36
BAB II PENGATURAN KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BAGI PERUSAHAAN PUBLIK DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG PASAR MODAL INDONESIA
A. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Sebelum membahas mengenai kewajiban perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bagi perusahaan publik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka harus dipahami terlebih dahulu mengenai pasar modal itu sendiri dan kewajiban yang umum dilakukan bagi emiten atau perusahaan publik di industri sekuritas (pasar modal). Pada dasarnya, berinvestasi dalam pasar modal merupakan suatu cara investasi tidak langsung (indirect investment). Hal ini yang menjadi perbedaan antara Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengatur mengenai investasi tidak langsung dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mengatur mengenai investasi langsung (direct investment). Pasar modal merupakan alternatif yang baik untuk kebutuhan dana perusahaan. Dengan adanya pasar modal maka kebutuhan dana perusahaan baik untuk pengembangan maupun kebutuhan lainnya akan dapat tercukupi. Sedangkan bagi investor (baik individu maupun perusahaan), pasar modal merupakan alternatif investasi yang dapat mendatangkan keuntungan. Sedangkan
36
37
dari sisi pemerintah, dengan adanya pasar modal maka pembangunan perekonomian akan ikut terpacu. 85 Secara umum, pasar modal dapat didefinisikan sebagai tempat bagi perusahaan yang memperjualbelikan berbagai instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Baik pasar modal maupun pasar uang merupakan bagian dari pasar keuangan. 86 Perusahaan yang menerbitkan sekuritas ini disebut sebagai emiten, sedangkan pihak yang membeli sekuritas berarti menanamkan modalnya di perusahaan
yang
menerbitkan sekuritas. Pembeli sekuritas tersebut dinamakan pemodal atau investor, penebitan sekuritas disebut emisi. Sekuritas dapat pula disebut efek, sehingga pasar modal disebut juga bursa efek. 87 Pasar modal banyak dijumpai di berbagai negara dikarenakan dua fungsinya yang begitu penting dengan menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar
modal
dikatakan
memiliki
fungsi
ekonomi
karena
pasar
menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return), memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dapat dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan 85
Pandi Anoraga dan Piji Pakarti, Op.Cit., hlm. v. M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 13. 87 Asril Sitompul, Pasar Modal (Penawaran Umum dan Permasalahannya), (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2004). hlm. 3. 86
38
untuk memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. 88 Di berbagai negara, pasar modal sejak lama merupakan lembaga yang sangat diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara, sebab itu pula pemerintah suatu negara selalu berkepentingan untuk turut mengatur jalannya pasar modal. Di Indonesia, pada tanggal 2 Oktober 1995 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui RUU tentang Pasar Modal yang kemudian pada tanggal 10 November 1995 oleh Presiden disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan tidak sampai 2 (dua) bulan tepatnya pada 1 Januari 1996 langsung berlaku secara efektif. 89 Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal merupakan landasan kokoh dan kepastian hukum bagi semua pihak terkait dalam melakukan kegiatan usaha di bidang pasar modal. 90 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, telah diatur mengenai pengertian pasar modal yang lebih spesifik. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menetapkan pengertian Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. 91 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mempunyai hubungan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan 88
Syprianus Aristeus, Op.Cit., hlm. 60. M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 44. 90 Ibid., hlm. 6. 91 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 13. 89
39
Terbatas dimana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal merupakan lex specialis dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjadi lex generalis. 92 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen utama dan terpenting di dalam industri sekuritas (pasar modal). 93 Transparansi dalam pasar modal berarti keharusan emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk kepada Undang-Undang
Nomor
8
Tahun
1995
tentang
Pasar
Modal
untuk
menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usaha atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek yang dimaksud atau harga dari efek tersebut. 94 Pernyataan Pendaftaran (registration statement) adalah dokumen yang wajib disampaikan kepada BAPEPAM (Sekarang OJK) oleh emiten dalam rangka penawaran umum atau perusahaan publik. 95 Tindakan terpenting dalam suatu penawaran umum yang menentukan dapat tidaknya sebuah emiten melakukan penawaran umum adalah melakukan penyampaian pernyataan pendaftaran kepada otoritas pasar modal, yang sekarang ini otoritas pasar modal yang mempunyai
92
M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 45. Lihat juga dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 154 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Bagi Perseroan Terbuka berlaku ketentuan Undang-Undang ini jika tidak diatur lain dalam peraturan perundangundangan di bidang pasar modal.” Dan Pasal 154 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang mengecualikan ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh bertentangan dengan asas hukum Perseroan dalam Undang-Undang ini.” 93 Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 166. 94 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 25 menyebutkan bahwa: “prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.” 95 Ibid., Pasal 1 angka 19.
40
wewenang tersebut adalah OJK dimana hal ini harus dilakukan karena tanpa adanya pernyataan pendaftaran, maka tidak akan pernah ada penawaran umum.96 Ketentuan mengenai kewajiban dalam menyampaikan pernyataan pendaftaran tersebut diatur di dalam Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. 97 Pernyataan pendaftaran pada dasarnya merupakan sekumpulan dokumen yang memuat prinsip-prinsip keterbukaan yang harus disampaikan oleh emiten dalam rangka penawaran umum efeknya di pasar modal. 98 Pernyataan pendaftaran ini memberikan detil mengenai penawaran umum perusahaan, menyediakan informasi yang lengkap yang dibutuhkan oleh BAPEPAM (Sekarang OJK), dan untuk meningkatkan minat dari investor terhadap perusahaan. 99 Kewajiban melakukan disclosure untuk pertama kali (ketika menyampaikan pernyataan pendaftaran ini) harus dilakukan secara menyeluruh dan adil, sehingga biasa disebut full and fair disclosure. Kewajiban yang menjadi bagian terpenting dari pernyataan pendaftaran setelah BAPEPAM (Sekarang OJK) menyatakan efektif pernyataan pendaftaran emiten ini adalah dokumen yang bernama prospektus 100, pada akhirnya merupakan dokumen utama dalam melakukan penawaran atas efek 96
Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 47. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 70 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Yang dapat melakukan Penawaran Umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan Pernyataan Pendaftaran tersebut telah aktif.” Dan Pasal 73 menyebutkan bahwa: “Setiap Perusahaan Publik wajib menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam.” 98 Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 47. 99 Asril Sitompul, Op.Cit., hlm. 56. 100 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 1 angka 26 yang menyebutkan bahwa: “Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umum dengan tujuan agar Pihak lain membeli efek.” 97
41
tersebut. 101 Prospektus ini harus ada dan dilihat oleh investor sebelum mereka menyatakan minat untuk melakukan pemesanan atas efek yang ditawarkan. 102 Namun demikian kewajiban untuk melakukan disclosure ini tidak hanya pada saat penawaran umum tersebut dilakukan, tetapi akan terus berlanjut sepanjang tersebut merupakan perusahaan publik karena memang hanya informasilah yang merupakan materi yang dibutuhkan investor untuk melakukan keputusan investasinya. 103 Kewajiban selanjutnya setelah pernyataan pendaftaran menjadi efektif baik bagi emiten maupun perusahaan publik adalah keterbukaan yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang pada dasarnya mencakup 2 hal, yaitu keterbukaan yang sifatnya berkala (periodic disclosure) dan keterbukaan yang sifatnya berdasarkan adanya informasi, peristiwa atau kejadian yang dialami oleh emiten (episodic disclosure). 104 Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban keterbukaan perusahaan publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan BAPEPAM (Sekarang OJK).
101
Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 48-50. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 71 yang menyebutkan bahwa: “Tidak satu Pihak pun dapat menjual Efek dalam Penawaran Umum, kecuali pembeli atau pemesan menyatakan dalam formulir pemesanan Efek bahwa pembeli atau pemesan telah menerima atau memperoleh kesempatan untuk membaca Prospektus berkenaan dengan Efek yang bersangkutan sebelum atau pada saat pemesanan dilakukan.” 103 Hamud M. Balfas, Op.Cit., hlm. 48-49. 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 86 ayat (1) yang menyebutkan bahwa: “Emiten yang Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif atau Perusahaan Publik wajib: a. menyampaikan laporan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkan laporan tersebut kepada masyarkat; dan b. menyampaikan laporan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat tentang peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga Efek selambat-lambatnya pada akhir kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya peristiwa tersebut.” 102
42
B. Menurut Undang-Undang-Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Hadirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas merupakan hal yang positif bagi pembangunan ekonomi nasional
khususnya
perekonomian
yang berkelanjutan
dan
berwawasan
lingkungan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah mengatur kewajiban dari perseroan terbatas termasuk perusahaan publik di dalam 1 (satu) bab yaitu BAB V tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah memberikan definisi tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yaitu komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umum. 105 Ketentuan lebih lanjut yang mengatur mengenai kewajiban perusahaan termasuk perusahaan publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdapat di dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa perseroan terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber
105
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 3.
43
daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. 106 Jika dilihat pada penjelasan Pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti (core business) dari perusahaan tersebut. 107 Walaupun perusahaan tersebut tidak secara langsung melakukan eksploitasi sumber daya alam, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sosialnya. 108
C. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lingkungan Pada hakikatnya, hanya manusialah yang mempunyai kewajiban dalam melestarikan lingkungan karena kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungan. 109 Namun atas dasar pengertian bahwa perusahaan merupakan
106
Ibid., Penjelasan Pasal 74 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam” dan “Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam”. 107 Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Op.Cit., hlm. 95. 108 Ibid. 109 Lingkungan telah menyediakan beragam kebutuhan bagi manusia yang merupakan syarat mutlak agar manusia dapat mempertahankan kehidupannya. Lingkungan menyediakan air, udara, sinar matahari, dan berbagai macam jenis sumber daya lain yang merupakan kebutuhan mutlak
44
organisasi yang dibentuk oleh manusia dan terdiri dari manusia, maka perusahaan juga memiliki kewajiban dalam perlindungan dan pegelolaan lingkungan hidup. Perusahaan atau korporasi memiliki kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial bagi masyarakat dan lingkungan hidup di sekitar kegiatan perusahaan tersebut. 110 Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate sosial responsibility) perlu dibebankan kepada perusahaan-perusahaan karena dalam fakta, tidak terhindari bahwa kehadiran perusahaan-perusahaan, khususnya perusahaanperusahaan yang mengelola sumber daya alam dan perusahaan yang memiliki dampaknya kepada lingkungan dan sumber daya alam, memberikan gangguan dan berbagai pengorbanan atas masyarakat dan lingkungan hidup. 111 Mengenai kewajiban perusahaan termasuk perusahaan publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam UndangUndnag Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hukum lingkungan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan terutama mengatur kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan menuangkan kebijakan lingkungan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan. Penjabaran kewajiban tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
manusia.. Lingkungan adalah condition sine qua non bagi manusia. Lihat A’an Efendi, Op.Cit., hlm. 1. 110 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan Edisi Revisi, (Jakarta: Pancuran Alam, 2008), hlm. 173. 111 Ibid., hlm. 174.
45
Tabel 1. Kewajiban Bagi Perusahaan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 112 BAB V (Pengendalian)
VII (Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Berbahaya dan Beracun) X (Hak, Kewajiban, dan Larangan)
Bagian Kedua (Pencegahan)
Ketiga (Penanggulangan) Keempat (Pemulihan) Kesatu (Pengelolaan B3) Kedua (Pengelolaan Limbah B3)
Kedua (Kewajiban)
Paragraf 5 (Amdal) 6 (UKL-UPL) 7 (Perizinan) 11 (Analisis Risiko Lingkungan Hidup) 12 (Audit Lingkungan Hidup)
Pasal Pasal 22-33 Pasal 34-35 Pasal 36-41 Pasal 47
Pasal 48-52
Pasal 53 Pasal 54-55 Pasal 58 Pasal 59
Pasal 67-68
Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. 113 Amdal memiliki 2 fungsi dalam hukum 112
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 113 Dampak penting terhadap lingkungan ditentukan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
46
lingkungan, di satu sisi sebagai bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana dan/atau aktivitas sedangkan di sisi lainnya sebagai syarat atau keharusan untuk dipenuhi guna memperoleh izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. 114 Tanpa dipenuhinya syarat pembuatan Amdal berupa dokumen Amdal, tentulah izin untuk melakukan usaha dan/atau aktivitas tidak akan diberikan oleh yang berwenang. 115 Berbeda dengan Amdal, setiap usaha yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal, wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). 116 Selain itu kegiatan-kegiatan yang tidak wajib UKL dan UPL, wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. 117 Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Amdal dan UKL-UPL tidak lagi menjadi prasyarat untuk memperoleh izin usaha, tetapi sebagai prasyarat untuk memperoleh izin lingkungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 118 Sebaliknya izin lingkungan merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan sebagaimana ditegaskan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Baca dalam Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 93. 114 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan Edisi Revisi, Op.Cit., hlm. 206. 115 Ibid. 116 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 98. 117 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pegelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 35 ayat (1). 118 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 99.
47
dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 119 Perizinan merupakan salah satu intrumen administratif yang digunakan sebagai sarana di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup dimana sektor-sektor usaha yang paling potensial sebagai sumber pencemaran, antara lain adalah industri dan pertambangan. 120 Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu izin usaha, misalnya izin usaha industri, kuasa pertambangan dan hak pengusahaan hutan, izin gangguan/HO (hinder ordonanntie), izin pengendalian pencemaran air dan izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan lainnya. 121 Namun berdasarkan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur,
atau
bupati/walikota
sesuai
dengan
kewenangannya
wajib
diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak UndangUndang ini ditetapkan.” 122 Izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan mempunyai keterkaitan yang erat. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan dan jika usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, 119
Ibid. Ibid., hlm. 127. 121 Ibid., hlm. 128. 122 Helmi, Op.Cit., hlm. 8. 120
48
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui lingkungan. 123 Oleh karena itu, izin lingkungan sebagai instrumen pengendalian wajib dipenuhi terlebih dahulu oleh perusahaan sebelum mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatannya. Menurut Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan “setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.”124 Perbedaan antara Amdal dan analisis risiko lingkungan hidup adalah Amdal merupakan kajian terhadap dampak yang mungkin terjadi akibat berlangsungnya sebuah kegiatan, sedangkan analisis risiko lingkungan hidup merupakan kajian terhadap peristiwa yang mungkin terjadi akibat suatu kegiatan. 125 Selanjutnya
kewajiban
mengenai
audit
lingkungan
hidup.
Audit
lingkungan adalah alat manajemen yang sifatnya internal yang digunakan oleh suatu organisasi atau aktivitas untuk melaksanakan kewajiban pengelolaan lingkungan. 126 Penerapan prinsip audit lingkungan hidup pada dasarnya bersifat sukarela dan bukan merupakan kewajiban. 127 Prinsip ini dapat ditafsirkan dari ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan “pemerintah mendorong
123
Ibid., hlm. 7. Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 123. 125 Ibid. 126 A’an Efendi, Op.Cit., hlm. 85-86. 127 Ibid., hlm. 85. 124
49
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup.” 128 Namun demikian, berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pelaksanaan audit lingkungan akan menjadi bersifat wajib dalam hal: 129 a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup; dan/atau b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Lalu ketentuan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melaksanakan audit lingkungan.”
Penanggung
jawab
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
wajib
melaksanakan audit lingkungan menurut Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini adalah penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria Pasal 49 ayat (1), jadi tidak semua penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. 130 Ketentuan selanjutnya membahas mengenai penanggulangan. Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan
128
Ibid. Ibid., hlm. 86. 130 Ibid. 129
50
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.” Tindakan untuk menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu dengan: 131 a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Tahapan pemulihan yang diatur dalam Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilakukan dengan cara, yaitu: 132 a. b. c. d. e.
penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; remediasi; rehabilitasi; restorasi; dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kewajiban pada bagian pemulihan juga diatur dalam Pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada Pasal tersebut mengatur bahwa pemegang izin 131
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 53 ayat (2). 132 Ibid., Pasal 54 ayat (2).
51
lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat (1) wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Pengaturan mengenai kewajiban pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dalam Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan dalam Pasal 58 ayat (1) menyatakan bahwa “setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.” Kewajiban yang sama juga diatur dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.” Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur kewajiban hukum yang telah diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 68. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta megendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.” Selanjutnya Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban untuk:
52
a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Ketentuan lebih lanjut kewajiban bagi perusahaan termasuk perusahaan publik dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan ketentuan lainnya yang bersangkutan.
D. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Mengenai kewajiban perusahaan publik, maka terdapat keterkaitan yang erat dengan hukum penanaman modal (hukum investasi). Dalam poin ini akan membahas bagaimana kewajiban dari perusahaan publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ditinjau dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sebelum membahas mengenai kewajiban bagi perusahaan publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka harus diketahui terlebih dahulu konsep penanaman modal. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah memberikan definisi dari penanaman modal yang menyebutkan bahwa Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh
53
penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 133 Secara umum konsep penanaman modal terbagi atas 2 (dua), yaitu direct investment (investasi secara langsung) yang dibedakan dengan istilah indirect investment (investasi secara tidak langsung/investasi portofolio). 134 Namun, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah mengatur secara eksplisit dengan membatasi ruang lingkup investasi di wilayah negara Republik Indonesia hanya pada investasi seara langsung dan tidak termasuk investasi secara tidak langsung atau portofolio. 135 Jadi, yang menjadi contoh dari investasi langsung adalah perseroan terbatas yang merupakan badan usaha berbentuk badan hukum, termasuk perusahaan publik. Kewajiban
perusahaan
publik
harus
mengikuti
asas-asas
dalam
penyelenggaraan penanaman modal khususnya mengenai keterbukaan informasi pada bidang perlindungan dan pengelolaan hidup yang telah diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yaitu keterbukaan, akuntabilitas, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. 136 Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah mengamanatkan agar perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 15 b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa setiap penanam modal
133
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 19. 135 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Penjelasan Pasal 2. 136 Ibid. 134
54
berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. 137 Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. 138 Selanjutnya
hubungan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan hidup. 139 Pada Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 mengatur secara khusus mengenai kewajiban perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bagi penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam yang tidak terbarukan (non-renewable) untuk mengalokasikan dana untuk pemulihan lokasi usaha sesuai dengan standar
137
Ibid., Pasal 15 menyebutkan bahwa : “Setiap penanam modal berkewajiban: a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.” 138 Diambil dari artikel hukum berjudul Konsep dan Perkembangan Pemikiran tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, http://www.ermanhukum.com, diakses pada tanggal 2 Februari 2015. 139 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pasal 16 menyebutkan bahwa: “Setiap penanam modal bertanggung jawab: a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b. menanggung dan menyelesaikan kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. menciptakan iklim usaha persaingan usaha yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara; d. menjaga kelestarian lingkungan hidup; e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.”
55
kelayakan lingkungan hidup yang mengatur kewajiban perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 140 Keseriusan pemerintah dalam mengajak penanam modal untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan memberikan hak berupa fasilitas penanaman modal. Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal menetapkan kriteria-kriteria bagi penanam modal yang melakukan perluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah, yaitu salah satunya dengan menjaga kelestarian lingkungan hidup. 141
E. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Indonesia beruntung dikaruniai kekayaan sumber daya alam yang melimpah ruah. Permukaan tanah yang subur dan di dalamnya juga terkandung bahan galian tambang berupa mineral, bijih-bijih, berbagai unsur kimia dan berbagai macam batu-batuan termasuk batu mulia yang dapat diolah untuk kesejahteraan rakyat. 142 Mineral dan batubara (Minerba) sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan bagian dari sumber daya alam yang memiliki banyak manfaat dan dibutuhkan setiap lapisan masyarakat dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. 143 Sebagai sumber daya 140
Ibid., Penjelasan Pasal 17 menyebutkan bahwa: “ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh kegiatan penanaman modal.” 141 Ibid. 142 Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta: Djambatan, 2000), hlm. 77. 143 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, konsideran huruf a.
56
alam yang strategis dan tidak dapat diperbaharui, mineral dan batubara menjadi komoditas yang sangat vital di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah untuk memberikan nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan. 144 Pada dasarnya, setiap orang, kelompok orang atau badan hukum termasuk perusahaan pertambangan memiliki kewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan. 145 Saat ini di Indonesia, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di sektor indutri pertambangan batubara diantaranya adalah PT. Kaltim Prima Coal dan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero). Tbk 146. Untuk Perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di sektor pertambangan mineral berupa tembaga dan/atau emas diantaranya adalah PT. Freeport Indonesia 147, PT. Aneka Tambang Tbk 148, dan PT. Newmont Minahasa Raya. Secara umum pertumbuhan pesat
144
Ibid. Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya Pola Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Indonesia, (Malang, Setara Press, 2013), hlm. 141. 146 PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero). Tbk atau lebih dikenal dengan nama Bukit Asam adalah perusahaan pertambangan batubara yang berlokasi di daerah Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Indonesia. Pada tanggal 23 Desember 2002, Perseroan tersebut mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode “PTBA”. Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Bukit_Asam_(Persero), diakses pada tanggal 3 Februari 2015. 147 PT. Freeport Indonesia merupakan perusahaan penanaman modal asing yang pertama kali mengusahakan pertambangan mineral dengan menggunakan pola Kontrak Karya (Kontrak Karya I) yang ditandatangani pada bulan April 1967 dan berakhir bulan 31 Januari 1993. Lihat dalam Nanik Trihastuti, Op.Cit., hlm. 5. 148 PT. Aneka Tambang Tbk atau yang biasa disebut dengan PT. Antam merupakan perusahaan pertambangan yang melakukan kegiatan usaha mencakup eksplorasi, penambangan, pengolahan serta pemasaran dari sumber daya mineral. Komoditas utama Antam adalah bijih nikel kadar tinggi atau saprolit, bijih nikel kadar rendah atau limonit, feronikel, emas, perak, dan bauksit. Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Aneka_Tambang. Lihat juga pada http://www.antam.com yang menerangkan bahwa saham ANTAM diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange) serta di Bursa Efek Australia (Australian Securities Exchange), diakses pada tanggal 3 Februari 2015. 145
57
industri pertambangan di Indonesia berlangsung paralel dengan masalah-masalah lingkungan yang kompleks. Penambangan dan pengoperasian industri pemrosesan telah mengakibatkan gangguan yang serius terhadap ratusan atau ribuan hektar tanah setiap areal penambangan, pencemaran sungai sebagai akibat pembuangan tailing sebagai efek dari operasi pertambangan. 149 Secara teoritis, operasi industri tambang dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu open pit (penambangan terbuka) dan under ground (penambangan di bawah tanah. 150 Dengan operasi industri tambang tersebut, maka dalam kegiatan usahanya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Untuk kedua tipe penambangan ini, batuan sisa merupakan sumber utama yang berpotensi menggangu lingkungan. Praktik-praktik pemrosesan dapat menghasilkan sumbersumber pencemar lainnya seperti sisa padat (solid waste) yaitu cerih, limbah air dan cairan terkontaminasi, serta emisi debu. 151 Dewasa ini, banyak kasus-kasus lingkungan hidup yang berasal dari perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha di sektor pertambangan. Sebagai contoh perusahaan yang sampai saat ini mendapatkan sorotan tajam dari berbagai pihak dalam kaitannya dengan kewajiban untuk melakukan upaya-upaya perlindungan lingkungan adalah PT. Freeport Indonesia (FI) dan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), yang sampai saat ini masih dalam kondisi pro kontra. 152 PT. Newmont Minahasa Raya terlibat dalam sebuah kasus pencemaran lingkungan berkaitan dengan pengelolaan
149
Nanik Trihastuti, Op.Cit., hlm. 122. Ibid. 151 Ibid., hlm. 124. 152 Ibid., hlm. 141. 150
58
tailing, yaitu masalah sub-marine tailing disposal (STD), yang biasa disebut oleh perusahaan pertambangan dengan sub-marine tailing placement (STP). 153 Dihasilkannya bahan sisa (waste) dalam volume yang sangat besar sebagai ciri utama proses penambangan, merupakan salah satu tantangan lingkungan yang sangat besar bagi industri pertambangan, terutama dalam hal pembuangan dan penanganannya. Dalam kegiatan penambangan dan pemrosesan, produk samping yang dihasilkan (by product) juga menimbulkan masalah, bukan karena volumenya yang sangat besar, akan tetapi juga karena bahan tersebut merupakan substansi kimia yang reaktif, bahkan dapat bersifat radioaktif 154 Pada hakikatnya, kegiatan pertambangan umum dengan proyek obyek utama mineral, batubara dan panas bumi adalah untuk mencari dan mempelajari kelayakannya sampai dengan pemanfataan mineral dan batubara, baik untuk kepentingan perusahaan, masyarakat sekitar, maupun bagi pemerintah. 155 Jika dilihat dari sifat usahanya, pertambangan mempunyai beberapa karakteristik, yang salah satunya bersifat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (non-renewable energy). Pertambangan yang memiliki karakteristik ini berisiko lebih tinggi dan pengusahaannya memiliki dampak lingkungan baik fisik maupun sosial yang relatif lebih tinggi pula dibandingkan pengusahaan komoditi pada umumnya.
153
Pembuangan tailing-limbah menyerupai lumpur kental, pekat, dan mengandung logamlogam berat ke laut dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya, anak perusahaan dari Newmont Indonesia Ltd di Teluk Buyat, Sulawesi Utara, baca dalam Ibid., hlm. 142. 154 Ibid., hlm. 124. 155 Ibid., hlm. 121.
59
Menurut Salim HS, setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah: 156 1. memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; 2. meningkatkan pendapatan asli daerah; 3. menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; 4. meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang; 5. meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; 6. meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; dan 7. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang. Demikian juga dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah: 157 1. 2. 3. 4. 5. 6.
kehancuran lingkungan hidup; penderitaan masyarakat adat; menurunnya kualitas lingkungan hidup penduduk lokal; meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; kehancuran ekologi pulau-pulau; dan terjadi pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan Berdasarkan penjelasan di atas, untuk menghadapi tantangan lingkungan
strategis dan menjawab sejumlah permasalahan, khususnya untuk kewajiban perlindungan lingkungan bagi perusahaan publik yang melaksanakan kegiatan di sektor pertambangan, maka diperlukan landasan hukum yang mengatur kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Koesnadi Hardjosoemantri yang menyatakan bahwa apapun alasannya, karena penambang melakukan kegiatan usaha di Negara Indonesia, maka sudah semestinya apabila mematuhi pula berbagai produk hukum maupun
156
Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005),
hlm. 57. 157
Ibid.
60
peraturan yang telah dibuat pemerintah Negara Republik Indonesia. 158 Hukum positif Indonesia mengenai pertambangan mineral dan batubara terdapat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. 159 Perusahaan yang ingin melakukan usaha pertambangan harus memiliki izin terlebih dahulu. Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dikenal 2 (dua) tipe izin yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 160 Untuk IUP diberikan kepada badan usaha 161 selain koperasi dan perseorangan sedangkan IUPK diberikan terkhusus kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, baik berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Swasta. 162 Pada izin usaha pertambangan baik IUP maupun IUPK, terdapat dua tahap izin yaitu untuk eksplorasi dan operasi produksi. Sebelum perusahaan mendapat izin tersebut, maka ketentuan-ketentuan 163 izin dari IUP dan IUPK pada tahap
158
Nanik Trihastuti, Op.Cit., hlm. 135. Undang-Undang 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 173 ayat (1) menyebutkan bahwa: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.” 160 Ibid., Pasal 35 161 Ibid., Pasal 1 angka 23 menyebutkan bahwa: “Badan usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.” 162 Ibid., Pasal 38 jo Pasal 75 ayat (2). 163 Ibid., Pasal 39 ayat (1) menyebutkan bahwa: “IUP Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a wajib memuat ketentuan sekurang-kurangnya: a. nama perusahaan; b. lokasi dan luas wilayah; c.rencana umum tata ruang; d. jaminan kesungguhan; e. modal 159
61
eksplorasi yang harus dipenuhi berkaitan dengan kewajiban perlindungan lingkungan hidup yang bersifat pencegahan adalah jaminan kesungguhan berupa biaya pengelolaan lingkungan akibat eksplorasi, Amdal, dan studi kelayakan yang berisi perencanaan pasca tambang seperti dampak lingkungan hidup. Setelah IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dipenuhi, mengenai tahap operasi produksi, ketentuan-ketentuan 164 yang harus dipenuhi berkaitan dengan kewajiban perlindungan lingkungan hidup yang bersifat pemulihan adalah lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pasca tambang serta dana jaminan reklamasi dan pasca tambang. Setelah ketentuan izin tersebut dipenuhi, maka perusahaan tersebut dapat memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan dari kegiatan usaha pertambangannya. Ketentuan tersebut kembali dipertegas di dalam Pasal 65 ayat (1) jo Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan persyaratan yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan izin usaha pertambangan, salah satunya adalah persyaratan
investasi; f. perpanjangan waktu tahap kegiatan; g. hak dan kewajiban pemegang IUP; h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan; i. jenis usaha yang diberikan; j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan; k. perpajakan; l. pernyelesaian perselisihan; m. iuran tetap dan iuran eksplorasi; dan n. amdal. Lihat juga pada Pasal 78. 164 Ibid., Pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa: a. nama perusahaan; b. luas wilayah; c. lokasi penambangan; d. lokasi pengolahan dan pemurnian; e. pengangkutan dan penjualan; f. modal investasi; g. jangka waktu berlakunya IUP; h. jangka waktu tahap kegiatan; i. penyelesaian masalah pertanahan; j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang; k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang; l. perpanjangan IUP; m. hak dan kewajiban pemegang IUP; n. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan; o. perpajakan; p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi; q. penyelesaian perselisihan; r. keselamatan dan kesehatan kerja; s. konservasi mineral dan batubara; t. pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri; u. penerapan kaidah perekonomian dan keteknikan pertambangan yang baik; v. pengembangan tenaga kerja Indonesia; w. pengelolaan data mineral dan batubara; dan x. pengusaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan mineral dan batubara. Lihat juga pada Pasal 79.
62
lingkungan.
Setelah
perusahaan
tersebut
mendapatkan
izin,
kewajiban
perlindungan lingkungan dilanjutkan pada Pasal 95 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menetapkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib menerapkan kaidah teknik penambangan yang baik dan mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Teknik penambangan yang baik berkaitan dengan perlindungan lingkungan hidup karena dampak operasi pertambangan terhadap lingkungan, tergantung pada macam bahan yang ditambang dan metode penambangan yang diterapkan. 165 Kewajiban penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik oleh pemegang IUP dan IUPK yang berhubungan dengan lingkungan hidup seperti yang telah diatur dalam Pasal 96 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu dengan melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang serta pengelolaan sisa tambang berupa tailing dan limbah batubara sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan. 166 Selain itu, kewajiban perusahaan yang harus dilakukan setelah mendapatkan izin baik IUP maupun IUPK adalah menjamin penerapan standar dan baku mutu lingkungan, menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber 165
Nanik Trihastuti, Op.Cit., hlm. 122. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa: “Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan: a. ketentuan keselamtan dan kesehatan kerja pertambangan, b. keselamatan operasi pertambangan, c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang, d. upaya konservasi sumber daya mineral, e. pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum di lepas ke media lingkungan. 166
63
daya air, dan menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat pengajuan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi serta menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang. 167 Pengaturan lainnya adalah segala ketentuan yang mengatur berbagai hal dalam
klausul-klausulnya
termasuk
ketentuan
yang
berkaitan
dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus mengikuti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menyatakan sebagai berikut: 168 “Pada saat undang-undang ini mulai berlaku: a. Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian. b. Ketentuan yang tercantum dalam Pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara. c. Pengecualian terhadap penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah upaya peningkatan penerimaan negara.” Kewajiban perusahaan pertambangan mineral dan batubara berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dijelaskan di atas, mempunyai tujuan untuk menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 169
167
Ibid., Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, dan Pasal 100. Ibid., Pasal 169. 169 Ibid., Pasal 3. 168
64
F. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan merupakan peraturan pelaksanaan yang berasal dari Perintah Pasal 74 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan dijelaskan bahwa setiap perseroan mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan. 170 Hal ini berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan yang klausulanya lebih menegaskan bahwa bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang mempunyai kewajiban dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan termasuk pelestarian fungsi lingkungan hidup. 171 Perbedaan dari kedua Pasal ini yang mengatur mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan menjelaskan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang bersifat philantrophy 172 atau secara moral mempunyai 170
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Pasal 2. 171 Ibid., Pasal 3. 172 Philantrophy adalah the act of donating money, goods, time, or effort to support a charitable cause, usually over an extended period of time and in regard to a defined objective. Dari defenisi tersebut, jelas dapat dilihat bahwa tujuan kegiatan philantrophy adalah kegiatan yang bersifat amal (charity). Baca dalam Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Op.Cit., hlm. 20.
65
komitmen untuk bertanggung jawab atas tetap terciptanya hubungan perseroan yang serasi dan seimbang dengan lingkungan dan masyarakat setempat sesuai dengan nilai, norma, dan budaya masyarakat tersebut. Sedangkan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan menjelaskan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang bersifat mandatory (kewajiban). Pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan menjelaskan bahwa Direksi melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan yang memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain bahwa persetujuan kerja diberikan oleh RUPS. 173 Secara keseluruhan, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2007 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan belum mengatur secara rinci kewajiban dari pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, berapa batas kepatutan dan kewajaran dalam menyusun rencana kegiatan dan anggaran. serta bentuk kegiatan dari pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
173
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan Penjelasan Pasal 4 ayat (1).
66
G. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya, menyatakan bahwa perusahaan termasuk perusahaan publik yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL memiliki kewajiban untuk memiliki izin lingkungan sebagai prasyarat untuk memiliki izin usaha. Yang akan dijelaskan dalam poin ini adalah bagaimana kewajiban bagi perusahaan publik yang telah memiliki izin lingkungan. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan telah mengatur kewajiban pemegang izin lingkungan. Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang wajib bagi perusahaan untuk melaksanakannya sebagai pemegang izin lingkungan, yaitu: 174 a. menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Izin Lingkungan dan Izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap persyaratan dan kewajiban dalam Izin Lingkungan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan c. menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 53 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan bahwa laporan pelaksanaan
174
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 53 ayat (1).
67
terhadap persyaratan dan kewajiban izin lingkungan disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan.
H. Menurut Beberapa Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Peraturan BAPEPAM/Otoritas Jasa Keuangan) Ketentuan mengenai kewajiban keterbukaan Perusahaan Publik berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat dalam Peraturan BAPEPAM (Sekarang OJK), antara lain: 1. Peraturan Nomor IX.B.1, yang ditetapkan melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-49/PM/1996 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran Perusahaan Publik; Ketentuan ini berisi pengaturan mengenai kewajiban perusahaan publik untuk menyampaikan pernyataan pendaftaran yang isinya berisi informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi keputusan pemodal, baik yang diketahui atau layak diketahui. Ketentuan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dalam peraturan ini hanya menentukan, bahwa pendapat dan laporan pemeriksaan dari segi hukum dalam pernyataan pendaftaran, perusahaan publik harus memuat pendapat dari konsultas hukum mengenai “semua izin dan persetujuan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan usaha atau kegiatan usaha yang direncanakan perusahaan publik”. Himpunan
Konsultan
Hukum
Pasar
Modal
menetapkan
standar
pemeriksaan hukum dan pendapat hukum, antara lain pendapat dan pemeriksaan hukum berkenaan dengan izin dan persetujuan seperti, antara lain izin lingkungan, izin-izin usaha, Undang-Undang Gangguan, lokasi mendirikan bangunan,
68
penggunaan bangunan untuk pabrik, analisis mengenai dampak lingkungan dan pengolahan limbah. 175 2. Perubahan Peraturan Nomor IX.C.1, yang ditetapkan melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-42/PM/2000 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum; Ketentuan ini mengatur hampir sama dengan yang ada pada Peraturan Nomor IX.B.1, namun perbedaannya yang diatur dalam hal ini adalah kewajiban menyampaikan pernyataan pendaftaran bagi emiten. Berdasarkan ketentuan ini, emiten dalam rangka
penawaran
umum
wajib menyampaikan
laporan
pemeriksaan dan pendapat dari segi hukum dalam isi pernyataan pendaftaran. Seperti izin lingkungan, pengolahan limbah dan persyaratan lingkungan lainnya. 3. Peraturan Nomor X.K.6, yang ditetapkan melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik; Dalam setiap pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan, perusahaan publik memiliki kewajiban untuk mengungkapkan informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan keuangan perseoran kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan secara objektif. 176 Ketentuan ini mengatur kewajiban bagi emiten atau perusahaan publik dalam menyampaikan laporan tahunan (annual report), dimana isi laporan tahunan wajib memuat salah satunya mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Pembahasan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan meliputi kebijakan,
175 176
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Op.Cit., hlm. 179. M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 104.
69
jenis program, dan biaya yang dikeluarkan antara lain terkait aspek, salah satunya adalah lingkungan hidup, seperti penggunaan material dan energi yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang, sistem pengolahan limbah perusahaan, sertifikasi di bidang lingkungan yang dimiliki, dan lain-lain. 4. Perubahan Peraturan Nomor VII.G.7, yang ditetapkan melalui Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP347/BL/2012 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik; Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa perusahaan publik memiliki kewajiban, salah satunya dalam menyampaikan laporan keuangan. Dalam ketentuan ini, pengaturan mengenai kaitan kewajiban keterbukaan perusahaan publik dengan perlindungan lingkungan hidup terdapat pada bagian pengungkapan lainnya dimana di dalamnya ada pembahasan mengenai kontinjensi. Dijelaskan bahwa Peraturan Pemerintah yang berdampak terhadap Emiten atau Perusahaan Publik, misalnya masalah lingkungan hidup, diungkapkan uraian singkat tentang peraturan dan estimasi dampak keuangannya. Maksud dari ketentuan ini adalah kondisi yang bagaimana terkait lingkungan hidup yang harus diungkapkan sehingga suatu perusahaan bisa menderita kerugian atau laba. Salah satu contoh dari penerapan ketentuan ini apabila suatu perusahaan melakukan pelanggaran terhadap hukum lingkungan seperti pencemaran lingkungan. Konsekuensinya jika terbukti perusahaan tersebut melakukan pencemaran lingkungan, maka perusahaan yang bersangkutan wajib mengganti kerugian yang diderita warga dan melakukan rehabilitasi lingkungan. Tetapi bila tidak terjadi kegiatan perusahaan yang mencemari lingkungan, maka tidak akan ada kerugian, melainkan laba.
70
I. Menurut Beberapa Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Ketentuan mengenai kewajiban bagi perusahaan dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang mengatur secara teknis atau operasional, antara lain: 1. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri ini bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. Terdapat dua kategori mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal, yaitu potensi dampak penting dan ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak penting negatif yang akan timbul. 177 Ketentuan lainnya mengenai wajib Amdal yang harus dipatuhi adalah bagi perusahaan yang mempunyai rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan lindung dan/atau berbatasan langsung dengan
177
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Lampiran I menyebutkan bahwa: “Potensi dampak penting bagi setiap jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan: 1) besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; 2) luas wilayah penyebaran dampak; 3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung; 4) banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak; 5) sifat kumulatif dampak; 6) berbalik atai tidak berbaliknya dampak; dan kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau 7) referensi internasional yang diterapkan beberapa negara sebagai landasan kebijakan tentang Amdal.”
71
kawasan lindung. 178 Namun terdapat pengecualian mengenai kewajiban memiliki Amdal bagi rencana usaha dan/atau kegiatan yang telah diatur sebelumnya, yaitu: 179 a. b. c. d.
eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bumi; penelitian dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan; yang menunjang pelestarian kawasan lindung; yang terkait kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup; e. budidaya yang secara nyata tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup; dan f. budidaya yang diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap dan tidak mengurangi fungsi lindung kawasan dan di bawah pengawasan ketat. 2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup; Perusahaan wajib melaksanakan audit lingkungan hidup jika usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan tersebut merupakan kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup dan/atau menunjukkan ketidaktaatan terhadap
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
perlindungan
dan
pengelolaan lingkungan hidup. Selaras dengan kewajiban audit lingkungan hidup untuk usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko terhadap lingkungan hidup, berdasarkan Pasal 24 ayat (2) dijelaskan bahwa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menunjuk tim audit lingkungan hidup paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya periode audit lingkungan hidup. Selain itu kewajiban audit
178 179
Ibid., Pasal 3 ayat (1). Ibid., Pasal 3 ayat (4).
72
lingkungan hidup yang harus dilakukan bagi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan ditetapkan berdasarkan: 180 a. hasil pengawasan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup; b. usulan dari menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi usaha dan/atau kegiatan; dan/atau c. usulan dari gubernur atau bupati/walikota.
180
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup, Pasal 29 ayat (1).