BAB II BEBERAPA KONSEP TENTANG MORAL
A. Pengertian Moral Secara etimologi kata moral berasal dari kata latin mos yang berarti kebiasaan, sedangkan dalam bentuk jamaknya mors yang berarti adat atau cara hidup, moral dan moralitas dipakai untuk pengkajian sistem nilai.1 Istilah lainnya dengan arti yang sama adalah etika, yang berasal dari bahasa Yunani mos yang berarti kebiasaan, kelakukan, kesusilaan, dalam bahasa Indonesia moral diartikan sebagai budi pekerti, akhlak, perbuatan baik, buruk, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan asas akhlak (moral).2 Pokok persoalan yang dikaji oleh etika atau moral ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja, dunia mengetahui waktu melakukan apa yang ia perbuat, inilah yang dapat diberi hukum baik dan buruk, demikian juga segala perbuatan yang timbul tiada dengan kehendak, tetapi dapat diikhtiarkan sewaktu sadar.3 Etika dan moral mempunyai distingsi yang membedakan antara keduanya, etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan, ajaran moral, memberikan pertanyaan bagaimana saya hidup, apa yang boleh, apa yang tidak boleh dan apa yang wajib kita perbuat ? jadi ajaran moral yang mengajak norma-norma hidup yang harus diarahkan, di isi ajaran moral membuat pandangan tentang nilai-nilai dan norma-norma moral yang terdapat diantara sekelompok manusia.4 Dengan kata lain moral lebih bersifat mengatakan ukuran yang baik tentang tindakan manusia dalam satuan sosial tertentu.
1
Ahmad Charis Zubair, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta, 1987, Cet II, hlm 13
2
W.J.S Poerwodarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, t.th.,
3
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1933, Cet III, hlm 5
4
Franz Magnis Seseno, Etika Sosial, Gramedia Jakarta, 1993, hlm. 2
hlm. 645
11
12 Sedangkan etika menjawab pertanyaan bagaimana pertanyaan moral tersebut di atas dapat dijawab, etika sebagai sesuatu ilmu, merupakan salah satu cabang dari filsafat yang berisi ajaran dan sebagai cabang dari filsafat ia mencari keterangan (benar yang sedalam dalamnya). Dan etika mencari ukuran baik dan buruknya tingkah laku manusia. Dengan kata lain etika lebih bersifat
teori
yakni
menyelidiki,
memikirkan
dan
memperhatikan
pertimbangan tentang yang baik dan yang buruk.5 Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa etika lazim disebut dengan filsafat moral, etika atau filsafat moral ialah merupakan pemikiran rasional, kritis, mendasar dan sistematis tentang ajaran moral. Secara terminologi moral dapat diartikan sebagai suatu disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan apa yang buruk atau dengan apa yang benar dan apa yang salah. Moral atau yang sering disebut sebagai filsafat moral adalah suatu studi atau disiplin yang memperhatikan pertimbangan pertimbangan mengenai kebaikan atau keburukan, aturan tujuan-tujuan tujuan objek dan keadaan.6 Dalam ensiklopedi Indonesia yang dimaksud dengan moral ialah keseluruhan kaidah kesusilaan merupakan asas dan kaidah kesusilaan yang dipelajari secara sistematik di dalam etika, filsafat moral dan teologi moral. 7 Moral mempunyai hubungan dengan norma-norma perilaku yang baik dan buruk serta keyakinan-keyakinan yang benar yang sesuai dengan kaidahkaidah sosial.Dalam hal ini akan diperoleh norma-norma moral yang mempunyai kedalaman pengalaman yang selaras,dalam hal ini norma-norma moral mengukur tindakan sesseorang sesuai dengan kebaikannya sebagai manusia. Melihat dari pernyataan diatas moral adalah suatu tata cara yang membuat aturan-aturan baik dan buruk dalam kehidupan manusia, jadi filsafat 5
Sidi Ghazalba, Sistematika Filsafat IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 483
6
Degabert D Runes, Dictionary Of Philosophy, Kutipan Moerkijo, Asas-Asas Etika, Bandar Maju, Bandung, 1995, Cet 1 hlm. 44 7
Van Moevan, Ensiklopedi Indonesia II, Ichtiar Baru, Jakarta, t.th., hlm. 2288
13 moral dapat dikatakan sebagai suatu studi mengenai sifat-sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, benar salah.
B. Konsep Moral menurut Pemikiran Barat Para filsuf-filsuf barat telah banyak menyumbangkan pemikiranpemikirannya dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang moral. Adapun pemikiran-pemikiran filsuf barat tentang moral dibagi dalam tiga periode (masa), yakni periode klasik, periode pertengahan, periode modern. 1. Periode Klasik Pada masa klasik tidak dapt terlepas dari para pemikir-pemikir Yunani yang mengkonsep pemikirannya terutama dibidang moral yang masih dalam tahapan yang sangat sederhana. Dalam masa ini, tokoh yang banyak membukukan karya-karyanya secara lengkap adalah Plato. Plato lahir pada tahun 427 SM dari keluarga bangsawan Athena dan merupakan salah seorang dari murid Sokrates.8 Menurut Plato, orang itu baik apabila ia dikuasai oleh akal budi, perilaku buruk apabila ia dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu oleh karena itu apabila ingin mencapai suatu hidup yang baik, yang tenang, bersatu, terasa bernilai, hal pertama yang perlu usahakan adalah membebaskan diri dari kekuasaan irrasional, hawa nafsu dan emosi serta mengarahkan diri menurut akal budi.9 Menurut Plato orang yang mengikuti akal budi adalah orang yang berorientasi kepada realitas yang sebenarnya, akal budi adalah kemampuan untuk melihat dan mengerti, apabila kita dikuasai akal budi, tindakan kita juga berubah dan menjadi terarah. 8
Bernard Delfgauw, Sejarah Ringkas Filsafat Barat, Terj, Soejono Soemargono, Tiara Wacana Yogyakarta, Yogyakarta, 1992, Cet I hlm 19 9
Harun Hadiwiyono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Kanisius, Yogyakarta, 2001, Cet XVII, hlm. 35-37
14 Idea tertinggi adalah idea sang baik, untuk mencari kebenaran menurut Plato adalah cinta, cinta terhadap yang abadi sekaligus akan membahagiakan semakin seseorang berhasil melepaskan diri dari keterikatan pada dunia jasmani indrawi, semakin kita akan abadi.10 Sang baik adalah dasar dari segala-galanya, manusia yang baik pada dasarnya adalah manusia yang seluruhnya terarah kepada sang baik, segala kebaikan yang ditemukan di dunia merupakan cerminan kebaikan yang dasariah itu, hidup manusia akan semakin bernilai bila terarah kepada nilai dasar, yaitu sang baik. Sang baik itu oleh Plato kadang-kadang juga disebut yang Illahi, karena itu manusia menurut Plato akan mencapai puncak kebahagiaan apabila ia terarah kepada yang Ilahi. Filsuf adalah orang yang paling bahagia karena ia sampai pada sang baik, menurut Plato jiwa dan tubuh merupakan dua kenyataan yang harus dipisahkan, jiwa adalah suatu yang kodrat bagian kehendak atau keberanian yang berhubungan dengan kegagahan dan bagian keinginan atau nafsu yang berhubungan dengan pengendalian diri.11 Manusia dapat membebaskan jiwanya, bila
ia telah cukup
mendapat pengetahuan sehingga mampu melihat ke atas, kedunia idea orang yang telah mengisi
hidupnya dengan berusaha mendapatkan
pengetahuan akan dunia idea, setelah meninggal jiwanya akan kembali memperoleh kebahagiaan melihat ideal seperti sebelum terpenjaranya dalam tubuh. Menurut Plato, hidup manusia di dunia ini hanya sementara saja dan mempunyai tujuan yang lebih luhur, yaitu untuk membebaskan jiwanya agar memperoleh kebahagiaan. Tetapi manusia seringkali lebih tertarik pada dunia materi, hanya mereka yang sungguh-sungguh berusaha sekuat tenaganya untuk bisa berhasil naik kedunia ideal.12
10
Ibid, hlm. 39
11
K Berntens, Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Jakarta, 1979, Cet II, hlm. 35
12
Ibid, hlm. 33
15 Plato membedakan empat keutamaan paling utama, yaitu kebijaksanaan, keberanian, sikap tahu diri dan keadilan sebagai keutamaan yang mengembangkan keutamaan dan lain
dan mempersatukannya.13
Orang yang mengusahakan keempat keutamaan ini juga menciptakan kondisi agar rohnya dapat diangkat ke alam rohani , dengan demikian, ia dapat mencapai suatu hidup yang utuh dan bernilai, karena itulah Plato selalu menegaskan bahwa jiwa itulah hakikat manusia sesungguhnya.14 2. Periode Pertengahan Dalam periode ini dianggap sebagai zaman kegelapan zaman tanpa budaya dan tanpa rasionalitas karena pada masa ini merupakan masa kegelapan pada ilmu pengetahuan karena pada masa ini para filsuf tidak berani, mengeluarkan idea – ideanya. Tokoh yang mewakili abad ini adalah Thomas Aquinas (12251274) dilahirkan di Italia dan ia meninggal dunia pada usia 49 tahun ia meninggalkan karya tulisan yang merupakan suatu edisi modern yang mengumpulkan semua karyanya, yang terdiri dari 34 jilid sebagaimana kebanyakan professor muda pada waktu itu, Thomas Aquinas memulai karir teologinya dengan suatu komentar atas buku sentietiae, karangan Petrus Lombardus, tetapi karyanya yang pertama ialah Summa Contra Gentilles (ikhstsar melawan orang orang kafir), yang terdiri dari 3 bagian, tidak dapat disangsikan bahwa karya ini termasuk karangan-karangan terpenting dari seluruh kesusastraan Kristiani.15 Manusia menurutnya adalah satu substansi saja oleh karena itu jiwa manusia tidak merupakan suatu substansi lengkap sebagaimana yang dipikirkan oleh Plato, jiwa adalah bentuk yang menjiwai materi, yaitu badan, tetapi jiwa menjalankan aktifitasnya yang melebihi aktifitas badan, 13
Frans Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani, Sampai Abad Ke 19, Kanisius Yogyakarta, 2000, hlm. 23 14
C.A. Van Peursen, Menjadi Filsuf Suatu Pendorong Kearah Berfilsafat Sendiri, Qalam, Yogyakarta, 2003, hlm. 196 15
Frans Magnis Suseno, Op.Cit., hlm. 23
16 maka setelah manusia mati jiwanya akan hidup terus dengan demikian Thomas Aquinas mempertahankan kebakaan jiwa dan ia mengakui bahwa jiwa sesudah kematian akan hidup terus sebagai bentuk,hal itu cocok dengan ajaran Kristian mengenai kebangkitan badan, walaupun seorang filsuf atas dasar insani belaka tidak mampu membenarkan agama tersebut. Menurut Thomas Aquinas, kebenaran teologis yang diterima oleh kepercayaan melalui wahyu tidak dapat ditentang oleh suatu kebenaran filsafat yang dicapai dengan akal manusia, karena kedua kebenaran tersebut mempunyai sumber yang sama pada Tuhan, filsuf bebas menyelidiki dengan metode yang rasional, asalkan kesimpulannya tidak bertentangan dengan kebenaran yang tetap dari teologi. Etika hukum kodrat dapat mengizinkan sebuah pluralisme moralitas yang mutlak tidak berubah hanyalah prinsip dasar bonum Esast Fuciendum Et Prosepuendum, Et Malum Vitandum (yang baik harus dilakukan dan diusahakan dan yang buruk harus dihindari) yang baik adalah apa yang ditujui oleh semua, maka yang baik adalah apa yang mengarahkan makhluk apapun pada tujuannya.16 Tujuan itu ditentukan oleh kodrat, terutama kodrat manusia tetapi kodrati itu bukan sesuatu yang kaku maka kebanyakan hukum moral berlaku Ut In Pluribus, (hanya dalam kebanyakan kasus), jadi bukan selalu dan dimana-dimana kodrat itu dimodifikasi oleh kekhasan situasi dan kondisi. Etika Thomas Aquinas sangat berpengaruh dalam filsafat Kristiani terutama yang Katolik. Thomas Aquinas memahami moralitas sebagai ketaatan terhadap hukum kodrat, hukum kodrat dimaksudkan sebagai keterarahan kodrat manusia, bersama dengan kodrat alam semesta pada perwujudan hakekatnya. Hidup menurut hukum kodrat berarti hidup sedemikian rupa sehinga kita mencapai tujuan kita dan menjadi bahagia. Tetapi karena kodrat semua mahluk diciptakan oleh kebijaksanaan Allah, artinya hukum kodrat dalam pengertian Thomas Aquinas adalah 16
The Liang Gie, Suatu Konsepsi Kearah Yogyakarta, 1997, hlm. 7
Penerbitan Bidang Filsafat, Rencana
17 partisipasi dalam hukum yang abadi, maka apabila manusia taat kepada hukum kodrat ia sekaligus mencapai kesempurnaanya, menjadi bahagia dan memenuhi kehendak Allah.17 3. Periode Modern Seorang filsuf Jerman yang mempunyai kedudukan tersendiri oleh sejarah filsafat abad 19 Friedrich Nietzsche yang lahir di Rocken di Saksonia, Jerman, pada tahun 1844-1900 ayahnya adalah seorang pendeta Luthrearan, ia dibesarkan di lingkungan orang-orang religius sehingga ia dididik secara sangat religius.18 Nietzsche merencanakan membentangkan filsafatnya dalam bentuk sistematis, kehendak terhadap akal budi. Nafsu spontan terhadap
tata tertib, yang dikehendaki Nietzsche adalah Die
Umwehing Alller Wete (kehendak untuk berkuasa, suatu transvaluasi semua nilai). Also Sparch Zarathustra merupakan salah satu karya terbesarnya yang mengungkapkan
filsafat Nietzsche, menurut pendapatnya dalam
tingkah laku manusia satu-satunya yang menentukan adalah daya pendorong hidup atau nafsu. Daya disini tidak boleh dimengerti dalam arti monistis, tetapi harus dimengerti dalam arti
moralistis, tidak hanya satu, tetapi banyak
pendorong hidup itu pengenalan misalnya merupakan alat bagi kehendak untuk berkuasa, dengan pengenalan kita menguasai benda-benda alamiyah. Salah satu ajaran Nietzsche yang terkenal adalah pendirinya tentang del libermanch (manusia atas) atau manusia super, manusia atas adalah manusia yang mengetahui bahwa Tuhan sudah mati, Dan tidak ada sesuatupun yang melebihi mengetahui dunia ini, manusia atas mengakui dunia ini seratus persen, menerima secara konskuen bahwa ia sendiri 17
Franz Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta, 1992,
hlm 46 18
Frans Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika Bunga Rampai Teks – Teks Etika, dari Plato Sampai dengan Nietzhe, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hlm 8
18 merupakan kehendak untuk berkuasa di sini menurut dia manusia atas adalah kaisar romawi yang mempunyai jiwa Kristus. Karena manusia atas adalah yang kuat, berani berbudi luhur, berbudaya, estetik, bebas yang tidak dihadang oleh belas kasih dengan yang lemah, dan yang seperlunya berani bertindak kejam.19 Hidup baginya adalah kehendak untuk berkuasaan segala yang hidup mencari kekuaasan, bahkan hanya mencari keuasaan karena hidup adalah nilai tertinggi, manusia yang betul-betul menjadi diri, manusia yang mencari identitasnya harus mengatasi cita-cita kemanuisaan yang ditentukan oleh moralitas lama dan mewujudkan kehendak untuk berkuasa. Di sini kehendak berkuasa berarti membebaskan diri dari belenggu dan psikis. Seperti ketahutan, kasih sayang, perhatian terhadap orang lemah, dan segala macam aturan yang mengerem nafsu. Nietzsche membedakan dua macam moralitas, yang dalam kenyataan tidak muncul secara murni, melainkan masih bergelut satu sama lain, yaitu moralitas budak dan moralitas tuan, moralitas budak adalah moralitas orang kecil, lemah, moralitas orang yang tidak mampu untuk bangkit dan menentukan hidupnya sendiri, moralitas budak lahir dari sentimen orang lemah terhadap orang kuat dalam merasa iri terhadap mereka
yang
mampu,
yang
kuat
sedangkan
moralitas
Tuhan
membenarkan kekuatan dan kekuasaan untuk mengikuti kepentingannya sendiri. Paham moralitas Nietzsche merupakan contoh jelas relativisme moral yang normatif, dia menolak secara implisit anggapan bahwa normanorma moral berlaku mutlak dan universal, setiap golongan orang yang moralitasnya sendiri, baik itu moralitas tuan maupun moralitas budak.
19
Frans Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani, Sampai Abad Ke 19, Op.Cit., hlm.198
19 C. Konsep Moral Menurut Islam Moral dalam Islam disebut akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat, kata akhlak berasal dari khalaqa atau khuluqan yang berarti tabiat, adat. Secara kebahasaan akhak adalah yang berasal dari bahasa Arab mempunyai kesamaan dengan arti budi pekerti atau kesusilaan dari bahasa Indonesia adapun secara terminologi akhlak ialah :
ﺍﳋﻠﻖ ﻋﺒﺎ ﺭﺓ ﻋﻦ ﻫﻴﺌﺔ ﰲ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺭﺍﺳﺨﺔ ﻋﻦ ﺗﺼﺪﺭ ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺑﺴﻬﻮﻟﺔ ﻭ ﻳﺴﺮ ﻣﻦ ﻏﲑ ﺣﺎﺣﺔ ﺍﱄ ﻓﻜﺮ ﻭﺭﻭﻳﺔ Artinya : Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang sifat itu timbul perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran.20
Secara istilah akhlak adalah sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan yang mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam. Menurut Islam ada beberapa kriteria moral yang benar yang pertama memandang martabat manusia dan yang kedua mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal ini Rasulullah telah menyatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan martabat dan derajat manusia. Manusia harus memiliki dan mengembangkan sifat mulia. Dalam hal ini manusia terlepas dari keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tindakan dan kebiasaannya selalu mengetahui apakah tindakan tindakan atau sifat tertentu akan menjaga martabatnya. 20
hlm 25
Rahmat Jatmika, Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia) , Pustaka Islami , Surabaya, 1985,
20 Kejayaan kemuliaan umat di muka bumi adalah karena akhlak mereka, dan kerusakan yang timbul di muka bumi ini adalah disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri seperti dalam QS. Rum ayat 41 menyatakan
ﺾ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﻌ ﺑ ﻢ ﻬ ﻴﺬِﻳ ﹶﻘﺱ ِﻟ ِ ﺎﺪِﻱ ﺍﻟﻨﺖ ﺃﹶﻳ ﺒﺴ ﺎ ﹶﻛﺤ ِﺮ ِﺑﻤ ﺒﺍﹾﻟﺮ ﻭ ﺒﺩ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ ﺎﺮ ﺍﹾﻟ ﹶﻔﺴ ﻬ ﹶﻇ (41)ﻮ ﹶﻥﺮ ِﺟﻌ ﻳ ﻢﻌﻠﱠﻬ ﻋ ِﻤﻠﹸﻮﺍ ﹶﻟ Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Karena pentingnya kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia ini, maka risalah Rasululah saw itu sendiri adalah keseluruhannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana sabdanya :
ﺍﳕﺎﺑﻌﺜﺖ ﻷﲤﻢ ﻣﻜﺎﺭﻡ ﺍﻻﺧﻼﻑ Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kebaikan manusia dan kemuliaannya yang diberikan Tuhan adalah karena manusia telah diberi hidayah sebagai senjata hidup yang lebih lengkap dari pada yang diberikan kepada makhluk lainnya selain manusia.21 Di dunia Islam banyak filsuf muslim yang menjelaskan tentang moral di antaranya adalah :
21
Muslim Nurdin, ed. all, Moral Dan Kognisi Islam, Alfabeta, Bandung, 1995, hlm. 209
21 1. Al- Ghazali Tokoh filsuf muslim yang amat berpengaruh bagi perkembangan moral atau akhlak dalam Islam adalah Abu Hamid Muhammad Ibn Muahma Bi Muhammad bi Al Husu al Ghazali, lahir pada tahun 450 H / 1058 M. Beliau lahir di desa Ghazali, ti Thus, sebuah kata di Persia dari keluarga yang religius.22 Kitab-kitab yang ditulis olehnya merupakan karya yang sangat banyak dibaca orang dan sekaligus telah membuatnya sangat dominan pengaruhnya dalam pemikiran umat Islam minta itu diantaranya : -
Tahaful Al Falasifh (keruntuhanpara filsuf)
-
Ihya’ulumuddin (menghayali ilmu ilmu agama)
-
Al Munqidz Al Ghazali sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya, dalam buku Ihya’ Ulumuddin, dengan kata lain filsafat etika al ghazali adahah teori tasawufnya, mengenai tujuan pokok dasar etika Al Ghazali kita temui pada semboyan tasawufnya yang terken yaitu اﻟﺘﺨﻠﻖ ﺑﺎﺧﻼق اﷲ ﻋﻞ ﺗﻘﺔ اﻟﺒﺸﺮﻳﺔatau pada semboyannya yang lain yaitu اﻟﺼﻔﺔ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋﻠىﺘﻘﻞ اﻟﺒﺸﺎﺗﻴﺔ. Maksud semboyan di atas adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru-niru percaya dari sifatsifat ketuhanan seperti pengasih, penyayang, pengampun, dan sifat yang disukai Tuhan seperti sabar, jujur, takwa, zuhud, ikhlas dan sebagainya. Ihya’ Ulumuddin terbagi dalam empat bagian
a. Bagian ibadah b. Bagian istiadat c. Bagian yang membinasakan d. Bagian yang menyelematkan Menurut Al Ghozali, kesenangan itu ada dua tingkatan yaitu kepuasan dan kebahagiaan, kepuasan apabila kita mengetahui kebenaran 22
Rahmat Jatmika, Op.Cit., hlm. 17
22 itu. Sedangkan kebahagiaan yang tertinggi, itulah bila mengetahui kebenaran dari segala kebahagiaan itu sendiri menurutnya kebahagiaan kita dapat memahami bahwa kesenangan ukhrawi itu tidak palsu, penuh keberlimpaham roh terhinga, kesempurnaanya tidak pernah berkurang dan kemuliannya tidak terbandingkan sepenjang waktu.23 Para filsuf sufi dan masyarakat pada umumnya menyetujui bahwa kebahagiaan ini ada dua komponen yakni pengetahuan dan perbuatan. Perbuatan dalam hal ini mengekang hawa nafsu jiwa, mengontrol amarah dan menekankan pertumbuhannya sehingga benar - benar tunduk terhadap akal untuk mencapai kebahagiaan kita harus memulai dengan memperlihatkan kekuatan utama jiwa baik kekuatan rasional, amarah dan seksual, ketika kekuatan-kekuatan ini benar-benar telah dikendalikan oleh kekuatan rasional maka keadilan akan menjelma karena keadilan merupakan fondasi dimana langit dan bumi ditegakkan dan jalan ketaqwaan serta kemuliaan moral berada. Al-Ghazali meletakkan serangkaian aturan-aturan praktis untuk menekan pertumbuhan jiwa yang jahat melalui latihan dan perjuangan yang merupakan kunci jalan mistik yang ia pandang tidak terlepas dari kehidupan moral. Proses ini bertujuan untuk membersihkan jiwa dengan mengarahkan langkah-langkah praktis sehingga mengembalikan kebiasaan berkat baik yang secara sempurna dapat dikendalikan. 2. Ibn Bajjah Filsuf muslim yang terkenal di bagian Barat kerajaan Islam adalah ibn Bajjah. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammadib Yahya al Sih dalam lebih dikenal dengan nama Ibn Bajjah. Pemikirannya dalam bidang moral yaitu mengenai tujuan hidup manusia untuk memperoleh kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui akal ia menolak sama sekali ajaran tasawuf seperti yang diajarkan oleh al Ghazali karena dipandang sesuatu yang menyimpang dari akal sehat. 23
Ahmad Daud, Kuliah Filsafat Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1986, hlm. 97
23 Manusia menurut Ibn Bajjah mampu melalui perkembangan daya penalaran serta mengikuti nilai moral yang baik, untuk berhubungan dengan akal aktif yang melimpah dari Tuhan, sehingga ia memperoleh kebahagiaan tertinggi.24 Ibn Bajjah membagi tindakan menjadi tindakan hewani dan manusiawi, yang pertama dikarenakan oleh kebutuhan alamiyah, bersifat hewani sekaligus manusiawi, Ibnu Bajjah membawa perhatian kita kepada unsur-unsur manusiawi yang aktif karena unsur aktif berkeinginan mencapai kesempatan saja. Ibn Bajjah membagi kebajikan menjadi dua jenis kebajikan foral dan spekulatif, kebajikan merupakan pembawaan sejak lahir tanpa pengaruh kemauan atau spekulasi sedangkan kebajikan spekulatif didasarkan pada kemampuan bebas dan spekulasi. Tindakan yang dilakukan demi kebenaran dan bukan untuk memenuhi
keinginan alamiyah disebut tindakan ketuhanan bukan
manusiawi, yang baik menurutnya merupakan eksistensi dan yang jahat merupakan ketiadaan.25 Kebahagiaan menurut Ibn Bajjah ialah jika seseorang telah mencapai dalam hidupnya martabat ilmu atau hikmah atau kebenaran atau kemuliaan dasar sebagai seorang berilmu bijaksana, berani atau mulia kemudian ia berbuat sesuatu dengan apa yang diketahuinya tanpa mengharapkan keutungan apapun, maka waktu ia merasa ketentraman batinnya dan mengetahui hakikat hidup dan wujud ini kebahagiaan itu hanya dapat dicapai dengan adanya usaha dan aktivitas yang bersumber pada kemampuan bebas dan pertimbangan akal.26 Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa ilmu akhlak ialah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan yang 24
H.A Mustofa, Filsafat Islam, Pustaka Setia, Jakarta, 1986, hlm. 248
25
Majid Fakry, Etika Dalam Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 126
26
M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung, 1996, hlm. 168
24 baik yang harus dikerjakan dan perbuatan yang jahat harus dihindarkan dalam
hubungannya dengan Tuhan, manusia, mahluk lainnya dalam
kehidupan sehari hari sesuai dengan nilai moral. dalam hal ini persamaan antara ilmu akhlak dan moral yaitu menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk, perbedaan tesebut teletak pada tolak ukur masing masing perbuatan manusia dalam tolak ukur ajaran al-Qur'an dan sunah. Sedangkan moral dengan adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat 27 Melihat lahirnya perbuatan manusia dapat diketahui bahwa perbuatan manusia itu bisa dikategorikan menjadi dua yaitu : -
Perbuatan lahir dengan kehendak dan disengaja
-
Perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tidak disengaja Kedudukan akhlak dalam ajaran Islam adalah identik dengan
ajaran agama Islam itu sendiri dalam segala bidang kehidupannya pelaksanaan ajaran agama Islam yaitu dengan meyakini dalam berakhkak Islamiyah, melaksanakan ajaran agama Islam meyakni shirotul mustaqim jalan yang lurus yang terdiri dari iman Islam dan ihksan. Pelaksanaan akhlak dilandasi dengan iman yaitu iman kepada Allah, malaikat, rasul, kitab kitab Allah, kepada hari akhir dan setiap muslim wajib mematuhi rukun Islam yaitu pengikraran (syahadat) serta pelaksanaan ibadah, serta ikhsan yang diartikan sebagai adanya suatu hubungan yang tidak ada hentinya antara seorang hamba dengan Allah.
27
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Rajawali Press, Jakarta, Cet I, 1992, hlm. 3