BAB II DASAR PEMIKIRAN
2. 1. Film Dokumenter Film terbagi menjadi dua kategori yaitu fiksi dan non fiksi. Film fiksi merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak terjadi di kehidupan nyata sementara film non fiksi merupakan film yang ceritanya berdasarkan kejadian nyata dan benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Kita dapat melihat contoh dari film non fiksi salah satunya adalah film dokumenter. Gierson mendefinisikan film dokumenter sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality)”. 1 Sebuah film dokumenter dimulai dari sebuah permasalahan atau issue yang diangkat karena dianggap sebagai issue yang menarik. Karya dokumenter merupakan film yang menceritakan sebuah kejadian nyata dengan kekuatan ide kreatornya dalam merangkai gambar – gambar menarik menjadi istimewa secara keseluruhan. Pengertian dokumenter pada umumnya ialah merupakan rekaman audio visual suatu kejadian yang faktual dan aktual tanpa adanya unsur rekayasa. istilah dokumenter pertama kali digunakan oleh John Grierson yang pertama kali mengkritik film-film karya Robert Flaherty, di New York Sun pada 8 Februari 1926. Salah satunya adalah yang berjudul Nanook of the North, Film yang berdurasi kurang lebih 1,5 jam itu tidak lagi sekedar ‘mendongeng’ ala Hollywood. Grierson kemudian menyampaikan pandangannya bahwa apa yang Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal 214.
1
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dilakukan oleh Flaherty tersebut merupakan sebuah perlakuan kreatif terhadap kejadian-kejadian aktual yang ada. A creative treatment of actuality (John Grierson). 2
Walaupun
definisi
ini
bertahan
cukup
lama,
kemudian
bermunculanlah orang-orang yang mencoba mendefinisikan dengan caranya masing-masing. seperti Paul wells yang berpendapat bahwa: “film nonfiksi yang menggunakan footage yang aktual, dimana termasuk di dalamnya perekaman langsung dari peristiwa yang akan disajikan dan materi riset yang berhubungan dengan peristiwa itu, misalnya hasil wawancara, statistik dan sebagainya”. Film seperti ini biasanya disuguhkan dari sudut pandang tertentu dan memusatkan perhatiannya pada sebuah isu-isu sosial tertentu yang sangat memungkinkan untuk dapat menarik perhatian penontonnya. 3 Tahapan proses yang ada dalam membuat film dokumenter yaitu pra produksi, produksi dan pacsa produksi. Pada tahap produksi, hal terpenting yang sangat dibutuhkan dalam membuat dokumenter adalah riset. Sebelum membuat dokumenter, para kru lebih dulu melakukan riset terhadap topik atau tema yang akan diangkat. Dengan melakukan riset maka kedekatan antara pembuat film dan tema akan semakin dalam. Semakin dalam pembuat dokumenter mengetahui permasalahannya maka akan semakin baik bagi film yang akan dihasilkannya.
Fajar Nugroho, Cara Pintar Bikin Film Dokumenter, (Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas), Hal 34. 3 Andi Fachruddin, Dasar Dasar Produksi Televisi: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter Dan Teknik Editing, (Jakarta: KENCANA, 2012), Hal 316. 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
2. 2. Genre atau Jenis Film Dokumenter Dalam film terutama film cerita, banyak sekali genre yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti melodrama, western, gangster, horor, science fiction (scifi), komedi, action, perang, detektif. Demikian pula dalam film dokumenter, mencuplik dari buku yang berjudul dokumenter: dari ide sampai produksi, Gerzon R. Ayawaila membagi genre menjadi 12 jenis. 4 Akan tetapi menurut penulis beberapa jenis film dokumenter yang ada di dalam buku tersebut sebenarnya bisa dikelompokkan lagi. 2. 2.1. Dokumenter Laporan Perjalanan Bentuk dokumenter ini juga dikenal dengan nama travel film, travel documentary, adventure films, dan road movies. Dokumenter ini bermula pada seseorang yang ingin mendokumentasikan perjalanannya ketika mereka melakukan perjalanan jauh. Umumnya setiap perjalanan ekspedisi dibuat dokumentasinya, baik berupa film maupun foto. Sebagai contoh, ekspedisi penelitian ke Alaska dan Siberia yang pertama kali dibuat Cherry Kearton. Judulnya in Seville (1909). Bentuk seperti ini sekarang lebih banyak diproduksi untuk program televisi, yang memang memberi tempat bagi rekaman sebuah petualangan atau perjalanan yang mencekam dan menegangkan. 5 Pengemasan dokumenter perjalanan lebih kritis dan radikal dalam mengupas permasalahan. Lebih banyak menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai opini public. Menekankan pada visi
4
Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi, (Jakarta: FFTV IKJ Press.s, 2009), Hal 37-48. 5 Ibid, Hal. 39.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
dan solusi mengenai proses menuju inovasi, dikembangkan dengan wawancara disertai komentar kritis untuk membentuk opini baru. Adegan spontan yang menegangkan mengenai peristiwa perjalanan pertualangan dan ekspedisi menjadi daya tarik bentuk film ini. 2. 2.2. Dokumenter Sejarah Film dokumenter yang pertama kali di Indonesia adalah ketika diperkenalkan
oleh
colonial
belanda,
yaitu
dokumter
sejarah
yang
menggambarkan perjalanan Ratu Belanda dan Raja Hertog Hendrik di kota Den Haag. 6 Diawali saat meletusnya Perang Dunia I dan II, film dokumenter sejarah menjadi senjata propaganda pihak – pihak tertentu yang sangat menguntungkan dan sangat berpengaruh, pada saat itu film lebih diposisikan sebagai propaganda. Gerald Mast dan Bruce F. Kawn menekankan dokumenter sebuah film nonfiksi yang menata unsur-unsur faktual dan menyajikannya dengan tujuan tertentu. 7 Ada tiga hal yang penting dalam film dokumenter sejarah yaitu, periode (waktu peristiwa sejarah), tempat (lokasi peristiwa sejarah), dan pelaku sejarah tersebut. Pada era reformasi, peta film dokumenter sejarah diproduksi karena kebutuhan masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Seperti, Expedition, Morotai Peninggalan Sejarah yang Terlupakan, merupakan dokumenter tentang sejarah peninggalan kolonial Belanda yang memiliki nilai historis tinggi namun terbengkalai.
6
Situs Gelaran Almanak Seni Rupa dengan kata kunci Film Dokumenter di Indonesia. Diunggah 20-12-2009 oleh Sari Nakisha. 7 Gerald Mast & Bruce F. Kawn, A Short History of The Movies, edisi ke-7, (Longman, 2005), Hal. 64.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
2. 2.3. Dokumenter Potret/Biografi Film dokumenter jenis ini jelas berkaitan mengenai kehidupan seseorang yang dianggap kisah hidupnya menarik ataupun menyedihkan. Bentuk dokumenter ini umumnya berkaitan dengan aspek human interest, sementara isi tuturan bisa merupakan kritik, penghormatan, atau simpati. Misalnya saja film Fog Of War (2003) karya Errol Morris yang menggambarkan pemikiran strategi hidup dari Robert S. McNamara, mantan menteri pertahanan di masa pemerintahan Presiden John. F Kennedy dan Presiden Lyndon Johnson. Potret tidak harus mengenai seseorang atau individu, tetapi dapat pula mengenai sebuah komunitas, sekelompok kecil individu atau sebuah lokasi. Sedangkan biografi, jelas ini mengenai seorang tokoh atau individu, selain mengenai profesi atau posisi, juga juga dikupas dan diketengahkan gambaran sejak masa kecil hingga dewasa. 8 2. 2.4. Dokumenter Perbandingan Dokumenter ini mengetengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu yang bersifat budaya, perilaku, dan peradaban suatu bangsa. Dalam bentuk perbandingan umumnya diketengahkan perbedaan suatu situasi atau kondisi, dari satu objek/subjek dengan yang lainnya. Misalnya Michael Moore dalam Sicko (2007) membandingkan kebijakan dan pelayanan kesehatan di Amerika dengan tiga negara maju lainnya, yaitu kanada, Inggris, dan Perancis, serta satu negara berkembang yang justru tetangga Amerika sendiri yaitu, Kuba.
8
Gerzon R. Ayawaila, Ocpit, Hal 42.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2. 2.5. Dokumenter Kontradiksi Dari sisi bentuk maupun isi, tipe kontradiksi memiliki kemiripan dengan tipe perbandingan, hanya saja tipe kontradiksi cenderung lebih kritis dan radikal dalam mengupas permasalahannya. Oleh karena itu, tipe ini lebih banyak menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai opini publik. Perbedaan jelas antara tipe perbandingan dan kontradiksi adalah tipe perbandingan hanya memberikan alternatif-alternatif saja, sedangkan tipe kontradiksi lebih menekankan pada visi dan solusi mengenai proses menuju suatu inovasi. 2. 2.6. Dokumenter Ilmu Pengetahuan Film dokumenter ini jelas berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, sistem, berdasarkan ilmu disiplin tertentu. Film dokumenter ini memiliki dua bentuk kemasan dengan tujuan publik berbeda yaitu, film dokumenter edukasi yang ditujukan untuk publik khusus dan film dokumenter instruksional yang ditujukan untuk publik umum dan luas. Pada dasarnya film dokumenter jenis ini bertujuan untuk keperluan lembaga pendidikan formal ataupun non formal. Seperti program beyond 2000, yaitu film ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan teknologi masa depan. Sistem pengajaran yang ditunjang kemajuan teknologi komputer, audio-visual, dan internet banyak memerlukan bentuk dokumenter ini. 2. 2.7. Dokumenter Nostalgia Dokumenter jenis ini kerap kali mengisahkan kisah kilas-balik dan napak tilas para veteran perang Amerika yang kembali mengunjungi vietnam atau
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
kamboja. Atau kisah seseorang mengenai masa masa yang pernah ia lewati dengan
cara
dikemas
dengan
menggunakan
penuturan
perbandingan
(perbandingan sekarang dan masa lampau). Seperti pada tahun 2003, Rithy Panh membuat S21: The Khmer Rouge Death Machine di mana ia mendatangkan beberapa orang yang merupakan dua pihak saksi dari kekejaman Khmer Merah, baik dari pihak korban maupun para penyiksa dimasa lalu. Dokumenter jenis ini sebenarnya hampir serupa dengan jenis sejarah, namun biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas pada kejadian-kejadian dari seseorang atau kelompok. 2. 2.8. Dokumenter Rekonstruksi Dokumenter jenis ini pada umumnya ditemui pada dokumenter investigasi dan sejarah, termasuk pula pada film etnografi dan antropologi visual. Pada jenis dokumenter ini bagian peristiwa atau pecahan masa lampau maupun masa kini disusun atau direkonstruksi ulang berdasarkan fakta sejarah. Dokumenter jenis ini jelas mencoba memberikan gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Pada saat merekonstruksi suatu peristiwa, latar belakang sejarah, periode, serta lingkungan alam dan masyarakatnya menjadi bagian dari konstruksi peristiwa tersebut. Konsep penuturan rekonstruksi terkadang tidak mementingkan unsur dramatik, tetapi lebih terkonsentrasi pada pemaparan isi sesuai kronologi peristiwa. 2. 2.9. Dokumenter Investigasi Tipe ini mencoba mengungkap misteri sebuah peristiwa yang belum atau tidak pernah terungkap dengan jelas. Peristiwa yang diangkat biasanya berupa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
peristiwa besar yang pernah menjadi berita hangat dalam media massa. Seperti dokumenter Who Kill John Kennedy? Yang bercerita mengenai perihal pembunuhan presiden Amerika Serikat John F Kennedy, di Dallas, Texas, 22 November 1963. Tipe ini sering juga disebut dokumenter jurnalistik. Cara kerja jurnalistik diterapkan dalam membuat dokumenter jenis ini, dengan melacak sumber berita atau narasumber untuk selanjutnya disusun data sesuai dengan kebenaran peristiwa kejadian. Namun sering kali dokumenter investigasi menemui jalan buntu dan tidak pernah terungkap secara tuntas.tujuan utama tipe ini adalah melacak fakta yang tersembunyi. 2. 2.10. Dokumenter Eksperimen/Seni (Association Picture Story) Tipe dokumenter yang menggabungkan gambar, musik, dan suara atmosfer (noise). penggabungan tersebut secara artistik menjadi unsur utama cerita karena tipe ini tidak pernah menggunakan narasi, komentar, maupun dialog. Powaqqatsi, karya sutradara Godfrey Reggio, mengawali kerjanya dengan membuat footage dari kehidupan masyarakat pekerja kelas bawah di negaranegara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Setelah semua shot disunting menjadi eksposisi yang utuh, penata musik Philip Glass kemudian memberi ilustrasi musik pada suntingan gambar tersebut. sehingga dapat memberikan nuansa gerak kehidupan yang dapat membangkitkan emosi. 2. 2.11. Dokumenter Buku Harian (Diary Film) Diary film memiliki tipe penuturan yang sama seperti catatan pengalaman hidup sehari-hari yang mengkombinasikan laporan perjalanan dengan nostalgia kejayaan masa lalu. Jalan cerita mencantumkan secara lengkap dan jelas tanggal
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
kejadian, lokasi, dan karakternya sangat subjektif. Pendekatannya memang konvensional, termasuk dalam penggunaan narasi. Seperti halnya buku harian yang bersifat pribadi, film ini pun terlihat pula penuturan dokumenter sangat subjektif, karena berkaitan dengan visi atau pandangan seseorang terhadap komunitas atau lingkungan sesuai apa yang dia persepsikan. 2. 2.12. Dokumenter Dokudrama Dokudrama adalah genre dokumenter dimana pada beberapa bagian film disutradarai atau diatur terlebih dahulu dengan perencanaan yang detail. Ini merupakan gaya bertutur yang memiliki motivasi komersial. Dokudrama muncul sebagai solusi atas permasalahan mendasar film dokumenter, yakni untuk memfilmkan peristiwa yang sudah atatupun belum pernah terjadi. Selain menjadi subtipe film, dokudrama juga merupakan salah satu dari jenis dokumenter. Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwa hapir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi.seperti film dokumenter Tuekish Passport (2011) merupakan true story yang diangkat untuk kepentingan memengaruhi ideologi/propaganda,
politik,
perjuangan
hidup
yang
kontroversial,
dan
nasionalisme dalam bentuk film dokumenter drama. Dari berbagai macam jenis dokumenter yang disebutkan diatas, dalam film “Harmony” kami menggunakan jenis dokumenter ilmu pengetahuan. Karena menurut kami dalam film “Harmony” mengandung unsur ilmu pengetahuan dengan berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, system, berdasarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
disiplin ilmu tertentu. Dan dalam film ini kami ingin menginformasikan mengenai Kebudayaan yang ada di Kampung Sawah.
2. 3. Konsentrasi Sutradara Untuk memberikan sentuhan estetika pada film dokumenter, ada empat topik utama yang menjadi konsentrasi sutradara, yaitu mengenai pendekatan, gaya, bentuk dan struktur. Ini merupakan teori dasar yang dijadikan bahan ramuan bagi sutradara untuk menggarap filmnya dengan baik. 9 1) Pendekatan Ada dua hal yang menjadi titik tolak pendekatan dalam dokumenter, yaitu penuturan secara essai atau naratif. Keduanya memiliki ciri khas yang spesifik dan menuntut daya kreatif kuat dari sutradara. Pendekatan essai dapat dengan luas mencakup seluruh peristiwa, yang dapat diketengahkan secara kronologis atau tematis. Sebagai contoh, bila kita mengetengahkan selama 30 menit tentang peristiwa peledakan bom di Kuta Bali secara essai, mungkin ini masih cukup menarik. Akan tetapi bila durasi di perpanjang menjadi 60 menit maka ini cukup sulit untuk menahan perhatian penonton. Dengan demikian kita perlu menampilkan tentang sosok profil dan kehidupan si pelaku kebiadaban itu, serta dampak penderitaan yang menimpa para korbannya, sekaligus untuk memperkuat aspek human interest. 9
http://gerzonayawaila.blogspot.com/2010/05/penyutradaraan-dokumenter.html, diakses pada pukul 18.55. tanggal 23/04/2014.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Pendekatan
naratif
mungkin
dapat
dilakukan
dengan
konstruksi
konvensional tiga babak penuturan. Sebagai contoh: pada bagian awal untuk merangsang keingintahuan penonton, diketengahkan tentang bagaimana peristiwa itu terjadi yang memakan korban ratusan jiwa tak berdosa. Pada bagian tengah di kisahkan bagaimana profil para teroris serta latar belakang kehidupannya dan motivasi kebiadabannya itu, sebagai proses menuju tindakan peledakan bom. Di bagian akhir mungkin dapat di paparkan mengenai bagaimana dampak yang di terima para korban ledakan bom sebagai suatu klimaks yang dramatik, ditambah sejumlah pesan kemanusiaan mengenai terorisme dan kekerasan yang sedang mewabah di Indonesia. 2) Gaya Gaya terus menerus berkembang sesuai kreatifitas sang dokumenteris. Gaya dalam dokumenter terdiri dari bermacam-macam kreatifitas, seperti gaya humoris, puitis, satir, anekdot, serius, semi serius dan sterusnya. Kemudian dalam gaya ada tipe pemaparan eksposisi (Expository documentary) yang konvensional, umumnya merupakan tipe format dokumenter televisi dengan menggunakan narator sebagai penutur tunggal. Oleh karena itu narasi disini disebut sebagai Voice of God karena aspek subjektifitas narator, lihat contohnya pada kemasan umum dari Discovery chanel dan National Geographic. Dipihak lain adapula tipe observasi (Observational documentary) yang hampir tidak menggunakan narator, akan tetapi berkonsentrasi pada dialog antar subjek-subjeknya. Pada tipe
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
ini sutradara menempatkan posisinya hanya sebagai observator. Frederik Wisseman dalam High School I & II melalui kamera dia hanya mengamati semua kejadian yang terjadi setiap hari di sebuah sekolah menengah umum
di
Philadelphia,
Amerika
Serikat.
Wiseman
berusaha
mengetengahkan konflik yang terjadi antara sesama murid, guru dengan murid, hingga antara murid, guru, dan orang tua murid. Konsep Wisseman terlihat sederhana yaitu hanya merekam kejadian sehari-hari yang ada di sekolah itu, filmya itu dianggap sebagai contoh gaya cinema verite yang baik. Adapula sutradara yang berperan aktif didalam filmnya, dimana komunikasi sutradara dengan subjeknya ditampilkan dalam gambar (in frame), dengan tujuan memperlihatkan adanya interaksi langsung antara sutradara dengan subjeknya, dan ini merupakan gaya Interaktif (Interactive documentary). Apabila ada wawancara maka tipe ini tidak sekedar memperlihatkan adegan wawancara tetapi sekaligus memperlihatkan bagaimana wawancara itu dilakukan. Disini sutradara memposisikan diri bukan sebagai observator tetapi justru sebagai partisipant. Gaya ini dapat di lihat pada karya Michael Moore dalam Fahrenheit 9/11 (2003), dimana sutradara menjadi benang merah di dalam menuntun alur penuturan isi film tersebut. Gaya yang kini sangat jarang ditemui adalah gaya dimana film tersebut merupakan sebuah refleksi (Reflexive documentary) dari proses shooting film tersebut. Dokumentaris Rusia Dziga Vertov merupakan pelopor dalam gaya ini. Dengan filmnya yang berjudul Man
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
with the movie camera (1928), Vertov hanya bertujuan merefleksikan dua prinsip teorinya mengenai apa itu film kebenaran (Kino Pravda=Film Truth), dimana semua adegan harus sesuai apa adanya. Kemudian dia menekankan bahwa kamera sebagai mata film (film eye) merekam realita tiap adegan yang di susun kembali berdasarkan pecahan shot yang dibuat. 3) Bentuk Pada prinsipnya setelah mendapatkan hasil riset, kita sudah dapat menggambarkan secara kasar bentuk penuturan apa yang akan kita pakai. Dengan menentukan sejak awal bentuk apa yang akan dikemas, maka selanjutnya baik itu pendekatan, gaya, struktur akan mengikuti ide dari bentuk tersebut. Misalnya bila kita menginginkan bentuk penuturan laporan perjalanan, maka pendekatan, gaya dan strukturnya dapat di rancang bangun, sehingga baik aspek informatif, edukatif maupun hiburan dapat menyatu sehingga memikat perhatian penonton. Bentuk tidak harus berdiri sendiri secara baku, karena sebuah tema dapat saja merupakan gabungan dari dua bentuk penuturan. 4) Struktur Apa yang dimaksud dengan struktur disini adalah kerangka rancangan untuk menyatukan berbagai unsur film sesuai dengan apa yang menjadi ide dari penulis atau sutradara sesuai tema. Unsur dasar dalam penulisan naskah terdiri dari rancang bangun cerita yang memiliki tiga tahapan dasar yang baku seperti: bagian awal cerita (pengenalan/introduksi), bagian tengah cerita (proses krisis&konflik) hingga bagian akhir cerita
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
(klimaks/anti klimaks). Dimana ketiga bagian ini merupakan rangkuman dari susunan shot yang membentuk scene hingga sequence. Struktur film memiliki makna estetika, psikologis dan bahasa sinematografi yang lebih luas lagi. Menentukan struktur bagi dokumenter tidak semudah pada film cerita fiksi, terutama bila sutradara belum menentukan pendekatan apa yang akan dilakukan berkaitan dengan ide dan tema. Harus diakui bahwa struktur lebih dipentingkan oleh film fiksi dari pada film dokumenter, akan tetapi seni tanpa struktur akan mengalami kekeringan estetika. Struktur penuturan dalam dokumenter dapat di bagi kedalam dua cara umum yaitu, secara kronologis dan tematis. Kedua cara ini sekaligus pula merupakan refleksi dari pendekatan esai dan naratif tadi. Struktur kronologis lebih mudah merancangnya dibanding tematis. Kelebihan struktur tematis ialah kemampuannya merangkum penggalan-penggalan sequence yang kadang tidak berkesinambungan, tetapi dapat di rangkai menjadi suatu kesatuan sebab isi dan tema menjadi bingkai cerita.
2. 4. Teknik Penyutradaraan Sutradara film juga disebut sebagai sineas, dianggap sebagai penanggung jawab akhir bagi nada dan mutu film yang digarap. Dalam menjalankan perannya seorang sutradara dengan kecerdikannya mengarahkan para pemain agar mampu membawakan perannya secara pas dan sesuai dengan yang digambarkan dalam naskah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
Sutradara juga harus mampu melakukan adaptasi dengan baik dan justifikasi di lapangan, dan kadang perlu mengubah pendekatan agar nilai dramatik lebih kuat. Karena peran utama seorang sutradara adalah mengarahkan para pemain maka sutradara harus memiliki kecakapan dalam mengarahkan para pemainnya. Skenario kadang ditulis tidak terlalu lengkap sehingga sutradara perlu memiliki kepekaan menangkap perspektif cerita untuk dieksplorasi dan mengembangkannya dengan baik. Seorang sutradara sebagai seniman diharapkan dapat mengaudio visual kan suatu ide, yang tidak semata – mata hanya menafsirkan cerita sesuai dengan yang sudah direncanakan akan tetapi juga harus memiliki gaya peyutradraan sendiri. Sutradara yang baik harus bisa memberikan titik pandang atau tanggapannya yang khas terhadap suatu keadaan atau naskah, dengan dapat menyampaikan arti pesan dari naskahnya sehingga penonton dapat menjadi lebih cepat menangkap makna yang terkandung. Sutradara memimpin kelompok kerabat kerja produksi yang terdiri dari ahli – ahli pada bidangnya masing – masing. Antara kerabat kerja produksi dan sutradara harus saling memberikan pendapat dan pemikirannya agar sang sutradara dapat menilai saran – saran masukan tersebut sehingga produksi dapat berjalan baik. Dalam pengambilan gambar, sutradara biasanya memegang alat yang mirip teropong, yaitu director viewfinder. Sutradara menentukan aspect ratio dan focal length lensa, yang akan dijadikan acuan selama shooting. 10 Ada dua teknik umum untuk menggolongkan gaya sutradara, yaitu montase dan mise-en-scene. 10
Ensadi J Santoso, Bikin Video Dengan Kamera DSLR, (Jakarta Selatan : Mediakita, 2013), hal 110
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Sutradara montase biasanya menggunakan teknik mengedit untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, bagi mereka yang penting adalah bagaimana hasilnya ketika setiap gambar yang diambil digabungkan dengan yang lain. Misalnya, Alfred Hitchock (1899-1980), yang mengarahkan salah satu adegan dalam psycho, merekam adegan di dalam kamar mandi satu persatu dan kemudian mengedit dialog, efek suara, dan musik untuk menciptakan ketegangan luar biasa. Sutradara mise-en-scene lebih menekankan pada tahap pra editing, berfokus pada unsur – unsur sudut pengambilan gambar, gerakan, dan desain satu adegan pada satu waktu. Banyak sutradara yang menggabungkan elemen kedua teknik tersebut dalam pekerjaan mereka. 11
2. 5. CinemaVerite, Direct Cinema dan Free Cinema Beberapa unsur yang terkandung dalam karya dokumenter adalah realitas (fakta dan data), film statement, subjektif, structure/alur cerita dan elemen dramatik, serta medium televisi atau film. 12 Realita dalam film dokumenter harus selalu memiliki konteks merupakan makna dari suatu peristiwa. Disamping itu konteks juga merupakan pokok utama dalam sebuah penuturan 13. Demikian pula dikatakan Danesi Marcel, film dokumenter adalah merupakan film nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung ada kamera dan pewawancara. Dokumenter dapat diambil pada lokasi
11
Parish, james robert. Jika kamu ingin menjadi sutradara seperti steven spielberg. (Bandung : Mizan learning center, 2006), Hal 154 12 Andi Fachruddin, Ocpit, Hal 318. 13 Gerzon R. Ayawaila, Ocpit, hal 94.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
pengambilan apa adanya, atau disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan. 14 Pendekatan dan gaya dokumenter atau film yang berdasarkan fakta kejadian disebut Cinema Verite. Cinema Verite dianggap mampu mengetengahkan realita visual secara sederhana dan apadanya, yang diyakini dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter lokasi otentik sesuai realita. Para dokumentaris Cinema Verite menolak penggunaan perangkat pelengkap kamera seperti tracking rails, dollies, tripods, cranes, dan semacamnya. Peralatan tersebut dianggap sebagai faktor penghambat bagi realisasi spontanitas adegan atau peristiwa saat perekaman gambar. Dalam dokumenter gaya ini, peran seorang editor sangat penting. Baik buruknyaproduksi jenis ini sangat tergantung pada editor. Pada awal 1960-an di Amerika berkembang gaya lain yaitu Direct Cinema. Prinsipnya gaya ini agak sulit untuk diterapkan pada semua produksi film dokumenter. Dalam gaya ini, penyusunan skenario formal dianggap tidak penting, mengingat yang diutamakan adalah peristiwa yang terjadi, bukannya kenapa atau bagaimana jalannya cerita dari suatu peristiwa 15. Sepintas antara Cinema Verite dan Direct Cinema terlihat adanya persamaan pendekatan dan gaya. Yang membedakan di antara keduanya adalah dalam membangun dramatika dan konflik. Cinema Verite terlihat lebih agresif, sementara Direct Cinema memilih pasif. Terkadang Cinema Verite bahkan menjadi pemicu atau provokator terhadap subjek agar terjadi suatu konflik, sementara Direct Cinema hanya menanti apa yang bakal terjadi dihadapan kamera. 14 15
Danesi Marcel, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), Hal 134. Gerzon R. Ayawaila, Ocpit, hal. 17.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Sedangkan Free Cinema, gaya ini muncul di inggris tahun 1950-an, lebih sebagai pendekatan gaya yang merupakan gabungan antara dokumenter dan film fiksi. Sebagai sebuah gerakan, pada prinsipnya, ide-ide Free Cinema bukanlah merupakan hal baru. Prinsip metode Free Cinema yang menginginkan kebebasan berakting atau berekspresi pemain tak dikekang dan diatur secara kaku, juga dilakukan para sutradara pada umumnya Free Cinema. tak memberikan perhatian pada masalah estetika, yang sejak zaman Flaherty masih menjadi perdebatan. Penggunaan peralatan praktis dan ringan merupakan cara kerja mereka di lapangan. Sebagaimana Cinema Verite, teknik editing menjadi tumpuan akhir Free Cinema untuk memberi bentuk.
2. 5. Tiga Struktur Bertutur Konflik dalam dokumenter tidak harus dipahami sebagaimana konflik ciptaan film fiksi. Konflik dalam film dokumenter sudah tersedia tinggal bagaimana menggarap atau mengarahkan konflik yang sudah tersedia, dan mengarahkan konflik tersebut menjadi menarik dengan melihat aspek dramatiknya 16. Ada tiga cara umum struktur penuturan yakni secara kronolgis, secara tematis, dan secara dialektik. 17 -
Secara kronologis Peristiwa dituturkan secara berurutan dari awal hingga akhir. Pada struktur ini yang namanya waktu menentukan konstruksi
atau konstruksi alur
kisah bergantung pada waktu. Misalnya jika menggunakan gaya bertutur 16 17
Ibid, hal 81 Ibid, hal 83
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
“buku harian”, dilakukan teknik kilas balik, maka susunan adegan akan mengikuti perjalanan waktu. Disini struktur kronologis mau tak mau akan terputus, tetapi susunan adegan akan tetap terjaga karena diatur oleh waktu. Struktur ini biasa dipakai dalam film dokumenter sejarah. -
Secara tematis Cerita dipecah kedalam beberapa kelompok tema, yang menempatkan sebab dan akibat digabungkan dalam tiap sekuens. Dalam satu adegan penulis bisa membangun serta menggabungkan sebab dan akibatnya. Hasil gabungan sebab dan akibat dari suatu fakta, yang terdiri dari beberapa adegan itu, lalu disusun kedalam satu sekuens. Struktur ini biasa dipakai bila fokus cerita adalah sebuah objek lokasi, yang merupakan tempat sejumlah subjek (orang) melakukan aktivitas hidupnya.
-
Secara dialektik Struktur ini lebih memiliki kekuatan dramatik dibanding dua lainnya, karena struktur dialektik menyuguhkan suatu tanda tanya atau masalah yang langsung diberi jawabnya. Apabila ada aksi, langsung diikuti reaksi. Dalam struktur dialektik terdapat variasi menarik dari cara bertutur yang kontras. Dalam sebuah peristiwa yang terjadi pada waktu bersamaan, sutradara dapat menempatkannya ke dalam sebuah kontradiksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/