BAB II BURUH KONVEKSI DAN PENDIDIKAN FORMAL A. Buruh Konveksi 1. Pengertian Kaum Buruh A. Ridwan Halim menjelaskan istilah buruh sebagai berikut. Buruh atau istilah latinnya Labor terdefinisi dalam kedudukan bahasa latin dengan makna kerja keras, bekerja berat, bersusah payah, dan membanting tulang.
Labor
diterjemahkan
sebagai
kata
yang
mengandung arti penderitaan, perusakan, menyusahkan, menghadapi kesulitan, kelelahan, dan sakit berat. Bersamaan turunan kata, labor dikaitkan dengan hasil pekerjaan perladangan dan perkebunan. Secara umum, labor identik kaum buruh, pekerja, dan karyawan swasta yang membentuk kesatuan dan kesamaan pandangan, keyakinan politik, argumentasi orang tertindas dan himpunan orang-orang mengalami kekerasan struktural oleh Negara maupun perusahaan.1 Buruh identik sebagai kaum terbuang, terisolasi, dan termarginalkan. Perasaan dan pikiran eksploitatif ini terbentuk sejak lama sehingga melahirkan kebangkitan dan perlawanan. Terminologi buruh terhadap majikan adalah orang yang bekerja mendapatkan gaji atau upah kerja. Menurut undang-undang kerja, buruh ialah seseorang yang menjalankan pekerjaan untuk majikan dalam hubungan kerja dengan menerima upah. 2
1
A. Ridwan Halim, Hukum Perburuan Dalam Tanyajawab (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), hlm.11-12. 2 Ibid., hlm.11-12.
22
23
Buruh, pekerja, worker, laborer, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan.3 Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja.
hal
ini
terutama
merujuk
pada
Undang-undang
Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia. Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar: Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja.4
3
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 28. file:///F:/BuruhWikipediabahasaIndonesia, ensiklopediabebas.html, Diakses tanggal 10 Januari 2015. 4
24
Buruh, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapatkan upah.5 Dalam Undang-Undang pasal 6 ayat 1 nomor 33 tahun 1947 menjelaskan bahwa buruh ialah setiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan member tunjangan dengan mendapat upah. Sedangkan pasal 1 ayat 1 huruf (a) Undang Undang nomor 22 tahun 1957 menjelaskan bahwa buruh adalah barang siapa bekerja pada majikan dengan menerima upah.6 Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa buruh adalah orang yang bekerja pada atau untuk majikan atau perusahaan dengan imbalan kerjanya dibayar oleh majikan atau perusahaan dan secara resmi atau terang-terangan dan kontinyu mengadakan hubungan kerja dengan majikan atau perusahaan, baik untuk waktu tertentu atau untuk jangka waktu yang tidak tertentu lamanya. 2. Sejarah Konveksi Bisnis konveksi adalah salah satu jenis bisnis yang cukup populer di Indonesia. Tersebar hampir di setiap daerah. Kepopuleran bisniskonveksi utamanya adalah disebabkan karena dua hal. Pertama, karena produk yang dihasilkan oleh industrikonveksi, yaitu pakaian merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, maka market untuk bisnis konveksi akan selalu ada. Pangsa pasar yang jelas, membuat
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), hlm. 180. 6 Abdul Rachmad Budiono, Hukum Perburuhan Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), cet ke- 3, hlm. 2.
25
tidak sedikit orang yang berusaha memaksimalkan potensi dari bisnis konveksi.7 Yang kedua, bisnis konveksi menjadi populer karena entry barrier untuk bisa memulai bisnis ini tidak terlalu besar. Seseorang bisa memulai sebuah bisnis konveksi dengan hanya bermodalkan dua atau tiga buah mesin jahit. Dan mesin jahit, adalah salah satu mesin produksi termurah. Tidak seperti mesin-mesin produksi di industri lainnya yang harganya bisa mencapai ratusan juta atau bahkan milyaran rupiah, seseorang bisa membeli mesin jahit hanya dengan harga ratusan ribu rupiah saja. Seseorang bisa memulai berbisnis konveksidari garasi rumahnya yang luasnya hanya beberapa meter persegi saja, tidak perlu membuat pabrik yang luasnya ratusan atau ribuan meter persegi. Karena entry barrier yang tidak terlalu besar inilah tidak sedikit orang yang berani mencoba berbisnis konveksi. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang bisnis konveksi, mari kita mengidentifikasi dan mendefinisikan terlebih dahulu tentang bagaimana dan apa sebetulnya bisnis konveksi itu. Kalau anda membaca literatur-literatur bisnis, maka anda tidak akan menemukan sebuah bisnis bernama “bisnis konveksi”. Secara teori, tidak ada yang namanya bisnis konveksi. Tapi di Indonesia, “bisnis konveksi” eksis. Dalam sebuah proses manufaktur garment, terdapat suatu proses di mana kain (barang setengah jadi) diubah menjadi pakaian 7
Adlien Fadlia, Taruna Kusmayadi, Menjadi Desainer Mode (Jakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012), hlm. 2.
26
siap pakai. Proses mengubah material setengah jadi menjadi pakaian terdiri dari 3 bagian besar, yaitu proses memotong (cutting) sesuai dengan pola pakaian, proses menjahit (making), dan proses merapikan (trimming)– memasang kancing, memberikan bordir, dsb. Dalam industri konveksi, proses inilah yang dikerjakan. Populernya, orang menyingkatnya menjadi CMT alias Cut, Make, and Trim. Lalu apa yang membedakan bisnis “konveksi” dan bisnis “garment”? apakah dari skala produksinya?
luas
wilayah produksinya?
orientasi
penjualannya? atau alasan lainnya?.8 Dilihat dari proses produksi, ada sedikit perbedaan antara bisnis “garment” dengan bisnis “konveksi”. Di pabrik garment, proses produksi dilakukan berdasarkan jenis proses. Misalnya, ketika sedang proses menjahit (membuat) kerah baju, maka satu pabrik (seluruh pekerja) akan membuat kerah. Kemudian, ketika proses memasuki tahapan menyambung lengan dengan body baju, maka seluruh pekerja akan menjalankan proses tersebut. Demikian seterusnya.9 Sedangkan di pabrik konveksi, proses produksi dilakukan secara keseluruhan oleh tiap-tiap operator jahit. Satu orang operator akan menjahit satu baju mulai dari menjahit kerah, lengan, dan seterusnya sampai menjadi satu pakaian utuh. Baru setelah menjadi satu pakaian utuh, mereka menjahit potongan kain berikutnya menjadi satu pakaian utuh lainnya. 8
Ibid. , hlm. 2. Ibid. , hlm. 3.
9
27
Paparan di atas menjelaskan, bagaimana proses produksi dalam bisnis konveksi dilakukan. Selanjutnya, kita akan membahas tentang terminologi bisniskonveksi itu sendiri. Sebetulnya, “konveksi” merupakan cara bagi pabrik-pabrik garment untuk menyelesaikan pesanan yang diterimanya, jika pesanan tersebut tidak mungkin dikerjakan atau secara ekonomis sudah tidak efisien lagi untuk dikerjakan. Pesanan tidak mungkin dikerjakan, misalnya karena pabrik garment tersebut sudah sedang running sebuah proses produksi, dan tidak mungkin dihentikan hanya untuk mengerjakan satu pesanan yang berbeda. Sedangkan yang dimaksud tidak ekonomis, misalnya, karena margin keuntungan yang bisa diperoleh terlalu kecil, sedangkan pabrik garment tersebut sudah terlanjur menandatangani kontrak produksi dengan si pemesan. Margin keuntungan mengecil bisa disebabkan karena keputusan pemerintah untuk menaikkan harga energi atau upah minimum pekerja. Pesanan-pesanan seperti ini, kemudian disubkontrakkan atau “dikonveksikan”
kepada
pemanufaktur-pemanufaktur
kecil.
Pemanufaktur-pemanufaktur kecil ini kemudian dibina oleh pabrik garment. Pabrik garment memberikan pembinaan mulai dari cara memotong yang benar, melakukan proses QC sesuai dengan standard mereka, dst. Pemanufaktur-pemanufaktur kecil inilah yang kemudian
28
disebut sebagai “konveksi”. Dari sinilah awal mula lahirnya “bisnis konveksi” di Indonesia.10 3. Pengertian Konveksi Konveksi adalah sebuah usaha membuat pakaian dalam jumlah banyak dan siap dijual dalam bentuk jadi. Usaha konveksi atau industri konveksi memproduksi dari pakaian jadi yang masih mentah kemudian diproses menjadi suatu barang jadi berupa pakaian. Hal ini membutuhkan proses. Proses yan dilakukan dari pengkonsepan barang yang akan dibuat atau yang biasa disebut dengan pembuatan sketsa atau pola dengan menggunakan kertas karton, dan ditempel pada kain lembaran. Diteruskan dengan pengkonsepan pola pada kain lembaran tadi kemudian kain tersebut dipotong, hasil pemotongan pola kemudian dilanjutkan dengan pengobrasan serta dilanjutkan ketahap penjahitan.Setelah selesai tahap ini dilanjutkan dengan finishing berupa pelicinan, pemberian aksesoris, dan pengemasan dalam plastik.11 4. Pengertian Buruh Konveksi Buruh konveksi adalah orang yang bekerja di dalam sebuah industry atau usaha konveksi yang mendapatkan upah meurut yang telah disepakati.Mereka mengerjakan banyak hal, yang dimulai dari pembuatan sketsa atau pola dengan menggunakan kertas karton, dan
10
http://www.andalasclothing.com/11-artikel-konveksi/awal-mula-bisnis-konveksi-diindonesia-2, diakses tanggal 1 januari 2015. 11 Adam Jarusalem, Manajemen Usaha Busana (Yogyakarta: UNY PRESS, 2011),hlm. 18.
29
ditempel pada kain lembaran.Diteruskan dengan pengkonsepan pola pada kain lembaran tadi kemudian kain tersebut dipotong, hasil pemotongan pola kemudian dilanjutkan dengan pengobrasan serta dilanjutkan ketahap penjahitan.Setelah selesai tahap ini dilanjutkan dengan finishing berupa pelicinan, pemberian aksesoris, dan pengemasan dalam plastik.12 B. Pendidikan Formal 1. Pengertian Pendidikan Formal Pada umumnya pendidikan selalu bertumpu pada suatu wawasan kesejaraan yakni pengalaman-pengalaman masa lampau, kenyataan dan kebutuhan mendedak masa kini, dan aspirasi serta harapan masa depan. Orientasi tersebut menunjukkan bahwa melalui pendidikan setiap masyarakat akan mewariskan nilai-nilai dan budaya luhurnya kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses dari serangkaian kegiatan belajar mengajar (KBM) yang konsisten dan berkesinambungan menuju kearah tujuannya yang telah ditetapkan. Proses merupakan rangkaianrangkaian perubahan yang berlangsung secara bertahap menuju kearah titik optimal dari proses tersebut.13
12
BayuSutrisna, Pengertian Konveksi, http://bayuzu.blogspot.com/2012/04/pengertian buruh.html.(5 April 2012) Diakses, 29 November 2014. 13 M. Arifin dan Aminudin Rosyad, Dasar-dasar Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 141.
30
Ada beberapa pendapat tentang definisi pendidikan yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan yang dikutip oleh dr. Kartini Kartono, yaitu: a. Menurut M.J. Langeveld “Pendidikan merupakan upaya manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.” b. Menurut Stella Van Petten Handerson “Pendidikan merupakan kombinasi dari perubahan dan perkembangan insane dengan warisan sosial.” c. John Dewey “Pendidikan
adalah
segala
sesuatu
bersamaan
dengan
pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak hanyatujuan akhir dibalik dirinya.”14 Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan gejala insane yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. 2. Jenis-jenis Pendidikan Pendidikan nasional, sebagai salah satu sistem dari supra sistem pembangunan nasional, memiliki tiga sub sistem pendidikan 14
Kartini Kartono, Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: PT. Pradaya Pratama, 1997),
hlm. 12.
31
yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal.Sub sistem pendidikan formal disebut pula pendidikan sekolah sedangkan sub sistem pendidikan non formal dan informal berada dalam cakupan pendidikan luar sekolah. a. Pendidikan Formal Adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan setaraf dengannya, termasuk ke dalamnya kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.15 b. Pendidikan Informal Adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang mempunyai nilai, sikap, ketrampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnyaadalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media massa.16 c. Pendidikan Non Formal Adalah setiap terorganisasi dan sistematis, di luar system persekolahan
yang
mapan,dilakukan
secara
mandiri
atau
merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas yang 15
Sudjana, Pendidikan Non Formal (Bandung: Falah Production, 2004), hlm. 22. Ibid, hlm. 23.
16
32
sengaja dilakukan untuk melayani peerta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.17 Dari ketiga jenis penjelasan diatas dapat diketahui mengenai tingkat pendidikan yang termasuk dalam pendidikan formal.Perlu diketahui bahwa tingkat pendidikan seseorang adalah batas waktu pendidikan yang pernah ditempuh seseorang sampai tahap akhir.18Pengertian tingkat penddidikan juga dapat diartikan sebagai tinggi rendahnya martabat, pangkat, derajat, taraf kelas penddikn yng pernah ditempuh seseorang dengan batasan operasional: SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan sederajad. Berbicara tentang tingkat pendidikan, sepintas dapat dipahami bahwa yang dimaksud adanya lembaga pendidikan dengan system tingkatan mulai dari tingkat rendah sampai di tingkat yang tinggi.Yang dimaksud lembaga pendidikan disini adalah pendidikan disekolah yang dilaksanakan secara teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat.19 3. Fungsi Pendidikan Manusia memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun linkungan social manusia secara efisien dan efektif itlah yang disebut
17
Ibid, hlm. 23. Pustaka Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 3, cet. 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hlm. 197. 19 ST. Vabrianto, Pendidikan Sosial (Yogyakarta: Paramita, 1984), hlm. 114. 18
33
dengan pendidikan. Dan latar tempat berlangsungnya pendidikan itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama penidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Seperti diketahui lingkungan pendidikan pertma dan utama adalah keluarga. Makin bertambah usia seseorang, peranan lingkungan meskipun pengaruh ingkungan keluarga masih tetap berlanjut. Sebagian besar masyarakat modern memandang lembaga-lembaga pendidikan sebagai peranan kuncci dalam mencapai tujuan social. Pemerintah bersama orang tua telah menyediakan anggaranpendidikan yang diperlukan secara besar-besaran untuk kemajuan social dan pembangunan bangsa, untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional yang berupa nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti rasa hormat kepada orangtua, kepada pemimpin kewajiba untuk memenuhi hukum-hukum dan norma-norma yang berlaku, jiwa patrioisme dan sebagainya.20 Pendidikan juga diharapkan untuk memupuk rasa takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kemajuan-kemajuan dan pembangunan politik, ekonomi, social, dan pertahanan keamanan. Pendek kata wawasan
pendidikan dapat diharapkan untuk mengembangkan
anak terhadap ideologi,
politik, social,budaya, dan
pertahanan keamanan secara tepat dan benar, sehingga membawa
20
Ibid. , 115.
34
kemajuan pada individu masyarakat dan Negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Berbicara tentang fungsi pendidikan dalam masyarakat ada bermacam-macam pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut. a. Wuradji menyatakan bahwa: “Pendidikan sebagai lembaga konservatif mempunyai fungsifungsi sebagai berikut: 1) fungsi social, 2) fungsi kontrol social, 3) fungsi pelestarian budaya masyarakat, 4) fungsi latihan dan pengembangan tenaga kerja, 5) fungsi seleksi dan alokasi, 6) fungsi pendidikan dan alokasi social, 7) fungsi reproduksi budaya, 8) fungsi difusi cultural, 9) fungsi peningkatan social, 10) fungsi modifikasi sosial.” b. Jeane H. Ballatine menyatakan bahwa: “Fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: 1) fungsi sosialisasi, 2) fungsi seleksi, latihan, dan alakosi waktu, 3) fungsi inovasi dan perubahan social, 4) fungsi pengembangan pribadi dan sosial.” c. Meta Spenser dan Alec Inkeles menyatakan bahwa: “Fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut: 1) memindahkan nilai-nilai budaya, 2) nili-nilai pengajaran, 3) peningkatan mobilitas social, 4) fungsi stratifikasi, 5) latihan jabatan, 6) mengembangkan dan menetapkan hubunganhubungan social, 7) membentuk semangat kebangsaan, 8) pengasuh bayi.”21 Dari tiga pendapat tersebut diatas, tidk ada perbedaan tetapi saling melengkapi antara pendapat yang satu dengan yang lain. 1) Fungsi Sosialisasi
21
hlm. 41.
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Pekalongan: STAIN Press, 2011), cet III,
35
Di
dalam
masyarakat
pra
industry,
generasi
baru
belajarmengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. Pada masyarakat pra industry tersebut anak belajar dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas orang-orang yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orangorang yang telah dewasa. Untuk keperluan tersebut anak-anak belajar menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang berlaku, mengikuti pandangannya, dan memperoleh keterampilanketerampilan tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat dimana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih
tua.Hal
itu
merupakan
bagian
dari
perjuangan
hidupnya.Segala sesuatu yang dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari.Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku di dalam masyarakat, dimana anak menjadi aggotanya, adalah bersifat stabil, tidak berubah dari waktu ke waktu, dan statis.22
22
Ibid. ,41.
36
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan individu yang lain.Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah mengalami perubahan-perubahan social. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya dan satu generasi berikutnya selalu menjumpai permasalahan-permasalahan, di dalam suatu masyarakat sekolah telah melembaga sedemikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi upaya menciptakan atau melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural reproduction). Dengan berdasarkan proses reproduksi budaya tersebut, upaya mendidik anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga social dan tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas dari sekolah.Termasuk di dalam lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan, dan lembaga-lembaga ekonomi.Di dalam permulaah pengembangan pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan kritik dan evaluasi secara rasional. Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa
yang dicita-citakan
oleh
lembaga-lembaga
sosialnya. Anak-anak didorong, dibimbing, dan diarahkan untuk mengikuti pola-pola perilaku orang-orang dewasa melaui
37
cara-cara ritual tertentu, melalui drama, tarian, nyanyian, dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan wujud nyata dari budaya masyarakat yang berlaku.Melalui cara-cara seperti itu anak-anak dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, hormat dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga
agama
mengajarkan
bagaimana
penganutnya berbakti kepada Tuhannya berdasarkan tata cara tertentu. Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila telah menjadi warga Negara penuh, memenuhi
kewajiban-kewajiban
Negara,
memiliki
jiwa
patriotic, dan memiliki kesadaran berwarna Negara.Semua ajaran
dan
pembiasaan
tersebut
pada
permulaannya
berlangsung melalui proses emosional, bukan kognitif.23 Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anakanak belajar untuk menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional dimana institusi tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses dimana anak-anak belajar mengikuti pola-pola dan nilainilai budaya yang berlaku tersebut dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus berjalan dengan wajar dan mulus. Oleh karena itu semua mengetahui betapa
23
Ibid. , 42.
38
pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang sebagai model yang dianggap dapat mengemban amanat orang tua agar anak-anak memahami dan kemudian mengadopsi nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan ini menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum yang menyimpan tentang nilai-nilai kebijakan.Dengan anggapan tersebut, masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya, atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan pandangan masyarakatnya.Untuk memberikan pendidikan mengenai kedisiplinan, rasa hormat dan rasa patuh kepada pemimpin, kemauan kerja keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati, nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan, aturan-aturan hokum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya lembaga utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan. Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upayaupaya mengalihkan nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang menjadi way of life masyarakat
39
dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum pendidikan beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses transmisi nilai-nilai tersebut berjalan lancer dan mulus.Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai terdapat beragam budaya antara masyarakat yang satu dengan yang lain, dan Negara yang satu dengan yang lain. 2) Fungsi Kontrol Sosial Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai
lembaga
pelayanan
sekolah
untuk
melakukan
mekanisme kontrol sosial.Untuk menahan atau mengurangi sifat-sifat egoism pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan bagian masyarakat yang integral dimana anak-anak harus memiliki kesadaran dan tanggungjawab sosial.Melalui pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Selanjutnya individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut untuk member dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial yang berlaku. Sekolah
sebagai
lembaga
yang
berfungsi
untuk
mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta
kontrol
sosial
mempergunakan
program-program
40
asimilasi dan nilai-nilai subgroup beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan bagi sebagian masyarakat. Dalam pandangan islam tidak semua nilai yang telah melembaga dalam tatanan kehidupan masyarakat dapat diterima atau ditolak. Sikap islamdalam menghadapi tatanan nilai yang ada dalam masyarakat dengan menggunakan lima macam klasifikasi, yaitu: a) Memelihara unsure-unsur nilai dan norma yang sudah mapan atau positif. b) Menghilangkan unsure-unsur nilai dan norma yang sudah mapan tetapi negative. c) Menumbuhkan unsure-unsur nilai dan norma yang belum ada dianggap positif. d) Bersikap menerima, memelihara, memilih, mencerna, menggabung-gabungkan menyampaikan pada
dalam
satu
system
dan
orang lain terhadap nilai-nilai
umumnya. e) Menyelenggarakan penyucian nilai atau norma agar sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai dan norma-norma itu sendiri. Dengan begitu, diharapkan akan terwujud hubungan yang ideal antara nilai agama islam dengan nilai yang ada dalam
41
suatu kelompok masyarakat yang dijiwai dengan nilai-nilai illahi.24 Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima seluruh etnik.Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut oleh para siswa.Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan Negara Indonesia kepada anak-anak di sekolah. 3) Fungsi Pelestarian Budaya Masyarakat Sekolah
disamping
mempunyai
tugas
untuk
mempersatukan budaya-budaya etnik yang beraneka ragam juga harus melestarikan nilai-nilai budaya daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti, dan suatu mendayagunakan sember daya lokal bagi kepentingan sekolah dan sebagainya. Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional masyarakat dari suatu masyarakat pada daerah tertentu umpama sekolah di Jawa
24
Ibid. , 42.
42
Tengah, dipergunakan untuk mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat mempertahankan nilai-nilai budaya sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai
budaya
Minangkabau,
dan
sebagainya. Dan kedua sekolah mempunyai tugas untuk mempertahankan
nilai-nilai
budaya
bangsa
dengan
mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan nasional.25 Untuk memenuhi tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu. Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai bangsa dan tanah airnya. Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan tenaga kerja mempunyai dua hal.Pertama sekolah digunakan untuk menyiapkan tenaga kerja professional dalam bidang spesialisasi tertentu.Untuk memenuhi berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya.Kedua dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki
25
Ibid. , 43.
43
tanggungjawab
terhadap
karier
dan
pekerjaan
yang
dipangkunya. Sekolah mengajarkan bagaimana menjadi seorang yang akan memangku jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggungjawab akan tugas sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam tugasnya. Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan, dan pendidikan.Fungsi pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang ditekuninya.Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan bidangnya.Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi sosial.26 4) Fungsi Pendidikan dan Perubahan Sosial Pendidikan
mempunyai
fungsi
untuk
mengadakan
perubahan sosial mempunyai fungsi: 1) melakukan reproduksi budaya, 2) difusi budaya, 3) mengembangkan analisis cultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional, 4) melakukan
26
Ibid., hlm. 43.
44
perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi social tradisional, dan 5) melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar
terhadap
institusi-institusi
tradisional
yang
ketinggalan. Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah sebagai pusat penelitian dan pengembangan.Fungsi semacam ini merupakan fungsi pada perguruan tinggi.Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah, fungsi ini tidak setinggi pada tingkat tiggi. Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan telah mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaankebiasaan baru, seperti orientasi ekonomi, kemandirian, mekanisme kompetisi sehat, serta kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, dimana nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi social suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan system nilai dan perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada nasib, ketiadaan keberanian menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah-sekolah sejak proses modernisasi dari perubahan social. Dengan menggunakan cara berfikir ilmiah, cara-cara analisis dan pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan evaluasi yang kritis orang akan cenderung
45
berfikir objektif dan lebih berhasil dalam menguasai alam sekitarnya.27 Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil
nilai-nilai
budaya
baru
juga
difusi
budaya.Kebijaksanaan-kebijaksanaan social yang kemudian diambil tetntu berdasarkan pada hasil budaya-budaya.Sekolahsekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuanpenemuan
dan
informasi-informasi
baru
tetapi
juga
menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai, dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahankemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan social yang berkelanjutan. Fungsi pendidikan dalam perubahan social dalam rangka meningkatkan kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berfikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan daya kreasi dan kemampuan berfikir kritis, sikap tidak mudah menyerahpada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan.Caracara berfikir dan sifat-sifat tersebut akan melapaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama
27
Ibid. ,hlm. 44.
46
Negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat sensitive.Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama di daerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran baru lainnya. Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan
modifikasi
(perubahan)
hierarki
social
ekonomi.Oleh karena itupengembangan berpikir kritis bukan saja efektif dalam pengembangan pribadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan kearah persamaan hak-hak baik politik, social maupun ekonomi. Bila dalam masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan social didominasi oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan social ekonomi dan politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, social , dan politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya strata social dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara
47
objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertical yang kompetitif.28 5) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat Di muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan,
yaitu
pendidikan
formal,
informal,
dan
nonformal.Pendidikan formal disebut jugasekolah.Oleh karena itu
sekolah
bukan
satu-satunya
lembaga
yang
menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada lembagalembaga lain yang juga menyelenggarakan pendidikan.Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu sebagai partner masyarakat, dan sebagai penghasil tenaga kerja.Sekolah sebagai partner masyarakat akandipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Adapun gejala-gejala yang menunjukkan adanya krisis pendidikan formal ialah: 1. Ketidakcocokan antara kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan nyata peserta didik. 2. Ketidaksesuaian antara pendidikan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. 3. Ketidak seimbangan yang terus menerus antara pendidikan dengan dunia kerja.
28
Ibid., hlm. 45.
48
4. Ketidak mampuan lembaga pendidikan formal untuk member kesempatan pemerataan pendidikan bagi semua kelompok di masyarakat. 5. Meningkatnya biaya penyelenggaraan pendidikan formal yang tidak diimbangi oleh kemampuan Negara, terutama Negara sedang berkembang untuk membiayainya. Dengan demikian, pendidikan formal menderita kelemahan dalam mengimbangi kecepatan perubahan yang terjadi di luar pendidikan.29 Fungsi
sekolah
sebagai
partner
masyarakat
akan
dipengaruhi oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan
sumber-sumber
belajar
di
masyarakat.
Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat seperti dadanya orang-orang sumber, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah, dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan. Sebagai
produser
kebutuhan
pendidikan
masyarakat
sekolah dan masyarakat memiliki hubungan rasional diantara keduanya.
Pertama,
adanya
kesesuaian
antara
fungsi
pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apayang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketapatan sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan
29
Sudjana, Pendidikan Formal (Bandung: Falah Production, 2004), hlm. 81.
49
ditentukan pula oleh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan objektif diantara keduanya. Ikatan objektif ini dapat berupa perhatian, penghargaan, dan tunjangan tertentu seperti dana, fasilitas, dan jaminan objektif lainnya yang memberikan makna penting eksistensi dan produk sekolahan.30
30
Ibid. ,hlm. 82.