⎫ dx ⎟⎟⎬ Rdθ − X dx.Rdθ + N xθ .dx + ⎨ N x − ⎜⎜ N x + δx ⎠⎭ ⎝ ⎩ 1 δN ⎛ ⎞ ⎜ N xθ + . xθ .Rdθ ⎟dx = 0 R δθ ⎝ ⎠ disederhanakan : δN x 1 δN xθ + . +X =0 δx R δθ
(II-26)
dengan jalan yang sama kita ambil :
•
Keseimbangan statis dalam arah y : 1 δN θ δN xθ . + +Y = 0 R δθ δx
•
(II-27)
Keseimbangan gaya-gaya arah normal permukaan shell silindris
⎛ dθ ⎞ 2 N θ .dx⎜ ⎟ + Z .Rdθ.dx = 0 , selanjutnya didapat : ⎝ 2 ⎠ N θ + Z .R = 0
(II-28)
II-17
N θ dx
N θ dx
2N
dθ dx 2
θ
Gambar II.11a Keseimbangan gaya shell silindris
Persamaan (II-26), (II-27), (II-28) disebut persamaan keseimbangan statis elemen selaput, perlu dicatat bahwa R adalah fungsi dari θ,R = f(θ). Dari persamaan (II28) didapat N θ , Z dan R diketahui, selanjutnya didapat N x θ dan N x dengan mengintegral : N xθ = − ∫
1 δN θ . .dx − ∫ Y .dx + F1 (θ ) R δθ
(II-29)
dimana F1 (θ ) adalah fungsi dari θ konstanta, selanjutnya dengan jalan yang sama didapat : N x = −∫
1 δN xθ . .dx − ∫ X .dx + F2 (θ ) R δθ
(II-30)
dimana F2 (θ ) merupakan fungsi dari θ saja. Fungsi konstanta F1 (θ ) dan F2 (θ ) didapat dari syarat batas tertentu. Dalam praktek, X , Y , Z hanya fungsi dari θ dan tidak banyak berubah dalam arah x. Berdasarkan ini didapat bahwa N θ hanya fungsi dari θ saja sehingga :
⎡⎛ 1 ⎞ δN ⎤ N xθ = − ⎢⎜ ⎟ θ + Y ⎥ x + F1 (θ ) ⎣⎝ R ⎠ δθ ⎦ N xθ = − Kx + F1 (θ ) dimana
K=
(II-31)
1 δN θ + Y , disubtitusi pada R δθ
diintegrasi. Dari persamaan (II-31) didapat : δN xθ δF (θ ) δK x+ 1 =− δθ δθ δθ
II-18
N x dari persamaan (II-30) dan
hingga :
N x = −∫
1 ⎛ δF1 (θ ) δK ⎞ x ⎟dx − ∫ X .dx + F2 (θ ) − ⎜ R ⎝ δθ δθ ⎠
⎡ x 2 dK 1 dF1 (θ ) ⎤ Nx = ⎢ . − x − X x + F2 (θ )⎥ ⎣ 2 R dθ R dθ ⎦
(II-32)
II.5 Rumus umum tegangan selaput shell silindris
Persamaan umum directrix shell silindris adalah :
R = R0 . cos n θ →
δR = n.R0 . cos n −1 θ.(− sin θ ) δθ
(II-37)
dimana :
R = jari-jari kelengkungan pada titik tertentu R0 = jari-jari kelengkungan dipuncak directrix shell silindris N = suatu bilangan tergantung dari jenis directrix shell silindris Tegangan-tegangan selaput.
N θ = − gR. cos θ = − gR0 . cos n 61 θ
(II-38)
dengan menggunakan persamaan (II-36), (II-37), maka didapat K :
K = 2 g. sin θ −
g ⋅ {nR0 ⋅ cos n −1 θ ⋅ x n R0 . cos θ
(− sin θ ). cos θ} = 2 g. sin θ + gn. sin θ hingga didapat :
dan,
K = (n + 2 )g . sin θ
(II-39)
N xθ = − Kx = −(n + 2 )gx. sin θ
(II-40)
dan dari persamaan (II-35) dan (II-39) didapat : ⎛ L2 ⎞ n+2 1 ⋅ g ⋅ ⎜⎜ − x 2 ⎟⎟ ⋅ Nx = − n −1 2 ⎝ 4 ⎠ R0 . cos θ
(II-41)
dengan mengambil :
n = 0, maka didapat tegangan selaput shell silindris untuk directrix lingkaran n = 1, untuk directrix cycloid n = -2, untuk directrix catenary n = -3, untuk directrix parabola
II-19
II.5.1 Rumus khusus tegangan selaput shell silindris
Tegangan selaput shell silindris yang directrixnya terdiri dari lingkaran (circular
cylindrical shell).
Edge member
O
o=
Nx
Øc .sin 2gx Øc
Øc
R
=
25
ft
Gambar II.11b Tegangan selaput shell silindris
Rumus :
N θ = − ga. cos θ
(II-42)a
N xθ = −2 gx. sin θ
(II-42)b
⎞ ⎛ g ⎞⎛ L N x = −⎜ ⎟⎜⎜ − x 2 ⎟⎟. cos θ ⎝ a ⎠⎝ 4 ⎠
(II-42)c
2
II.5.2 Rumus Pergeseran Selaput
Rumus pergeseran titik pada shell silindris sangat diperlukan dalam persamaan syarat batas. Dibawah ini diberikan rumus tersebut :
u=−
1 8g ⋅ ⋅ cos(θ c − θ ) ⋅ sin kx Ed πak 3
v=−
8g 1 ⎤ ⎡2 ⋅ sin (θ c − θ ) ⋅ cos⋅ kx ⎢ 2 + 2 4 ⎥ πEd a k ⎦ ⎣k
w=
8g 1 ⎞ ⎛ 2 ⋅ cos(θ c − θ ) ⋅ cos⋅ kx⎜ 2 + 2 4 ⎟ πEd a k ⎠ ⎝k
dimana : k=
π l
II-20
a = jari-jari directrix lingkaran E = modulus elastisitas material shell silindris
θc = setengah sudut pusat directrix θ = sudut yang menyatakan letak atau posisi titik yang ditinjau dengan θ dihitung dari pinggir kiri shell silindris. d = tebal shell silindris u = pergeseran atau peralihan tempat arah longitudinal v = pergeseran dalam arah tangensial w = pergeseran dalam arah radial
II.6 Analisa Lenturan Shell Silindris
Dalam praktek, shell silindris secara mekanika bukanlah menyerupai keadaan selaput sempurna. Hal ini antara lain disebabkan dalam teori selaput terutama belum diperhatikan pengaruh adanya konstruksi pinggir. Oleh karenanya harus diadakan koreksi terhadap tegangan selaput guna penyesuaiannya, misalnya pada bagian konstruksi sepanjang pinggir shell silindris, ternyata bahwa tegangan shell silindris berbeda dengan tegangan selaput seperti apa yang diuraikan pada teori selaput. Jadi ditarik kesimpulan bahwa prosedur yang ditempuh untuk mendapatkan tegangan shell silindris adalah : a. Analisa tegangan keadaan selaput b. Analisa tegangan lentur shell (tegangan koreksi) c. Analisa syarat batas
II.6.1 Hubungan tegangan-regangan shell silindris
Secara kolektif dapat ditulis regangan dalam tiap arah sebagai berikut : εx =
δu δx
(II-43)a
⎛ 1 δv w ⎞ εθ = ⎜ − ⎟ ⎝ a δθ a ⎠
(II-43)b
⎛ 1 δu δv ⎞ γ xy = ⎜ + ⎟ ⎝ a δθ δu ⎠
(II-43)c
dimana :
II-21
ε u , ε θ = regangan dalam arah u, θ γxy
= regangan geser xy
a
= jari-jari lingkaran dari directrix shell silindris
Dengan hukum Hooke regangan ε x dan ε y yang dinyatakan oleh tegangan normal
σ x dan σ y yang bekerja pada suatu elemen secara umum dapat ditulis sebagai berikut : νσ y ⎞ ⎛σ ⎟⎟ ; ε x = ⎜⎜ x − E E ⎝ ⎠
(II-44)a
⎛ σ y νσ x ⎞ ⎟⎟ ; ε y = ⎜⎜ − E E ⎝ ⎠
(II-44)b
dimana : E
= modulus elastisitas dari bahan
ν
= angka poison
εx dan εy = regangan dalam arah x dan y Bila dihubungkan dengan shell silindris pada persamaan diatas, maka : σx =
Nx 1.d
σ y = σθ =
Nθ 1.d
dan selanjutnya diisikan pada persamaan diatas, maka : εx =
N x N θ δu − = Ed Ed δx
(II-45)
εθ =
N θ νN x − Ed Ed
(II-46)
dan selanjutnya : ⎛ 1 δν ⎞ − w⎟ ⎝ a δθ ⎠
εθ = ⎜ ⋅
N xθ 2(1 + ν )N xθ ⎛ 1 δu δv ⎞ = = γ xθ = ⎜ + ⎟ Gd Ed ⎝ a δθ x ⎠ dimana : d = tebal shell silindris
II-22
(II-46)a
τ g = modulus geser ( ); γ = sudut geseran. γ
ϕ = rotasi total garis singgung =
δw ⎞ 1⎛ ⎜v + ⎟ a⎝ δθ ⎠
(II-46)b
xθ = perubahan kelengkungan 1 = 2 a
⎛ δ2w ⎞ ⎜⎜ w + 2 ⎟⎟ δθ ⎠ ⎝
(II-46)c
II.7 Teori Lenturan shell silindris
Sejak tahun 1932 beberapa teori lenturan shell telah mengawali analisa shell silindris diantaranya adalah teori dari Flüger, Dischinger, Finsterwalder, D-K-J dan Schorer. Dari sekian banyak teori tersebut diatas dalam analisa tegangan lentur, maka masing-masing mengadakan anggapan atau pendekatan untuk memecahkan persamaan dari keseimbangan elemen shell silindris. Dalam tulisan ini hanya disajikan dasar-dasar persamaan lenturan shell silindris dari Finsterwalder dan dengan dasar ini digunakan untuk pemecahan atau penunjang dalam analisa teori D-K-J dan Schorer. Kedua teori yang tersebut terakhir ini sudah cukup untuk mendapatkan tegangan-tegangan lentur shell silindris yang diperlukan dalam perencanaan, selain itu dengan mudah ditulis dalam bentuk matriks sehingga penggunaannya menjadi sederhana dan mudah pengontrolannya. Teori D-K-J digunakan pada shell silindris yang bendek, sedangkan teori Schorer untuk shell silindris yang panjang. 1. Teori Finsterwalder Asumsi-asumsi pada teori shell silindris dan tambahan asumsi dari Finsterwalder dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Material adalah homogen dan isotropic dan tetap menuruti hukum Hooke b. Suatu garis lurus yang tegak lurus pada bidang tengah dari shell silindris sebelum pembebanan tetap tegak lurus setelah ada perubahan (deformasi) dari shell silindris. c. Semua perpindahan atau pergeseran suatu bagian dari shell silindris adalah kecil.
II-23
d. Momen Mx, Mxθ dan gaya geser radial Qx diabaikan dalam analisa ini. Asumsi-asumsi dari point a sampai c adalah asumsi umum dari teori shell, sedangkan asumsi point d adalah asumsi dari Finsterwalder untuk memecahkan atau menyederhanakan teorinya. 2. Persamaan keseimbangan shell silindris Untuk menurunkan rumus keseimbangan dalam analisa lenturan shell silindris, Mx, Qx dan Mxθ diabaikan : a. Persamaan keseimbangan dalam arah x, ΣFx = 0 δN x δN x ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⋅ dx ⎟adθ − N xθ dx + ⎜ N xθ + adθ ⎟dx = 0 ⎜− Nx + Nx + δx aδθ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ δN x δN xθ dx.adθ + adθ ⋅ dx = 0 δx aδθ
hingga didapat : δN x δN xθ + =0 δx aδθ
(II-47)a
b. Jumlah tegangan dalam arah θ = 0, (ditengah elemen) δN x 1 δN θ dθ ⋅ adθ ⋅ dx + ⋅ dx ⋅ adθ − 2Qθ ⋅ dx =0 a δθ δx 2
Jika disederhanakan didapat : δN θ δN + a xθ − Qθ = 0 δx δθ
(II-47)b
Persamaan keseimbangan selanjutnya diambil : Σ gaya Fn = 0 (arah kepusat lengkungan melalui tengah-tengah elemen) 2 N θ dx
dθ δQθ + ⋅ adθ ⋅ dx = 0 2 aδθ
(II-47)c
c. Persamaan keseimbangan keseimbangan lainnya didapat dari Σ momen = 0 pada AD δM θ ⋅ adθ ⋅ dx − Qθ (adθ ) ⋅ dx = 0 , aδθ
hingga : 1 δM θ ⋅ − Qθ = 0 a δθ
(II-47)d
II-24